Anda di halaman 1dari 40

BAB 1

PENDAHULUAN
Morbili, disebut juga measles atau campak, merupakan penyakit infeksi
viral yang sangat menular dan sering terjadi pada anak-anak. Penyakit ini juga
termasuk salah satu penyebab kematian terbesar pada anak. Sejak diadakannya
program imunisasi, insidensi morbili telah menurun, tetapi akhir-akhir ini kembali
meningkat.1-3
Virus penyebab campak, Morbillivirus, merupakan virus RNA yang
tergolong dekat dengan virus mumps, parainfluenza, dan syncytial respiratoir
(RSV).2 Walaupun memiliki waktu hidup yang singkat, yaitu 2 jam, virus ini akan
cepat menyebar karena bereplikasi di epitelium saluran napas dan menyebar
melalui droplet. Secara klinik, campak dibagi menjadi fase inkubasi, stadium
prodromal, stadium eksantematosa, dan stadium resolusi. 1, 5-6
Diagnosis campak mengutamakan gejala dan tanda klinik, meskipun
pemeriksaan lebih lanjut seperti darah rutin, IgM, dan ELISA dapat dilakukan.
Dengan tatalaksana yang adekuat pemberian vitamin A dan tatalaksana suportif
sesuai kebutuhan campak memiliki prognosis yang baik dan akan mengalami
pemulihan sendiri (self-limiting). Kematian 1 3% pada campak biasanya
disebabkan oleh komplikasi seperti bronkopneumonia.4
Bronkopneumonia, peradangan pada parenkhim paru yang menyebabkan
demam dengan batuk dan sesak napas, merupakan penyebab kematian tersering
pada anak. Diperkirakan seperlima dari seluruh kematian pada balita disebabkan
oleh bronkopneumonia.4 Agen infeksi yang sangat beragam dan resistensi setiap
agen telah menjadi penyulit pengobatan bronkopneumonia.
Dalam laporan kasus ini, dilaporkan kasus anak laki-laki berusia 2 tahun 2
bulan yang menderita morbili dengan komplikasi bronkopneumonia. Penulis
tertarik untuk membahas kasus ini karena keduanya merupakan penyakit dengan
mortalitas tinggi dan sering terjadi di Indonesia. Selamat membaca.

BAB 2
STATUS PASIEN

2.1 IDENTIFIKASI
Nama
Umur/ Tanggal Lahir
Jenis Kelamin
Berat badan
Panjang badan
Agama
Bangsa
Alamat
MRS
Rekam Medis
I.

: MAF
: 2 tahun 2 bulan / 1 Agustus 2014
: Laki-laki
: 14 Kg
: 91 cm
: Islam
: Indonesia
: Jl. SH Wardoyo No. 37, Kelurahan 7 Ulu,
Palembang, Sumatera Selatan
: 16 Oktober 2016
: 52.61.35

ANAMNESIS
Tanggal

: 19 Oktober 2016, pukul 15.00 WIB

Diberikan Oleh

: Ibu kandung (Alloanamnesis)

A. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


1. Keluhan utama
: Sesak
2. Keluhan tambahan : Demam, ruam
3. Riwayat Perjalanan Penyakit
Sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, penderita mengalami demam
tinggi, terus-menerus, tidak disertai menggigil dan kejang. Ibu penderita
mengeluhkan demam disertai batuk berdahak (+), warna dahak putih dan pilek
namun tidak disertai sesak. Mata merah dan berair (+), silau bila terkena
cahaya (+), nyeri kepala (-), nyeri sendi/ otot (-), mual (-), muntah (-), nyeri
menelan (-), ruam (-), nafsu makan menurun (-). BAB dan BAK tidak ada
keluhan. Penderita dibawa berobat ke dokter dan diberi obat penurun panas
serta antibiotik, keluhan berkurang namun demam timbul kembali.
Sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, keluhan batuk berdahak (+)
warna dahak putih semakin bertambah parah disertai pilek tanpa adanya sesak.
Ibu penderita juga mengatakan timbul ruam yang pertama kali terlihat di

belakang telinga penderita kemudian ruam meluas ke wajah, leher, dada dan
perut disertai demam (+) tinggi yang terjadi terus-menerus, semakin lama
ruam timbul semakin banyak. Ruam tidak bersisik, tidak menonjol, dan tidak
terasa gatal. Mata terlihat kemerahan dan berair (+), silau bila terkena cahaya
(+). BAB dan BAK tidak ada keluhan. Penderita tidak dibawa berobat.
Sekitar 3 jam sebelum masuk rumah sakit, penderita mengalami sesak.
ruam sudah meluas hingga ke paha, kadang terasa gatal. Penderita dibawa ke
IGD RSUD Palembang BARI.
B. RIWAYAT SEBELUM MASUK RUMAH SAKIT
1. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat sakit dengan keluhan yang sama sebelumnya disangkal.
2. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat sakit dengan keluhan yang sama sebelumnya disangkal.
3. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Antenatal care

: 4 kali ke dokter umum, 8 kali di bidan

Obat selama hamil

: (-)

GPA

: P2A0

Masa kehamilan

: Aterm

Partus

: Spontan

Penolong

: Bidan

Tanggal

: 1 Agustus 2014

Berat badan lahir

: 2900 gram

Panjang badan lahir

: 48 cm

Lingkar kepala

: Ibu penderita lupa

Keadaaan saat lahir

: Langsung menangis

4. Riwayat Makanan
ASI

: Mendapa ASI ekslusif, frekuensi 8-12 kali/hari, diteruskan


hingga 12 bulan

Susu formula : 6 bulan-sekarang, frekuensi 2-3 kali/hari


Bubur susu

: 6-12 bulan, frekuensi 3 kali/hari


3

Bubur nasi

: 8-12 bulan, frekuensi 3 kali/hari

Nasi biasa

: 12 bulan-sekarang, frekuensi 3 kali/hari, 2 centong nasi


dengan lauk-pauk yang bervariasi (tahu, tempe, telur,
daging, sayur). Setiap makan habis.

Daging

: (+) Ayam, ikan

Tempe

: (+)

Tahu

: (+)

Sayuran

: (+)

Buah

: (+)

Kesan

: Cukup

Kualitas

: Baik

5. Riwayat Imunisasi
IMUNISASI DASAR
Hepatitis B 0 (setelah anak lahir)
BCG
(1 bulan)
DPT 1
(2 bulan) DPT 2
(3 bulan)
Hepatitis B 1 (2 bulan) Hepatitis B 2 (3 bulan)
Hib 1
(2 bulan) Hib 2
(3 bulan)
Polio 1
(1 bulan) Polio 2
(2 bulan)
Campak
(-)

DPT 3
Hepatitis B 3
Hib 3
Polio 3
Polio 4

(4 bulan)
(4 bulan)
(4 bulan)
(3 bulan)
(4 bulan)

Kesan : Imunisasi dasar tidak lengkap

6. Riwayat Perkembangan Fisik


Berbalik

: 3 bulan

Tengkurap

: 5 bulan

Merangkak

: 6 bulan

Duduk

: 8 bulan

Berdiri

: 11 bulan

Berjalan

: 13 bulan

Berbicara

: 15 bulan

Kesan

: Perkembangan fisik dalam batas normal

1. Jika anda sedang melakukan pekerjaan rumah


tangga, apakah anak meniru apa yang anda
lakukan?
2. Apakah anak dapat meletakkan 1 buah kubus di atas
kubus yang lain tanpa menjatuhkan kubus itu?
Kubus yang digunakan ukuran 2.5 5 cm
3. Apakah anak dapat mengucapkan paling sedikit 3
kata yang mempunyai arti selain "papa" dan
"mama"?
4. Apakah anak dapat berjalan mundur 5 langkah atau
lebih tanpa kehilangan keseimbangan? (Anda
mungkin dapat melihatnya ketika anak menarik
mainannya)
5. Dapatkah anak melepas pakaiannya seperti: baju,
rok, atau celananya? (topi dan kaos kaki tidak ikut
dinilai).
6. Dapatkah anak berjalan naik tangga sendiri? Jawab
YA jika ia naik tangga dengan posisi tegak atau
berpegangan pada dinding atau pegangan tangga.
Jawab TIDAK jika ia naik Gerak Kasar Ya Tidak
tangga dengan merangkak atau anda tidak
membolehkan anak naik tangga atau anak harus
berpegangan pada seseorang.
7. Tanpa bimbingan, petunjuk atau bantuan anda,

Sosialisasi &
Kemandirian

Ya

Tidak

Gerak Halus

Ya

Bicara &
bahasa

Ya

Gerak Kasar

Ya

Tidak

Gerak Halus,
Sosialisasi &
Kemandirian
Gerak Kasar

Ya

Tidak

Ya

Tidak

Bicara &

Ya

Tidak

Tidak
Tidak

dapatkah anak menunjuk dengan benar paling


Bahasa
sedikit satu bagian badannya (rambut, mata, hidung,
mulut, atau bagian badan yang lain)?
8. Dapatkah anak makan nasi sendiri tanpa banyak Sosialisasi &
Ya
tumpah?
Kemandirian
9. Dapatkah anak membantu memungut mainannya
Bicara &
Ya
sendiri atau membantu mengangkat piring jika
Bahasa
diminta?
10. Dapatkah anak menendang bola kecil (sebesar bola Gerak Kasar
Ya
tenis) ke depan tanpa berpegangan pada apapun?
Mendorong tidak ikut dinilai
Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP) anak usia 24 bulan

Tidak
Tidak
Tidak

Kesan:
Jumlah jawaban Ya adalah 10, perkembangan anak sesuai umur (S).
CEKLIS DETEKSI DINI AUTIS PADA ANAK UMUR 18-36 BULAN
CHAT (Checklist for Autism in Toddlers)

A
1
2
3
4
5

6
7
8
9
B
1
2

Aloanamnesis
Apakah anak senang diayun-ayun atau diguncang-guncang naik
turun (bounched) di paha anda?
Apakah anak tertarik (memperhatikan) anak lain?
Apakah anak suka memanjat-manjat, seperti memanjat tangga?
Apakah anak suka bermain ciluk ba, petak umpet?
Apakah anak pernah bermain seolah-olah membuat secangkir
teh menggunakan mainan berbentuk cangkir dan teko atau
permainan lain?
Apakah anak pernah menunjuk atau meminta sesuatu dengan
menunjukkan jari?
Apakah anak pernah menggunakan jari untuk menunjuk ke
sesuatu agar anda melihat ke sana?
Apakah anak dapat bermain dengan mainan yang kecil (mobil
atau kubus)
Apakah anak pernah memberikan suatu benda untuk
menunjukkan sesuatu?
Pengamatan
Selama pemeriksaan apakah anak menatap (kontak mata)
dengan pemeriksa?
Usahakan menarik perhatian anak, kemudian pemeriksa
menunjuk sesuatu di ruangan pemeriksaan sambil mengatakan :

YA

TIDAK

YA

TIDAK

Lihat itu ada bola (atau mainan lain)


Perhatikan mata anak, apakah ia melihat ke benda yang ditunjuk,
bukan melihat tangan pemeriksa.
Usahakan menarik perhatian anak, berikan mainan gelas/cangkir
dan teko. Katakan pada anak : Buatkan secangkir susu buat
mama!
Tanyakan pada anak : Tunjukkan mana gelas ! (Gelas dapat
diganti dengan nama benda lain yang dikenal anak dan ada
disekitar kita). Apakah anak menunjukkan benda tersebut
dengan jarinya? Atau sambil menatap wajah anda ketika
menunjuk ke sesuatu benda.
Apakah anak dapat menumpuk beberapa kubus/balok menjadi
suatu menara?

Kesan: Anak dalam batas normal


7. Riwayat Sosial Ekonomi
Ayah penderita berusia 32 tahun dan ibu 28 tahun. Ayah berpendidikan
SMA dan bekerja sebagai pedagang kelontong, penghasilan Rp
2.500.000,00 per bulan. Ibu berpendidikan SMP dan bekerja sebagai ibu
rumah tangga. Penderita tinggal di lingkungan yang padat penduduk.
Kesan: Sosial-ekonomi menengah ke bawah.
.
II. PEMERIKSAAN FISIK

A. PEMERIKSAAN FISIK UMUM


Keadaan Umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Compos mentis

Tekanan darah

: 90/60 mmHg

Nadi

: 121 kali/menit, isi dan tegangan cukup

Respirasi

: 28 kali/menit, reguler

Tipe respirasi

: Thorako-abdominal

Suhu

: 38,3oC

BB

: 14 kg (0 2 SD) Normal

TB

: 91 cm (0 2 SD) Normal

BB/TB

: 0 1 SD Normal

Kesan

: Status gizi baik

B. PEMERIKSAAN KHUSUS
Kepala
Wajah

Makula

lentikuler-numuler

sirkumskripta

diskret

sebagian konfluens

Mata

Konjungtiva anaemis (-), sklera ikterik (-), pupil


isokor,bulat, refleks cahaya (+/+), diameter 3 mm

Telinga

Dismorfik (-), cairan (-)

Mulut

Mukosa bibir pucat (-), sianosis (-), bercak Koplik (-)

Lidah

Atrophi papilla (-), hiperaemi (-)

Faring/tonsil

Dinding faring hiperaemi (-), T1 T1

Leher

Massa (-), KGB membesar (-)

Thoraks
Makula lentikuler-numuler sirkumskripta diskret sebagian konfluens
Pulmo
Inspeksi

Statis-dinamis

simetris,

retraksi

(+)

interkostal,

pernapasan thorako-abdominal
Palpasi

Taktil vokal fremitus kanan = kiri

Perkusi

Sonor/sonor, nyeri ketuk (-)

Auskultasi

Vesikuler normal, ronkhi (+) basah halus-nyaring di


kedua lapangan paru, wheezing (-)

Cor
Inspeksi

Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi

Ictus cordis tidak teraba

Perkusi

Jantung dalam batas normal

Auskultasi

Bunyi jantung I - II (normal), reguler, murmur (-),


gallop (-)

Abdomen
Inspeksi

Datar, dismorfik (-), massa (-), makula lentikulernumuler, sirkumskripta, diskret sebagian konfluens

Palpasi

Lemas, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)

Perkusi

Timpani, ascites (-)

Auskultasi

Bising usus (+) 4 kali/menit

Ekstremitas
Akral hangat, deformitas (-), oedema (-), sianosis (-), CRT < 3 detik.

10

Regio brakhii dekstra et sinistra, antebrakhii dekstra et sinistra, femoral


dekstra et sinistra, kruris dekstra et sinistra: makula lentikuler numuler
sirkumskripta, diskret sebagian konfluens
Lipat paha dan genitalia
Pembesaran KGB (-), jenis kelamin laki-laki, phimosis (-)
Pemeriksaan Neurologi
Fungsi Motorik
Pemeriksaan
Gerakan
Kekuatan
Tonus
Klonus
Refleks fisiologis
Refleks patologis

Tungkai
Kanan
Segala arah
5
Eutoni
+N
-

Kiri
Segala arah
5
Eutoni
+N
-

Fungsi sensorik

: Dalam batas normal

Nervi kraniales

: Dalam batas normal

GRM

Lengan
Kanan
Segala arah
5
Eutoni
+N
-

Kiri
Segala arah
5
Eutoni
+N
-

: Kaku kuduk (-)

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium (Tanggal 17 Oktober 2016)
Jenis Pemeriksaan
Hemoglobin
Leukosit
Hematokrit

Hasil
11
9,6 x 103
34

Nilai Rujukan
12-14 g/dl
5-10x103/ul
37-43 %

11

Trombosit
Basofil

378x103
0

150-400x103/ul
0-1 %

Eosinofil

1-3 %

Batang

2-6 %

Segmen

61

50-70 %

Limfosit

32

20-40 %

Monosit

2-8 %

D. RESUME
Penderita MAF, laki-laki, lahir pada 1 Agustus 2014 (usia sekarang 2
tahun 2 bulan) datang dengan keluhan utama sesak dan keluhan tambahan
demam dan ruam. Sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, penderita
mengalami demam tinggi, terus-menerus, Keluhan demam disertai batuk
berdahak (+), warna dahak putih dan pilek. Mata merah dan berair (+), silau
bila terkena cahaya (+). Penderita dibawa berobat ke dokter dan diberi obat
penurun panas serta antibiotik, keluhan berkurang namun demam timbul
kembali.
Sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, penderita mengalami demam,
batuk berdahak (+), warna dahak putih yang semakin bertambah disertai pilek.
Timbul ruam yang awalnya terdapat di belakang telinga penderita kemudian
ruam meluas ke wajah, leher, dada dan perut disertai demam (+) tinggi yang
terjadi terus-menerus, semakin lama ruam timbul semakin banyak. Ruam tidak
bersisik, tidak menonjol, dan tidak terasa gatal. Mata terlihat kemerahan dan
berair (+), silau bila terkena cahaya (+). Sekitar 3 jam sebelum masuk
rumah sakit, penderita mengalami sesak. ruam sudah meluas hingga ke paha,
kadang terasa gatal. Penderita dibawa ke IGD RSUD Palembang BARI.
Riwayat kehamilan dan kelahiran normal, riwayat makanan baik, riwayat
imunisasi dasar tidak lengkap yaitu imunisasi campak tidak dilakukan, riwayat
perkembangan fisik dalam batas normal, pada pemeriksaan perkembangan
anak menggunakan KPSP didapatkan hasil perkembangan anak sesuai umur,
begitu juga pada deteksi dini autis pada anak menggunakan CHAT
mendapatkan hasil dalam batas normal, riwayat sosial-ekonomi tinggal di
daerah yang padat penduduk.
12

Pada pemeriksaan fisik, anak subfebril dengan rhonkhi basah halusnyaring, ruam makulopapuler universal sirkumskripta diskret sebagian
konfluens. Pemeriksaan laboratorium darah rutin menunjukkan kesan anemia
minimal.

I. DAFTAR MASALAH
1. Ruam
2. Subfebril
3. Rhonkhi basah halus nyaring
II.DIAGNOSIS BANDING
1.
Morbili + bronkopneumonia
2.
Rubella + bronkopneumonia
3.
Demam skarlatina + bronkopneumonia
III.

DIAGNOSIS KERJA
Morbili + bronkopneumonia

IV. PENATALAKSANAAN
a.
Terapi farmakologi
Intravena fluid drip Dekstrosa 5% normal salin 1200 mL/hari,

ekuivalen dengan guttae no. XIV/menit


Vitamin A 200 000 IU (2 ampul) selama 2 hari, rencana terapi ketiga

pada hari ke-XIV


Injeksi Ampicillin 3 x 500 mg selama 7 hari
Injeksi Gentamicin 2 x 30 mg selama 7 hari
Paracetamol syr 3 x cth pro re nata
b.
Terapi non-farmakologi
Rawat isolasi
Oksigen nasal 1 liter/menit
Rencana Rntgen thoraks
Diet nasi biasa 1250 kkal
c.
Monitoring
Klinis dan laboratorium
d. Edukasi
Tirah baring
Menjelaskan mengenai penyakit campak dan masa penularan campak
V. PROGNOSIS
a. Quo ad vitam
b. Quo ad functionem
c. Quo ad sanationem

: Bonam
: Bonam
: Bonam

13

FOLLOW-UP
Tanggal
Catatan Perkembangan
18/10
S: Demam (+) perbaikan, batuk (+)

Instruksi Terapi (P)


IVFD D5% NS gtt No.

2016

XVI/menit

O: KU tampak sakit sedang


o

HR 121/menit, RR 30/menit, suhu 36,8 C

Paracetamol syrup 3 x 1

Keadaan Spesifik

cth

Kepala: normocephal, NCH (-), anaemis (-), ikterik (-)

Vitamin A 200.000 IU (II)

Thoraks: simetris, retraksi (-)

O2 nasal 1 liter/menit

Pulmo: vesikuler (+), ronkhi (+/+), wheezing (-)

Injeksi Ampicillin 3 x 500

Cor: BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-)

mg

Abdomen: datar, lemas, bising usus normal

Injeksi Gentamicin 2 x 30

Ekstremitas: akral hangat, CRT < 3 s

mg

20/10

A: Morbili + bronkopneumonia
S: Demam (-), batuk (+)

IVFD D5% NS gtt No.

2016

O: KU tampak sakit sedang

XVI/menit
o

HR 126/menit, RR 32/menit, suhu 36,7 C

Paracetamol syrup 3 x 1

Keadaan Spesifik

cth

Kepala: normocephal, NCH (-), anaemik (-), ikterik (-)

O2 nasal 1 liter/menit

Thoraks: simetris, retraksi (-)

Injeksi Ampicillin 3 x 500

Pulmo: vesikuler (+), ronkhi (+/+), wheezing (-)

mg

14

Cor: BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-)

Injeksi Gentamicin 2 x 30

Abdomen: datar, lemas, bising usus normal

mg

Ekstremitas: akral hangat, CRT < 3 s


21/10
2016

A: Morbili + bronkopneumonia
S: Demam (-), batuk (+) perbaikan

IVFD D5% NS gtt No.

O: KU tampak sakit sedang

XVI/menit

HR 123/menit, RR 28/menit, suhu 36,6oC

Paracetamol syrup 3 x 1

Keadaan Spesifik

cth

Kepala: normocephal, NCH (-), anaemik (-), ikterik (-)

O2 nasal 1 liter/menit

Thoraks: simetris, retraksi (-)

Injeksi Ampicillin 3 x 500

Pulmo: vesikuler (+), ronkhi (+/+), wheezing (-)

mg

Cor: BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-)

Injeksi Gentamicin 2 x 30

Abdomen: datar, lemas, bising usus normal

mg

Ekstremitas: akral hangat, CRT < 3 s

Rencana

A: Morbili + bronkopneumonia

pulang:

pulang,

obat

Amoxicillin 3 x 2 cth
Ambroxol 3 x cth

BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. CAMPAK
3.1.1. Definisi
Campak adalah infeksi menular yang disebabkan oleh Morbilli virus.1
3.1.2. Epidemiologi
Penyakit campak bersifat endemik di seluruh dunia, pada tahun 2013
terjadi 145.700 kematian yang disebabkan oleh campak di seluruh dunia (berkisar
400 kematian setiap hari atau 16 kematian setiap jam) pada sebagian besar anak
kurang dari 5 tahun.2

15

Gambar 1. Jumlah kasus campak, frekuensi KLB campak, jumlah kasus pada
KLB campak tahun 2011 sampai dengan 2014 di Indonesia.4
Berdasarkan laporan Dirjen PP dan PL Depkes RI tahun 2014, masih
banyakasus campak di Indonesia yang dilaporkan mencapai 12.222 kasus.
Frekuensi KLB sebanyak 173 kejadian dengan 2.104 kasus. Sebagian besar kasus
campak adalah anak-anak usia pra-sekolah dan usia SD. Selama periode 4 tahun,
kasus campak lebih banyak terjadi pada kelompok umur 5 9 tahun (3491) dan
pada kelompok 1 4 tahun (3383 kasus).3

3.1.3. Etiologi
Campak adalah penyakit virus akut yang disebabkan oleh RNA virus
genus Morbilli virus, famili Paramyxoviridae.4,5,6 Virus ini berasal dari famili
yang sama dengan virus gondongan (mumps), virus parainfluenza, virus
metapneumovirus manusia, dan virus respiratoir sinsitial (RSV).
Virion virus campak berukuran 100 250 nm da mengandung inti RNA
untai singuler yang diselubungi dengan lapisan pelindung lipid. Virus campak
memiliki 6 struktur protein utama.
1. Protein H (Haemagglutinin) berperan penting dalam perlekatan virus ke sel
penderita.
2. Protein F (Fusion) meningkatkan penyebaran virus dari sel ke sel.
3. Protein M (Matriks) di permukaan dalam lapisan pelindung virus berperan
penting dalam penyatuan virus.
4. Protein L (Large) terletak di dalam, bekerja bersama protein L.

16

5. NP (Nukleoprotein) terletak di dalam dan bekerja sebagai pembentuk struktur


nukleokapsid.
6. Protein P (Polimerase phosfoprotein) terletak di dalam. Bersama protein L
bekerja dalam aktivitas polimerase RNA virus.
Karena virus campak dikelilingi lapisan pelindung lipid, maka mudah
dinaktivasi oleh cairan yang melarutkan lipid seperti eter dan kloroform. Selain
itu, virus juga dapat dinaktivasi dengan suhu panas (> 37 oC), suhu dingin (<
20oC), sinar ultraviolet, serta kadar (pH) ekstrem (pH < 5 dan > 10). 5,7 Virus ini
jangka hidupnya pendek (short survival time), yaitu kurang dari 2 jam.8-10
3.1.4. Patofisiologi
Penyebaran infeksi terjadi jika terhirup droplet di udara yang berasal dari
penderita. Virus campak masuk melalui saluran pernapasan dan melekat di sel-sel
epitelial saluran napas. Setelah melekat, virus bereplikasi dan diikuti dengan
penyebaran ke kelenjar limfe regional. Setelah penyebaran ini, terjadi viraemi
primer disusul multiplikasi virus di sistem retikulo-endothelial di limpa, hepar,
dan kelenjar limfe. Multiplikasi virus juga terjadi di tempat awal melekatnya
virus. Pada hari ke-5 sehingga hari ke-7 infeksi, terjadi viraemi sekunder di
seluruh tubuh terutama di kulit dan saluran pernapasan. Pada hari ke-11 hingga
hari ke-14, virus ada di darah, saluran pernapasan, dan organ-organ tubuh lainnya;
2 3 hari kemudian virus mulai berkurang. Selama infeksi, virus bereplikasi di
sel-sel endothelial, sel-sel epitelial, monosit, dan makrofag.
Tabel 1. Patogenesis infeksi campak8
Hari
0

Patogenesis
Virus campak dalam droplet terhirup dan melekat pada permukaan
epitelial nasopharing ataupun konyungtiva. Infeksi terjadi di sel

12
23
35

epitelial dan virus bermultiplikasi.


Infeksi menyebar ke jaringan limfatik regional
Viraemi primer
Virus bermultiplikasi di epitelium saluran napas, virus melekat
pertama kali, juga di sistem retikuloendothelial regional dan

57

kemudian menyebar.
Viraemi sekunder

17

7 11
11 14

Timbul gejala infeksi di kulit dan saluran napas.


Virus terdapat di darah, saluran napas, kulit, dan organ-organ tubuh

15 17

lain.
Viraemi berkurang dan menghilang.

3.1.5. Gambaran Klinis


Masa inkubasi campak berkisar 10 hari (8 12 hari). 7 Gejala kinis terjadi
setelah masa inkubasi, terdiri dari tiga stadium:
Stadium prodromal. Berlangsung kira-kira 3 hari (kisaran 2 4 hari),
ditandai dengan demam yang dapat mencapai 39,5oC 1,1oC. Selain demam,
dapat timbul gejala berupa malaise, coryza (peradangan akut membran mukosa
rongga hidung), konyungtivitis (mata merah), dan batuk. Gejala-gejala saluran
pernapasan menyerupai gejala infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh
virus-virus lain. Konyungtivitis dapat disertai mata berair dan sensitif terhadap
cahaya (fotofobi). Tanda pathognomonik berupa enantema mukosa bukal yang
disebut bercak Koplik yang muncul pada hari ke-2 atau ke-3 demam. 1,5,7 Bercak
ini berbentuk tidak teratur dan kecil berwarna merah terang, di tengahnya
didapatkan noda putih keabuan. Timbulnya bercak Koplik ini hanya sebentar,
kurang lebih 12 jam, yang menyebabkannya sukar terdeteksi dan biasanya luput
saat pemeriksaan klinis.
Stadium

eksantematosa.

Timbul

ruam

makulopapuler

dengan

penyebaran sentrifugal yang dimulai dari batas rambut di belakang telinga,


kemudian menyebar ke wajah, leher, dada, ekstremitas atas, bokong, dan akhirnya
ekstremitas bawah. Ruam ini dapat timbul selama 6 7 hari. Demam umumnya
memuncak (mencapai 40oC) pada hari ke 2-3 setelah munculnya ruam. 1,5,7 Jika
demam menetap setelah hari ke-3 atau ke-4, umumnya mengindikasikan adanya
komplikasi.
Stadium konvalesens (penyembuhan). Setelah 3 4 hari umumnya ruam
berangsur menghilang sesuai dengan pola timbulnya. Ruam kulit menghilang dan
berubah menjadi kecoklatan yang akan menghilang dalam 7 10 hari.1,7,10

18

Gambar 2. Karakter campak11


3.1.6. Diagnosis
Anamnesis berupa demam, batuk, pilek, mata merah, dan ruam yang mlai
timbul dari belakang telinga sampai ke seluruh tubuh. Pemeriksaan fisik berupa
suhu badan tinggi (> 38oC), mata merah, dan ruam makulopapuler.
Pemeriksaan penunjang: pemeriksaan darah berupa leukopenia dan
limfositopenia. Pemeriksaan imunoglobulin M (IgM) campak juga dapat
membantu diagnosis dan biasanya sudah dapat terdeteksi sejak hari pertama dan
ke-2 setelah timbulnya ruam.5-7 IgM campak ini dapat tetap terdeteksi setidaknya
sampai 1 bulan sesudah infeksi.5,6

3.1.7. Diagnosis Banding


Campak harus dibedakan dari beberapa penyakit yang klinisnya juga
berupa ruam makulopapuler. Gejala klinis klasik campak adalah adanya stadium

19

prodromal demam disertai koriza, batuk, konyungtivitis, dan penyebaran ruam


makulopapuler.7,9 Penyakit lain yang menimbulkan ruam yang sama antara lain:9
1. Rubella (campak jerman) dengan gejala lebih ringan tanpa disertai batuk.
2. Roseola infantum dengan gejala batuk ringan dan demam yang mereda ketika
ruam muncul.
3. Parvovirus (penyakit kelima) dengan ruam makulopapuler tanpa stadium
prodromal.
4. Demam skarlatina (scarlet fever) dengan gejala nyeri tengorokan dan demam
tanpa konyungtivitis ataupun koriza.
5. Penyakit Kawasaki dengan gejala demam tinggi, konyungtivitis, dan ruam,
tetapi tidak disertai batuk dan bercak Koplik. Biasanya timbul nyeri dan
pembengkakan sendi yang tidak ada pada campak.

3.1.8. Tatalaksana
Pada campak tapa komplikasi tatalaksana bersifat suportif, berupa tirah
baring, antipiretik (parasetamol 10 15 mg/kg.dosis) dapat diberikan sehingga
setiap 4 jam, cairan yang cukup, suplemen nutrisi, dan vitamin A. 1,10,12 Vitamin A
dapat berfungsi sebagai imunomodulator yang menigkatkan respons antibodi
terhadap virus campak. Pemberian vitamin A dapat menurunkan angka kejadian
komplikasi seperti diare dan pneumonia.5 Vitamin A diberikan satu kali per hari
selama 2 hari dengan dosis sebagai berikut:1,5-7,9,10,12
1.
2.
3.
4.

200.000 IU pada anak umur 12 bulan atau lebih


100.000 IU pada anak umur 6 11 bulan
50.000 IU pada aak kurang dari 6 bulan
Pemberian vitamin A tambahan satu kali dosis tunggal dengan dosis sesuai
umur penderita diberikan antara minggu ke-2 hingga ke-4 pada anak dengan
gejala defisiensi vitamin A.

Pada campak dengan komplikasi otitis media dan/atau pneumonia


bakterial dapat diberi antibiotik.1,7,12 Komplikasi diare diatasi dehidrasinya sesuai
dengan derajat dehidrasinya.10,12
20

3.1.9. Komplikasi
Komplikasi umumnya terjadi pada anak risiko tinggi, yaitu:2,10
1.
2.
3.
4.

Usia muda, terutama di bawah 1 tahun


Malnutrisi (marasmus atau kwasiorkor)
Pemukiman padat penduduk yang lingkungannya kotor
Anak dengan gangguan imunitas, contohnya pada anak terinfeksi B20 (HIV),

malnutrisi, atau keganasan


5. Anak dengan defisiensi vitamin.
Komplikasi dapat terjadi pada berbagai organ tubuh, antara lain:1,5,7-9
1.
2.
3.
4.

Saluran pernapasan: bronkopneumonia, laringotrakeobronkitis (croup)


Saluran pencernaan: diare yang dapa dikuti dengan dehidrasi
Telinga: otitis media
Susunan saraf pusat:
a. Ensefalitis akut: timbul pada 0,01 0,1% kasus campak. Gejala berupa
demam, nyeri kepala, letargi, dan perubahan status mental yang
biasanya muncul antara hari ke-2 sampai hari ke-6 setelah munculnya
ruam. Umumnya self-limited (dapat sembuh sendiri), tetapi pada
sekitar 15% kasus terjadi perburukan yang cepat dalam 24 jam. Gejala
sisa dapat berupa kehilangan pendengaran, gangguan perkembangan,
kelumpuhan, dan kejang berlang.
b. Subakut sklerosis panensefalitis (SSPE). Suatu proses degeneratif
susunan saraf pusat yang disebabkan infeksi persisten virus campak,
timbul beberapa tahun setelah infeksi (umumnya 7 tahun). Penderita
mengalami perubahan tingkah laku, mental retardasi, kejang

mioklonik, dan gangguan motorik.


5. Mata: keratitis
6. Sistemik: septikaemi karena infeksi bakteri seunder.

3.1.10. Prognosis
Campak merupakan self-limiting disease, namun sangat infeksius.
Mortalitas dan morbiditas meningkat pada penderita dengan faktor risiko yang

21

memengaruhi timbulnya komplikasi. Di negara berkembang, kematian mencapai


1 3%, dapat meningkat hnigga 5 15% saat terjadi KLB campak.1

3.1.11. Prevensi
Pencegahan dilakukan dengan vaksinasi campak ataupun vaksinasi MMR
(measles, mumps, rubella). Sesuai jadwal imunisasi rekomendasi IDAI tahun
2014, vaksin campak diberikan pada usia 9 bulan. Selanjutnya, vaksin penguat
dapat diberikan pada usia 2 tahun. Apabila vaksin MMR diberikan pada usia 15
bulan, tidak perlu vaksinasi campak pada usia 2 tahun. Selanjutnya, MMR
ulangan diberikan pada usia 5 6 tahun.13 Dosis vaksin campak ataupun vaksin
MMR 0,5 mL subkutan.8
Imunisasi

ini

tidak

dianjurkan

pada

ibu

hamil,

anak

dengan

imunodefisiensi primer, pasien tuberkulosis yang tidak diobati, pasien kanker atau
transplantasi organ, pengobatan imunosupresif jangka panjang atau anak
imunokompromisata

yang

terinfeksi

HIV. Anak

terinfeksi

HIV

tanpa

imunosupresi berat dan tanpa bukti kekebalan terhadap campak, bisa mendapat
imunisasi campak.1,8
Reaksi KIPI (Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi) yang dapat terjadi pascavaksinasi campak berupa demam pada 5 15% kasus, yang dimulai pada hari ke5 6 sesudah imunisasi, dan berlangsnug selama 5 hari. Ruam dapat dijumpai
pada 5% resipien, yang timbul pada hari ke-7 sehingga 10 sesudah imunisasi dan
berlangsung selama 2 4 hari. 8 Reaksi KIPI dianggap berat jika ditemukan
gangguan sistem saraf pusat, seperti ensefalitis dan ensefalopati pasca-imunisasi.
Risiko kedua efek samping tersebut dalam 30 hari setelah imunisasi diperkirakan
1 di antara 1.000.000 dosis vaksin.6,8
Reaksi KIPI vaksinasi MMR yang dilaporkan pada penelitian mencakup
6000 anak berusia 1 2 tahun berupa malaise, demam, atau ruam 1 minggu
setelah imunisasi dan berlangsung 2 3 hari. 8 Vaksinasi MMR dapat
menyebabkan efek samping demam, terutama karena komponen campak.14,15
Kurang lebih 5 15% anak akan mengalami demam > 39,4oC setelah imunisasi

22

MMR.6,8,14,15 Reaksi demam tersebut biasanya berlangsung 7 -12 hari setelah


imunisasi, ada yang selama 1 2 hari. Dalam 6 11 hari setelah imunisasi, dapat
terjadi kejang demam pada 0,1% anak, ensefalitis pasca-imunisasi terjadi pada <
1/1.000.000 dosis.8

3.2. BRONKOPNEUMONIA
3.2.1. Definisi
Bronkopneumonia, disebut juga pneumonia lobularis, adalah peradangan
pada parenkim paru yang melibatkan bronkus/bronkiolus yang berupa distribusi
berbentuk bercak-bercak (patchy distribution).17,18
3.2.2. Epidemiologi
Insidensibronkopneumonia pada negara berkembang hampir 30% pada
anak-anak di bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan
di Amerika pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi
pada anak di bawah umur 2 tahun.4 Penting untuk diketahui, bahwa
bronkopneumonia merupakan penyebab kematian tersering pada anak di bawah 5
tahun.17,19
3.2.3. Etiologi
Tabel 2. Etiologi Pneumonia Berdasarkan Usia18
Umur

Bakteri Patogen

Neonatus

E. Coli, Streptococcus group B, Listeria monocytogenes


Klebsiella sp, Enterobacteriaceae

23

1-3 bulan

Chlamydia trachomatis

Usia

Chlamydia pneumoniae, Mycoplasma pneumoniae

prasekolah

Haemophilus influenzae B, Streptococcus pneumoniae


Staphylococcus aureus

Usia sekolah

Chlamydia pneumoniae, Mycoplasma pneumoniae


Streptococcus pneumoniae9

Secara umum, pneumonia biasanya disebabkan oleh virus atau bakteri.


Bakteri-bakteri yang terpenting dalam bronkopneumonia adalah Streptococcus
pneumoniae, Haemophilus influenzae, Staphylococcus aureus, dan Streptococcus
grup-B. Namun, pola kuman penyebab pneumonia biasanya berubah sesuai
dengan distribusi umur pasien.18
3.2.4. Patofisiologi
Bronkopneumonia dimulai dengan masuknya kuman melalui inhalasi,
aspirasi, hematogen dari fokus infeksi atau penyebaran langsung. Selanjutnya,
terjadi infeksi dalam alveoli, peradangan membran paru, yang menyebabkan
cairan keluar dari darah masuk ke dalam alveoli. Dengan demikian alveoli yang
terinfeksi secara progresif menjadi terisi dengan cairan dan sel-sel, dan infeksi
disebarkan oleh perpindahan bakteri dari alveolus ke alveolus. Kadang-kadang
seluruh lobus bahkan seluruh paru menjadi padat (consolidated) yang berarti
bahwa paru terisi cairan dan sisa-sisa sel.18-20
Bakteri Streptococcus pneumoniae umumnya berada di nasofaring dan
bersifat asimptomatik pada kurang lebih 50% orang sehat. Adanya infeksi virus
akan memudahkan Streptococcus pneumoniae berikatan dengan reseptor sel epitel
pernafasan. Sesampainya di alveolus, bakteri akan menginvasi pneumosit tipe II.
Selanjutnya bakteri akan mengadakan multiplikasi dan menginvasi sel epitelial
alveolus. Streptococcus pneumoniae akan menyebar dari alveolus ke alveolus
melalui pori dari Kohn. Bakteri yang masuk kedalam alveolus menyebabkan
24

reaksi radang berupa edema dari seluruh alveolus disusul dengan infiltrasi sel-sel
PMN.20
Proses radang dapat dibagi atas 4 stadium, yaitu:18,20,21
1. Stadium I (4 12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan
peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia
ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah
pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup
histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur
komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk
melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru.
Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium
sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus.
Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus
ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah
paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen
hemoglobin.
2. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah,
eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari
reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya
penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah
dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau
sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung
sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
3. Stadium III (3 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi
daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh
daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.Pada stadium ini eritrosit di
25

alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit,
warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami
kongesti.
4. Stadium IV (7 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan
mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga
jaringan kembali ke strukturnya semula.
3.2.5. Manifestasi Klinis
Anamnesis
Gejala yang timbul biasanya mendadak tetapi dapat didahului dengan
infeksi saluran nafas akut bagian atas. Gejalanya antara lain batuk, demam tinggi
terus-menerus, sesak, kebiruan sekitar mulut, menggigil (pada anak), kejang (pada
bayi), dan nyeri dada. Biasanya anak lebih suka berbaring pada sisi yang sakit.
Pada bayi muda sering menunjukkan gejala non spesifik seperti hipotermi,
penurunan kesadaran, kejang atau kembung. Anak besar kadang mengeluh nyeri
kepala, nyeri abdomen disertai muntah.18,19
Pemeriksaan Fisik
Tanda yang bermanifestasi akan berbeda-beda berdasarkan kelompok
umur tertentu. Pada neonatus sering dijumpai takipneu, retraksi dinding dada,
grunting, dan sianosis. Pada bayi-bayi yang lebih besar jarang ditemukan
grunting. Tanda yang sering terlihat adalah takipneu, retraksi, sianosis, batuk,
panas, dan iritabel.18
Pada anak prasekolah, akan ditemukan takipneu dan dispneu yang ditandai
dengan retraksi dinding dada. Pada kelompok anak sekolah dan remaja, dapat
dijumpai panas, batuk (non produktif/produktif), nyeri dada, nyeri kepala,
dehidrasi, dan letargi.19,20
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium

26

Pemeriksaan darah pada pneumonia umumnya didapatkan leukositosis


hingga > 15.000/mm3 seringkali dijumpai dengan dominasi netrofil pada hitung
jenis. Leukosit > 30.000/mm3 dengan dominasi neutrofil mengarah ke pneumonia
streptokokus. Trombositosis dengan kadar platelet lebih dari 500.000/L bersifat
khas untuk pneumonia bakterial. Trombositopenia lebih mengarah kepada infeksi
virus. Biakan darah merupakan cara yang spesifik namun hanya positif pada 1015% kasus terutama pada anak- anak kecil.19

Radiologi
Foto toraks (AP/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk
menegakkan diagnosis. Foto AP dan lateral dibutuhkan untuk menentukan lokasi
anatomik dalam paru. Infiltrat tersebar paling sering dijumpai, terutama pada
pasien bayi. Pada bronkopneumonia bercak-bercak infiltrat didapatkan pada satu
atau beberapa lobus.20

Gambar 3. Foto toraks anteroposterior pada sebuah kasus bronkopneumonia,


dengan infiltrat yang terlihat jelas pada lobus media pulmo dextra beberapa area
di lobus inferior pulmo sinistra.21

3.2.6. Diagnosis
Diagnosis bronkopneumonia dapat ditegakkan jika ditemukan tiga atau
lebih dari lima kriteria berikut ini:20,21

27

a. sesak nafas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding
dada
b. panas badan
c. Ronkhi basah sedang nyaring (crackles)
d. Foto thorax menunjukkan gambaran infiltrat difus
e. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit
predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan.

3.2.7. Diagnosis Banding


Keadaan yang menyerupai pneumonia antara lain:21
1.
2.
3.
4.
5.

Bronkiolitis
Dekompensasi kardiak
Atelektasis pulmonum
Abses paru
Tuberkulosis (terutama melalui pencitraan radiologi)

3.2.8. Tatalaksana
Tatalaksana bronkopneumonia harus bersifat komprehensif, yaitu terapi
etiologik yang didukung oleh tatalaksana suportif.18
Tatalaksana suportif pada bronkopneumonia adalah:18-20
1. Pemberian oksigen 2-4 L/menit melalui kateter hidung atau nasofaring. Jika
penyakitnya berat dan sarana tersedia, alat bantu napas mungkin diperlukan
terutama dalam 24-48 jam.
2. Pemberian cairan dan nutrisi yang adekuat. Cairan yang diberikan
mengandung gula dan elektrolit yang cukup.
3. Koreksi kelainan elektrolit atau metabolik yang terjadi.
4. Mengatasi penyakit penyerta.
5. Pemberian terapi inhalasi dengan nebuliser (tidak rutin)
Tatalaksana etiologik didasarkan pada agen penyebab bronkopneumonia.
Seringkali, terdapat kesulitan membedakan infeksi virus dengan bakteri. Oleh

28

karena itu, seluruh kasus pneumonia baik yang dicurigai viral maupun bakterial
ditatalaksana menggunakan antibiotik.20,21
Antibiotik parenteral diberikan sampai 48-72 jam setelah panas turun,
dilanjutkan dengan pemberian per oral selama 7-10 hari. Bila diduga penyebab
pneumonia adalah S. aureus, kloksasilin dapat segera diberikan. Bila alergi
terhadap penisilin dapat diberikan Cefazolin, Klindamisin, atau Vankomisin.
Lama pengobatan untuk bronkopneumonia stafilokokal adalah 3-4 minggu.21

Tabel 3. Pengobatan Bronkopneumonia berdasarkan Etiologi21


Usia

Rawat jalan

Rawat Inap

Bakteri Patogen

(Lini pertama, lini


kedua)
1. Ampisilin +

0-2 minggu

Gentamisin

>2-4
minggu

- E. Coli
- Streptococcus B

2. Ampisilin +

- Nosokomial

Cefotaksim
1. Ampisilin +

enterobacteria
- E. Coli

Cefotaksim atau

- Nosokomial

Ceftriaxon

Enterobacteria

2. Eritromisin

- Streptococcus B
- Klebsiella
- Enterobacter

>1-2 tahun

1. Ampisilin +
Gentamisin
2. Cefotaksim atau

>2-5 tahun

- C. trachomatis
- E. Coli and other
Enterobacteria
- H. influenza

Ceftriaxon

- S. pneumonia

1. Ampisilin

1. Ampisilin

- C. trachomatis
- H. influenza

2. Sefuroksim

2. Ampisilin +

- S. pneumonia

sefiksim

Kloramfenikol
Sefuroksim

29

>5 tahun

1. Penisillin A

Ceftriaxon
1. Penisillin G

- S. pneumonia

2. Amoksisilin

2. Sefuroksim

- Mycoplasma9

Eritromisin

Seftriakson
Vankomisin

3.2.9. Komplikasi
Komplikasi bronkopneumonia biasanya terjadi sebagai hasil langsung dari
penyebaran bakteri dalam rongga thorax (seperti efusi pleura, empiema dan
perikarditis) atau penyebaran bakteremia dan hematologi. Meningitis, artritis
supuratif, dan osteomielitis adalah komplikasi yang jarang dari penyebaran infeksi
hematologi.18,20
3.2.10. Prognosis
Sebelum kemunculan antibiotik, mortalitas pada bayi dan anak di bawah 5
tahun berkisar dari 20% sampai 50%. Pada anak yang lebih tua, mortalitas adalah
3 5%.13 Dengan pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat
diturunkan sampai kurang dari 1%. Anak dalam keadaan malnutrisi energi protein
dan yang datang terlambat menunjukkan mortalitas yang lebih tinggi.19-21
3.2.11. Prevensi
Selain

dengan

memperbaiki

higienitas

perorangan,

pencegahan

bronkopneumonia dapat dicapai dengan melakukan vaksinasi sesuai etiologinya.


Di antara vaksin yang tersedia, vaksin Hib (Haemophilus influenzae tipe-B)
merupakan strategi yang mampu menekan kejadian bronkopneumonia, terutama
pada pasien usia prasekolah.20,21

30

BAB 4
ANALISIS KASUS

Penderita mengalami demam dengan batuk 2 hari sebelum masuk rumah


sakit. Penemuan ini sejalan dengan stadium prodromal yang berlangsung sekitar 2
hingga 4 hari. Pada stadium ini dapat ditemukan bercak Koplik. Antibiotik dan
parasetamol tidak akan mengubah perjalanan penyakit campak.1 hari sebelum
masuk rumah sakit, penderita mengalami ruam yang pertama kali timbul di
belakang telinga, demam masih ada. Kejadian ini dapat diinterpretasi sebagai
mulai berjalannya fase eksantematosa, di mana ada ruam makulopapuler yang
pertama kali timbul di belakang telinga kemudian ke wajah.Ruam yang kemudian
meluas hingga ke thoraks, abdomen, lalu paha bersifat khas pada rubeola. Sesak
yang dialami penderita 2 jam sebelum masuk rumah sakit sangat mungkin
disebabkan oleh bronkopneumonia, yang merupakan komplikasi sering terjadi
pada campak. Bronkopneumonia akan dikonfirmasi pada pemeriksaan fisik.
Penderita tidak mendapatkan imunisasi campak pada usia 9 bulan, yang
merupakan bagian dari imunisasi dasar. Kemungkinan penderita untuk mengalami
campak meningkat secara signifikan, dan diagnosis mulai terarah ke morbili.
Penderita belum berada pada usia sekolah penderita kemungkinan besar tidak
mendapatkan campak dari penderita di sekolah, melainkan di lingkungan tempat
tinggal penderita yang padat penduduk. Rubella dapat disingkirkan karena
penderita mengalami batuk, dan penyakit Kawasaki dapat disingkirkan karena
tidak terdapat gejala persendian.

31

Pada umumnya, penderita akan mengalami demam tertinggi pada 2 3


hari setelah munculnya ruam. Pemeriksaan dilakukan pada hari ke-5 setelah ruam
muncul pertama kali, yang menunjukkan demam sudah seharusnya turun (38,3oC).
Ruam makulopapuler masih ditemui, karena baru akan menghilang pada 6 7
hari setelah muncul pertama kali.Retraksi menunjukkan anak terlihat sesak.
Rhonkhi basah halus-nyaring di kedua lapangan paru merupakan tanda yang khas
pada bronkopneumonia paediatrik, di mana sekret mengisi ruangan alveolair dan
ikut bergerak ke atas saat ekspirasi. Cairan yang bergerak dalam pipa akan
memberikan bunyi harmonik, yang dikenal sebagai rhonkhi. Bronkopneumonia
telah dapat ditegakkan sebagai diagnosis tambahan, yang berupa komplikasi dari
morbili.
Hasil laboratorium pada 17 Oktober 2016 tidak terlalu menggambarkan
morbili, karena tidak terdapat leukopeni maupun limfopeni. Walaupun begitu,
diagnosis morbili seharusnya dapat ditegakkan melalui anamnesis dan
pemeriksaan fisik semata.
Penderita didiagnosis dengan morbili + bronkopneumonia karena secara
klinis, penderita menunjukkan gejala dan tanda yang sesuai untuk morbili.
Penderita juga memenuhi tiga dari lima kriteria pada bronkopneumonia, yaitu
dispnoe, demam, dan ronkhi basah halus-nyaring.
Cairan

yang

dibutuhkan

1000+ ( 1410 )50 mL=1200 mL

oleh

pasien

adalah

per hari. Cairan maintenance pada anak di

bawah 17 kg adalah Dekstrosa 5% normal salin, dengan dosis

mL
1
hari hari
15 tetes
24 jam
1 jam
1mL
1200
=
60menit

12,5 tetes/menit makro. Untuk pembulatan

yang praktis supaya menghindari kesalahan, digunakan dosis 15 tetes/menit (1


tetes setiap 4 detik).Vitamin A digunakan sebagai imunomodulator yang
meningkatkan respons antibodi; selain itu juga menjaga ketahanan mukosa yang

32

bertujuan mencegah komplikasi seperti bronkopneumonia (yang telah terjadi


sebelum pemberian terapi). Kombinasi Ampisilin/Sulbaktam merupakan terapi
yang seharusnya terpilih sebagai pengobatan empirik bronkopneumonia dengan
penyakit menular, menurut Panduan Praktik Klinik FK Unsri.16Tetapi,
keterbatasan sumber daya dan tidak tersediaan Sulbaktam dalam Formularium
Nasional, Ampisilin dan Gentamisin dapat digunakan sebagai pengganti. 22 Metode
ini juga sejalan dengan Buku Ajar Respirologi Anak FK Unair. 21 Dosis Ampisilin

yang digunakan adalah

100

mg
kg1
14
=
kg .hari
dosis
3
hari

Dosis Gentamisin yang digunakan adalah

mendekati 3 x 500 mg.

mg
kg1
14
=
kg . hari
dosis
2
hari

mendekati

2 x 30 mg. Paracetamol digunakan sebagai antipiretik jika suhu naik kembali,


walaupun kemungkinannya kecil. Penderita dirawat isolasi, karena morbili
bersifat menular melalui droplet 4 hari sebelum ruam muncul hingga 4 hari
setelah ruam hilang. Oksigen nasal diberikan sebagai terapi suportif sesak pada
bronkopneumonia. Rntgen thoraks digunakan untuk mengonfirmasi terjadinya
bronkopneumonia.Penderita tidak mengalami masalah dengan intake oral dan
diberikan diet nasi biasa. Berat badan ideal untuk tinggi 91 cm adalah 12,5 kg.
Kalori yang dibutuhkan adalah 100 kkal/kg x 12,5 kg = 1250 kkal. 23 Penderita
direncanakan untuk pulang pada 22 Oktober 2016 (hari ke-7 di rumah sakit),
dengan Amoksisilin sebagai terapi lanjutan rawat jalan. Dosis Amoksisilin yang

digunakan adalah

50

mg
kg1
14
=
kg .hari
dosis
3
hari

250 mg/dosis. Dengan sediaan

sirup 125 mg/5 mL, didapatkan dosis adalah 3 x 2 cochlear theae (sendok takar).
Sementara itu, Ambroksol digunakan sebagai mukokinetik untuk pengobatan
simptomatik bronkopneumonia.

33

Prognosis pada pasien ini adalah bonam baik untuk vitam, fungsionem,
dan sanationem karena penderita tidak menunjukkan tanda-tanda perburukan
maupun kegawatdaruratan selama perawatan. Sebagai pertimbangan tambahan,
bronko-pneumonia merupakan komplikasi tunggal morbili pada kasus ini, dan
tidak disertai keratitis, otitis media, maupun ensefalitis.

DAFTAR PUSTAKA

1. Dubbey AP. Measles, dalam: Parthasarathy A, Menon PSN, Gupta P, Nair


MKC, Agrawal R, Sukumaran TU, editor. IAP Textbook of Pediatrics, 5th ed.
New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd; 2013. hal. 250-1.
2. World Health Organization. Measles. Februari 2015. Diakses melalui
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs286/en

pada 20 Oktober 2016

20:32 WIB.

34

3. World Health Organization. Measles The Americas. 13 Februari 2015.


Diakses melalui http://who.int/cst/don/13-february-2015-measles/en pada 20
Oktober 2016 20:55 WIB.
4. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
Profil Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan tahun 2014.
Jakarta, 2015.
5. Maldonado YA. Rubeola Virus (Measles and Subacute Sclerosing Panencephalitis), dalam: Long SS, Pickering LK, Prober CG, editor. Principles and
Practice of Pediatric Infectious Diseases, 4th ed. Churchill Livingstone:
Elsevier Inc.; 2012. Hal. 1137-44.
6. The American Academy of Pediatrics. Measles, dalam: AAP. 2015 Report of
the Committee on Infectious Diseases. 20 Februari 2015. Diakses melalui
http://redbook.solutions.aap.org/DocumentLibrary/2015RedBookMeasles.pdf
pada 19 Oktober 2016 18:30 WIB.
7. Cherry JD. Measles Virus, dalam: Cherry JD, Harrison GJ, Kaplan SI, Hotez
PJ, Steinbach WJ, editor. Feigin & Cherrys Textbook of Pediatric Infectious
Diseases, 7th ed. Philadelphia: Elsevier Inc; 2014 (Vol 2). hal. 2373-94.
8. Soegijanto S, Salimo H. Campak, dalam: Ranuh IGNG, Suyitno H,
Hadinegoro SRS, Kartasasmita CB, Ismoedijanto, Soedjatmiko. Pedoman
Imunisasi di Indonesia, edisi keempat. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2011.
hal. 341-5.
9. Khuri-Bulos N. Measles, dalam: Elzouki AY, Hatfi HA, Nazer HM, Stapleton
FB, Oh W, Whitley RJ, editor. Textbook of Clinical Pediatrics, 2nd ed. Berlin:
Springer; 2012. hal. 1221-7.
10. World Health Organization. Treating Measles in Children. 2004. Diakses
melalui

http://www.who.int/immunization/documents/EPI_TRAM_97.02/en

pada 20 Oktober 2016 21:43 WIB.


11. Info Imunisasi. Campak Bisa Dicegah dengan Imunisasi. 17 Juli 2012.
Diakses

melalui

http://infoimunisasi.com/headline/campak-bisa-dicegah-

dengan-imunisasi pada 20 Oktober 2016 18:37 WIB.


12. Pediatric Infectious Disease Society of the Philippines. Interim Management
Guidelines for Measles. 2013.
13. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jadwal Imunisasi IDAI 2014. 2014.
14. Centers for Disease Control and Prevention. Measles. Epidemiology and
Prevention of Vaccine-Preventable Diseases. 2015.

35

15. Halim RG. Campak pada Anak. 2016. Cermin Dunia Kedokteran 238/vol. 43
no. 3. hal. 186-9.
16. Departemen/Staf Medik Fungsional Kesehatan Anak RSUP dr. Mohammad
Hoesin/Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Panduan Praktik Klinik
(PPK) Respirologi. Palembang; 2016. hal. 1 4.
17. Raharjoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB. Buku Ajar Respirologi Anak, edisi
pertama. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2010. hal. 350 5.
18. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson Textbook of
Pediatrics, 18th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier. 2007. hal. 1302 - 28.
19. UNICEF. The Challenge: Pneumonia is the Leading Killer of Children.
UNICEF. 2011 Mar.
20. Alberta Medical Association. Guidelines for the Diagnosis and Management
of

Community-Acquired

Pneumonia

(Pediatric).

Diakses

melalui

http://www.albertadoctor.org/files/guideline-pneumonia.pdf pada 23 Oktober


2016, 20:14 WIB.
21. Alsagaff, Hood. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru Anak. Surabaya: Penerbit FK
Unair. 2004. hal. 67 74.
22. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 328/Menkes/SK/VIII/2013. Jakarta; 2013.
23. World Health Organization. WHO Growth Charts. 2005.

36

Laporan Kasus

MORBILI DENGAN BRONKOPNEUMONIA

Disusun oleh :
Mutiara Khalida, S.Ked

04084821517021

Pembimbing:
dr. Ahmad Bayu Alfarizi, Sp.A, M.Kes

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PALEMBANG BARI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2016

HALAMAN PENGESAHAN
Presentasi kasus yang berjudul
Morbili dengan Bronkopneumonia

Oleh :
Mutiara Khalida, S.Ked

Sebagai salah satu persyaratan mengikuti ujian Kepaniteraan Klinik Senior


Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSMH Palembang Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya.

Palembang, November 2016


Pembimbing,

dr. Ahmad Bayu Alfarizi, Sp.A, M.Kes

KATA PENGANTAR

Salam sejahtera,
Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-Nya lah
laporan kasus yang berjudul Morbili dengan Bronkopneumonia ini dapat
diselesaikan dengan baik.
Melalui tulisan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. dr. Ahmad Bayu Alfarizi, Sp.A, M.Kes sebagai dosen pembimbing
2. Rekan-rekan seperjuangan yang turut meluangkan banyak waktu dalam
membantu proses penyelesaian laporan kasus ini.
3. Semua pihak yang telah ikut membantu proses penyusunan laporan
kasus hingga laporan kasus ini selesai.
Dalam penyusunan laporan kasus ini, penulis menyadari bahwa masih
banyak kekurangan, baik dari isi maupun teknik penulisan. Penulis akan
menerima kritik dan saran dari semua pihak maupun pembaca untuk
kesempurnaan laporan kasus ini.

Palembang, November 2016

Penulis

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................................
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................. ii
KATA PENGANTAR .............................................................................................. iii
DAFTAR ISI ............................................................................................................ iv
BAB I. PENDAHULUAN .........................................................................................
BAB II. LAPORAN KASUS......................................................................................
BAB III. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................13
BAB IV. ANALISIS KASUS ..................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................32

Anda mungkin juga menyukai