Anda di halaman 1dari 16

Jurnal | Agustus 2014

TRANSFORMASI KUMPULAN CERPEN RECTOVERSO


KARYA DEWI LESTARI DALAM FILM RECTOVERSO:
ANALISIS NARATOLOGI SEYMOUR CHATMAN
Ety Suheni
Program Studi Sastra Indonesia
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran
Abstrak: Penelitian yang berjudul Transformasi Kumpulan Cerpen Rectoverso
karya Dewi Lestari dalam Film Rectoverso: Analisis Naratologi Seymour
Chatman ini mendeskripsikan perubahan-perubahan yang terjadi dari hasil
transformasi lima cerpen yaitu CBS (Curhat Buat Sahabat), MJT (Malaikat
Juga Tahu), HI (Hanya Isyarat), CdD (Cicak-cicak di Dinding), dan
Firasat ke dalam film Rectoverso. Penelitian ini menggunakan teori
naratologi Seymour Chatman untuk melihat unsur instrinsik antara cerpen dan
film. Unsur instrinsik tersebut yaitu alur, penokohan, dan latar. Chatman
mengungkapkan bahwa karya fiksi, dalam hal ini novel atau cerpen dan film
adalah sejajar, meskipun keduanya merupakan media yang berbeda, namun
keduanya mengomunikasikan bermacam hal dengan cara yang sama. Untuk
melihat perubahan dari cerpen ke film, maka digunakan konsep yang
dipaparkan oleh Pamusuk Eneste mengenai ekranisasi. Ekranisasi disebut juga
perubahan karya sastra ke dalam pelayar-putihan. Dalam proses perubahan
tersebut terdapat penyempitan/penghilangan, perluasan, dan variasi cerita.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan cerpen ke dalam film
cenderung terjadi dari segi perluasan dan variasi cerita. Dari segi penyempitan
cenderung terjadi di dalam latar waktu atau penghilangan alur karena tidak
sesuai dengan kebutuhan film.
Kata Kunci: Transformasi, Naratologi, Chatman, Ekranisasi
Abstract: The thesis entitled Transformation of Short Stories Collection
Rectoverso Opus Dewi Lestari in the Rectoverso Movie: Seymour Chatman
Naratology Analysis describes the changes that occur from the transformation of
five short stories that are CBS (Curhat Buat Sahabat), MJT (Malaikat Juga
Tahu), HI (Hanya Isyarat), CdD (Cicak-cicak di Dinding), and Firasat
into Rectoverso movie. This research uses the naratology theory of Seymour
Chatman to see the intrinsic elements between short stories and movie. The
intrinsic elements are plot, character, and background. Chatman says that fiction,
in this case are novel or short story and movie, are parallel, altough they are
different media, but both of them communicate things in same way. To seek the
changes from short stories to movie, then used the Pamusuk Eneste concept about
ekranisasi. Ekranisasi also called changing of literature into movies. In these
process occurs narrowing or removal, expansion, and variations of the story. The
result showed that changes in short stories collection Rectoverso into movie tend
to occur in terms of extension and variation of the story. The narrowing tends to
occur in background of time or time flow removal because not suitable to movie.
Keywords: Transformation, Narrative, Chatman, Ekranisasi

Jurnal | Agustus 2014


1. Pendahuluan
Hubungan sastra dan film sudah dikenal di Indonesia sejak lama dan mulai
berkembang seiring dengan bertambahnya minat jumlah penonton terhadap film
yang diadaptasi dari sebuah buku. Hal tersebut dapat dilihat dari perkembangan
perfilman Indonesia yang mengangkat cerita dari sebuah karya sastra, salah
satunya adalah film Rectoverso.
Film Rectoverso sendiri merupakan hasil transformasi dari lima cerpen dari
sebelas cerpen yang ada di kumpulan cerpen Rectoverso karya Dewi Lestari. Lima
cerpen tersebut ialah CBS (Curhat Buat Sahabat), MJT (Malaikat Juga
Tahu), HI (Hanya Isyarat), CdD (Cicak-cicak di Dinding), dan
Firasat. Kelima cerpen tersebut dikemas secara omnibus di dalam film
Rectoverso, yaitu lima sutradara, lima penulis sekanario, lima cerita, dan memiliki
satu tema. Film Rectoverso mendapatkan penghargaan dan masuk beberapa
nominasi di ajang IMA (Indonesia Movie Awards) 2013. Film Rectoverso juga
ditayangkan di Cannes Festival di Perancis. Lima cerita pendek yang digabungkan
dan difilmkan dari kumpulan cerpen Rectoverso ialah Curhat buat Sahabat,
Malaikat Juga Tahu, Hanya Isyarat, Cicak di Dinding, dan Firasat.
Sebelum difilmkan, Rectoverso merupakan kumpulan sebelas cerpen beserta
sebelas lagu, lirik-lirik lagu tersebut diciptakan oleh Dewi Lestari sendiri. Ketika
membaca salah satu cerita di dalam kumpulan cerpen Rectoverso maka pembaca
dapat pula membaca lirik atau mendengarkan lagu yang bertema sama dengan
cerpen yang sudah dibaca. Rectoverso berasal dari bahasa Latin, hal tersebut
selaras dengan ungkapan yang diberikan Ferdinand de Saussure dalam kanonnya,
Cours de linguistique gnrale, (1965: 157) bahwa pikiran adalah recto dan suara
adalah verso; seseorang tidak dapat memotong satu sisinya tanpa memotong sisi
lainnya di waktu yang sama; dan di dalam arti yang sama, dalam bahasa seseorang
tidak dapat mengisolasi suara dari pikiran maupun pikiran dari suara (kata).
Berangkat dari ungkapan Saussure, kumpulan cerpen Rectoverso hadir baik dalam
segi musik (suara) dan cerpen (pikiran) yang kelihatannya berdiri sendiri namun
sesungguhnya merupakan satu kesatuan karya.
Adapun penelitian ini menggunakan teori naratologi Seymour Chatman
dalam melihat sastra dalam hal ini adalah cerpen - dan film. Segi perubahan dan
2

Jurnal | Agustus 2014


transformasi menggunakan metode yang dipaparkan oleh Pamusuk Eneste dalam
Novel dan Film, yaitu penyempitan, perluasan, dan variasi cerita. Metode
penelitian yang pertama dilakukan adalah penelitian terhadap kumpulan cerpen
dan film Rectoverso, kedua karya tersebut dianalisis mengenai kernels dan
satellitenya dan melakukan pengamatan perbandingan terhadap kumpulan cerpen
dan film Rectoverso dari segi alur, penokohan, dan latar. Setelah itu, akan
ditemukan perubahan dari segi perluasan, variasi cerita, dan penyempitan.
Adi (2011: 57) menjelaskan bahwa dalam kajian sastra, film yang dikaji
secara intrinsik pada dasarnya sama dengan kajian intrinsik novel. Akan tetapi,
dalam film, unsur-unsurnya berbeda dan juga agak berbeda dengan novel
meskipun dengan pola yang hampir sama. Film memiliki unsur naratif dan unsur
sinematik, karena film merupakan sebuah karya audio-visual, bukan hanya karya
verbal seperti pada novel.
2. Identifikasi Masalah
1. Bagaimana perbandingan dalam alur, penokohan, dan latar yang terdapat di
dalam film Rectoverso berdasarkan cerpen-cerpen yang ditransformasi?
2. Bagaimana transformasi kumpulan cerpen Rectoverso ke dalam film
Rectoverso dalam segi perluasan, variasi cerita, dan penyempitan?
3. Sumber Data
Sumber data di dalam penelitian ini berasal dari kumpulan cerpen Rectoverso
cetakan keempat yang diterbitkan pada Januari tahun 2009 dan Film Rectoverso
dalam bentuk DVD (Digital Video Disc) yang diproduksi pada tahun 2013.
4. Landasan Teori
4.1 Teori Naratologi Seymour Chatman
Seymour Chatman (dalam Nurgiyantoro 2012: 26) mengungkapkan bahwa
teks naratif dapat dibedakan ke dalam unsur cerita (story, content) dan wacana
(discourse, expression). Cerita merupakan isi dari ekspresi naratif, sedang wacana
merupakan bentuk dari sesuatu (baca: berita, isi) yang diekspresikan. Wacana di
pihak lain merupakan sarana untuk mengungkapkan isi. Atau secara singkat dapat
dikatakan, unsur cerita adalah apa yang ingin dilukiskan dalam teks naratif itu,

Jurnal | Agustus 2014


sedang wacana adalah bagaimana cara melukiskannya. Untuk dapat memahami
keterkaitan antara unsur cerita dan wacana dapat dilihat pada gambar 1 berikut ini:

Aksi
Peristiwa
Bentuk
Cerita
/Peristiwa

Tokoh
Latar
Keseluruhan Semesta
(Nyata dan imajinatif)

Eksistensinya
Substansi

Teks
Naratif

Kejadian

Struktur transmisi naratif


(susunan, durasi,
frekuensi, perspektif, dll)

Bentuk
Wacana
Substansi

Wujud ekspresi
(Verbal, sinematis,
gambar, pantomim, dll)

Gambar 1: Diagram Struktur Naratif Seymour Chatman


Sumber: (Nurgiyantoro, 2012: 28)
Cerpen dan Film merupakan unsur dari substansi wacana. Menurut Pratista
(2008: 1), film memiliki unsur audio-visual, secara umum dapat dibagi atas dua
unsur pembentuk yakni, unsur naratif dan unsur sinematik. Dua unsur tersebut
saling berinteraksi dan berkesinambungan untuk membentuk sebuah film. Dapat
dikatakan unsur naratif adalah bahan (materi) yang akan diolah, sementara unsur
sinematik adalah cara (gaya) untuk mengolahnya. Unsur naratif berhubungan
dengan aspek cerita atau tema film. Setiap cerita memiliki unsur-unsur seperti
tokoh, masalah, konflik, lokasi, waktu, dan lainnya. Unsur sinematik di dalam
film memiliki empat elemen pokok yakni mise-en-scene, sinematografi, editing,
dan suara. Dalam segi bentuk cerita, unsur-unsur pembentuknya yaitu alur,
penokohan, dan latar. Dalam segi bentuk wacana wujudnya adalah karya fiksi,
dalam hal ini adalah novel/cerpen dan film.
Peristiwa suatu cerita secara tradisional dikatakan merupakan suatu susunan
yang disebut "plot". Rangkaian cerita dalam struktur naratif disebut sekuen.
Dalam sekuen ini terdapat satuan-satuan cerita. Sekuen adalah setiap bagian
ujaran yang membentuk sutuan makna. Sekuen bersifat kompleks. Untuk
membatasi sekuen yang kompleks, perlu diperhatikan beberapa kriteria. Sekuen

Jurnal | Agustus 2014


pun berperingkat. Sekuen itu ada berupa kernel dan ada yang berupa satelit.
(Sugihastuti, 2000: 211)
Kernel yaitu saat naratif memunculkan inti atau pokok arahan peristiwa. Oleh
karena itu, kernel tidak dapat dihapus karena akan merusak logika cerita. Peristiwa
minor atau satelit yaitu peristiwa dalam alur yang dapat dihilangkan tanpa merusak
kelogisan cerita meskipun dengan menghilangkannya dapat mengurangi keestetikan
naratifnya. Fungsi satelit adalah mengisi, menjelaskan dan melengkapi kernel. Satelit
dapat berkembang seluas-luasnya, tanpa batas. Satelit tidak selalu terjadi di dekat
kernel. Dalam hal ini satelit dapat mendahului atau mengikuti kernel. Namun satelit
dapat juga berada jauh dari kernel. (Chatman, 1980: 54 55)

Chatman (dalam Nurgiyantoro, 2012: 121) menjelaskan pembedaan antara


peristiwa mana yang tergolong kernel dan sebaliknya mana yang satelit,
sebenarnya bersifat psikologis dan merupakan aktivitas kognitif, dan karenanya
antara pembaca yang satu dengan yang lain dapat berbeda pendirian.
Plot berdasarkan kriteria urutan waktu terdapat dalam dua kategori:
kronologis dan tidak kronologis. Kategori kronologis disebut sebagai plot lurus,
maju, atau dinamakan juga progresif. Sebuah peristiwa dikatakan progresif jika
peristiwa-peristiwa yang dikisahkan bersifat kronologis, peristiwa (-peristiwa)
yang pertama diikuti oleh (atau: menyebabkan terjadinya). Sedangkan yang kedua
adalah sorot balik, mundur, flashback, atau dapat juga regresif. Plot sorot-balik,
flash-back merupakan urutan kejadian yang dikisahkan dalam karya fiksi yang
berplot regresif tidak bersifat kronologis, cerita tidak dimulai dari tahap awal,
melainkan dari tahap tengah atau bahkan dari tahap akhir.
Penyelesaian sebuah cerita dapat dikategorikan ke dalam dua golongan yaitu
penyelesaian terbuka dan penyelesaian tertutup. Penyelesaian yang bersifat
tertutup menunjukkan keadaan akhir karya fiksi memang sudah selesai, cerita
sudah habis sesuai dengan tuntutan logika cerita yang dikembangkan. Penyelesain
terbuka, di pihak lain memberi kesempatan kepada pembaca atau penonton untuk
ikut memikirkan, mengimajinasikan, dan mengkreasikan bagaimana kira-kira
penyelesaiannya. Pembaca atau penonton diberi kebebasan untuk mengisi sendiri
tempat kosong itu sesuai dengan pemahamannya.
Dalam pelukisan tokoh, ada beberapa teknik yang dapat digunakan, yaitu
teknik ekspositori dan teknik dramatik. Teknik ekspositori disebut juga teknik
5

Jurnal | Agustus 2014


analitis, pelukisan tokoh cerita dilakukan dengan memberikan deskripsi, uraian,
atau penjelasan secara langsung. Sedangkan teknik dramatik disebut juga dengan
teknik diskursif adalah teknik penggambaran tokoh dengan secara tidak langsung.
Tokoh dilukiskan secara implisit baik secara verbal yakni dengan kata-kata
maupun non-verbal yakni melalui peristiwa yang terjadi. Wujud penggambaran
teknik dramatik juga bermacam-macam, yaitu, teknik cakapan, teknik tingkah
laku, teknik pikiran dan perasaan, teknik arus kesadaran, teknik reaksi tokoh,
teknik reaksi tokoh lain, teknik pelukisan latar, dan teknik pelukisan fisik.
(Nurgiyantoro, 2012: 200)
Informasi tokoh dalam film biasanya digambarkan secara langsung (visual).
Sebab, tokoh-tokoh dalam film tidaklah dibangun dengan kata-kata melainkan
melalui tindakan atau dengan pertolongan gambar-gambar yang bergerak di dalam
layar. (Eneste, 1991: 29).
Chatman (1980: 139-140) memaparkan ada tiga kriteria dalam latar, yaitu
biologi, identitas, dan kepentingan. Kriteria biologi adalah sesuatu yang mustahil
memberlakukan keramaian sebagai karakter, misalnya dalam suatu narasi
Slaughterhouse-Five mengatakan bahwa tentara Rusia berjagaorang Inggris,
Amerika, belanda, Belgia, Perancis, Kanada, Afrika Selatan, Selandia baru,
Australia, dan ribuan dari kita. Kelompok ini, meskipun manusia, jelas bukan
karakter, mereka adalah bagian dari latar.
Kriteria kedua adalah identitas. Identitas dapat pula berarti nomina yang
menjadi latar. Kepentingan pada plot adalah kriteria yang paling bermanfaat.
Didefinisikan sebagai suatu tingkatan saat eksistensi mengambil atau dipengaruhi
oleh aksi yang ditandai plot (ditampilkan atau dipengaruhi oleh peristiwa kernel).
Unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu
dan sosial. Ketiga unsur itu walau masing-masing menawarkan permasalahan
yang berbeda dan dapat dibicarakan secara sendiri. Pada kenyataannya saling
berkaitan dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya.
4.2 Konsep Ekranisasi Pamusuk Eneste
Proses perubahan novel ke dalam film disebut ekranisasi (Eneste, 1991: 60).
Pengertian tersebut didasarkan atas etimologi dari kata dalam bahasa Prancis,
ecran yang berarti layar. Lebih luasnya istilah ini bisa digunakan untuk
6

Jurnal | Agustus 2014


penyinetronan atau pemfilman cerpen dan puisi, sementara untuk pengalihan balik
digunakan istilah de-ekranisasi (Saputra, 2009: 44). Perubahan tersebut terdiri dari
penyempitan, perluasan, dan variasi cerita. Dalam penelitian ini, konsep yang
dipaparkan oleh Eneste digunakan sebagai jembatan untuk menghubungkan
analisis struktur karya sastra dan film yang dikemukakan oleh Chatman.
Penciutan biasanya dilakukan oleh sutradara atau penulis sekenario karena
tidak semua informasi di dalam karya sastra penting atau memadai dapat
ditampilkan di dalam film. Eneste (1991: 61) menyatakan bahwa sebagian cerita,
alur, tokoh-tokoh, latar, ataupun suasana di dalam sebuah karya sastra baik cerpen
ataupun novel tidak akan ditemui di dalam film.
Seorang sutradara tentu mempunyai alasan tertentu untuk melakukan
perluasan. Misalnya, perluasan tersebut penting dari sudut filmis. Atau,
penambahan itu masih relevan dengan cerita secara keseluruhan atau karena
pelbagai alasan lain. (Eneste, 1991: 64).
Terakhir adalah perubahan dalam bentuk variasi cerita, hal ini masih
berkaitan

dengan

kepentingan

penulis

sekenario

atau

sutradara

untuk

menampilkan filmnya dengan memiliki kesamaan tema namun tetap mempunyai


beragam cerita atau suasana yang berbeda dari karya aslinya (Eneste,1991: 6466).
5. Metode Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif, sebab hanya memaparkan unsur-unsur
instrinsik berupa alur, penokohan dan latar yang terdapat di dalam cerpen
Rectoverso dan film Rectoverso. Untuk melihat perubahan dari cerpen ke film,
maka digunakan konsep ekranisasi yang dipaparkan oleh Pamusuk Eneste dari
segi perluasan, variasi cerita, dan penyempitan. Namun, terlebih dahulu cerpen
dan film dianalisis unsur intrinsiknya yaitu alur, penokohan, dan latar. Setelah itu,
dilihat perubahan cerpen ke film melalui konsep ekranisasi.

Jurnal | Agustus 2014


6. Analisis Data

Gambar 1: Sampul Kumpulan


Cerpen Rectoverso
Gambar 2: Sampul Film
Rectoverso
a. Transformasi Cerpen Curhat Buat Sahabat dalam Film Rectoverso
Transformasi cerpen CBS di dalam film Rectoverso mengalami beberapa
perubahan dari alur, penokohan, dan latar. Persamaan antara cerpen CBS dan
film Rectoverso (CBS) adalah alur keduanya merupakan alur campuran yaitu
maju-kilas balik-maju Perubahan penokohan di dalam film terdapat perbedaan
dari segi penamaan dan beberapa karakter. Seperti pada tabel 1 di bawah ini:
Tabel 1: Perbandingan Penamaan Tokoh dalam Cerpen CBS
dan Film Rectoverso (CBS)
Cerpen CBS
Film Rectoverso (CBS)
Aku
Regi
Kamu
Amanda
Tokoh-tokoh tambahan:
1. Pramusaji
2. ibu Regi
3. Ketua Senat (Pacar Amanda)
4. Vokalis (Pacar Amanda)
Setelah mengetahui bahwa tokoh-tokoh mengalami perubahan dari segi
penamaan, maka selanjutnya dianalisis mengenai tranformasi dari latar dan alur.
Latar di dalam cerpen hanya sebuah restoran dan rumah tokoh kamu. Namun, di
dalam film terjadi perluasan yaitu restoran, tempat kerja Regi yaitu sebuah
fotokopi, dan rumah Amanda. Dalam segi alur terjadi beberapa perluasan cerita
dan variasi cerita, sedangkan untuk penyempitan terjadi melalui aspek temporal.
8

Jurnal | Agustus 2014


Alur yang mengalami perluasan cerita, terdapat di pertengahan peristiwa. Narator
yaitu aku mulai menceritakan kisah flashback, yaitu mengenai perasaan tokoh
kamu selama lima tahun terakhir. Kisah-kisah lima tahun tersebut dikemas
melalui beberapa peristiwa di dalam film, yaitu peristiwa Amanda atau tokoh
kamu berpacaran dengan ketua senat dan seseorang yang berprofesi sebagai
vokalis.
Pada bagian variasi cerita, film menampilkan adegan Amanda yang
membuang ponselnya ke dalam ember es, padahal peristiwa tersebut tidak
disebutkan di dalam cerpen. Sutradara membuat adegan tersebut guna menambah
kesan dramatis terhadap perasaan Amanda. Selain itu, variasi cerita yang lainnya
adalah Amanda yang bernyanyi di atas panggung restoran tersebut, kemudian
adegan flashback dihadirkan sesuai dengan kisah di dalam cerpen tersebut.
Segi penyempitan terjadi di dalam aspek temporal. Film hanya berdurasi
kurang lebih dua jam, sedangkan di dalam cerpen narator mengisahkan mengenai
perasaan tokoh kamu selama lima tahun. Waktu Lima tahun adalah sesuatu
yang tidak dimungkinkan tampil di dalam film, maka dari itu diperlukan beberapa
teknik, yaitu cut, wide, dan dissolves untuk menampilkan peristiwa-peristiwa
selama lima tahun tersebut.
b. Transformasi Cerpen Malaikat Juga Tahu dalam Film Rectoverso
Film Rectoverso (MJT) memiliki alur progresif sedangkan cerpen MJT
memiliki alur campuran. Perbandingan mengenai tokoh-tokoh di dalam cerpen
dan film dapat dilihat pada tabel 2, berikut ini:
Tabel 2: Perbandingan Penamaan Tokoh dalam Cerpen MJT
dan Film Rectoverso (MJT)
Cerpen MJT
Film Rectoverso (MJT)
Abang
Abang
Bunda
Bunda
Perempuan itu
Leia
Adik Abang
Hans
Dua orang anak kos
Dalam film Rectoverso (MJT), karakter dari tokoh Abang mirip seperti
penggambaran di dalam cerpen MJT itu sendiri. Abang tidak banyak melakukan
percakapan dan berdialog dengan tokoh-tokoh lain karena Abang sendiri
digambarkan oleh narator mengidap autisme. Kamera cukup memberikan
9

Jurnal | Agustus 2014


informasi mengenai karakter Abang melalui ekspresi wajah dan gerakan
tubuhnya. Kamera menyoroti Abang sedang bermain biola dan menghitung
sabunnya dengan mengucapkan seratus, atau saat Abang membawa keranjang
kosong sambil bergumam Senin putih Rabu gelap. Film termasuk berhasil
memvisualisasikan karakter Abang yang ada di dalam cerpen ke dalam film
dengan ekspresi wajah dan gerakannya.
Transformasi latar menjadi bertambah, ketika peristiwa perempuan itu dan
adik Abang berpacaran divisualisasikan ke dalam film. Transformasi Hans
sebagai adik Abang dan Leai sebagai perempuan itu berpacaran diruntutkan
prosesnya. Peristiwa dimulai dari awal pertemuan hingga akhirnya Leia dan Hans
berpacaran. Di dalam cerpen tidak dijelaskan latar tempat perempuan itu dan
adik Abang berpacaran namun di dalam film dijelaskan mengenai itu semua
Latar di dalam cerpen hanya Rumah Kos Bunda, halaman belakang rumah
kos tersebut, dan sebuah warung. Di dalam film menjadi latar menjadi bertambah,
yaitu tempat kerja Leia, tempat Leia dan Hans berpacaran seperti pantai, dan
sebuah resetoran.
Salah satu peristiwa di dalam cerpen yaitu Abang kehilangan sabunnya,
diubah dengan ditambah dengan variasi cerita. Variasi tersebut melibatkan tokoh
Leia, yang merupakan transformasi dari perempuan itu. Padahal di dalam
cerpen, tokoh perempuan itu sama sekali tidak ada kaitannya dengan peristiwa
Abang kehilangan sabunnya. Namun, di dalam film kejadian Leia membantu
Abang saat kehilangan sabunnya, membuat akhir cerita antara cerpen dan film
juga berbeda. Karena film memiliki berbagai kepentingan maka peristiwa tokoh
Leia membaca surat pemberian Abang membuat film memiliki suasana dramatis
tersendiri. Padahal di dalam cerpen, peristiwa tersebut tidak ada sama sekali.
Variasi yang lainnya adalah peristiwa akhir di dalam film yaitu ketika Leia
membaca surat cinta yang dikirim oleh Abang. Berbeda halnya dengan di dalam
cerpen yang tidak memiliki cerita demikian, di dalam film variasi dilakukan guna
menambah unsur dramatis, sehingga secara tidak langsung penyampaian tema
yaitu Cinta yang tak terucap dalam film Rectoverso (MJT) dapat terlihat pada
peristiwa ini, karena Abang menyampaikannya melalui surat bukan sebuah
ucapan.
10

Jurnal | Agustus 2014


Penyempitan terjadi di dalam aspek temporal. Peristiwa di dalam cerpen, saat
Abang berteriak-teriak dan memberantaki barang-barang setiap malam minggu,
karena ditinggal pergi oleh perempuan itu tidak mungkin ditampilkan. Setiap
malam minggu hanya diringkas menjadi satu adegan saja, yaitu saat Abang
memberantaki sabunnya, memecahkan kaca, dan memeluk Bunda sambil
menangis. Hal tersebut dilakukan untuk menggabungkan keseluruhan rangkaian
setiap malam minggu yang dijelaskan oleh narator.
c. Transformasi Cerpen Hanya Isyarat dalam Film Rectoverso
Alur cerpen HI dan film Rectoverso (HI) sama-sama beralur progresif.
Sutradara film Rectoverso (HI) melakukan beberapa perluasan dalam transformasi
cerpen ke film. Perluasan tersebut meliputi alur, penokohan, dan latar. Di dalam
transformasi penokohan dapat dilihat pada tabel 3
Tabel 3: Perbandingan Penamaan Tokoh dalam Cerpen HI
dan Film Rectoverso (HI)
Cerpen HI
Film Rectoverso (HI)
Aku
Al
Dia
Raga
Tiga serangkai
1. Tano
2. Dali
3. Bayu
Tabel 3 merupakan perbandingan cerpen HI dan film Rectoverso dalam segi
penamaan tokoh-tokoh. Tokoh Al merupakan visualisasi dari tokoh aku. Al
memiliki karakter seperti tokoh aku di dalam cerpen. Toko Al juga
digambarkan sebagai seorang wanita yang memiliki karakter pendiam. Al
cenderung melakukan interior monologue untuk menjelaskan perasaannya, bukan
dengan percakapan. Melalui teknik tingkah laku, Al terlihat sedang menggambar
di pinggir pantai, sementara teman-temannya bermain di pantai tersebut
Cerpen HI menceritakan mengenai perasan cinta tokoh aku kepada dia,
namun tokoh aku tidak pernah mengungkapkan perasaannya. Bahkan tokoh
aku hanya berani memandang tokoh dia dari kejauhan. Karakter tokoh dia
di dalam cerpen tidak banyak ditampilkan, sehingga karakter dari tokoh dia
tidak banyak diketahui. Aku dalam cerpen HI merupakan seorang perempuan
dan memiliki karakter pendiam.

11

Jurnal | Agustus 2014


Perluasan justru terjadi dengan salah satu teman dari tokoh aku yang di
dalam film, ditransformasikan menjadi tokoh Tano. Tano memiliki karakter yang
humoris di dalam film, berbeda dengan di dalam cerpen yang sama sekali tidak
menampilkan sosok Tano tersebut. Latar di dalam cerpen hanyalah sebuah bar,
sedangkan di dalam film, meliputi bandara, pantai, dan sebuah bar.
Dalam segi alur, ada beberapa perluasan yaitu penambahan peristiwa di awal
film yang berlatarkan sebuah bandara dan film menggunakan teknik offscreen
sound. Pada pertengan peristiwa tiga serangkai yang diberi nama Tano, Bayu, dan
Dali bercerita mengenai kisah sedihnya masing-masing secara terperinci, padahal
di dalam cerpen hanya menjelaskan kisah-kisah mereka yang hanya sekilas.
Cerpen memfokuskan pada cerita aku dan dia. Transformasi tersebut terlihat,
bahwa hanya cerita Al dan Raga yang dibuat visualisasi berupa flashback dengan
berbagai teknik editing yang ada di dalam film dan sesuai dengan cerita mereka
berdua.
d. Transformasi Cerpen Cicak di Dinding dalam Film Rectoverso
Visualisasi cerpen CdD ke dalam film Rectoverso cukup banyak
mengalami variasi cerita. Alur keduanya merupakan alur progresif, tokoh-tokoh di
dalam film mengalami perubahan dari segi penamaan, seperi pada tabel 4, berikut
ini:
Tabel 4: Perbandingan Penamaan Tokoh dalam Cerpen CdD
dan Film Rectoverso (HI)
Cerpen CdD
Film Rectoverso (CdD)
Lelaki itu
Taja (Saat berkenalan dengan Saras, Taja
mengaku namanya adalah Andre)
Perempuan itu
Saras
Sahabat lelaki itu Bang Irwan
Di dalam cerpen, tidak ada peristiwa lelaki itu dan perempuan itu bertemu
di sebuah pub. Taja (Andre) kemudian bertemu dan berkenalan dengan tokoh
Saras di sebuah pub. Taja dan Saras kemudian terlibat one night stand. Padahal di
dalam cerpen sama sekali tidak terdapat peristiwa lelaki itu dan perempuan
itu melakukan one night stand. Sutradara mengubah tahap perkenalan dua tokoh
ini menjadi sangat berbeda. Di dalam cerpen perkenalan tokoh perempuan itu
dan laki-laki itu terjadi di dalam sebuah pameran bukan di sebuah pub.
12

Jurnal | Agustus 2014


Selain menggambarkan tahapan perkenalan yang berbeda, penggambaran
watak tokoh juga berbeda. Tokoh Saras secara tidak langsung merupakan
manifestasi dari perempuan urban, maka dari itulah tokoh Saras dibuat cukup
berani untuk berkenalan dengan Andre (Taja). Tambahan pula, ia berani
mengajak Taja untuk melakukan one night stand. Padahal di dalam cerpen narator
mengungkapkan bahwa tokoh perempuan itu merupakan sosok yang polos dan
lucu. Taja dan Saras kemudian bertemu kembali di sebuah coffee shop, mereka
berbincang-bincang cukup lama dan dari sanalah tokoh Taja jatuh cinta pada
Saras. Sesuai dengan cerpennya lelaki itu jatuh cinta kepada perempuan itu.
Variasi-variasi cerita yang dilakukan di awal cerita tentunya memiliki fungsi
dalam merangkai peristiwa satu dan peristiwa lainnya serta menambah estetika di
dalam film. Mendekati akhir cerita, sutradara menyisipkan dua peristiwa di dalam
cerpen secara bersamaan. Tokoh Bang Irwan kemudian memperkenalkan Saras
sebagai calon istrinya kepada Taja. Karakter Bang Irwan juga berbeda dengan
yang ada di dalam cerpen. Di dalam cerpen karakter Bang Irwan adalah netral.
Nmaun, di dalam film ditampilkan menjadi karakter posesif, hal tersebut tampak
ketika ia segera melepaskan jabat tangan Taja dan Saras di pameran lukisan milik
Taja.
Pada akhir peristiwa, Saras melihat dinding yang penuh dengan cicak, buatan
Taja. Hal tersebut sesuai dengan penggambaran di dalam cerpen jika lelaki itu
melukis untuk hadiah pernikahan perempuan itu dengan sehabat lelaki itu.
Tetapi latar di dalam cerpen dan di dalam film berbeda. Di dalam cerpen latar
yang digunakan untuk menunjukkan lukisan tersebut adalah sebuah studio,
sedangkan di dalam film, lukisan tersebut tersebut ditampilkan di dalam kamar.
e. Transformasi Cerpen Firasat dalam Film Rectoverso
Alur di dalam cerpen Firasat dan film Rectoverso (Firasat) sama-sama
beralur progresif. Perbedaan penamaan dapat dilihat pada tabel 5 berikut ini:
Tabel 5: Perbandingan Penamaan Tokoh dalam Cerpen Firasat
dan Film Rectoverso (Firasat)
Cerpen Firasat Film Rectoverso (Firasat)
Aku
Dia
Ibu

Senja
Panca
Ibu
13

Jurnal | Agustus 2014


Transformasi cerpen ke film mengalami beberapa perubahan dari segi
perluasan, variasi cerita, dan penyempitan. Dalam segi penyempitan, terdapat
beberapa pemotongan. Hal tersebut dilakukan karena sesuai dengan kebutuhan
cerita pada film yang akan mengalami perbedaan dengan karya aslinya.
Pemotongan tersebut, ketika peristiwa tokoh aku diajak oleh tokoh dia ke
rumah Bapak-Ibu, namun di dalam film, peristiwa tersebut sama sekali tidak
ditampilkan. Justru tokoh Panca membawa Senja ke sebuah taman, untuk
berbincang-bincang mengenai firasat. Pemotongan selanjutnya adalah jumlah
anggota Klub Firasat. Di dalam cerpen jumlah anggota ada dua puluh orang,
sedangkan di dalam film hanya ditampilkan tujuh orang, dan lokasinya pun tidak
berpindah-pindah.
Dari segi perluasan, terdapat narasi cerita yang dilebihkan di dalam film, yaitu
mengenai makna firasat. Film menggunakan teknik off-screen sound untuk
menjelaskan mengenai makna firasat. Sutradara membuat variasi tersebut dengan
tujuan membangun cerita agar tetap berkesinambungan dengan peristiwa akhir di
dalam film. Dalam peristiwa akhir, Senja mendapatkan sebuah buku Kepasrahan
Awan yang pernah disebutkan Panca dalam peristiwa sebelumnya. Variasi cerita
terus dilakukan, Senja akhirnya membaca buku tersebut di taman, tempat yang
sama ketika berbicara dengan Panca. Setelah itu, Senja pergi dari taman tersebut,
mengayuh sepedanya dan kamera memperlihatkan langit-langit. Sesudah itu,
suara tabrakan mobil. Dengan bentuk editing cut, kamera memperlihatkan
ekspresi Panca. Kemudian, sepeda Senja yang jatuh dan kartu As yang biasa Senja
taruh di roda sepeda mengapug di dalam air. Hal tersebut berbeda dengan akhir
peristiwa di dalam cerpen yaitu tokoh aku merasakan kepergian dia setelah
bangun dari tidur siang.
Variasi cerita yang dibuat sutradara adalah peristiwa akhir yang perbedaanya
cukup besar. Dalam film, tokoh yang pergi adalah tokoh aku yaitu Senja
sedangkan di dalam cerpen tokoh yang pergi adalah dia. Akan tetapi, jika
cerita film sesuai dengan cerpen maka seharusnya yang mengalami kecelakaan
atau pergi tersebut adalah Panca. Perubahan variasi ini memiliki banyak makna
simbolis, baik berupa alam, sifat, atau firasat itu sendiri.

14

Jurnal | Agustus 2014


Menurut Rachel Maryam sang sutradara dalam dibalik layar Rectoverso, ia
ingin membuat cerita berbeda dengan menampilkan pesan yang berbeda pula,
bahwa firasat terkadang bukan untuk orang lain saja melainkan untuk diri kita
sendiri.
7. Simpulan
Jumlah masing-masing kernels (inti cerita) cerpen dan kernels film yang
berbeda juga mengindikasikan adanya perluasan dan variasi cerita dilakukan di
dalam film. Hal tersebut guna memenuhi beberapa efek dramatis dan estetik
ataupun membuat cerita agar tetap berkesinambungan ketika diubah dalam format
audio-visual.
Dalam perubahan penokohan, film memiliki perbedaan antara cerpen dan
film dalam segi penamaan dan karakter. Karakter-karakter yang berbeda tersebut
merupakan hasil dari transformasi cerita yang mengalami perluasan maupun
variasi cerita. Hasil dari analisis, pada latar-latar di dalam film yang
ditransformasi juga mengalami perubahan mengikuti alur di dalam film itu
sendiri.
Secara tema, kumpulan cerpen Rectoverso dan film Rectoverso memiliki
kesamaan. Hal tersebut terlihat dari penyelesaian cerita masing-masing cerpen dan
film yang ditransformasikan. Meskipun ada beberapa hasil transformasi yang
mengalami variasi cerita dengan menampilkan perbedaan akhir peristiwa namun
tema cinta yang tak terucap tetap tersampaikan melalui cerpen ataupun film.
Berdasarkan pada penelitian yang telah dilakukan, nilai estetik lima cerpen
yaitu CBS, MJT, HI, CdD, dan Firasat yang tersusun dalam bahasa
verbal teks sastra secara baik ditransformasikan ke dalam bahasa visual. Esensi
utama yang diutarakan dalam cerpen oleh pengarang bisa terwakili oleh unsurunsur yang ada di film, meskipun beberapa cerita yang ditransformasikan
memiliki perubahan drastis baik dari penyusunan alur ataupun penyelesaian cerita.
Tetapi secara keseluruhan pesan dari tema kumpulan cerpen Rectoverso dan film
Rectoverso sudah tersampaikan dengan baik.

15

Jurnal | Agustus 2014


8. Saran
Masih banyak yang menarik untuk ditelaah dari film Rectoverso. Misalnya
makna simbol-simbol yang ada dalam film dan mengkaji lebih terperinci
mengenai tujuan perubahan yang dilakukan kelima sutradara dari kumpulan
cerpen Rectoverso dalam film Rectoverso, sehingga dapat diketahui ideologi yang
diusung oleh penulis serta sutradara masing-masing cerita
9. Daftar Pustaka
Adi, Ida Rochani. 2011. Fiksi Populer: Teori dan Metode Kajian. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Boggs, Joseph M. 1992. Cara Menilai Sebuah Film (diterjemahkan oleh Asrul
Sani). Jakarta: Yayasan Citra.
Chatman, Seymour. 1980. Story and Discourse: Narrative Structure in Fiction
and Film. Ithaca: Corbell University.
Damono, Sapardi Djoko. 2005. Pegangan Penelitian Sastra Bandingan. Jakarta:
Pusat Bahasa DEPDIKNAS.
Damono, Sapardi Djoko. 2012. Alih Wahana. Ciputat: Editum.
Eneste, Pamusuk. 1991. Novel dan Film. Flores: Penerbit Nusa Indah
Pratista, Himawan. 2008. Memahami Film. Yogyakarta: Homerian Pustaka.
Rampan, Korrie Layun. 2009. Apresiasi Cerpen Indonesia Mutakhir. Jakarta:
Bukupop.
Moenad, Syamsudin Noer. Omnibus dalam Dunia Sinema, dalam
www.suarakarya-online.com diakses pada tanggal 13 Desember 2013.
Nadzir, Ibnu. Kontemplasi Dee yang Hilang dari Rectoverso, dalam
www.jakartabeat.net diakses pada tanggal 18 Maret 2013.
Yudo, Santi T. 2013. Apa itu Omnibus?, dalam www.sabda.org diakses pada
tanggal 13 Desember 2013.
web.unair.Teori/Naratif.html.ac.id diakses pada tanggal 10 November 2013.
www.antaranews/berita/film-Rectoverso-curi-perhatian-di-cannes-festival.com
diakses pada tanggal 1 Oktober 2013.
www.bensuseno.wordpress.com diakses pada tanggal 1 Oktober 2013.
www.dee-interview.blogspot.com diakses pada tanggal 1 Desember 2013.
www. Rectoverso-film.tumblr.com diakses pada tanggal 15 Juni 2013.

16

Anda mungkin juga menyukai