PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kolelitiasis atau lebih disebut dengan adanya batu yang terdapat
didalam kandung empedu atau saluran empedu (duktus koledokus) atau
keduanya (Muttaqin dan Sari, 2011). Batu empedu bisa terdapat pada kantung
empedu, saluran empedu ekstra hepatik, atau saluran empedu intra
hepatik. Bila terletak di dalam kantung empedu saja disebut kolesistolitiasis,
dan yang terletak di dalam saluran empedu ekstra hepatik (duktus koleduktus)
disebut koledokolitiasis, sedang bila terdapat di dalam saluran empedu intra
hepatik disebelah proksimal duktus hepatikus kanan dan kiri disebut
hepatolitiasis. Kolesistolitiasis
dan
koledokolitiasis
disebut
dengan
kolelitiasis
meliputi bedah
dan
non
bedah.
dengan
laparatomi abdomen.
Laparatomi
adalah
insisi
nyeri
yang
luka
bekas
insisi
yang
disebabkan karena adanya stimulasi nyeri pada daerah luka insisi yang
menyebabkan keluarnya
transmisi
mediator
nyeri
yang
dapat
menstimulasi
dan diinterpretasikan sebagai nyeri (Smeltzer & Bare, 2010). Selain dari
stimulasi nyeri yang dirasakan klien, komplikasi yang bisa terjadi pada
pasien paska laparatomi adalah
laparatomi
dan
elektrolit,
mengajarkan
ambulasi
dan
mobilisasi
dini
laparatomi
fowler,
monitor cairan secara intra vena dan pemantauan slang drain billier, serta
pemasangan NGT untuk pengurangan distensi abdomen serta manajemen
nyeri.
Nyeri adalah sensasi yang sangat tidak menyenangkan dan sangat
individual yang tidak dapat dibagi dengan orang lain. Sedangkan menurut
The
International for the Study of Pain (IASP) nyeri merupakan pengalaman yang
tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual dan potensial,
atau menggambarkan kondisi terjadinya suatu kerusakan (Potter
&
Perry,
2010). Nyeri merupakan salah satu pemicu yang dapat meningkatkan
level hormon stress
seperti adrenokortikotropin,
kortisol,
katekolamin
dan interleukin dan secara simultan dapat menurunkan pelepasan insulin dan
fibrinolisis yang akan memperlambat proses penyembuhan luka paska
pembedahan (Williams & Kentor, 2008). Seorang individu dapat berespons
secara biologis dan prilaku akibat nyeri yang dapat menimbulkan respon fisik
dan psikis. Respon fisik meliputi keadaan umum, respon wajah dan perubahan
tanda-tanda vital, sedangkan respon psikis akibat nyeri dapat merangsang
respon stress sehingga mengurangi sistem imun
komprehensif untuk
mengatasi
relaksasi,
distraksi,
biofeedback,
Transcutan
Elektric
dapat
sampai dengan tingkat yang dapat ditoleransi oleh pasien diantaranya dengan
teknik foot massase. Massase efektif dalam memberikan relaksasi fisik dan
mental, mengurangi nyeri dan meningkatkan keefektifan dalam pengobatan.
Massase pada daerah yang diinginkan selama 3-5 menit dapat merelaksasikan
otot dan memberikan istirahat yang tenang dan kenyamanan (Potter & Perry,
2010). Cassileth dan Vickers (2004) melaporkan bahwa terdapat 50%
penurunan nyeri, kelelahan, stress/kecemasan, mual dan muntah pada klien
paska operasi yang secara terus menerus menggunakan terapi massase
(Potter & Perry,
2010).
Penelitian yang telah dilakukan oleh Luan Tsay (2009) diperoleh
pengaruh pemberian foot massage terhadap intensitas nyeri pada paska operasi
abdomen di
akibat luka insisi post operasi abdomen atau laparatomi (Chanif, 2013). Foot
massage juga telah dilakukan oleh Kim (2002), dikutip dari Chanif (2013)
terhadap pasien post abdominal surgery didapatkan penurunan intensitas nyeri
setelah foot massage dilakukan secara teratur. Foot Massage dilakukan 2 kali
sehari pagi dan sore hari mulai hari ke dua post operasi selama 20 menit
setelah
1-3 jam pemberian obat penghilang nyeri (Chanif, 2013). Foot Massage
sangat dianjurkan sebagai salah satu intervensi keperawatan
meningkatkan peran perawat dalam manajemen nyeri,
yang dapat
karena sebagai
metode
teknik
masase
diaplikasikan
untuk menghambat rasa sakit dan untuk memblokir transmisi impuls nyeri
sehingga menghasilkan analgetik dan nyeri yang dirasakan setelah operasi
diharapkan berkurang (Chanif, 2012).
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan mahasiswa pada tanggal
03 Agustus 2015 dengan salah satu petugas diruangan kelas 1 bedah terkait
manajemen nyeri secara non farmakologis yang sering dilakukan diantarnya
teknik relaksasi nafas dalam, imajinasi terbimbing dan distraksi. Sedangkan
terapi foot massage (pijat kaki) belum pernah dilakukan sebagai terapi non
farmakologis dalam manajemen nyeri. Sehingga penulis tertarik untuk
melakukan foot massage
Foot
massage
(pijat
kaki)
merupakan
salah
satu
terapi
dini
melalui
identifikasi
yang
tepat,
serta
belum
optimal.
Hal
ini
terlihat
dari
observasi
yang
fenomena-fenomena
diatas
penulis
tertarik
untuk
serta
pelaksanaan
ketepatan
identifikasi
pasien
sebagai
di Ruang
B. Tujuan
1.
Tujuan Umum
Tujuan penulisan laporan ilmiah akhir ini adalah untuk
memaparkan pemberian asuhan keperawatan pada pasien dengan
kolelitiasis post laparatomi dengan penerapan teknik foot massage
serta pelaksanaan ketepatan identifikasi pasien di Ruang Kelas I
Bedah RSUP Dr.M.Djamil Padang.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penulisan Laporan Ilmiah Akhir ini
sebagai berikut :
a. Manajemen asuhan Keperawatan
1) Memaparkan pengkajian yang komprehensif pada pasien
dengan
kolelitiasis post
laparatomi di
Ruang
Kelas 1
Kelas I Bedah
Kelas I Bedah
Kelas I Bedah
1
0
Kelas I Bedah
1
1
yang
asuhan
keperawatan
pada
pasien