CLOSE FRAKTUR
RUANG KEMUNING 2A
RSUP Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG
Disusun Oleh :
RESNIZAR ANNASRUL
NIM 4006160085
Pembimbing Akademik
A. DEFINISI
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, kebanyakan
fraktur akibat dari trauma, beberapa fraktur sekunder terhadap proses
penyakit seperti osteoporosis, yang menyebabkan fraktur yang patologis
(Mansjoer, 2002).
Closed Fraktur adalah patahnya tulang yang tidak terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar (karena kulit masih
utuh) tanpa komplikasi.
B. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi,
deformitas, pemendekan ekstrimitas, krepitus, pembengkakan local, dan
perubahan warna.
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen
tulang di imobilisasi, spasme otot yang menyertai fraktur
merupakan bentuk bidai alamiah yang di rancang untuk
meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan
cenderung bergerak tidak alamiah bukan seperti normalnya,
pergeseran fraktur menyebabkan deformitas, ekstrimitas yang
bias di ketahui dengan membandingkan dengan ekstrimitas yang
normal. Ekstrimitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena
fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat
melekatnya otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang
sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas dan
dibawah tempat fraktur.
4. Saat ekstrimitas di periksa dengan tangan, teraba adanya derik
tulang yang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan
antara fragmen satu dengan yang lainya.
Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi
sebagai akibat dari trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda
ini biasanya baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera
(Smelzter dan Bare, 2002)
C. Etiologi
Etiologi dari fraktur menurut Price dan Wilson (2006) ada 3
yaitu:
1. Cidera atau benturan
2. Fraktur patologik
Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah
menjadi lemah oleh karena tumor, kanker dan osteoporosis.
3. Fraktur beban
Fraktur baban atau fraktur kelelahan terjadi pada orang- orang
yang baru saja menambah tingkat aktivitas mereka, seperti baru
di terima dalam angkatan bersenjata atau orang- orang yang baru
mulai latihan lari.
D. Patofisiologi
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup.
Tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar. Sedangkan fraktur terbuka bila terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit
(Smelter dan Bare, 2002).
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar
tempat patah ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan
lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi perdarahan biasanya
timbul hebat setelah fraktur. Sel- sel darah putih dan sel anast
berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut
aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yang
disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsidan sel- sel tulang baru
mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati. Insufisiensi
pembuluh darah atau penekanan serabut syaraf yang berkaitan dengan
pembengkakan yang tidak di tangani dapat menurunkan asupan darah ke
ekstrimitas dan mengakibatkan kerusakan syaraf perifer. Bila tidak
terkontrol pembengkakan akan mengakibatkan peningkatan tekanan
jaringan, oklusi darah total dan berakibat anoreksia mengakibatkan
rusaknya serabut syaraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini di
namakan sindrom compartment (Brunner dan Suddarth, 2002 ).
Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan
ketidak seimbangan, fraktur terjadi dapat berupa fraktur terbuka dan
fraktur tertutup. Fraktur tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak
seperti tendon, otot, ligament dan pembuluh darah ( Smeltzer dan Bare,
2001). Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan menderita
komplikasi antara lain : nyeri, iritasi kulit karena penekanan, hilangnya
kekuatan otot. Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagian tubuh di
imobilisasi, mengakibatkan berkurangnyan kemampuan prawatan diri
(Carpenito, 2007).
Reduksi terbuka dan fiksasi interna (ORIF) fragmen- fragmen
tulang di pertahankan dengan pen, sekrup, plat, paku. Namun
pembedahan
meningkatkan
kemungkinan
terjadinya
infeksi.
Pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan
struktur yang seluruhnya tidak mengalami cedera mungkin akan
terpotong atau mengalami kerusakan selama tindakan operasi (Price dan
Wilson, 2006).
E. Pathway
F. Klasifikasi
Menurut Mansjoer (2002) pada fraktur tertutup ada klasifikasi
tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
1. Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan
lunak sekitarnya.
2. Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan
jaringan subkutan.
3. Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak
bagian dalam dan pembengkakan.
4. Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang
nyata dan ancaman sindroma kompartement.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan roentgen : untuk menentukan lokasi, luas dan jenis
fraktur
2. Scan tulang, tomogram, CT- scan/ MRI : memperlihatkan fraktur
dan mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
3. Pemeriksaan darah lengkap : Ht mungkkin meningkat
(hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi
fraktur atau organ jauh pada trauma multiple). Peningkatan sel
darah putih adalah respon stress normal setelah trauma.
4. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk
klirens ginjal.
5. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,
Syok
Syok hipovolemik atau traumatic, akibat perdarahan
(banyak kehilangan darah eksternal maupun yang tidak
kelihatan yang bias menyebabkan penurunan oksigenasi) dan
kehilangan cairan ekstra sel ke jaringan yang rusak, dapat
terjadi pada fraktur ekstrimitas, thoraks, pelvis dan vertebra.
2.
3.
Sindroma Kompartement
Merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan
dalam otot kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan
jaringan. Ini bisa disebabkan karena penurunan ukuran
kompartement otot karena fasia yang membungkus otot terlalu
ketat, penggunaan gibs atau balutan yang menjerat ataupun
peningkatan isi kompatement otot karena edema atau
perdarahan sehubungan dengan berbagai masalah (misalnya :
iskemi,dan cidera remuk).
4. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bias ditandai denagan tidak
ada nadi, CRT menurun, syanosis bagian distal, hematoma
yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disbabkan oleh
5. Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.
Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan
masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi
bias juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti
pin dan plat.
6. Avaskuler nekrosis
Avaskuler nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang
rusak atau terganggu yang bias menyebabkan nekrosis tulang dan di
awali dengan adanya Volkmans Ischemia (Smeltzer dan Bare,
2001).
b. Komplikasi dalam waktu lama atau lanjut fraktur antara lain: mal union,
delayed union, dan non union.
1.
Malunion
Malunion dalam suatu keadaan dimana tulang yang patah telah
sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya. Malunion merupaka
penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat
kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan
dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik.
2.
Delayed Union
Delayed union adalah proses penyembuhan yang terus berjalan
dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal. Delayed
union merupakankegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan
waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan
karena penurunan suplai darah ke tulang.
3. Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan
memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9
bulan. Nonunion di tandai dengan adanya pergerakan yang berlebih
pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau
pseuardoarthrosis.
(Price danWilson, 2006).
JVP
Dada dan paru
Inspeksi bentuk, gerakan, simetris, retraksi
Palpasi: struktur, massa, bengkak, nyeri, denyutapikal, pulsasi
Inspeksi dan palpasi: ekspansi dada, taktil fremitus,
Perkusi: paru, jantung
Auskultasi, jantung paru
Payudara dan aksila
Ukuran dan bentuk
Kulit
Putting dan drainase
Palpasi aksila, payudara, putting
c. Neurosensori
Deformitas
local:
pemendekan, rotasi,
krepitasi
(bunyi berderit) Spasme otot,
terlihat kelemahan/
angulasi
abnormal,
hilang fungsi.
d. Nyeri / kenyamanan
e. Keamanan
Laserasi kulit,
perubahan warna
avulse
jaringan,
pendarahan,
Klien
akan
kehilangan
peran
dalam keluarga dan
dalam
masyarakat
karena klien harus
menjalani rawat inap.
D. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan
fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat traksi/
immobilisasi, stress, ansietas.
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan
status metabolic, kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi
dibuktikan oleh terdapat luka/ ulserasi, kelemahan, penurunan berat
badan, turgor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotik.
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri / ketidak
nyamanan, kerusakan musculoskeletal, terapi pembatasan aktifitas,
penurunan kekuatan / tahanan.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respon
inflamasi tertekan, prosedur invasi dan jalur penusukan, luka/
kerusakan kulit, insisi pembedahan.
5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan factor (kolaboratif): traksi
atau gibs pada ekstrimitas
6. Resiko ketidak seimbangan nutrisi kurang
berhubunngan dengan intake yang tidak adekuat.
dari
kebutuhan
b. Kriteria hasil : tidak ada tanda- tanda infeksi seperti pus, luka bersih tidak
lembab dan tidak kotor, tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat
ditoleransi.
c. Intervensi :
1) Pantau tanda-tanda vital
Rasional: mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu
tubuh meningkat.
2) Lakukan perawatan luka dengan tehnik aseptik.
Rasional: mengendalikan penyebaran mikroorganisme pathogen.
3) Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infuse, kateter,
drainase luka, dll.
Rasional: untuk mengurangi resiko infeksi nosokomial.
4) Jika di temukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah,
seperti Hb dan leukosit.
Rasional: penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal
bias terjadi akibat terjadinya proses infeksi.
5) Kolaborasi untuk pemberian antibiotic.
Rasional: antibiotic mencegah perkembangan mikroorganisme
pathogen.
5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan faktor(kolaboratif):
traksi atau gibs pada ekstrimitas
a. Tujuan : tidak terjadi defisit perawatan diri
b. Kriteria hasil :tidak ada bau badan, tidak bau mulut, mukosa mulut
lembab, kulit utuh
c. Intervensi :
1) Berikan bantuan pada AKS sesuai
kebutuhan, ijinkan pasien untuk merawat
diri sesuai dengan kemampuannya.