Anda di halaman 1dari 22

REFERAT

KEHAMILAN DENGAN GANGGUAN FAKTOR KOAGULASI

Disusun Oleh:
DITA EVITA
110.2012.

Pembimbing :
dr. H. Dadan Susandi, SpOG

DISUSUN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK SMF OBSGYN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
RSUD. DR. SLAMET GARUT

19 SEPTEMBER 25 NOVEMBER 2016BAB I

PENDAHULUAN
Kehamilan mencetuskan berbagai macam perubahan fisiologi dalam
peredaran darah baik secara langsung maupun tidak langsung. Gangguan
hematologi sering ditemukan pada ibu hamil karena perubahan-perubahan
fisiologis tersebut menyebabkan ibu hamil lebih rentan terhadap gangguangangguan dalam peredaran darah, terutama penyakit-penyakit kronis seperti
anemia, trombositopenia, maupun keganasan yaitu leukemia dan limfoma.
Kenaikan kebutuhan nutrisi pada kehamilan juga dapat menimbulkan gangguangangguan pada peredaran darah seperti anemia defisiensi besi dan anemia
megaloblastik. Kehamilan juga dapat memperlihatkan gangguan-gangguan yang
sebenarnya sudah ada sejak sebelum kehamilan, seperti hemolitik anemia yang
disebabkan oleh hemaglobinopati ataupun kelainan pada membran sel.
Kelainan hematologi yang dapat timbul dalam kehamilan antara lain
anemia baik anemia defisiensi besi, anemia megaloblastik, hingga anemia
hemolitik, gangguan koagulasi, dan trombositopenia. Penanganan pada gangguan
hematologi khususnya pada kehamilan saat berperan dalam morbiditas dan
mortilitas ibu dan bayi. Sehingga, gangguan hematologi dalam kehamilan tidak
boleh dibiarkan dan harus segera mendapatkan penanganan dan terapi yang
adekuat.
Kehamilan

menyebabkan kondisi

status

hiperkoagulasi.

Terdapat peningkatan aktivitas semua faktor koagulasi kecuali


faktor XI dan XIII. Fibrinogen meningkat sejak awal kehamilan
sekitar 12 minggu, dan mencapai puncaknya dengan kadar 400650 mg/dL pada kehamilan aterm. Sistem fibrinolitik tertekan
pada kehamilan dan persalinan, akan tetapi kembali ke normal
dalam satu jam setelah plasenta lahir.
Banyak penyakit yang dapat mencetuskan terjadinya sehingga
menimbulkan gejala klinis yang bervariasi tergantung penyakit dasarnya. Oleh

karena itu banyak istilah yang dipakai untuk ini yaitu consumption coagulopathy,
defibrination, syndrome hiper fibrinolisis dan syndrome trombohemoragik.
Hemostasis tergantung kepada kontriksi dari pembuluh darah, agregasi
dari platelet sebagai respon dari kerusakan pembuluh darah dan generasi dari
fibrin menjadi bentuk bekuan, keadaan ini diseimbangkan oleh mekanisme
fibrinolisis, dengan perubahan fibrin dan patensi dari pembuluh darah.
Banyak kasus DIC berhubungan dengan kehamilan. DIC disebabkan oleh
eclampsia/ preeclampsia, perdarahan post partum, sepsis, solusio plasenta,
missed septic abortion, ruptur uterus, emboli air ketuban, Intra uterine
fetal death (IUFD), penyakit trofoblas, dan Sickle Cell Crisis. Penyebab
obstetri terbanyak pada DIC adalah solusio plasenta.
Pada pasien dengan solusio plasenta berat yang disertai kematian janin,
DIC terjadi pada 25% pasien. Pada pasien dengan IUFD dan missed abortion DIC
terjadi pada 25% pasien, dan timbul 5-6 minggu sesudah kematian janin, dengan
hasil perubahan laboratorium pada beberapa kasus sudah nyata berubah sejak
awal. Pada Hellp syndrome DIC terjadi pada 92 dari 442 pasien (21%)
Kebanyakan kasus kasus obstetri penyebab adalah kelainan plasenta dan
perdarahan. Selalu diikuti deplesi berat komponen-komponen hemostatik. Pada
keadaan seperti ini, hemostatik tidak dapat diperbaiki

tanpa mengganti

komponen-komponen darah.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 HEMOSTASIS NORMAL
Hemotasis adalah usaha tubuh agar tidak kehilangan darah terlalu banyak
bila terjadi luka pada pembuluh darah dan agar darah tetap cair serta aliran darah
berlangsung secara lancar. Mekanisme hemostasis normal terdiri atas 3 fase, yaitu
hemostasis primer, hemostasis sekunder dan proses fibrinolisis. Mekanisme
hemostasis tersebut berupa : konstriksi pembuluh darah lokal, pembentukan
platelet plug, pembentukan fibrin dan proses fibrinolisis. Proses vasokontriksilokal dan pembentukan platelet plug dinamakan hemostasis primer, sedangkan
proses koagulasi hingga terbentuknya fibrin stabil dinamakan hemostasis
sekunder. Proses fibrinolisis berusaha agar tidak terbentuk trombus berlebihan
yang dapat mengganggu aliran darah
2.I.1. Hemostasis Primer
Pada hemostasis primer trombosit memegang peranan yang sangat
penting. Trombosit membentuk platelet plug pada tempat luka dan juga
menghasilkan tromboksan-A2 dan serotonin yang menyebabkan konstriksi
pembuluh darah lokal. Trombosit berasal dari fragmentasi sitoplasmamegakariosit di sumsum tulang. tiap megakariosit menghasilkan kurang lebih
4000 trombosit. Jumlah trombosit di darah tepi 150.000-400.000 mm3. Umur
trombosit di darah tepi berkisar antara 7 sampai 10 hari, berbentuk cakram,
diameternya 1-2 um, sedangkan volumenya rata-rata 5-8 fl. Dalam keadaan
normal, sepertiga dari jumlah trombosit itu ada di limpa. Jumlah trombosit di
darah tepi selalu kurang lebih konstan. Hal ini disebabkan oleh mekanisme
kontrol oleh bahan humoral yang disebut trombopoetin. Bila jumlah trombosit
menurun, tubuh akan mengeluarkan trombopoetin lebih banyak yang merangsang
trombopoesis. Tempat pembuatan trombopoetin ini masih belum diketahui jelas
2.1.2. Hemostasis Sekunder

Proses koagulasi segera terjadi setelah reaksi adhesi dan agregasi


trombosit. Pada luka pembuluh darah yang sangat kecil tidak diperlukan
hemostasis sekunder. Proses koagulasi ini pada dasarnya dibagi atas 3 jalur : (6,9)
1.

Jalur intrinsik: jalur ini dimulai dengan aktivasi faktor XII sampai
terbentuknya faktor X.

2.

Jalur ekstrinsik: jalur ini dimulai dari aktivasi faktor VII sampai
terbentuknya fakktor X aktif.

3.

Jalur bersama (common pathway): jalur ini mulai dari aktivasi faktor X
sampai terbentuknya fibrin yang stabil.

1.

Jalur intrinsik: pada jalur ini proses koagulasi dimulai pada terjadinya
kontak antara faktor XII dengan jaringan kolagen atau komponen
subendotelial yang lain. Selanjutnya faktor XII aktif akan mengubah faktor XI
aktif menjadi faktor XI aktif. Kemudian faktor XI aktif akan mengubah faktor
IX menjadi faktor IX aktif. Akhirnya faktor IX aktif bersama faktor VIIIc,
faktor-3-trombosit(PF3), dan kalsium serum mengubah faktor X menjadi
faktor X aktif.

2.

Jalur ekstrinsik: jalur ini dimulai dengan tromboplastin jaringan (suatu


lipoprotein yang berasal dari sel yang rusak) akan mengubah faktor VII
menjadi faktor VII aktif. Faktor VII aktif ini secara langsung dapat mengubah
faktor X menjadi faktor X aktif.

3.

jalur bersama(common pathway): pada jalur ini faktor X aktif bersama


dengan PF3, faktor V dan kalsium serum akan mengubah protrombin menjadi
trombin. Selanjutnya trombin akan mengubah fibrinogen menjadai fibrin dan
fibrin ini diubah oleh faktor XIII menjadi fibrin yang stabil dengan demikian
terbentuklah gumpalan darah yang stabil.
Perlu diketahui pula bahwa jalur intrinsik dan ekstrinsik itu saling

menunjang. Defisiensi salah satu faktor pada jalur intrinsik atau jalur ekstrinsik
mengakibatkan terjadinya diatesis hemoragik.

Terhadap hemostasis sekunder ini ada suatu mekanisme kontrol khusus.


Untuk menghindari terjadinya trombosis patologis ini, tubuh mempunyai
mekanisme kontrol terhadap proses koagulasi ini.
Ada dua mekanisme yang telah dikenal pada saat ini yaitu:
a.

Adanya inhibitor terhadap faktor-faktor pembekuan yang aktif itu. Salah


satu inhibitor terhadap faktor pembekuan aktif yang poten adalah antitrombinIII. Antirombin-III ini menghambat faktor-faktor aktif seperti trombin, faktor
Xa, faktor VIIa, faktor IXa, faktor XIa dan faktor XIIa. Dengan demikian
koagulasi yang berlebihan dapat dihambat dan trombosis berlebihan juga
dapat dihambat.

b.

Adanya clearance dari faktor-faktor aktif oleh sel-sel hati dan retikulo
endotelial. Dengan berkurangnya faktor-faktor aktif ini koagulasi yang
berlebihan juga dapat dihambat.
Gambar 1: Proses koagulasi
XII

XIIa
XI

Jalur intrinsik

Tromboplastin jaringan

XIa
IX

IXa

VIIa

Jalur ektrinsik

VII

+VIII
PF3+
Ca+
X

Xa
V+
Ca+

Protrombin

Trombin

Jalur bersama
Fibrinogen

Fibrin
+XIII
Fibrin Stabil

Proses Fibrinolisis
Fibrinolisis adalah proses pelarutan fibrin secara enzimatik oleh suatu zat
yang dinamakan plasmin. Bagan proses ini dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 2 : Bagan proses fibrinolis
Plasminogen
Aktivator plasminogen
Plasmin + Antiplasmin

kompleks
plasmin-antiplasmin

fibrinogen

fibrin

fibrinogen

fibrin

degradation

degradation

product

product

(FDP)

(FDP)

Plasminogen disintesis oleh sel-sel hati. Salah satu aktivator plasminogen


dikeluarkan pula oleh sel-sel endotel yang rusak. Aktivator plasminogen menjadi
plasmin. Plasmin inilah yang menghidrolisis fibrinogen dan fibrin menjadi
fibrinogen degradation product (FDP). FDP sendiri mempunyai sifat antikoagulan
dan dengan demikian juga dapat menghambat proses koagulasi yang berlebihan.
Kelebihan plasmin dapat dinetralisasi oleh antiplasmin yaitu suatu
glikoprotein yang tempat sintesisnya masih belum diketahui dengan jelas. Dengan
dilarutkannya fibrin ini maka hambatan aliran darah dapat mencegah .

2.2. KOAGULOPATI

2.2.1 Inherited Coagulopathy


A. Definisi
Perdarahan pada obstetrik dapat timbul akibat gangguan koagulasi bawaan
seperti hemofilia dan von Willebrand disease. Inherited coagulopathy adalah
kelainan genetik yang disebabkan oleh hilangnya atau kurangnya faktor
pembekuan darah. Secara besar inherited coagulopathy dibagi menjadi dua
yaitu hemofilia dan von Willebrand disease. Hemofilia sendiri dibagi menjadi
hemofilia A dan hemofilia B. Hemofilia A adalah kelainan genetik autosomal
resesif yang disebabkan oleh hilangnya faktor koagulan yaitu faktor VIII.
Sedangkan hemofilia B adalah kelainan genetik autosomal resesif yang
menyebabkan hilangnya faktor koagulan yaitu faktor IX dapat disebut juga
sebagai christmas disease. von Willebrand disease adalah kelainan genetik
yang dapat bersifat ausomal dominan (tipe 1 dan 2) atau resesif (tipe 3) yang
disebabkan oleh kurang lebih 20 gangguan fungsional yang berhubungan
dengan kompleks faktor VII dan disfungsi platelet.
B. Epidemiologi
Hemofilia A adalah kelainan genetik X-linked yang paling sering dan kedua
tersering setelah von Willebrand disease. Menurut CDC Amerika Serikat,
sekitar 1 dalam 5000 kelahiran laki-laki mengidap hemofilia. Prevalensi
hemofilia bervariasi sekitar 5.4-14.5 kasus per 100.000 laki-laki. Sekitar 125
orang dalam 1 juta populasi mengidap von Willebrand disease dengan sekitar
1-5 orang per satu juta populasi memiliki gejala yang berat.
C. Etiologi
Hemofilia disebabkan oleh kelainan genetik yang diturunkan secara X-linked
resesif. Setiap ibu dengan hemofilia A atau B maka semua anak laki-laki nya
akan memiliki hemofilia dan anak perempuannya menjadi karier. Ibu dengan
karier hemofilia, setengah anak laki-lakinya akan memiliki hemofilia dan
setengah anaknya menjadi karier.

Sedangkan von Willebrand disease juga diturunkan secara genetik autosomal


dominan (tipe 1 dan 2) dan autosomal resesif (tipe 3).
D. Klasifikasi
Inherited coagulopathy secara garis besar dibagi menjadi dua yaitu:

Hemofilia: hemofilia A dan hemofilia B


Hemofilia A adalah kelainan genetik X-linked resesif yang disebabkan
oleh hilangnya faktor koagulan yaitu faktor VIII.
Hemofilia B adalah kelainan genetik X-linked resesif yang
menyebabkan hilangnya faktor koagulan yaitu faktor IX dapat disebut

juga sebagai christmas disease.


Von Willebrand disease
von Willebrand disease adalah kelainan genetik yang dapat bersifat
ausomal dominan (tipe 1 dan 2) atau resesif (tipe 3) yang disebabkan
oleh kurang lebih 20 gangguan fungsional yang berhubungan dengan
kompleks faktor VII dan disfungsi platelet

E. Patofisiologi

F. Diagnosis
Diagnosis inherited coagulopathy dapat dilihat dari anamnesis yaitu riwayat
perdarahan yang susah berhenti sejak kecil. Pemeriksaan fisik terlihat bahwa
ada perdarahan yang sulit berhenti. Pada pemeriksaan penunjang ditemukan

CT/BT yang memanjang dan sangat rendahnya faktor koagulan seperti faktor
VIII atau IX.
G. Komplikasi
Komplikasi pada ibu dengan hemofilia atau von Willebrand disease adalah
perdarahan pasca persalinan. Pada janin yang memiliki penyakit serupa juga
ditakutkan mengalami perdarahan intrakranial
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan utama dalam inherited coagulopathy adalah transfusi fresh
frozen plasma yang mengandung faktor-faktor koagualan secara berkala.
Desmopresin juga dapat diberikan untuk meningkatkan produksi faktor
koagulan VIII.
2.2.2 Koagulasi Intravaskular Diseminata
A. Definisi
Koagulasi intravaskular diseminata adalah sebuah sindrom mengenai
gangguan koagulasi dan fibrinolisis. Koagulopati konsumsi merupakan
gangguan yang ditandai dengan penurunan konsentrasi platelet akibat
pengunaan faktor koagulan pada darah tepi secara berlebihan akibat koagulasi
intravaskular diseminata.
B. Epidemiologi
Prevalensi koagulasi intravaskular diseminata pada kehamilan adalah 0,030,35 pada studi kasus yang dilakukan, atau dapat diperkirakan sekitar 12,5
setiap 10.000 persalinan. Walaupun keseluruhan prevalensi dari koagulasi
intravaskular diseminata pada kehamilan rendah, namun frekuensi dari
koagulasi intravaskular pada kehamilan-kehamilan dengan resiko tinggi atau
dengan komplikasi yang spesifik, cukup tinggi. Menurut ulasan studi kasus,
dari 53 kasus dengan komplikasi emboli cairan amnion, ditemukan koagulasi
intravaskular diseminata pada 2/3 nya. Dari 442 kehamilan dengan
komplikasi hemolisis, kenaikan fungsi hati, dan rendahnya platelet (HELLP

10

syndrome), ditemukan 92 kehamilan dengan koagulasi intravaskular


diseminata yang berhubungan dengan abruptio placenta.
C. Etiologi
Koagulasi intravaskular diseminata dapat disebabkan oleh beberapa faktor
seperti:

Eklampsia atau pre-eklampsia


Perdarahan pasca persalinan
Sepsis
Abruptio placenta
Kematian mudigah
Sickle cell crisis
Ruptur uterus
Penyakit trofoblastik (koriokarsinoma)
IUFD
Syok hipovolemik atau transfusi darah secara massive
Emboli cairan amnion

D. Patofisiologi
Ada beberapa metode aktivasi dari sistem pembekuan darah pada kehamilan.
Pertama, pelepasan tromboplastin kedalam sirkulasi maternal dari plasenta
dan jaringan desidua. Hal ini dapat terjadi pada kasus-kasus dimana terjadi
abruptio placenta, emboli cairan amnion, ataupun ruptur uterus, dan juga
dapat terjadi secara tersembunyi dan sangat membahayakan yaitu pada kasuskasus kematian intrauterina dan kematian mudigah. Metode kedua adalah
perlukaan pada sel endotelial sehingga mencetuskan terjadinya koagulasi. Ini
mungkin adalah faktor pencetus pada beberapa kasus pre-eklampsia maupun
eklampsia. Terakhir, kerusakan pada sel darah merah atau platelet dapat
menyebabkan pelepasan fosfolipid yang dapat terjadi pada reaksi transfusi.
Pada koagulasi intravaskular diseminata terdapat koagulasi yang luas
akibat pelepasan tromboplastin pada sirkulasi maternal. Hal ini berujung pada
konsumsi dan penurunan faktor koagulasi yang pada akhirnya menyebabkan
perdarahan. Sebagai respon terhadap koagulasi dan deposisi fibrin yang

11

meluas pada mikrovaskular, sistem fibrinolitik juga teraktivasi. Sehingga


menyebabkan perubahan plasminogen menjadi plasmin yang memecah fibrin
menjadi produk degradasi fibrin. Produk tersebut memiliki sifat antikoagulan
dengan menghambat fungsi platelet dan kerja dari trombin, sehingga
memperparah gangguan koagulasi yang telah ada.

Pada kasus obstetri DIC selalu merupakan akibat adanya


proses yang lain. Aktifasi sistem koagulasi terjadi dengan cara:
1. Pelepasan sistem tromboplastin kedalam sirkulasi maternal
dari plasenta dan jaringan desidua. Mekanisme ini terjadi
secara cepat pada kasus solusio plasenta,emboli air ketuban,
ruptur uteri, dan terjadi secara perlahan dan membahayakan
pada kasus IUFD dan missed abortion.
2. Kerusakan pada sel endotelial membuka kolagen utama kedalam plasma dan
mengaktifkan faktor koagulasi.2 Eklamsia dan preeclampsia termasuk dalam
kategori ini.3
3. Kerusakan pada sel darah merah dan trombosit melepaskan
pospolipid. Hal ini

terjadi pada reaksi transfusi. 2

Kesalahan memperkirakan jumlah perdarahan pada


persalinan dengan cairan pengganti yang tidak adekuat

12

dengan

kristaloid

atau

koloid

menyebabkan

terjadinya

vasospasme, menyebabkan kerusakan endotel, dan memicu


terjadinya DIC. Hipotensi menurunkan perfusi sehingga terjadi
hipoksia lokal dan asidosis pada tingkat jaringan memicu
terjadinya DIC. DIC bisa dihindari dengan mengganti cairan
yang cukup, meskipun pada anemia yang berat.
Gambaran klinis DIC pada kehamilan seringkali gejala
dan tanda komplikasi obstetri yang mendasari terjadinya DIC.
Manifestasi perdarahan yang muncul bisa berupa hematom,
purpura, epistaksis, bekas injeksi yang berdarah, atau yang
lebih dramatis terjadinya perdarahan aktif dari luka operasi
dan

perdarahan

hematuria,

post

partum.

perdarahan

Perdarahan

gastrointestinal,

bisa

berupa

intracarnial

dan

internal bleeding. Gejala sisa adanya trombosis jarang ada


pada DIC yang terjadi secara akut, gejala lebih banyak
ditutupi

oleh

kecenderungan

terjadinya

perdarahan.

Manifestasi adanya trombosis adalah disfungsi ginjal, hepar,


dan paru.
Patogenesis
pembentukan
antikoagulan,

terjadinya

trombin,
dan

DIC

meliputi

penurunan

peningkatan

mekanisme

terhambatnya

proses

fisiologis
fibrinolisis.

ntikoagulan fisiologis meliputi antitrombin III, protein C dan


TFPI

(tissue

factor

pathway inhibitor).

Pada

DIC

kadar

antitrombin III, yang merupakan inhibitor trombin utama


menurun sebagai respon terhadap proses koagulasi yang
sedang

berlangsung,

dikeluarkan

oleh

degradasi

neutrofil

aktif,

oleh
dan

elastase

gangguan

yang
sintesis

antitrombin III.
Penurunan fungsi sistem protein C disebabkan oleh
penurunan aktifitas trombomodulin, penurunan kadar fraksi

13

bebas protein S (kofaktor esensial protein C),disamping


penurunan sintesis. Penurunan aktivitas fibrinolitik diperantrai
oleh peningkatan inhibitor aktivator plasminogen tipe 1,
penghambat utama sistem fibrinolitik, dan penelitian klinik
menunjukkan meskipun terdapat aktivitas fibrinolitik, pada
DIC

aktivitasnya

terlalu

lemah

dibandingkan

aktivitas

pembentukan fibrin.
E. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan juga riwayat
terjadinya pencetus seperti eklampsia atau pre-eklampsia, perdarahan pasca
persalinan, sepsis, abruptio placenta, kematian mudigah, sickle-cell crisis,
ruptur

uterus,

penyakit

trofoblastik

(koriokarsinoma),

IUFD,

syok

hipovolemik atau transfusi darah secara massive, emboli cairan amnion.


Selain itu pada pemeriksaan fisik juga dapat ditemukan manifestasi
perdarahan seperti memar, purpura, epistakasis, dan lainnya. Manifestasi
klinik lainnya pada trombosis dapat dilihat dari gangguan-gangguan organ
seperti renal, hepar, dan gangguan pulmonal.
Pemeriksaan penunjang lainnya dapat dilakukan bedside clot test yaitu
dengan mengambil 5 mL darah dengan syringe, kemudian membolak-balikan
tabung tersebut secara perlahan, kemudia diobservasi. Clotting time
memanjang apabila dibutuhkan lebih dari 7-8 untuk terbentuk clot. Retraksi
dan konsolidasi clot dapat dilihat apabila clot mampu bertahan dari aksi
pembolak-balikan tabung setelah 30 menit dan tidak lisis dalam 1 jam. Clot
sebaiknya mengisi kurang lebih setengah dari total contoh darah.
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah platelet level yang menurun,
PTT memanjang hanya apabila faktor koagulasi mulai berkurang, PT yang
memanjang, TT memanjang, level fibrinogen menurun dapat sampai di
bawah 150 mg/dL (normal nya meningkat pada kehamilan), produk degradasi
fibrin 80/mL, dan pada apusan darah tepi dapat ditemukan sel darah merah
berbentuk tear maupun berkeping-keping.

14

F. Komplikasi
Komplikasi yang paling sering terjadi pada koagulasi intravaskular
diseminata adalah perdarahan yang terjadi akibat kurangnya faktor koagulasi
yang disebabkan oleh hiperkoagulasi. Namun, komplikasi lain yang dapat
terjadi adalah trombosis pada mikrovaskular secara luas yang dapat
mengakibatkan iskemik dan juga infark pada organ.
G. Penatalaksanaan
Pada kasus obstetrik, koagulasi intravaskular diseminata berlangsung cepat.
Sehingga mungkin hasil laboratorium tidak dapat menunjukkan kondisi
terkini pasien. Penangan juga harus dilakukan dengan cepat dan sesuai
dengan kondisi pasien. Pertama, yang perlu dilakukan adalah menangani
penyebab awal dari koagulasi intravaskular diseminata seperti abruptio
placenta, atau pre-eklampsi maupun eklampsia. Kedua, menjaga perfusi
organ karena akhir dari koagulasi intravaskular diseminata adalah perdarahan,
maka menjaga perfusi organ secara cepat merupakan prinsip terpenting yang
harus dilakukan dengan cara infusi cepat menggunakan ringer laktat atau
normal saline, penggantian cepat dengan whole blood. Setelah penyebab
utama dihilangkan makan hepar akan menghasilkan faktor pembekuan yang
adekuat dalam 24 jam. Level platelet mungkin membutuhkan 5-6 hari untuk
kembali normal, namun sudah dapat mencapai level yang adekuat untuk
hemostasis dalam 24 jam.
Bila terdapat sarana yang memadai berikan oksigen menggunakan masker
atapun ventilasi tekanan positif untuk mencapai oksigenasi yang memuaskan.
Monitor output urin kira-kira 30-60mL/jam, monitor darah lengkap dengan
mempertahankan hematokrit >30%, monitor tanda vital menggunakan central
venous pressure line jika bisa.

15

Penggantian prokoagulan dapat menggunakan fresh frozen plasma 1 unit


setelah 4-6 unit whole blood dan 1 unit untuk setiap 2 unit whole blood yang
diperlukan. Penggunaan heparin baik digunakan untuk kasus-kasus koagulasi
kronik seperti yang terjadi pada IUFD.
2.2.3 Trombofilia
A. Definisi
Trombofilia adalah suatu keadaaan dimana darah suka membentuk trombus
yang

disebabkan

oleh

kelainan

genetik.

Pada

trombofilia

terjadi

ketidakseimbangan antara faktor koagulan dan antikoagulan (terlalu


banyaknya faktor koagulan atau terlalu sedikitnya antikoagulan)
B. Etiologi
Penyebab dari pada trombofilia adalah kelainan genetik, inflamasi yang
kronik, autoimun, dan faktor-faktor lainnya yang menyebabkan perlukaan
pada endotel sehinggan mudah terbentuk trombus
C. Klasifikasi
Pada trombofilia dapat dibedakan penyebabnya yaitu

kurangnya antikoagulan seperti protein S, protein C, faktor V,

antitrombil III
autoimun seperti antibodi antifosfolipid atau antibodi antikardiolipin

D. Patofisiologi

16

E. Diagnosis
Diagnosis trombofilia akibat genetik kurangnya protein antikoagulan
biasanya diketahui dari riwayat keluarga yang memiliki kelainan serupa atau
biasanya gejala nya timbul sejak usia muda.
Diagnosis antibodi antifosfolipid sindrom ditegakan apabila terdapat gejala:
Pernah terjadi trombosis pada vaskular di jaringan atau organ manapun
Pregnancy loss (1 fetus normal dengan usia >10 minggu, 1 kelahiran
prematur sebelum usia 34 minggu akibat eklampsia atau insufisiensi
plasenta, atau 3 abortus spontan sebelum usia kehamilan 10 minggu)
atau hasil laboratorium menunjukkan:
Terdapat Lupus anticoagulant (LA) pada serum
Terdapat Anticardiolipin (aCL) antibody of immunoglobulin G (IgG)
and/or immunoglobulin M (IgM) isotype (>40 GPL or MPL units, or
above the 99th percentile) pada serum
Antibeta2 glycoprotein-I (b2-GPI) antibody of IgG and/or IgM isotype
(in titer above the 99th percentile) pada serum
F. Komplikasi
Komplikasi yang biasa timbul dari trombofilia adalah tromboemboli

17

G. Penatalaksanaan
Low-molecular-weight heparin dapat diberikan pada ibu hamil dengan
sindrom antibodi antifosfolipid. Pengantian warfarin pasca persalinan dapat
mengurangi efek samping heparin yaitu osteoporosis.
Transfusi merupakan pilihan untuk pasien-pasien dengan defisiensi faktor
antikoagulan.
2.3 TROMBOSITOPENIA
A. Definisi
Trombositopenia adalah suatu keadaan dimana terdapat kadar platelet yang
rendah atau menurun. Normalnya trombosit/ platelet level adalah 150.000450.000/L. Level dibawah 150.000/L sudah dapat dikatakan sebagai
trombositopenia. Trombositopenia pada kehamilan dapat diturunkan ataupun
didapatkan saat hamil. Biasanya trombositopenia dikaitkan dengan anemia
hemolitik, pre-eklampsia berat, eklampsia, perdarahan massive, anemia
megaloblastik berat akibat defisiensi folat, dan koagulopati konsumptif akibat
dari koagulasi intravaskular diseminata, maupun sepsis.
B. Epidemiologi
Menurut studi yang dilakukan oleh Boehlen and associates (2000), 11.6
persen dari 6770 wanita hamil memiliki kadar platelet di bawah 150.000/L.
C. Etiologi
Berbagai faktor dapat menyebabkan trombositopenia, antara lain:

Koagulopati konsumtif akibat koagulasi intravaskular diseminata


Perdarahan massive
Pre-eklampsia berat
Eklampsia
Hemolitik anemia
Anemia megaloblastik akibat defisiensi asam folat
Autoimun
Obat-obatan
Infeksi virus

18

Reaksi alergi

D. Klasifikasi
Trombositopenia dapat dibagi menjadi:

Trombositopenia gestasional
Trombositopenia bawaan
Trombositopenia imun (ITP)

E. Patofisiologi
Pada kehamilan normal, dapat diikuti oleh penrunan yang normal dari level
platelet

dan

biasanya

terlihat

pada

trimester

ketiga.

Diperkirakan

trombositopenia gestasional disebabkan oleh hemodilusi dan tidak ada


perubahan masa hidup dari platelet. Sedangkan pada trombositopenia
bawaan, terdapat penurunan membran glikoprotein pada platelet (GPIb/IX)
sehingga menyebabkan disfungsi yang berat. Antibodi maternal berlawanan
dengan GPIb/IX antigen fetus dapat menyebabkan isoimmune fetal
trombocytopenia sehingga menyebabkan resiko perdarahan pada bayi. Pada
trombositopenia imun atau biasa dikenal dengan immune thrombocytopenic
purpura (ITP) biasanya disebabkan oleh perkumpulan antibodi IgG yang
menyerang satu atau lebih molekul glikoprotein platelet. Sehinggan platelet
yang diserang oleh antibodi ini biasanya hancur sebelum waktunya di limpa.
ITP juga diasosiasikan dengan autoimun lainnya seperti SLE.
F. Diagnosis
Diagnosis pada trombositopenia dilihat dari anamnesis mengenai riwayat
keluarga yang memiliki keluhan serupa seperti perdarahan, pemeriksaan fisik
melihat tanda-tanda perdarahan seperti memar, epistaksis, gusi berdarah, atau
perdarahan pasca persalinan. Pada pemeriksaan penunjang dapat ditemukan
level platelet yang rendah yaitu di bawah 150.000/L dan juga pemeriksaan
lainnya yang dapat diasosiasikan dengan autoimun seperti SLE.
G. Komplikasi

19

Komplikasi yang terburuk adalah perdarahan massive dan pada isoimmune


fetal trombocytopenic dapat terjadi perdarahan intrakranial dan kematian
janin.
H. Penatalaksanaan
Terapi biasanya diberikan bila level platelet 30.000-50.000/L atau lebih
dengan perdarahan yang signifikan. Prednisolon dapat diberikan 1-2 mg/kg
oral. IVIG juga dapat diberikan sebanyak 2 g/kg selama 3-5 hari. Pemberian
IVIG dinilai sangat efektif untuk penanganan ITP. Pemberian transfusi
platelet ataupun fresh frozen plasma dilakukan pada trombositopenia yang
disebabkan oleh perdarahan massive.

20

BAB III
KESIMPULAN
Banyak kelainan darah yang terjadi pada masa kehamilan atau dapat
dicetukan oleh situasi kehamilan. Perubahan fisiologik yang normal dalam
kehamilan dapat mengubah sistem peredarah darah sehingga lebih sulit untuk
mengenali keadaan patologi seperti trombositopenia gestasional. Kehamilan juga
dapat memperburuk atau memperparah gangguan darah yang telah dimiliki seperti
anemia, gangguan koagulasi bawaan yaitu hemofilia, dan lainnya, serta sangat
berpeluang untuk timbulnya keadaan darurat akibat kelainan darah yang
mengancam nyawa.
Selain itu juga komplikasi dari kelainan darah pada kehamilan saling
berkaitan dan apabila tidak ditangani dengan cepat dapat menimbulkan morbiditas
dan mortilitas yang tinggi baik pada ibu maupun pada janin. Penanganan yang
tepat pada penyebab utama dari kelainan darah dalam kehamilan ini dapat
mengurangi resiko komplikasi yang berat bahkan menurunkan resiko morbiditas
dan mortilita ibu serta janin.

21

DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham, Leveno, Bloom, et al. Williams Obstetrics 23rd Edition.
2010. New York: The McGraw Hill
2. Fortner, Kimberly B, et al. John Hopkins Manual of Gynecology and
Obstetrics, The 3rd Edition. 2007. Lippincott Williams & Wilkins
3. Lichtin, Alan E. Overview of Anemia. 2016. Merks Manual
4. Darmochwal-Kolarz, Dorota. International Conference of Hematology
and Blood Disorders. 2013. J Blood Discord
5. Koagulasi.
[Diperbarui
13
Oktober

2016].

Tersedia

http://themedicalbiochemistrypage.org/blood-coagulation.php
6. Hemofilia A. [Diperbarui 13 Oktober 2016]. Tersedia

dari:
dari:

https://www.hemophilia.org/Bleeding-Disorders/Types-of-BleedingDisorders/Hemophilia-A
7. Hemofilia B. [Diperbarui

13

Oktober

2016].

Tersedia

dari:

https://www.hemophilia.org/Bleeding-Disorders/Types-of-BleedingDisorders/Hemophilia-B
8. Prevalensi DIC. [Diperbarui

13

Oktober

2016].

Tersedia

dari:

http://www.uptodate.com/contents/disseminated-intravascular-coagulationduring-pregnancy
9. Alarm International. Coagulation and Hematological Disorders in
Pregnancy. Fourth Edition of The Alarm International Progame
10. Celli. CM. Origin and Pathogenesis of Antiphospholipid Antibodies. 1998.
Brazillian Journal of Medical and Biological Changes
11. Sindrom antifosfolipid. [Diperbarui 13 Oktober 2016]. Tersedia dari:
http://emedicine.medscape.com/article/2084956-overview#a4
12. Platelet transfusion. [Diperbarui 13 Oktober 2016]. Tersedia dari:
http://annals.org/article.aspx?articleid=1930861\
13. Townsley, Danielle M. Hematologic Complication of Pregnancy. 2013.
National Institute of Health

22

Anda mungkin juga menyukai