Disentri Basiler
Disentri Basiler
Definisi
Disentri berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys (gangguan) dan enteron
(usus), yang berarti radang usus yang menimbulkan gejala meluas dengan gejala
buang air besar dengan tinja berdarah, diare encer dengan volume sedikit, buang
air besar dengan tinja bercampur lender (mucus) dan nyeri saat buang air besar
(tenesmus).
Disentri merupakan peradangan pada usus besar yang ditandai dengan
sakit perut dan buang air besar yang encer secara terus menerus (diare) yang
bercampur lendir dan darah.
Disentri merupakan suatu infeksi yang menimbulkan luka yang
menyebabkan tukak terbatas di colon yang ditandai dengan gejala khas yang
disebut sebagai sindroma disentri, yakni: 1) sakit di perut yang sering disertai
dengan tenesmus, 2) berak-berak, dan 3) tinja mengandung darah dan lendir.
Epidemiologi
Di Amerika Serikat, insidensi penyakit ini rendah. Setiap tahunnya kurang
dari 500.000 kasus yang dilaporkan ke Centers for Disease Control (CDC). Di
Bagian Penyakit Dalam RSUP Palembang selama 3 tahun (1990-1992) tercatat di
catatan medis, dari 748 kasus yang dirawat karena diare ada 16 kasus yang
disebabkan oleh disentri basiler. Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan di
beberapa rumah sakit di Indonesia dari Juni 1998 sampai dengan Nopember 1999,
dari 3848 orang penderita diare berat, ditemukan 5% shigella.
Etiologi
Disentri basiler, disebabkan oleh Shigella,sp. Shigella adalah basil non
motil, gram negatif, famili enterobacteriaceae. Ada 4 spesies Shigella, yaitu
S.dysentriae, S.flexneri, S.bondii dan S.sonnei. Terdapat 43 serotipe O dari
shigella. S.sonnei adalah satu-satunya yang mempunyai serotipe tunggal. Karena
kekebalan tubuh yang didapat bersifat serotipe spesifik, maka seseorang dapat
terinfeksi beberapa kali oleh tipe yang berbeda. Genus ini memiliki kemampuan
menginvasi sel epitel intestinal dan menyebabkan infeksi dalam jumlah 102-103
Gejala Klinis
Masa tunas berkisar antara 7 jam sampai 7 hari. Lama gejala rerata 7 hari
sampai 4 minggu. Pada fase awal pasien mengeluh nyeri perut bawah, diare
disertai demam yang mencapai 400C. Selanjutnya diare berkurang tetapi tinja
masih mengandung darah dan lendir, tenesmus, dan nafsu makan menurun.
Bentuk klinis dapat bermacam-macam dari yang ringan, sedang sampai
yang berat. Sakit perut terutama di bagian sebelah kiri, terasa melilit diikuti
pengeluaran tinja sehingga mengakibatkan perut menjadi cekung. Bentuk yang
berat (fulminating cases) biasanya disebabkan oleh S. dysentriae. Gejalanya
timbul mendadak dan berat, berjangkitnya cepat, berak-berak seperti air dengan
lendir dan darah, muntah-muntah, suhu badan subnormal, cepat terjadi dehidrasi,
renjatan septik dan dapat meninggal bila tidak cepat ditolong. Akibatnya timbul
rasa haus, kulit kering dan dingin, turgor kulit berkurang karena dehidrasi. Muka
menjadi berwarna kebiruan, ekstremitas dingin dan viskositas darah meningkat
(hemokonsentrasi). Kadang-kadang gejalanya tidak khas, dapat berupa seperti
gejala kolera atau keracunan makanan.
Kematian biasanya terjadi karena gangguan sirkulasi perifer, anuria dan
koma uremik. Angka kematian bergantung pada keadaan dan tindakan
pengobatan. Angka ini bertambah pada keadaan malnutrisi dan keadaan darurat
misalnya kelaparan. Perkembangan penyakit ini selanjutnya dapat membaik
secara perlahan-lahan tetapi memerlukan waktu penyembuhan yang lama.
Pada kasus yang sedang keluhan dan gejalanya bervariasi, tinja biasanya
lebih berbentuk, mungkin dapat mengandung sedikit darah/lendir. Sedangkan
pada kasus yang ringan, keluhan/gejala tersebut di atas lebih ringan. Berbeda
dengan kasus yang menahun, terdapat serangan seperti kasus akut secara
menahun. Kejadian ini jarang sekali bila mendapat pengobatan yang baik.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan tinja. Pemeriksaan tinja secara langsung terhadap kuman
penyebab serta biakan hapusan (rectal swab). Untuk menemukan carrier
diperlukan pemeriksaan biakan tinja yang seksama dan teliti karena basil
shigela mudah mati. Untuk itu diperlukan tinja yang baru.
tanda HUS dapat berupa oliguria, penurunan hematokrit (sampai 10% dalam 24
jam) dan secara progresif timbul anuria dan gagal ginjal atau anemia berat dengan
gagal jantung. Dapat pula terjadi reaksi leukemoid (leukosit lebih dari
50.000/mikro liter), trombositopenia (30.000-100.000/mikro liter), hiponatremia,
hipoglikemia berat bahkan gejala susunan saraf pusat seperti ensefalopati,
perubahan kesadaran dan sikap yang aneh.
Artritis juga dapat terjadi akibat infeksi S.flexneri yang biasanya muncul pada
masa penyembuhan dan mengenai sendi-sendi besar terutama lutut. Hal ini dapat
terjadi pada kasus yang ringan dimana cairan sinovial sendi mengandung leukosit
polimorfonuklear. Penyembuhan dapat sempurna, akan tetapi keluhan artsitis
dapat berlangsung selama berbulan-bulan. Bersamaan dengan artritis dapat pula
terjadi iritis atau iridosiklitis. Sedangkan stenosis terjadi bila ulkus sirkular pada
usus menyembuh, bahkan dapat pula terjadi obstruksi usus, walaupun hal ini
jarang terjadi. Neuritis perifer dapat terjadi setelah serangan S.dysentriae yang
toksik namun hal ini jarang sekali terjadi.
Komplikasi intestinal seperti toksik megakolon, prolaps rectal dan perforasi
juga dapat muncul. Akan tetapi peritonitis karena perforasi jarang terjadi.
Kalaupun terjadi biasanya pada stadium akhir atau setelah serangan berat.
Peritonitis dengan perlekatan yang terbatas mungkin pula terjadi pada beberapa
tempat yang mempunyai angka kematian tinggi. Komplikasi lain yang dapat
timbul adalah bisul dan hemoroid.
Pengobatan
Prinsip dalam melakukan tindakan pengobatan adalah istirahat, mencegah
atau memperbaiki dehidrasi dan pada kasus yang berat diberikan antibiotika.
1. Cairan dan elektrolit
Dehidrasi ringan sampai sedang dapat dikoreksi dengan cairan rehidrasi
oral. Jika frekuensi buang air besar terlalu sering, dehidrasi akan terjadi dan
berat badan penderita turun. Dalam keadaan ini perlu diberikan cairan melalui
infus untuk menggantikan cairan yang hilang. Akan tetapi jika penderita tidak
muntah, cairan dapat diberikan melalui minuman atau pemberian air kaldu
atau oralit. Bila penderita berangsur sembuh, susu tanpa gula mulai dapat
diberikan.
2. Diet
terhadap
sulfonamid,
streptomisin,
kloramfenikol
dan
Pencegahan
DAFTAR PUSTAKA