Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata ajar sistem respirasi 1 di STIKES Ngudia
Husada Madura PSIK 3-C oleh Moh. Shohebul Amin.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Saat si bayi sakit batuk dan pilek, perhatikan apakah napasnya sesak dan cepat. Jika
ya, besar kemungkinan ia terkena bronkiolitis. Bronkiolitis adalah peradangan pada
bronkiolus, yaitu cabang saluran napas yang paling kecil dan paling ujung, yang
bersambungan dengan alveolus (jaringan paru). "Biasanya, bronkiolitis didahului infeksi
saluran napas atas akut, misal, batuk pilek biasa. Proses perjalanan dari batuk pilek biasa
hingga menjadi bronkiolitis memakan waktu antara 3-10 hari," papar dr. Darmawan B.S.
Sp.A, dari Sub-Bagian Pulmonologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSUPN CM,
Jakarta.
Menyoal penyebab bronkiolitis, berdasarkan referensi ilmu kedokteran, dikatakan,
utamanya adalah virus. Adapun yang paling banyak menyerang adalah Respiratory
Syncytial Virus atau biasa disingkat RSV. Di Indonesia, ungkap Darmawan, pernah
dilakukan studi untuk mengetahui secara persis kuman yang paling sering menyebabkan
bronkiolitis. Namun karena kemampuan diagnostik di sini terbatas, belum dapat diambil
kesimpulan secara akurat.
Bronkitis adalah suatu peradangan pada cabang tenggorok (bronchus) (saluran udara
ke paru-paru).Penyakit ini biasanya bersifat ringan dan pada akhirnya akan sembuh
sempurna. Tetapi pada penderita yang memiliki penyakit menahun (misalnya penyakit
jantung atau penyakit paru-paru) dan pada usia lanjut, bronkitis bisa bersifat serius.
1.2. Rumusan Masalah
Dengan pembuatan makalah ini kami dapat mengerti tentang Bronkitis dan Bronkiolitis
dan memahami apa yang harus dilakukan seorang perawat untuk menangani Bronkitis dan
Bronkiolitis.
BAB 2
ISI
2.1.Anatomi Fisiologi
Pernapasan adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen ke
dalam tubuh serta menghembuskan udara yang banyak mengandung CO2 sebagai sisa dari
oksidasi keluar dari tubuh. Fungsi dari sistem pernapasan adalah untuk mengambil O2 yang
kemudian dibawa oleh darah ke seluruh tubuh untuk mengadakan pembakaran,
mengeluarkan CO2 hasil dari metabolism.
a. Hidung
Merupakan saluran udara yang pertama yang mempunyai dua lubang dipisahkan
oleh sekat septum nasi. Di dalamnya terdapat bulu-bulu untuk menyaring udara, debu
dan kotoran. Selain itu terdapat juga konka nasalis inferior, konka nasalis posterior dan
konka nasalis media yang berfungsi untuk mengahangatkan udara.
b. Faring
Merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan makanan.
Terdapat di bawah dasar pernapasan, di belakang rongga hidung, dan mulut sebelah
depan ruas tulang leher. Di bawah selaput lendir terdapat jaringan ikat, juga di beberapa
tempat terdapat folikel getah bening.
c. Laring
Merupakan saluran udara dan bertindak sebelum sebagai pembentuk suara. Terletak
di depan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk ke dalam trakea
di bawahnya. Laring dilapisi oleh selaput lendir, kecuali pita suara dan bagian epiglottis
yang dilapisi oleh sel epitelium berlapis.
d. Trakea
Merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16 20 cincin yang terdiri dari
tulang rawan yang berbentuk seperti tapal kuda yang berfungsi untuk mempertahankan
jalan napas agar tetap terbuka. Sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu
getar yang disebut sel bersilia, yang berfungsi untuk mengeluarkan benda asing yang
masuk bersama-sama dengan udara pernapasan.
e. Bronkus
Merupakan lanjutan dari trakea, ada 2 buah yang terdapat pada ketinggian
vertebra thorakalis IV dan V. mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh
jenis sel yang sama. Bronkus kanan lebih besar dan lebih pendek daripada bronkus kiri,
terdiri dari 6 8 cincin dan mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri terdiri dari 9 12 cincin
dan mempunyai 2 cabang. Cabang bronkus yang lebih kecil dinamakan bronkiolus,
disini terdapat cincin dan terdapat gelembung paru yang disebut alveolli.
f. Paru-paru
Merupakan alat tubuh yang sebagian besar dari terdiri dari gelembunggelembung. Di sinilah tempat terjadinya pertukaran gas, O2 masuk ke dalam darah dan
CO2 dikeluarkan dari darah.
2.2.Bronkitis
2.1.1. Definisi
Secara harfiah bronkitis adalah suatu penyakit yang ditanda oleh inflamasi
bronkus. Secara klinis pada ahli mengartikan bronkitis sebagai suatu penyakit atau
gangguan respiratorik dengan batuk merupakan gejala yang utama dan dominan. .. Ini
berarti bahwa bronkitis bukan penyakit yang berdiri sendiri melainkan bagian dari
penyakit lain tetapi bronkitis ikut memegang peran.( Ngastiyah, 1997 ).
Bronkitis berarti infeksi bronkus. Bronkitis dapat dikatakan penyakit
tersendiri, tetapi biasanya merupakan lanjutan dari infeksi saluran peranpasan atas atau
bersamaan dengan penyakit saluran pernapasan atas lain seperti Sinobronkitis,
Laringotrakeobronkitis, Bronkitis pada asma dan sebagainya (Gunadi Santoso, 1994).
Sebagai penyakit tersendiri, bronkitis merupakan topik yang masih diliputi
kontroversi dan ketidakjelasan di antara ahli klinik dan peneliti. Bronkitis merupakan
diagnosa yang sering ditegakkan pada anak baik di Indonesia maupun di luar negeri,
walaupun dengan patokan diagnosis yang tidak selalu sama.(Taussig, 1982; Rahayu,
1984).
Kesimpangsiuran definisi bronkitis pada anak bertambah karena kurangnya
konsesus mengenai hal ini. Tetapi keadaan ini sukar dielakkan karena data hasil
penyelidikan tentang hal ini masih sangat kurang.
2.1.2. Klasifikasi
a. Bronkitis Akut
Bronkitis akut pada bayi dan anak biasanya juga bersama dengan trakeitis,
merupakan penyakit saluran napas akut (ISNA) yang sering dijumpai. (berakhir
dalam masa 3 hari hingga 3 minggu)
b. Bronkitis Kronik dan atau Batuk Berulang.
Bronkitis Kronik dan atau berulang adalah kedaan klinis yang disebabkan
oleh berbagai sebab dengan gejala batuk yang berlangsung sekurang-kurangnya
selama 2 minggu berturut-turut dan atau berulang paling sedikit 3 kali dalam 3
bulan dengan atau tanpa disertai gejala respiratorik dan non respiratorik lainnya
(KONIKA, 1981). Dengan memakai batasan ini maka secara jelas terlihat bahwa
diagnosa
Bronkitis
Kronik
baru
dapat
ditegakkan
setelah
(penyebab tersering infeksi) - Masuk saluran pernapasan - Sel mukosa dan sel
silia - Berlanjut - Masuk saluran pernapasan(lanjutan) - Menginfeksi saluran
pernapasan - Bronkitis - Mukosa membengkak dan menghasilkan lendir - Pilek 3 4
hari - Batuk (mula-mula kering kemudian berdahak) - Riak jernih - Purulent - Encer Hilang - Batuk - Keluar - Suara ronchi basah atau suara napas kasar - Nyeri subsernal Sesak napas - Jika tidak hilang setelah tiga minggu - Kolaps paru segmental atau
infeksi paru sekunder (pertahanan utama) (Sumber : dr.Rusepno Hasan, Buku Kuliah 3
Ilmu Kesehatan Anak, 1981)
Virus dan kuman biasa masuk melalui port de entry mulut dan hidung dropplet
infection yang selanjutnya akan menimbulkan viremia/ bakterimia dengan gejala atau
reaksi tubuh untuk melakukan perlawanan.
Aktivasi IG.E
Alergen
Virus/ bakteri memasuki tubuh (bakterimia/ viremia)
Infeksi sekunder oleh beberapa penyakit
Batuk kering, setelah 2-3 batuk mulai berdahak dan timbul lendir.
Mungkin dahak berwarna kuning (infeksi sekunder)
Peningkatan frekwensi pernafasan
Penggunaan otot-otot bantu pernafasan.
Nyeri pada retrosternal
Demam
Malaise
Hipertermia
Nutrisi kurang dari kebutuhan
Perubahan pola nafas
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
Gangguan keseimbangan cairan
Edema mukosa sel goblet memproduksi mukus
Peningkatan pelepasan histamin
fungsi paru-paru
b. Gas
darah arteri
c. Rontgen
dada.
d. Pemeriksaan
bangun tidur.
2.1.8. Diagnosa
Diagnosis bronkitis biasanya ditegakkan berdasarkan gejala, terutama dari adanya
lendir. Pada pemeriksaan dengan menggunakan stetoskop akan terdengar bunyi ronki
atau bunyi pernafasan yang abnormal.
2.1.9. Pengobatan
a. Tindakan Perawatan
Pada tindakan perawatan yang penting ialah mengontrol batuk dan mengeluarakan
lender
1. Berjemur dipagi hari.
2. Sering mengubah posisi.
3. Banyak minum.
4. Inhalasi
5. Nebulizer
Untuk mempertahankan daya tahan tubuh, setelah anak muntah dan tenang perlu
diberikan minum susu atau makanan lain
b. Tindakan Medis.
1. Jangan beri obat antihistamin berlebih.
2. Beri antibiotik bila ada kecurigaan infeksi bacterial
6. Tanyakan kepada dokter tentang pneumonia shot. Jika usia Anda lebih dari 60 tahun
atau Anda memiliki faktor risiko seperti diabetes, penyakit jantung dan paru-paru,
perlu dipertimbangkan melakukan shot bronkitis. Selain itu, dikenal sebagai vaksin
Prevnar dapat membantu melindungi anak-anak terhadap pneumonia. Kami
menganjurkan untuk semua anak di bawah usia 2 tahun dan untuk anaku usia 2
hingga 5 tahun yang berada pada risiko tertentu penyakit pneumokokus, seperti
mereka yang memiliki kekurangan sistem kekebalan tubuh, asma, penyakit jantung
atau anemia sel sabit. Efek samping dari vaksin pneumokokus biasanya kecil dan
ringan termasuk rasa nyeri atau bengkak di tempat suntikan. Jika Anda memiliki
radang paru-paru atau lebih lima tahun yang lalu menjalankan shot, dokter anda
dapat merekomendasikan bahwa Anda mendapatkan satu lagi.
7. Cuci tangan atau menggunakan sanitizer tangan secara teratur. Untuk mengurangi
risiko terkena infeksi virus, sering mencuci tangan anda dan membiasakan
menggunakan sanitizer tangan. Dan jangan menggosok hidung atau mata Anda.
8. Ketika praktek, memakai masker. Jika Anda harus menghabiskan banyak waktu di
sekitar orang lain yang batuk dan bersin, ide yang baik untuk memakai masker
yang menutupi mulut dan hidung untuk mengurangi risiko infeksi.
2.3.Bronkiolitis
2.3.1. Definisi
Bronkiolitis adalah suatu peradangan pada bronkiolus (saluran udara yang
merupakan percabangan dari saluran udara utama), yang biasanya disebabkan oleh
infeksi virus. Bronkiolitis biasanya menyerang anak yang berumur di bawah 2 tahun.
2.3.2. Etiologi
Penyebabnya adalah RSV (respiratory syncytial virus). Virus lainnya yang
menyebabkan bronkiolitis adalah parainfluenza, influenza dan adenovirus. Virus
ditularkan melalui percikan ludah. Meskipun pada orang dewasa RSV hanya
menyebabkan gejala yang ringan, tetapi pada bayi bisa menyebabkan penyakit yang
berat.
Faktor resiko terjadinya bronkiolitis:
1. Usia kurang dari 6 bulan.
2. Tidak pernah mendapatkan ASI.
3. Prematur.
4. Menghirup asap rokok.
2.3.3. Patofisiologi
RSV adalah single stranded RNA virus yang berukuran sedang (80-350nm),
termasuk paramyxovirus. Terdapat dua glikoprotein permukaan yang merupakan bagian
penting dari RSV untuk menginfeksi sel, yaitu protein G (attachment protein )yang
mengikat sel dan protein F (fusion protein) yang menghubungkan partikel virus dengan
sel target dan sel tetangganya. Kedua protein ini merangsang antibodi neutralisasi
protektif pada host. Terdapat dua macam strain antigen RSV yaitu A dan B. RSV strain A
menyebabkan gejala yang pernapasan yang lebih berat dan menimbulkan sekuele. Masa
inkubasi RSV 2 - 5 hari. Virus bereplikasi di dalam nasofaring kemudian menyebar dari
saluran nafas atas ke saluran nafas bawah melalui penyebaran langsung pada epitel
saluran nafas dan melalui aspirasi sekresi nasofaring. RSV mempengaruhi sistem saluran
napas melalui kolonisasi dan replikasi virus pada mukosa bronkus dan bronkiolus yang
memberi gambaran patologi awal berupa nekrosis sel epitel silia. Nekrosis sel epitel
saluran napas menyebabkan terjadi edema submukosa dan pelepasan debris dan fibrin
kedalam lumen bronkiolus .
Virus yang merusak epitel bersilia juga mengganggu gerakan mukosilier, mukus
tertimbun di dalam bronkiolus . Kerusakan sel epitel saluran napas juga mengakibatkan
saraf aferen lebih terpapar terhadap alergen/iritan, sehingga dilepaskan beberapa
neuropeptida (neurokinin, substance P) yang menyebabkan kontraksi otot polos saluran
napas. Pada akhirnya kerusakan epitel saluran napas juga meningkatkan ekpresi
Intercellular Adhesion Molecule-1 (ICAM-1) dan produksi sitokin yang akan menarik
eosinofil dan sel-sel inflamasi. Jadi, bronkiolus menjadi sempit karena kombinasi dari
proses inflamasi, edema saluran nafas, akumulasi sel-sel debris dan mukus serta spasme
otot polos saluran napas.Adapun respon paru ialah dengan meningkatkan kapasitas fungsi
residu, menurunkan compliance, meningkatkan tahanan saluran napas, dead space serta
meningkatkan shunt. Semua faktor-faktor tersebut menyebabkan peningkatan kerja
sistem pernapasan, batuk, wheezing, obstruksi saluran napas, hiperaerasi, atelektasis,
hipoksia, hiperkapnea, asidosis metabolik sampai gagal napas. Karena resistensi aliran
udara saluran nafas berbanding terbalik dengan diameter saluran napas pangkat 4, maka
penebalan dinding bronkiolus sedikit saja sudah memberikan akibat cukup besar pada
aliran udara. Apalagi diameter saluran napas bayi dan anak kecil lebih sempit. Resistensi
aliran udara saluran nafas meningkat pada fase inspirasi maupun pada fase ekspirasi.
Selama fase ekspirasi terdapat mekanisme klep hingga udara akan terperangkap dan
menimbulkan overinflasi dada. Volume dada pada akhir ekspirasi meningkat hampir 2
kali di atas normal. Atelektasis dapat terjadi bila obstruksi total.Anak besar dan orang
dewasa jarang mengalami bronkiolitis bila terserang infeksi virus. Perbedaan anatomi
antara paru-paru bayi muda dan anak yang lebih besar mungkin merupakan kontribusi
terhadap hal ini. Respon proteksi imunologi terhadap RSV bersifat transien dan tidak
lengkap. Infeksi yang berulang pada saluran napas bawah akan meningkatkan resistensi
terhadap penyakit. Akibat infeksi yang berulang-ulang, terjadi cumulatif immunity
sehingga pada anak yang lebih besar dan orang dewasa cenderung lebih tahan terhadap
infeksi bronkiolitis dan pneumonia karena RSV.
Penyembuhan bronkiolitis akut diawali dengan regenerasi epitel bronkus dalam 3-4
hari, sedangkan regenerasi dari silia berlangsung lebih lama dapat sampai 15 hari . Ada 2
macam fenomena yang mendasari hubungan antara infeksi virus saluran napas dan asma:
(1) Infeksi akut virus saluran napas pada bayi atau anak keci seringkali disertai wheezing.
(2) Penderita wheezing berulang yang disertai dengan penurunan tes faal paru, ternyata
seringkali mengalami infeksi virus saluran napas pada saat bayi/usia muda. Infeksi RSV
dapat menstimulasi respon imun humoral dan selular. Respon antibodi sistemik terjadi
bersamaan dengan respon imun lokal. Bayi usia muda mempunyai respon imun yang
lebih buruk.
Glezen dkk (dikutip dari Bar-on, 1996) mendapatkan bahwa terjadi hubungan
terbalik antara titer antibodi neutralizing dengan resiko reinfeksi. Tujuh puluh sampai
delapan puluh persen anak dengan infeksi RSV memproduksi IgE dalam 6 hari perjalanan
penyakit dan dapat bertahan sampai 34 hari. IgE-RSV ditemukan dalam sekret nasofaring
45% anak yang terinfeksi RSV dengan mengi, tapi tidak pada anak tanpa mengi.
Bronkiolitis yang disebabkan RSV pada usia dini akan berkembang menjadi asma bila
ditemukan IgE spesifik RSV .
2.3.4. Manifestasi Klinis
Gejalanya berupa:
1. Batuk.
2. wheezing (bunyi nafas mengi).
3. sesak nafas atau gangguan pernafasan.
4. sianosis (warna kulit kebiruan karena kekurangan oksigen).
5. takipneu (pernafasan yang cepat).
6. retraksi interkostal (otot di sela iga tertarik ke dalam karena bayi berusaha keras untuk
bernafas)
7. pernafasan cuping hidung (cuping hidung kembang kempis)
8. demam (pada bayi yang lebih muda, demam lebih jarang terjadi).
2.3.5. Diagnosa
2. Penderita infeksi saluran pernafasan harus mencuci tangan atau menggunakan masker
jika berdekatan dengan bayi.
2.4. System Pelayanan Kesehatan
Biasanya pasien dirujuk ke puskesmas terdekat. Jika pasien mempunyai Askes dan
Askin atau dana kesehatan lainya. Maka biaya yang di bebankan dapat di tanggung pihak
asuransi sesuai dengan jaminan yang di berikan pihak asuransi.
Jika keadaan semakin memburuk atau tidak ada perkembangan maka pasien akan
dirujuk ke rumah sakit daerah pasien dengan mendapat surat rujukan dari puskesmas.
2.5. Hasil-hasil Penelitian
PENGOBATAN BRONKITIS KRONIK EKSASERBASI AKUT DENGAN
CIPROFLOXACIN DIBANDINGKAN DENGAN CO AMOXYCLAV
SOEGITO
Bagian Ilmu Penyakit Paru
Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Bronkitis kronik pada tingkat lanjut akan mengakibatkan menurunnya kualitas
hidup penderita akibat menurunnya faal baru. Infeksi saluran napas merupakan masalah
klinis yang sering dijumpai pada penderita bronkitis klinis. Eksaserbasi infeksi akut akan
mempercepat kerusakan yang terjadi. Kebanyakan eksaserbasi akut dipercaya oleh karena
infeksi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat efektifitas ciprofloxacin, suatu antibiotika
baru golongan flurokuinolon yang berspektum luas dalam mengobati bronkitis kronik
eksaserbasi akut. Untuk tujuan ini dilakukan perbandingan dengan Co amoxyclav suatu
antibiotika yang sering digunakan dan merupakan standard untuk pengobatan bronkitis
kronik eksaserbasi akut.
Penelitian bersifat uji klinik terbuka pada penderita bronkitis kronik eksaserbasi
akut. Penderita mendapatkan ciprofloxiacin oral 2 x 500 mg atau Co amoxyclav oral 3 x
500mg. Penderita yang dapat dievaluasi berjumlah 24 orang yaitu 12 orang dari masingmasing kelompok pengobatan. Dari kelompok ciprofloxacin hasil pengobatan yang
sembuh 50%, perbaikan 41,7% dan tidak ada respon 8,3%. Pada kelompok Co amoxyclav
hasil pengobatan sembuh 33,3%, perbaikan 50% dan tidak respon 16,7%.
Disimpulkan bahwa ciprofloxacin baik untuk mengobati BKEA, demikian juga Co
amoxyclav. Tidak aad perbedaan yang bermakna antara efektivitas kedua kelompok
pengobatan. Dijumpai efek samping yang ringan pada 1 (8,3%) orang yang mendapat
ciprofloxacin.
PENDAHULUAN
Bronkitis kronik merupakan penyakit saluran napas yang sering didapat di
masyarakat. Penyakit ini menjadi masalah kesehatan oleh karena sifatnya yang kronis dan
persisten dan progresif. Infeksi saluran nafas merupakan masalah klinis yang sering
dijumpai pada penderita bronkitis kronik yang dapat memperberat penyakitnya.
Eksaserbasi infeksi akut akanbronkitis kronik yang dapat memperberat penyakitnya.
Eksaserbasi infeksi akut akan mempercepat kerusakan yang telah terjadi, disamping itu
kuman yang menyebabkan eksaserbasi juga berpengaruh terhadap mortalitas dan
morbiditas penyakit ini. Semakin sering terjadi eksaserbai, maka mortalitas juga akan dan
morbiditas penyakit ini. Semakin sering terjadi eksaserbasi, maka mortalitas juga akan
semakin meningkat.
Kontribusi Infeksi Terhadap Perjalanan klinis Bronkitis Kronik:
1. Eksaserbasi infeksi akut mempercepat kerusakan yang telah terjadi.
2. Kuman yang menyebabkan eksaserbasi berpengaruh pada morbiditas dan mortalitas.
3. Terjadi kolonisasi
4. Infeksi saluran napas berulang pada anak merupakan faktor predisposisi terhadap
terjadinya bronkitis kronik.
Menurut SKRT Tahun 1992, bersamaan dengan empisema dan asma, bronkitis
kronik menduduki tempat ke-6 dari 10 penyebab kematian di Indonesia dengan proporsi
sebesar 5,6% dari semua kematian.
Bronkitis kronik eksaserbasi akut ditandai dengan bertambahnya batuk dengan
produksi sputum yang purulent/mukopurulent atau sputum berwarna kuning/hijau dan
adanya peningkatan dyspnoe dan/atau bertambahnya volume sputum. Semakin sering
terjadi fase eksaserbasi akan menyebabkan semakin cepatnya perburukan faal paru.
Kebanyakan eksaserbasi akut dipercaya oleh karena infeksi, tetapi paparan allergen,
bakteri
membingungkan.
membuat
klinis
dihadapkan
dengan
pilihan
terapi
yang
yang tidak diinginkan, dilakukan pemeriksaan kultur sputum pada hari pertama,
kedelapan dan keempat belas.
A. Penilaian Klinis:
Sembuh : tidak ada temuan infeksi pada akhir pengobatan,
menghilangkan gejala klinis seperti keadaan semula.
Perbaikan : berkurangnya gejala klinis selama periode pengobatan,
tetapi kesembuhan tidak komplit dari infeksi.
Tidak ada respon : tidak ada perbaikan selama pengobatan
B. Penilaian Baktriologis:
Eliminasi: Kultur negatif atau tidak ada produksi sputum pada akhir pengobatan
Reduksi: Pengurangan dalam jumlah hitung mikroba sedikitnya 1 x 10 respon klinis
sembuh atau perbaikan.
Super Infeksi: Patogen yang tidak ada pada awal pengobatan tapi timbul selam dan/atau
sesudah pengobatan disertai tanda dan gejala BKEA.
Persisten: Satu atau lebih patogen penyebab masih ada pada akhir pengobatan respon
klinis tidak membaik.
HASIL
Telah diteliti sebanyak 24 orang penderita yang dibagi menjadi 2 kelompok
coamoxyclav sebanyak 12 orang penderita. Kelomopk ciproflaxacin terdiri atas 10 orang
laki-laki dan 2 orang perempuan, umur berkisar 52 72 tahun dengan rata-rata umur
62,25 tahun. Kelompok co amoxyclav terdiri atas 11 orang laki-laki dan 1 orang
perempuan. Semua penderita dapat dinilai.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1.Pengkajian
1. Kaji identitas Pasien
Nama :
Batuk-batuk diserta dengan riak dan rasa sesak. Sesak bertambah berat saat anak larilari.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
1. Asma.
2. Infeksi kronik saluran napas bagian atas (misalnya sinobronkitis). .
3. Infeksi, misalnya bertambahnya kontak dengan virus, infeksi mycoplasma,
hlamydia, pertusis, tuberkulosis, fungi/jamur.
4. Penyakit paru yang telah ada misalnya bronkietaksis.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Apakah keluarga pasien pernah mengalami penyakit yang sama.
3. Observasi dan Pemeriksaan Fisik
4. Pemeriksaan Penunjang
5. Analisis Data
Data
Biasanya berisi data subjektif dan
objektif
Etiologi
Masalah
Alergen
Aktivasi Ig. E
Contoh:
Pengeluaran histamin
DS: Ibu mengungkapkan anak
batuk disertai riak dengan
sesak sejak 2 hari yang lalu.
DO:
Bersihan jalan
nafas
- Wheezing +/+.
Peningkatan produksi mukus
- Rhonci +/+.
- RR 26 x/mnt, teratur.
- Retraksi intercosta ringan.
- Pergerakan
dada
simetris,
Setelah
keperawatan
selama
Intervensi
asuhan
1x24
Mandiri
a. Jelaskan pada klien dan
keluarga beberapa
KH:
saat
bernafas
tidak
dilakukan untuk
meningkatkan proses
pengeluaran sekret.
normal,
suara
bronchovesikuler.
nafas
Rasional
Pengetahuan yang memadai
memungkinkan keluarga
dan klien kooperatif dalam
tindakan perawatan.
Peningkatan hidrasi cairan
akan mengencerkan sekret
sehingga sekret akan lebih
mudah dikeluarkan.
Fisoterapi nafas
melepaskan sekret dari
tempat perlekatan, postural
drainase memudahkan
kepada klien.
Pernafasan
untuk mengetahui
Ekspektoran mengandung
regimen yang berfungsi
Kolaborasi
a. pemberian ekspektoran.
dikeluarkan.
2. Pola nafas tak efektif berhubungan dengan obstruksi bronkus atau bronkiolus.
Tujuan
Setelah dilakukan
Intervensi
Mandiri
Rasional
2. Kecepatan biasanya
asuhan
24x/menit
1. Berikan oksigen tambahan
2. Nafas teratur.
3. Hipertermi berhubungan dengan Infeksi Virus
Tujuan
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 2x24
jam Suhu tubuh dalam batas
Intervensi
Mandiri
tindakan perawatan yang
akan dilakukan.
criteria Hasil :
normal, tekanan darah
Anjurkan
keluarga
dan
kooperatif
terhadap
tindakan
Penurunan
panas
dapat
dilakukan
dengan
cara
kepada
untuk
keluarga
keperawatan.
b. Berikan kompres.
Rasional
Pengetahuan yang memadai
menyerap
suhu
dapat
dengan
tehnik
evaporasi.
Antipiretik
pengatur
hipotalamus.
3.3.Intervensi
Lakukan tindakan seperti rencana intervensi yang telah dibuat.
3.4. Evaluasi
Evaluasi Perkembangan pasien.
1. Pola nafas membaik
2. Jalan nafas bersih
3. Suhu tubuh normal.
mengandung
suhu
di
3.5.Dokumentasi
Catat setiap tindakan yang dilakukan.
BAB 4
PENUTUP
4.1.Kesimpulan
Bronkitis berarti infeksi bronkus. Bronkitis dapat dikatakan penyakit tersendiri, tetapi
biasanya merupakan lanjutan dari infeksi saluran peranpasan atas atau bersamaan dengan
penyakit saluran pernapasan atas lain seperti Sinobronkitis, Laringotrakeobronkitis,
Bronkitis pada asma dan sebagainya (Gunadi Santoso, 1994). Yang terdiri dari bronchitis
akut dan kronik.
Bronkiolitis adalah suatu peradangan pada bronkiolus (saluran udara yang
merupakan percabangan dari saluran udara utama), yang biasanya disebabkan oleh
infeksi virus. Bronkiolitis biasanya menyerang anak yang berumur di bawah 2 tahun.
4.2.Saran
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, jadi diharapkan untuk
para pembaca untuk lebih mengembagkannya lagi. Jadikan makalah ini sebagai
perimbangan pengembangan dari penyakit yang telah dibahas diatas.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E, 1992, Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3, ECG: Jakarta.
Wikipedia, 2009. Bronkitis, http://id.wikipedia.org/wiki/Bronkitis. di akses tanggal 28 oktober
2011 Pukul 15.00 WIB
dirasakan
oleh
penderitanya,
yaitu
dengan
adanya
perbaikan
ventilasi.
PATOFISIOLOGI
Pada PD posisi penderita ditempatkan sedemikian rupa sehingga dari lokasi kelainan paru
terjadi pengeluaran secret dengan bantuan gaya beratnya. Pada umumnya dalam keadaan
demikian, juga dilakukan perkusi dan vibrasi. Perkusi dan vibrasi merupakan energi gelombang
mekanik yang diterapkan pada dinding dada dan diteruskan kedalam paru. Dengan gelombang
energi mekanik tersebut sekret akan bergetar dan turun. Dengan demikian diharapkan
bertambahnya pembersihan sputum dari saluran nafas oleh pengaruh gaya beratnya serta
pengaruh perkusi dan vibrasi. Setelah dilakukan PD, dalam jangka pendek diharapkan sputum
bertambah banyak "expiratory flow rate" bertambah, ventilasi bertambah, tahanan aluran nafas
berkurang, kapasitas vital bertambah serta terjadi perbaikan oksigenisasi. Dan dalam angka
panjang diharapkan pula perbaikan tanda-tanda klinik dan foto toraks bertambah cepat, adanya
perbaikan faal paru dan pertukaran gas pada alveoli. Namun Peterson dkk dan Graham
mengatakan bahwa pada kasus-kasus seperti pneumonia atau eksaserbasi akut dari bronkhitis
kronik, adanya perbaikan hal-hal tersebut diatas tidak selalu terjadi. Dari penyelidikan mereka
pada kasus-kasus seperti diatas ternyata tidak terjadi kenaikan volume sputum, maupun hal-hal
seperti pertambahan "flow rate" , resolusi yang bertambah cepat pada foto toraks, perbaikan faal
paru
dan
pertukaran
gas.
Para sarjana mengemukakan bahwa tujuan dari penerapan PD pada kasus-kasus penyakit paru
akut maupun kronik perlu dijelaskan lebih dahulu, sebab volume, viskositas dan karakteristik
dari sputum merupakan faktor yang sangat penting. Frownfelter berpendapat bahwa PD tidak
saja bisa dilakukan pada mereka yang produksi sputumnya banyak tetapi juga pada penderita
yang sputumnya sedikit PD dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya akumulasi sekret agar
tidak terjadi atelektasis. Dan pada penderita dengan produksi sputum yang banyak PD lebih
efektif bila disertai dengan perkusi dan vibrasi dada. Maka dari itu PD sebagai bentuk
pengobatan mempunyai tujuan mencegah akumulasi sekret dan mengeluarkan sekret/cairan
patologik yang tertampung.
GAMBAR LOBUS DAN SEGMEN
karena pengaruh gaya beratnya disertai pengaruh perkusi dan vibrasi dada . Posisi penderita yang
diharapkan terjadi drainage sesuai dengan lokasi kelainan paru adalah sebagai berikut :
1. Tidur dengan beberapa bantal, kepala letak tinggi untuk drainage kedua lobus atas dari segmen
apikal.
2. Tidur dengan satu bantal bawah kepala dan satu bantal bawah lutut untuk drainage lobus atas
kanan segmen anterior, dan beberapa bantal tanpa bantal bawah lutut untuk drainage lobus atas
kiri segmen anterior.
3. Tidur menelungkup pada bantal untuk drainage lobus atas segmen posterior.
4. Tidur pada sisi kiri dengan 3/bagian badan tidur, untuk drainage lobus tengah kanan dan lobus
bawah kanan segmen anterior. Kepala lebih bawah dari bagian tubuh lainnya.
5. Tidur pada sisi kanan dengan bagian badan tidur, untuk drainage lingula dan lobus bawah kiri
segmen anterior. Letak kepala sama seperti No. 4.
6. Tidur dengan satu bantal bawah kepala dan satu bantal bawah lutut dengan letak kepala seperti no.
4, untuk drainage kedua lobus bawah segmen anterior.
7. Tidur pada sisi kiri, letak kepala sama seperti no. 4, untuk drainage lobus bawah kanan segmen
lateral.
8. Tidur pada sisi kanan dengan letak kepala sama seperti no. 4, untuk drainage lobus bawah kiri
segmen lateral dan lobus bawah kanan segmen kardiak.
9. Tidur menelungkup dengan satu bantal dibawah perut dengan letak kepala atau beberapa bantal di
bawah perut untuk drainage kedua lobus bawah.
10. Tidur pada sisi kiri dengan bagian badan miring, letak kepala sama seperti no. 4, untuk
drainage lobus bawah kanan segmen posterior.
Untuk penderita dengan kelainan paru pada beberapa tempat PD dapat dilakukan pada
beberapa posisi. Setiap posisi sebaiknya dilakukan selama 5 -- 10 menit. Keadaan ini bisa
diperpanjang bila penderita tahan lama, sekret/cairan patologik jumlahnya banyak atau kental
sehingga drainage memerlukan waktu yang lebih lama. Bila PD dilakukan pada beberapa posisi,
maka seluruh waktu untuk melakukan PD sebaiknya tidak lebih dari 40 menit supaya tidak
melelahkan penderita. Setiap hari dapat dilakukan dua kali. Pada umumnya bila PD dilakukan
untuk tujuan mengeluarkan sekret yang tertampung, maka perkusi dan vibrasi dada serta latihan
nafas termasuk didalamnya (3, 10). Perkusi atau lebih cocok dengan istilah penepukan dan
vibrasi dilakukan pada dinding dada diatas daerah paru yang diharapkan terjadi drainage yang
cepat. Penepukan dikerjakan dengan kedua telapak tangan yang dicekungkan (seperti sedang
menampung air), dilakukan bergantian kiri dan kanan, dengan kekuatan yang sama. Kekuatan
diatur supaya tidak melelahkan dan tidak menimbulkan rasa sakit pada penderita. Vibrasi
dilakukan dengan menggetarkan telapak tangan yang diletakkan pada dinding dada, dilanjutkan
dengan
penekanan
sewaktu
penderita
mengeluarkan
nafas
(11)
Lobus bawah kiri segmen lateral dan Lobus bawah kanan segmen kardiak ( medial )
Lobus bawah kanan segmen posterior ( Posisi dimodifikasi untuk penekanan khusus )
Kedua lobus bawah segmen posterior ( Dengan beberapa bantal di bawah perut )