Anda di halaman 1dari 14

Hipokalemia ec Diare Cair Akut

Ani Ratna Juwita (102011136)


Fakultas kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana
Jln. Terusan Arjuna No. 6 Jakarta Barat 11510
Tlp. 021- 56942061 Fax . 021-5631731
E_mail : aniratnajuwita@yahoo.co.id

Skenario 4
Seorang perempuan berusia 50 tahun, datang ke poliklinik dengan keluhan utama
kelemahan pada kedua tungkai bawah sejak satu hari yang lalu. Keluhan disertai dengan nyeri
otot dan badan terasa lemas. Pasien mengalami diare dan muntah sejak 3 hari yang lalu,
frekuensinya 7-8x/hari
Pendahuluan
Sebagian besar diare akut yang berlangsung kurang dari 48-72 jam disebabkan oleh
infeksi atau keracunan makanan. Selain itu gejala diare akut juga bisa didapatkan pada kelainan
usus, misalnya colitis. Penyebab umum diare akut adalah keracunan makanan, colitis dan kanker
kolon. Sedangkan penyebab yang jarang adalah kelainan endokrin. Pada anamnesis perlu
ditanyakan riwayat berpergian, kontak, jajan atau makan di restoran, riwayat seksual, diare
akibat toksin Clostridium bacille yang biasanya terjadi 2 hari sampai 1 bulan setelah penggunaan
antibiotic spectrum luas (sefalosporin) terutama pada pasien manula yang rentan. Pada
pemeriksaan fisik, perlu kita tentukan status hidrasi dan petanda penyakit infeksi/kronis. Pada
pemeriksaan penunjang, kita dapat melakukan tes darah, kultur tinja dan foto polos abdomen.
Untuk penatalaksanaan, kita dapat melakukan rehidrasi dan mengobati penyebab yang mendasari
(antibiotic). Hipokalemia merupakan salah satu akibat dari penyakit diare dan muntah.
Kebanyakan pasien dengan hipokalemia ringan datang tanpa gejala. Gejala yang muncul
seringkali berasal dari faktor yang mendasari. Gejalanya mungkin tidak spesifik dan kebanyakan
berhubungan dengan faal otot ataupun jantung. Keluhan dari pasien dapat berupa kelemahan dan
1

mudah lelah, kram otot dan kesakitan, poliuria, dan psikologikal. Hipokalemia berat dapat
memberikan gejala bradikardia dengan kolaps kardiovaskular. Anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang diperlukan untuk menegakkan diagnosis dan sangatlah penting untuk
menemukan penyebab dasar yang mengakibatkan hipokalemia. Apabila ditangani dengan baik,
pasien hipokalemia dengan diare akut dapat sembuh dengan sempurna. Namun apabila pasien
sudah mengalami komplikasi jantung ataupun ginjal, hal tersebut menjadi sulit. Hipokalemia
merupakan hal yang dapat mengancam jiwa karena berhubungan dengan hampir seluruh faal
organ tubuh manusia.1
Pembahasan
Anamnesis
Riwayat hipokalemia bisa jadi samar-samar. Pasien biasanya asimptomatis (tidak ada
gejala), terutama pada hipokalemia yang ringan.Gejala yang timbul biasanya berkaitan dengan
penyebab timbulnya hipokalemia itu sendiri. Jadi gejala hipokalemia biasanya disertai gejala lain
yang berkaitan dengan penyebab utama terjadinya hipokalemia. Hipokalemia dapat dikenali jika
sudah terdapat sekumpulan gejala yang melibatkan GI, ginjal, muskuloskeletal, jantung dan
sistem saraf. Penggunaan obat pada pasien harus dipastikan tidak menyebabkan hipokalemia.1
Gejala yang sering ditemukan pada pasien hipokalemia antara lain:1

Palpitasi

Kelemahan otot skeletal atau kram

Paralysis, paresthesias

Konstipasi

Mual atau muntah

Kram perut

Poliuri nokturia atau polidipsi


2

Psikososis, delirium dan halusinasi

Depresi

Pada anamnesis ada beberapa hal yang perlu ditanyakan yaitu :

Identitas pasien (nama, alamat, tanggal lahir, umur, suku, agama, pekerjaan, status)
Menanyakan keluhan utama dan lamanya (sejak kapan)
Menanyakan karakter keluhan utama (frekuensi diare, warna, ampas, darah, lender, bau
Perkembangan atau perburukan keluhan utama
Menanyakan kemungkinan adanya faktor pencetus dari keluhan utama
Menanyakan keluhan penyerta (demam, mual, muntah)
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat pribadi (pola hidup, pola makan)
Riwayat sosial
Riwayat penyakit keluarga

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan secara menyeluruh, meliputi:
a) Sistem kardiovaskuler
Pengkajian ini meliputi pengukuran distensi vena jugularis, frekuensi denyut nadi,
tekanan darah, bunyi jantung, disritmia, dll.
b) Sistem pernafasan
Pengkajian pada sistem ini antara lain frekuensi pernapasan, gangguan pernafasan
seperti dyspnea, dll
c) Sistem gastrointestinal
Pengkajian pada sistem ini antara lain meliputi riwayat anoreksia, kram abdomen,
abdomen cekung, aabdomen distensi, muntah, diare, hiperperistaltik, dll
d) Sistem perkemihan
Pengkajian pada sitem perkemihan antara lain yang perlu dikaji adalah: oliguria
atau anuria,berat jenis urin.
e) Sistem muskuluskeleta
Pengkajian pada sistem ini antara lain adalah kram otot, kesemutan, tremor,
hopotonisitas, atau hipertonisitas, refleks tendon dll.
f) Sistem integumen
Pengkajian pada sistem ini antara lain suhu tubuh, turgor kulit, kelembapan pada
bibir, adanya edema dll
3

Gejala yang sering ditemukan pada pasien hipokalemia antara lain:

Palpitaasi
Kelemahan otot skeletal atau kram
Paralisis, paresthesias
Konstipasi
Mual atau muntah
Kram perut
Poliurianokturia atau polidipsi
Pisikosis, delirium dan halusinasi
Depresi.

Pemeriksaan penunjang6
Ph urin. Salah satu fungsi ginjal adalah mengatur keseimbangan asam basa tubuh melalui
eksresi ion H+ dan reabsorbsi bikarbonat sehingga pemeriksaan pH urin dapat memberikan
gambaran tentang keadaan Ph tubuh. Urin normal mempunyai pH 4,8 7,4. Banyak faktor yang
dapat mempengaruhi pH urin, antara lain status asam basa tubuh, diet, infeksi, traktus urinarius,
dan penyakit tertentu, misalnya asidosis, diare, kelaparan. PH urin alkalis dapat dijumpai pada
diet sayuran atau buah-buahan, beberapa jenis obat (misalnya NaHCO 3), dan penyakit tertentu
(misalnya renal tubular asidosis, asidosis metabolic, infeksi traktus urinarius oleh kuman
penghasil urease. Sedangkan pH urin asam dapat juga dijumpai pada diet tinggi protein,
beberapa jenis obat misalnya NH4CI, mandelic acid), dan penyakit tertentu (misalnya diabetes
melitus dengan ketoasidosis, infeksi traktus urinarius oleh kuman E.coli). Cara penetapan pH
urin dapat dilakukan dengan cerik celup atau pH meter.
Pemeriksaan darah rutin. Pemeriksaan ini terdiri atas pemeriksaan kadar hemoglobin,
leukosit, laju endap darah, hitung jenis leukosit, dan hitung trombosit.
Pemeriksaan asam basa. Keseimbangan asam basa tubuh dikontrol oleh kompleks sistem
buffer pada tubulus proksimal dan distalis, yang melibatkan pengaturan ion fosfat, bikarbonat,
dan ammnium, sedangkan sekresi ion hidrogen terutama terjadi di tubulus distal.
Kultur feses dilakukan untuk mengetahui penyebab diare, apakah oleh karena bakteri,
virus atau lainnya. Setelah mengetahui penyebabnya, diare dapat segera diatasi dan mencegah
timbulnya hipokalemia dalam stadium yang lebih berat.
4

Analisis gas darah (AGD) merupakan pemeriksaan untuk mengukur keasaman (pH),
jumlah oksigen, dan karbondioksidasi dalam darah. Pemeriksaan ini digunakan untuk menilai
fungsi kerja paru-paru dan menghantarkan oksigen ke dalam

sirkulasi darah dan mengambil

karbondioksida dalam darah. Analisis gas darah meliputi pemeriksaan PO2, PCO3, pH, HCO3,
dan saturasi O2. Hal ini dapat dilakukan untuk melihat pH tubuh., memastikan apakah terjadi
alkalosis metabolik atau tidak.
Differential Diagnosis
Hiponatremia10
Natrium adalah kation utama dalam cairan ekstraseluler (didalam pembuluh darah dan
jaringan). Kadar normal naatrium serum atau plasma adalah 135-145 mEq/L. Kadar kalium
serum yang kurang dari 135 mEq/Ldisebut sebagai hiponatremia, dan kadar natriumserum yang
lebih dari 145 mEq/L disebut hipernatremia.
Kehilangan natrium dapat diakibatkan oleh muntah, diare, pembedahan, dan diuretik
kuat. Tanda-tanda dan gejala hiponatremia dalah kejang, mual,dan muntah. Kadar natrium serum
harus dipantau jika perlu. Untuk kadar natrium serum antara 125 dan 135 mEq/L salin normal
(0,9 % natrium klorida) dapat meningkatkan kadar natrium dalam cairan vaskuler. Jika kadar
natrium serum 115 mEq/L mungkin diperlukan suatu larutan hipertonik, yaitu larutan salin 3%
atau 5%.
Kehilangan natrium dapat terjadi pada orang yang berkeringat berlebihan karena suhu
lingkungan, demam, olah raga, muntah, diare, pengeluaran cairan melalui saluran gastrointestinal
dsb. Gejala yang muncul pada klien yang mengalami hiponatremia diantaranya sakit kepala,
kelemahan otot, fatique, apatis, mual, muntah, kejang perut, syok, kekacauan mental, dan koma.
Hipomagnesemia8
Hipomagnesemia

dapat

terjadi

akibat

absorpsi

yang

terganggu

dari

saluran

gastrointestinal, banyak kehilangan magnesium melalui ginjal atau dapat pula disebabkan karena
malnutrisi yang lama. Magnesium berfungsi untuk mengaktifkan reaksi enzimatik, terutama
dalam metabolisme karbohidrat. Selain itu, magnesium juga berfungsi terhadap sambungan otot

dan saraf dimana magnesium menghambat pelepasan asetilkolin, mengurangi rangsangan sel-sel
otot. Kadara magnesium dalam tubuh berkisar antara1,5 sampe 2,5 mEq/L.
Gambaran klinis defisiensi magnesium sulit dijelaskan karena sering

disertai oleh

ketidak normalan elektrolit lain (seperti hipokalemia, dan hipokalsemia). Gejala dan tanda
biasanya melibatkan sistem neuromuskular, saraf pusat, kardiovaskular, dan saluran cerna. Pada
neuromuskular terjadi kelemahan otot, fatique, dysfagia, parestesia, otot kram, berkedut, tremor
nyata tanda chvostek, tanda trousseau, reflekstendon dalam hiperaktif.
Working Diagnostic
Hipokalemia adalah suatu keadaan dimana kadar kalium serum kurang dari 3.5 mmol/L.
Hipokalemia merupakan gangguan elektrolit yang paling sering ditemukan pada pasien yang
dirawat di rumah sakit. Sebagian besar disebabkan oleh terapi diuretic. Keadaan ini dapat terjadi
akibat meningkatnya jumlah kalium yang hilang melalui saluran kemih atau salurah pencernaan,
asupan yang kurang (seperti pada kelainan pola makan) atau perpindahan kalium ke dalam
kompartemen intraseluler (pada terapi insulin atau paralisis periodic familial). Kehilangan
melalui saluran pencernaan dapat terjadi akibat diare, muntah, penggunaan pencahar berlebihan
atau adenoma villi pada kolon. Kehilangan melalui ginjal dapat terjadi akibat terapi diuretic,
kelebihan mineralokortikosteroid (sindrom Conn, sindrom Cushing,hormone adrenokortikotropin
ektopik,hiperaldosteronisme sekunder atau asidosis tubulus ginjal. Stimulasi pada reseptor
adrenergic mengakibatkan perpindahan kalium ke dalam sel. Hal ini menjelaskan mengapa
hipokalemia banyak terjadi pada orang yang sakit dan pada mereka yang mendapat pengobatan
salbutamol. Hipokalemia ringan sering terjadi tanpa gejala tetapi hipokalemia dapat
menimbulkan kelemahan, ileus usus, penurunan kemampuan ginjal mengkonsentrasikan urin dan
perubahan EKG berupa gelombang T yang datar, timbulnya gelombang U dan bertambahnya
insidensi takiaritmia. Hipokalemia yang berlangsung lama dapat mengakibatkan kerusakan
(ireversibel) pada tubulus distal, yang berlanjut pada kegagalan kemampuan ginjal
mengkonsentrasikan

urin

dan

poliuria

yang

disertai

polidipsia

sebagai

mekanisme

kompensasinya.2 Apabila terjadi hipokalemia berat (< 2 mmol/L), gambaran klinis didominasi
oleh kelemahan otot lurik yang mungkin cukup berat dan dapat ditemukan paralisis flasid. Pada
keadaan ini dapat terjadi gagal nafas, walaupun jarang. Apabila kadar kalium <2.5 mmol/L,
berikan kalium klorida intravena sebagai infuse dengan kecepatan tidak melebihi 20 mmol/jam
6

dan pada konsentrasi yang tidak melebihi 40 mmol/L, karena kalium yang pekat dapat merusak
vena perifer. Apabila kadar kalium antara 2.5 mmol/L 3.5 mmol/L, berikan terapi oral (kecuali
apabila pasien dalam keadaan puasa atau muntah-muntah) dengan dosis 80-120 mmol/hari yang
terbagi dalam beberapa dosis.
Etiologi
Hipokalemia dapat disebabkan oleh intake kalium yang inadekuat, peningkatan ekresi
kalium atau perpindahan kalium dari ekstrasel ke intrasel. Peningkatan ekskresi kalium
merupakan penyebab yang tersering. Intake kalium yang inadekuat dapat disebabkan oleh eating
disorders misalnyaanorexia, bulimia, kekurangan gizi, dan alcohol. Selain itu,d apat juga
disebabkan oleh masalah kesehatan gigi sehingga kesulitan untuk mengunyah atau menelan
makanan. Selain itu, kemiskinan juga menjadi penyebab hipokalemia. Kuantitas dan kualitas
makanan juga menentukan. Peningkatan ekskresi potassium yang sering disertai oleh intake yang
kurang menjadi penyebab tersering pencetus hipokalemia.3 Peningkatan ekskresi kalium dapat
terjadi sebagai akibat dari penggunaan mineralokortikoid, stenosis arteri renalis, obat diuretic,
kehilangan cairan melalui gastrointestinal, obat-obatan, dan kelainan genetic. Kehilangan kalium
melalui gastrointestinal dapat terjadi melalui muntah, diare, atau gangguan penyerapan pada usus
halus.
Epidemiologi
Frekuensi dari kejadian hipokalemia sangat sulit untuk di estimasi. Namun, kira-kira <
1% orang yang tidak sedang menerima pengobatan memiliki kadar kalium serum kurang dari 3
mEq/L. intake kalium dipengaruhi oleh umur, gender, latar belakang etnik, dan status
sosialekonomi. Lebih dari 21 % orang-orang yang dirawat di rumah sakit memiliki kadar kalium
serum < 3 mEq/L. orang kulit hitam dan wanita lebih rentan untuk terkena hipokalemia. Orangorang dengan gagal jantung kronik atau sindroma nefrotik juga lebih rentan terkena hipokalemia.
Selain itu, orang-orang yang memiliki eating disorder, AIDS, alcoholism juga lebih sering
terkena hipokalemia. Frekuensi kejadian hipokalemia meningkat sejalan dengan bertambahnya
usia karena peningkatan penggunaan diuretic dan makanan yang mengandung rendah kalium.4
Bayi dan anak-anak lebih rentan terkena infeksi virus gastrointestinal misalnya diare dan hal
tersebut meningkatkan risiko terjadinya hipokalemia karena akan terjadi kehilangan cairan dalam
7

jumlah besar dan kehilangan elektrolit tubuh dari gastrointestinal. Risiko ini lebih tinggi pada
anak kecil daripada orangtua. Hipokalemia dikaitkan dengan morbiditas dan mortilitas yang
tinggi karena komplikasi yang paling ditakutkan yaitu aritmia jantung atau kematian mendadak.
Orang-orang dengan hipokalemia memiliki masalah kesehatan komplikasi.
Patofisiologi
Intake kalium per hari adalah sebanyak 1 mEq/L/hari. 90 % akan di ekskresi melalui
ginjal dan 10 % akan di ekskresi melalui usus. Homeostasis kalium di pelihara melalui regulasi
ekskresi ginjal. Bagian yang paling penting adalah duktus kolektivus dimana disana ada reseptor
aldosteron. Ekskresi potassium di ginjal dipengaruhi oleh aldosteron, aliran sodium atau natrium
yang tinggi ke duktus kolektivus, urine flow yang tinggi, level kalium serum yang tinggi dan
bikarbonat. Apabila intake kalium tinggi, maka ekskresi kalium dan ginjal juga akan meningkat.
Ginjal mengekskresi kalium sebanyak 10-15 mEq per hari. Apabila pasien ada gagal ginjal,
makan ekskresi kalium akan meningkat melalui usus. Kolon yang berperan penting dalam
ekskresi kalium. Kalium merupakan kation penting di intrasel. Maka dari itu, kalium serum
merupakan indicator yang kurang akurat untuk menilai kadar kalium di dalam tubuh.5
Manifestasi klinis

Kelemahan, fatigue
Kram otot
Poliuria
Palpitasi
Psikologik

Penatalaksanaan

Mencegah kehilangan kalium


Peningkatan asupan kalium
Evaluasi toksisitas yang terjadi akibat hipokalemia
Menentukan faktor penyebab untuk mencegah kejadian berulang

Biasanya kalium klorida diberikan secara oral bagi pasien yang mengalami peningkatan eksresi
kalium sehingga kadar kalium di dalam tubuh harus dijaga dengan baik. ACE inhibitors dapat
menghambat ekskresi kalium di ginjal. Namun pada kasus ini, yang terpenting ialah bahwa kita
8

harus mengatasi penyakit yang mendasari yaitu diare dan muntah sehingga peningkatan ekskresi
kalium di usus tidak lagi terjadi.6
Komplikasi
a) Komplikasi kardiovaskular
Hipokalemia memiliki komplikasi yang luas sehingga banyak organ dalam tubuh yang
dapat dipengaruhi oleh hipokalemia. Komplikasi kardiovaskular merupakan hal yang
paling pentingdiperhatikan karena dapat menimbulkan kematian. Hipokalemia dapat
menyebabkan aritmia atrial dan ventricular namun yang menjadi perhatian adalah aritmia
ventricular. Terlebih lagipada pasien dengan congestive heart failure, ischemic
heartdisease , pasien yang mendapat terapi hiperglikemia, pasien yang mendapat terapi
digitalis dan juga conn syndrome.
b) Komplikasi musculoskeletal
Kelemahan otot, depresi reflex tendon, dan paralisis flasid juga merupakan akibat dari
hipokalemia yang akan memperburuk keadaan pasien.
c) Komplikasi renal
Abnormalitas dari fungsi ginjal dapat menyertai hipokalemia akut maupun kronik. Hal
yang dapat terjadi adalah nephrogenic diabetes insipidus yang nantinya akan
menimbulkan alkalosis metabolic.
d) Komplikasi gastrointestinal
Hipokalemia menyebabkan pergerakan usus berkurang yang nantinya dapat menjadi ileus
paralitik. Apabila keadaan terus berlangsung, hal ini juga dapat menyebabkan
ensefalopati hepatic atau sirosis hati.
e) Komplikasi metabolic
Keadaan hipokalemia dapat mempengaruhi regulasi glukosa melalui penurunan
pelepasan insulin dan sesitivitas insulin peripheral akan berkurang.7

Penatalaksanaan
1. Pemberian K melalui oral atau Intravena untuk penderita berat.
2. Pemberian kalium lebih disenangi dalam bentuk oral karena lebih mudah.
3. Pemberian 40-60 mEq dapat menaikkan kadar kalium sebesar 1-1,5 mEq/L, sedangkan
pemberian 135-160 mEq dapat menaikkan kadar kalium sebesar 2,5-3,5 mEq/L. Bila ada

intoksikasi digitalis, aritmia, atau kadar K serum Bila kadar kalium dalam serum > 3
mEq/L, koreksi K cukup per oral.
4. Monitor kadar kalium tiap 2-4 jam untuk menghindari hiperkalemia terutama pada
pemberian secara intravena.
5. Pemberian K intravena dalam bentuk larutan KCl disarankan melalui vena yang besar
dengan kecepatan 10-20 mEq/jam, kecuali disertai aritmia atau kelumpuhan otot
pernafasan, diberikan dengan kecepatan 40-100 mEq/jam. KCl dilarutkan sebanyak 20
mEq dalam 100 cc NaCl isotonik.
6. Acetazolamide untuk mencegah serangan.
7. Triamterene atau spironolactone apabila acetazolamide tidak memberikan efek pada
orang tertentu.
Jumlah Kalium
Walaupun perhitungan jumlah kalium yang dibutuhkan untuk mengganti kehilangan tidak
rumit, tidak ada rumus baku untuk menghitung jumlah kalium yang dibutuhkan pasien. Namun,
40100 mmol K+ suplemen biasa diberikan pada hipokalemia moderat dan berat.
Kecepatan Pemberian Kalium Intravena
Kecepatan pemberian tidak boleh dikacaukan dengan dosis. Jika kadar serum > 2 mEq/L,
maka kecepatan lazim pemberian kalium adalah 10 mEq/jam dan maksimal 20 mEq/jam untuk
mencegah terjadinya hiperkalemia. Pada anak, 0,51 mEq/kg/dosis dalam 1 jam. Dosis tidak
boleh melebihi dosis maksimum dewasa.
Kalium iv
KCl sebaiknya diberikan iv jika pasien tidak bisa makan dan mengalami hipokalemia
berat.
Secara umum, jangan tambahkan KCl ke dalam botol infus.Gunakan sediaan siap-pakai
dari pabrik. Pada koreksi hipokalemia berat (< 2 mmol/L), sebaiknya gunakan NaCl, bukan
dekstrosa. Pemberian dekstrosa bisa menyebabkan penurunan sementara K+ serum sebesar 0,2
1,4 mmol/L karena stimulasi pelepasan insulin oleh glukosa.

10

Tidak selamanya diare itu buruk.Sebenarnya diare adalah mekanisme tubuh untuk
mengeluarkan racun dari dalam tubuh. Racun yang dihasilkan oleh virus, bakteri, parasit dan
sebagainya akan dibuang keluar bersama dengan tinja yang encer.
Kehilangan cairan tubuh yang mengandung elektrolit penting adalah penyebab kematian
pada penderita diare.Kondisi yang disebut dehidrasi ini berbahaya karena dapat menimbulkan
gangguan irama jantung dan menurunkan kesadaran pasien. Jangan anggap remeh, kalau tidak
diatasi bisa menimbulkan kematian, jelas dr. Ari Fahrial Syam, Sp.PD, KGEH, MMB
Sebagian besar diare akut (diare mendadak) pada anak dapat disembuhkan hanya dengan
pemberian cairan dan meneruskan pemberian makanan saja.Oleh sebab itu, inti dari pengobatan
diare adalah memberikan cairan untuk menghindari terjadi dehidrasi.
Prinsip pengobatan diare adalah mencegah dehidrasi dengan pemberian oralit
(rehidrasi) dan mengatasi penyebab diare, ungkap dr. Ari Fahrial Syam, Sp.PD, KGEH,
MMB. Diare dapat disebabkan oleh banyak faktor seperti salah makan, bakteri, parasit, sampai
radang.Pengobatan yang diberikan harus disesuaikan dengan klinis pasien.
Obat diare dibagi menjadi tiga, pertama kemoterapeutika yang memberantas penyebab
diare .seperti bakteri atau parasit, obstipansia untuk menghilangkan gejala diare dan spasmolitik
yang membantu menghilangkan kejang perut yang tidak menyenangkan.
Sebaiknya jangan mengkonsumsi golongan kemoterapeutika tanpa resep dokter. Dokter
akan menentukan obat yang disesuaikan dengan penyebab diarenya misal bakteri, parasit.
Pemberian kemoterapeutika memiliki efek samping dan sebaiknya diminum sesuai
petunjuk dokter
Sebenarnya usus besar tidak hanya mengeluarkan air secara berlebihan tapi juga
elektrolit.Kehilangan cairan dan elektrolit melalui diare ini kemudian dapat menimbulkan
dehidrasi.Dehidrasi inilah yang mengancam jiwa penderita diare.
Penggolongan Obat Diare5

11

Kemoterapeutika untuk terapi kausal yaitu memberantas bakteri penyebab diare seperti
antibiotika, sulfonamide, kinolon dan furazolidon.
1. Racecordil
2. Loperamide
Loperamide merupakan golongan opioid yang bekerja dengan cara memperlambat
motilitas saluran cerna dengan mempengaruhi otot sirkuler dan longitudinal usus.
Obat diare ini berikatan dengan reseptor opioid sehingga diduga efek
konstipasinya diakibatkan oleh ikatan loperamid dengan reseptor tersebut. Efek
samping yang sering dijumpai adalah kolik abdomen (luka di bagian perut),
sedangkan toleransi terhadap efek konstipasi jarang sekali terjadi.
3. Nifuroxazide
4. Dioctahedral

smectite

Dioctahedral smectite (DS), suatu aluminosilikat nonsistemik berstruktur filitik,


secara in vitro telah terbukti dapat melindungi barrier mukosa usus dan menyerap
toksin, bakteri, serta rotavirus. Smectite mengubah sifat fisik mukus lambung dan
melawan mukolisis yang diakibatkan oleh bakteri. Zat ini juga dapat memulihkan
integritas mukosa usus seperti yang terlihat dari normalisasi rasio laktulosemanitol urin pada anak dengan diare akut.
Obstipansia untuk terapi simtomatis (menghilangkan gejala) yang dapat menghentikan
diare dengan beberapa cara:
1. Zat penekan peristaltik, sehingga memberikan lebih banyak waktu untuk resorpsi
air dan elektrolit oleh mukosa usus seperti derivat petidin (difenoksilatdan
loperamida), antokolinergik (atropine, ekstrak belladonna)
2. Adstringensia yang menciutkan selaput lendir usus, misalnya asam samak (tannin)
dan tannalbumin, garam-garam bismuth dan alumunium.
3. Adsorbensia, misalnya karbo adsorben yanga pada permukaannya dapat
menyerap (adsorpsi) zat-zat beracun (toksin) yang dihasilkan oleh bakteri atau
yang adakalanya berasal dari makanan (udang, ikan). Termasuk di sini adalah juga
musilago zat-zat lendir yang menutupi selaput lendir usus dan luka-lukanya
12

dengan suatu lapisan pelindung seperti kaolin, pektin (suatu karbohidrat yang
terdapat antara lain sdalam buah apel) dan garam-garam bismuth serta
alumunium.
Spasmolitik, yakni zat-zat yang dapat melepaskan kejang-kejang otot yang seringkali
mengakibatkan nyeri perut pada diare antara lain papaverin dan oksifenonium.

Prognosis
Prognosis pada pasien dengan kasus di scenario 4 sangat baik apabila dokter dapat
mengatasi penyakit penyebab kehilangan kalium yaitu diare dan muntah. Selain itu, dokter juga
perlu mengevaluasi apakah pasien sudah mengalami komplikasi pada organ tubuh yang lain.
Dokter juga perlu mengedukasi pasien untuk beristirahat dan menjalani pengobatan dengan
patuh serta menjaga makanannya sehingga kejadian tersebut tidak terulang lagi.

Kesimpulan
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan dengan gejalaa klinis, hipotesis diterima. Wanita 30
tahun tersebut menderita hipokalemi et causa diare cair akut. Tepatnya penanganan pada pasien
hipokalemia. Tepatnya penanganan dan penatalaksanaan pada hipokalemia sangat menentukan
prognosis, mengingat masalah yang komplit yang dapat terjadi pada pasien. Hipokalemia dapat
menimbulkan kematian yang diakibatkan karena kesalahan pengobatan dan penangan pasien.
Oleh karena itu dokter harus memiliki keterampilan dan pengetahuan konsep dasar perjalan
penyakit ini dengan baik agar dapat menentukan diagnosa yang tepat.
Daftar Pustaka
1. Greenlee M, Wingo CS, McDonough AA, Youn JH, Kone BC. Narrative revies: evolving
concepts in potassium homeostasis and hypokalemia. Ann InternMed. May 2009; 150:
619-625.
2. Sediono H, Iskandar I, Halim SL, santoso R. Sinsanta. Patologi klinik urinalisis. Jakarta:
Biro Publikasi Fakultas Kedokteran UKRIDA;2009.h.24-5.
13

3. Born-Frontsberg E, Reincke M, Rump LC, et al. Cardiovascular and cerebrovascular


comorbidities of hypokalemic and normokalemic primaryaldosteronism: results of the
German ConnsRegistry . J Clin EndocrinolMeta b. Apr 2009; 94(4): 1125-30.
4. Greenfeld D, Mickley D, Quinlan DM, Roloff P. Hypokalemia in outpatients with eating
disorders. Am J Pyschiatry. Jan 1995; 152(1): 60-3.
5. Lamberts SW, Poldermans D, Zweens M, De Jong FH. Familial cortisol resistance:
differential diagnosic and therapeutic aspects. J Clin Endocrinol Metab. Dec 1986;62(6):
1328-33.
6. West ML, Marsden PA, Richardson RM, et al. New clinical approach to evaluate
disorders of potassium excretions. Miner Electrolyte Metab. 1986; 12(4): 234-8.
7. Moser M. Diuretics and cardiovascular risk factors. Eur Heart J. Dec 1992; 13 Suppl G:
72-80.

14

Anda mungkin juga menyukai