PENDAHULUAN
Morbili, disebut juga measles atau campak, merupakan penyakit infeksi
viral yang sangat menular dan sering terjadi pada anak-anak. Penyakit ini juga
termasuk salah satu penyebab kematian terbesar pada anak. Sejak diadakannya
program imunisasi, insidensi morbili telah menurun, tetapi akhir-akhir ini kembali
meningkat.1-3
Virus penyebab campak, Morbillivirus, merupakan virus RNA yang
tergolong dekat dengan virus mumps, parainfluenza, dan syncytial respiratoir
(RSV).2 Walaupun memiliki waktu hidup yang singkat, yaitu 2 jam, virus ini akan
cepat menyebar karena bereplikasi di epitelium saluran napas dan menyebar
melalui droplet. Secara klinik, campak dibagi menjadi fase inkubasi, stadium
prodromal, stadium eksantematosa, dan stadium resolusi. 1, 5-6
Diagnosis campak mengutamakan gejala dan tanda klinik, meskipun
pemeriksaan lebih lanjut seperti darah rutin, IgM, dan ELISA dapat dilakukan.
Dengan tatalaksana yang adekuat pemberian vitamin A dan tatalaksana suportif
sesuai kebutuhan campak memiliki prognosis yang baik dan akan mengalami
pemulihan sendiri (self-limiting). Kematian 1 3% pada campak biasanya
disebabkan oleh komplikasi seperti bronkopneumonia.4
Bronkopneumonia, peradangan pada parenkhim paru yang menyebabkan
demam dengan batuk dan sesak napas, merupakan penyebab kematian tersering
pada anak. Diperkirakan seperlima dari seluruh kematian pada balita disebabkan
oleh bronkopneumonia.4 Agen infeksi yang sangat beragam dan resistensi setiap
agen telah menjadi penyulit pengobatan bronkopneumonia.
Dalam laporan kasus ini, dilaporkan kasus anak laki-laki berusia 2 tahun 2
bulan yang menderita morbili dengan komplikasi bronkopneumonia. Penulis
tertarik untuk membahas kasus ini karena keduanya merupakan penyakit dengan
mortalitas tinggi dan sering terjadi di Indonesia. Selamat membaca.
BAB 2
STATUS PASIEN
2.1 IDENTIFIKASI
Nama
Umur/ Tanggal Lahir
Jenis Kelamin
Berat badan
Panjang badan
Agama
Bangsa
Alamat
MRS
Rekam Medis
I.
: MAF
: 2 tahun 2 bulan / 1 Agustus 2014
: Laki-laki
: 14 Kg
: 91 cm
: Islam
: Indonesia
: Jl. SH Wardoyo No. 37, Kelurahan 7 Ulu,
Palembang, Sumatera Selatan
: 16 Oktober 2016
: 52.61.35
ANAMNESIS
Tanggal
Diberikan Oleh
belakang telinga penderita kemudian ruam meluas ke wajah, leher, dada dan
perut disertai demam (+) tinggi yang terjadi terus-menerus, semakin lama
ruam timbul semakin banyak. Ruam tidak bersisik, tidak menonjol, dan tidak
terasa gatal. Mata terlihat kemerahan dan berair (+), silau bila terkena cahaya
(+). BAB dan BAK tidak ada keluhan. Penderita tidak dibawa berobat.
Sekitar 3 jam sebelum masuk rumah sakit, penderita mengalami sesak.
ruam sudah meluas hingga ke paha, kadang terasa gatal. Penderita dibawa ke
IGD RSUD Palembang BARI.
B. RIWAYAT SEBELUM MASUK RUMAH SAKIT
1. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat sakit dengan keluhan yang sama sebelumnya disangkal.
2. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat sakit dengan keluhan yang sama sebelumnya disangkal.
3. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Antenatal care
: (-)
GPA
: P2A0
Masa kehamilan
: Aterm
Partus
: Spontan
Penolong
: Bidan
Tanggal
: 1 Agustus 2014
: 2900 gram
: 48 cm
Lingkar kepala
: Langsung menangis
4. Riwayat Makanan
ASI
Bubur nasi
Nasi biasa
Daging
Tempe
: (+)
Tahu
: (+)
Sayuran
: (+)
Buah
: (+)
Kesan
: Cukup
Kualitas
: Baik
5. Riwayat Imunisasi
IMUNISASI DASAR
Hepatitis B 0 (setelah anak lahir)
BCG
(1 bulan)
DPT 1
(2 bulan) DPT 2
(3 bulan)
Hepatitis B 1 (2 bulan) Hepatitis B 2 (3 bulan)
Hib 1
(2 bulan) Hib 2
(3 bulan)
Polio 1
(1 bulan) Polio 2
(2 bulan)
Campak
(-)
DPT 3
Hepatitis B 3
Hib 3
Polio 3
Polio 4
(4 bulan)
(4 bulan)
(4 bulan)
(3 bulan)
(4 bulan)
: 3 bulan
Tengkurap
: 5 bulan
Merangkak
: 6 bulan
Duduk
: 8 bulan
Berdiri
: 11 bulan
Berjalan
: 13 bulan
Berbicara
: 15 bulan
Kesan
Sosialisasi &
Kemandirian
Ya
Tidak
Gerak Halus
Ya
Bicara &
bahasa
Ya
Gerak Kasar
Ya
Tidak
Gerak Halus,
Sosialisasi &
Kemandirian
Gerak Kasar
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Bicara &
Ya
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Kesan:
Jumlah jawaban Ya adalah 10, perkembangan anak sesuai umur (S).
CEKLIS DETEKSI DINI AUTIS PADA ANAK UMUR 18-36 BULAN
CHAT (Checklist for Autism in Toddlers)
A
1
2
3
4
5
6
7
8
9
B
1
2
Aloanamnesis
Apakah anak senang diayun-ayun atau diguncang-guncang naik
turun (bounched) di paha anda?
Apakah anak tertarik (memperhatikan) anak lain?
Apakah anak suka memanjat-manjat, seperti memanjat tangga?
Apakah anak suka bermain ciluk ba, petak umpet?
Apakah anak pernah bermain seolah-olah membuat secangkir
teh menggunakan mainan berbentuk cangkir dan teko atau
permainan lain?
Apakah anak pernah menunjuk atau meminta sesuatu dengan
menunjukkan jari?
Apakah anak pernah menggunakan jari untuk menunjuk ke
sesuatu agar anda melihat ke sana?
Apakah anak dapat bermain dengan mainan yang kecil (mobil
atau kubus)
Apakah anak pernah memberikan suatu benda untuk
menunjukkan sesuatu?
Pengamatan
Selama pemeriksaan apakah anak menatap (kontak mata)
dengan pemeriksa?
Usahakan menarik perhatian anak, kemudian pemeriksa
menunjuk sesuatu di ruangan pemeriksaan sambil mengatakan :
YA
TIDAK
YA
TIDAK
Kesadaran
: Compos mentis
Tekanan darah
: 90/60 mmHg
Nadi
Respirasi
: 28 kali/menit, reguler
Tipe respirasi
: Thorako-abdominal
Suhu
: 38,3oC
BB
: 14 kg (0 2 SD) Normal
TB
: 91 cm (0 2 SD) Normal
BB/TB
: 0 1 SD Normal
Kesan
B. PEMERIKSAAN KHUSUS
Kepala
Wajah
Makula
lentikuler-numuler
sirkumskripta
diskret
sebagian konfluens
Mata
Telinga
Mulut
Lidah
Faring/tonsil
Leher
Thoraks
Makula lentikuler-numuler sirkumskripta diskret sebagian konfluens
Pulmo
Inspeksi
Statis-dinamis
simetris,
retraksi
(+)
interkostal,
pernapasan thorako-abdominal
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Cor
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Datar, dismorfik (-), massa (-), makula lentikulernumuler, sirkumskripta, diskret sebagian konfluens
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Ekstremitas
Akral hangat, deformitas (-), oedema (-), sianosis (-), CRT < 3 detik.
10
Tungkai
Kanan
Segala arah
5
Eutoni
+N
-
Kiri
Segala arah
5
Eutoni
+N
-
Fungsi sensorik
Nervi kraniales
GRM
Lengan
Kanan
Segala arah
5
Eutoni
+N
-
Kiri
Segala arah
5
Eutoni
+N
-
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium (Tanggal 17 Oktober 2016)
Jenis Pemeriksaan
Hemoglobin
Leukosit
Hematokrit
Hasil
11
9,6 x 103
34
Nilai Rujukan
12-14 g/dl
5-10x103/ul
37-43 %
11
Trombosit
Basofil
378x103
0
150-400x103/ul
0-1 %
Eosinofil
1-3 %
Batang
2-6 %
Segmen
61
50-70 %
Limfosit
32
20-40 %
Monosit
2-8 %
D. RESUME
Penderita MAF, laki-laki, lahir pada 1 Agustus 2014 (usia sekarang 2
tahun 2 bulan) datang dengan keluhan utama sesak dan keluhan tambahan
demam dan ruam. Sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, penderita
mengalami demam tinggi, terus-menerus, Keluhan demam disertai batuk
berdahak (+), warna dahak putih dan pilek. Mata merah dan berair (+), silau
bila terkena cahaya (+). Penderita dibawa berobat ke dokter dan diberi obat
penurun panas serta antibiotik, keluhan berkurang namun demam timbul
kembali.
Sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, penderita mengalami demam,
batuk berdahak (+), warna dahak putih yang semakin bertambah disertai pilek.
Timbul ruam yang awalnya terdapat di belakang telinga penderita kemudian
ruam meluas ke wajah, leher, dada dan perut disertai demam (+) tinggi yang
terjadi terus-menerus, semakin lama ruam timbul semakin banyak. Ruam tidak
bersisik, tidak menonjol, dan tidak terasa gatal. Mata terlihat kemerahan dan
berair (+), silau bila terkena cahaya (+). Sekitar 3 jam sebelum masuk
rumah sakit, penderita mengalami sesak. ruam sudah meluas hingga ke paha,
kadang terasa gatal. Penderita dibawa ke IGD RSUD Palembang BARI.
Riwayat kehamilan dan kelahiran normal, riwayat makanan baik, riwayat
imunisasi dasar tidak lengkap yaitu imunisasi campak tidak dilakukan, riwayat
perkembangan fisik dalam batas normal, pada pemeriksaan perkembangan
anak menggunakan KPSP didapatkan hasil perkembangan anak sesuai umur,
begitu juga pada deteksi dini autis pada anak menggunakan CHAT
mendapatkan hasil dalam batas normal, riwayat sosial-ekonomi tinggal di
daerah yang padat penduduk.
12
Pada pemeriksaan fisik, anak subfebril dengan rhonkhi basah halusnyaring, ruam makulopapuler universal sirkumskripta diskret sebagian
konfluens. Pemeriksaan laboratorium darah rutin menunjukkan kesan anemia
minimal.
I. DAFTAR MASALAH
1. Ruam
2. Subfebril
3. Rhonkhi basah halus nyaring
II.DIAGNOSIS BANDING
1.
Morbili + bronkopneumonia
2.
Rubella + bronkopneumonia
3.
Demam skarlatina + bronkopneumonia
III.
DIAGNOSIS KERJA
Morbili + bronkopneumonia
IV. PENATALAKSANAAN
a.
Terapi farmakologi
Intravena fluid drip Dekstrosa 5% normal salin 1200 mL/hari,
: Bonam
: Bonam
: Bonam
13
FOLLOW-UP
Tanggal
Catatan Perkembangan
18/10
S: Demam (+) perbaikan, batuk (+)
2016
XVI/menit
Paracetamol syrup 3 x 1
Keadaan Spesifik
cth
O2 nasal 1 liter/menit
mg
Injeksi Gentamicin 2 x 30
mg
20/10
A: Morbili + bronkopneumonia
S: Demam (-), batuk (+)
2016
XVI/menit
o
Paracetamol syrup 3 x 1
Keadaan Spesifik
cth
O2 nasal 1 liter/menit
mg
14
Injeksi Gentamicin 2 x 30
mg
A: Morbili + bronkopneumonia
S: Demam (-), batuk (+) perbaikan
XVI/menit
Paracetamol syrup 3 x 1
Keadaan Spesifik
cth
O2 nasal 1 liter/menit
mg
Injeksi Gentamicin 2 x 30
mg
Rencana
A: Morbili + bronkopneumonia
pulang:
pulang,
obat
Amoxicillin 3 x 2 cth
Ambroxol 3 x cth
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. CAMPAK
3.1.1. Definisi
Campak adalah infeksi menular yang disebabkan oleh Morbilli virus.1
3.1.2. Epidemiologi
Penyakit campak bersifat endemik di seluruh dunia, pada tahun 2013
terjadi 145.700 kematian yang disebabkan oleh campak di seluruh dunia (berkisar
400 kematian setiap hari atau 16 kematian setiap jam) pada sebagian besar anak
kurang dari 5 tahun.2
15
Gambar 1. Jumlah kasus campak, frekuensi KLB campak, jumlah kasus pada
KLB campak tahun 2011 sampai dengan 2014 di Indonesia.4
Berdasarkan laporan Dirjen PP dan PL Depkes RI tahun 2014, masih
banyakasus campak di Indonesia yang dilaporkan mencapai 12.222 kasus.
Frekuensi KLB sebanyak 173 kejadian dengan 2.104 kasus. Sebagian besar kasus
campak adalah anak-anak usia pra-sekolah dan usia SD. Selama periode 4 tahun,
kasus campak lebih banyak terjadi pada kelompok umur 5 9 tahun (3491) dan
pada kelompok 1 4 tahun (3383 kasus).3
3.1.3. Etiologi
Campak adalah penyakit virus akut yang disebabkan oleh RNA virus
genus Morbilli virus, famili Paramyxoviridae.4,5,6 Virus ini berasal dari famili
yang sama dengan virus gondongan (mumps), virus parainfluenza, virus
metapneumovirus manusia, dan virus respiratoir sinsitial (RSV).
Virion virus campak berukuran 100 250 nm da mengandung inti RNA
untai singuler yang diselubungi dengan lapisan pelindung lipid. Virus campak
memiliki 6 struktur protein utama.
1. Protein H (Haemagglutinin) berperan penting dalam perlekatan virus ke sel
penderita.
2. Protein F (Fusion) meningkatkan penyebaran virus dari sel ke sel.
3. Protein M (Matriks) di permukaan dalam lapisan pelindung virus berperan
penting dalam penyatuan virus.
4. Protein L (Large) terletak di dalam, bekerja bersama protein L.
16
Patogenesis
Virus campak dalam droplet terhirup dan melekat pada permukaan
epitelial nasopharing ataupun konyungtiva. Infeksi terjadi di sel
12
23
35
57
kemudian menyebar.
Viraemi sekunder
17
7 11
11 14
15 17
lain.
Viraemi berkurang dan menghilang.
eksantematosa.
Timbul
ruam
makulopapuler
dengan
18
19
3.1.8. Tatalaksana
Pada campak tapa komplikasi tatalaksana bersifat suportif, berupa tirah
baring, antipiretik (parasetamol 10 15 mg/kg.dosis) dapat diberikan sehingga
setiap 4 jam, cairan yang cukup, suplemen nutrisi, dan vitamin A. 1,10,12 Vitamin A
dapat berfungsi sebagai imunomodulator yang menigkatkan respons antibodi
terhadap virus campak. Pemberian vitamin A dapat menurunkan angka kejadian
komplikasi seperti diare dan pneumonia.5 Vitamin A diberikan satu kali per hari
selama 2 hari dengan dosis sebagai berikut:1,5-7,9,10,12
1.
2.
3.
4.
3.1.9. Komplikasi
Komplikasi umumnya terjadi pada anak risiko tinggi, yaitu:2,10
1.
2.
3.
4.
3.1.10. Prognosis
Campak merupakan self-limiting disease, namun sangat infeksius.
Mortalitas dan morbiditas meningkat pada penderita dengan faktor risiko yang
21
3.1.11. Prevensi
Pencegahan dilakukan dengan vaksinasi campak ataupun vaksinasi MMR
(measles, mumps, rubella). Sesuai jadwal imunisasi rekomendasi IDAI tahun
2014, vaksin campak diberikan pada usia 9 bulan. Selanjutnya, vaksin penguat
dapat diberikan pada usia 2 tahun. Apabila vaksin MMR diberikan pada usia 15
bulan, tidak perlu vaksinasi campak pada usia 2 tahun. Selanjutnya, MMR
ulangan diberikan pada usia 5 6 tahun.13 Dosis vaksin campak ataupun vaksin
MMR 0,5 mL subkutan.8
Imunisasi
ini
tidak
dianjurkan
pada
ibu
hamil,
anak
dengan
imunodefisiensi primer, pasien tuberkulosis yang tidak diobati, pasien kanker atau
transplantasi organ, pengobatan imunosupresif jangka panjang atau anak
imunokompromisata
yang
terinfeksi
HIV. Anak
terinfeksi
HIV
tanpa
imunosupresi berat dan tanpa bukti kekebalan terhadap campak, bisa mendapat
imunisasi campak.1,8
Reaksi KIPI (Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi) yang dapat terjadi pascavaksinasi campak berupa demam pada 5 15% kasus, yang dimulai pada hari ke5 6 sesudah imunisasi, dan berlangsnug selama 5 hari. Ruam dapat dijumpai
pada 5% resipien, yang timbul pada hari ke-7 sehingga 10 sesudah imunisasi dan
berlangsung selama 2 4 hari. 8 Reaksi KIPI dianggap berat jika ditemukan
gangguan sistem saraf pusat, seperti ensefalitis dan ensefalopati pasca-imunisasi.
Risiko kedua efek samping tersebut dalam 30 hari setelah imunisasi diperkirakan
1 di antara 1.000.000 dosis vaksin.6,8
Reaksi KIPI vaksinasi MMR yang dilaporkan pada penelitian mencakup
6000 anak berusia 1 2 tahun berupa malaise, demam, atau ruam 1 minggu
setelah imunisasi dan berlangsung 2 3 hari. 8 Vaksinasi MMR dapat
menyebabkan efek samping demam, terutama karena komponen campak.14,15
Kurang lebih 5 15% anak akan mengalami demam > 39,4oC setelah imunisasi
22
3.2. BRONKOPNEUMONIA
3.2.1. Definisi
Bronkopneumonia, disebut juga pneumonia lobularis, adalah peradangan
pada parenkim paru yang melibatkan bronkus/bronkiolus yang berupa distribusi
berbentuk bercak-bercak (patchy distribution).17,18
3.2.2. Epidemiologi
Insidensibronkopneumonia pada negara berkembang hampir 30% pada
anak-anak di bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan
di Amerika pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi
pada anak di bawah umur 2 tahun.4 Penting untuk diketahui, bahwa
bronkopneumonia merupakan penyebab kematian tersering pada anak di bawah 5
tahun.17,19
3.2.3. Etiologi
Tabel 2. Etiologi Pneumonia Berdasarkan Usia18
Umur
Bakteri Patogen
Neonatus
23
1-3 bulan
Chlamydia trachomatis
Usia
prasekolah
Usia sekolah
reaksi radang berupa edema dari seluruh alveolus disusul dengan infiltrasi sel-sel
PMN.20
Proses radang dapat dibagi atas 4 stadium, yaitu:18,20,21
1. Stadium I (4 12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan
peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia
ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah
pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup
histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur
komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk
melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru.
Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium
sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus.
Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus
ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah
paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen
hemoglobin.
2. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah,
eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari
reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya
penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah
dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau
sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung
sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
3. Stadium III (3 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi
daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh
daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.Pada stadium ini eritrosit di
25
alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit,
warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami
kongesti.
4. Stadium IV (7 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan
mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga
jaringan kembali ke strukturnya semula.
3.2.5. Manifestasi Klinis
Anamnesis
Gejala yang timbul biasanya mendadak tetapi dapat didahului dengan
infeksi saluran nafas akut bagian atas. Gejalanya antara lain batuk, demam tinggi
terus-menerus, sesak, kebiruan sekitar mulut, menggigil (pada anak), kejang (pada
bayi), dan nyeri dada. Biasanya anak lebih suka berbaring pada sisi yang sakit.
Pada bayi muda sering menunjukkan gejala non spesifik seperti hipotermi,
penurunan kesadaran, kejang atau kembung. Anak besar kadang mengeluh nyeri
kepala, nyeri abdomen disertai muntah.18,19
Pemeriksaan Fisik
Tanda yang bermanifestasi akan berbeda-beda berdasarkan kelompok
umur tertentu. Pada neonatus sering dijumpai takipneu, retraksi dinding dada,
grunting, dan sianosis. Pada bayi-bayi yang lebih besar jarang ditemukan
grunting. Tanda yang sering terlihat adalah takipneu, retraksi, sianosis, batuk,
panas, dan iritabel.18
Pada anak prasekolah, akan ditemukan takipneu dan dispneu yang ditandai
dengan retraksi dinding dada. Pada kelompok anak sekolah dan remaja, dapat
dijumpai panas, batuk (non produktif/produktif), nyeri dada, nyeri kepala,
dehidrasi, dan letargi.19,20
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
26
Radiologi
Foto toraks (AP/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk
menegakkan diagnosis. Foto AP dan lateral dibutuhkan untuk menentukan lokasi
anatomik dalam paru. Infiltrat tersebar paling sering dijumpai, terutama pada
pasien bayi. Pada bronkopneumonia bercak-bercak infiltrat didapatkan pada satu
atau beberapa lobus.20
3.2.6. Diagnosis
Diagnosis bronkopneumonia dapat ditegakkan jika ditemukan tiga atau
lebih dari lima kriteria berikut ini:20,21
27
a. sesak nafas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding
dada
b. panas badan
c. Ronkhi basah sedang nyaring (crackles)
d. Foto thorax menunjukkan gambaran infiltrat difus
e. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit
predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan.
Bronkiolitis
Dekompensasi kardiak
Atelektasis pulmonum
Abses paru
Tuberkulosis (terutama melalui pencitraan radiologi)
3.2.8. Tatalaksana
Tatalaksana bronkopneumonia harus bersifat komprehensif, yaitu terapi
etiologik yang didukung oleh tatalaksana suportif.18
Tatalaksana suportif pada bronkopneumonia adalah:18-20
1. Pemberian oksigen 2-4 L/menit melalui kateter hidung atau nasofaring. Jika
penyakitnya berat dan sarana tersedia, alat bantu napas mungkin diperlukan
terutama dalam 24-48 jam.
2. Pemberian cairan dan nutrisi yang adekuat. Cairan yang diberikan
mengandung gula dan elektrolit yang cukup.
3. Koreksi kelainan elektrolit atau metabolik yang terjadi.
4. Mengatasi penyakit penyerta.
5. Pemberian terapi inhalasi dengan nebuliser (tidak rutin)
Tatalaksana etiologik didasarkan pada agen penyebab bronkopneumonia.
Seringkali, terdapat kesulitan membedakan infeksi virus dengan bakteri. Oleh
28
karena itu, seluruh kasus pneumonia baik yang dicurigai viral maupun bakterial
ditatalaksana menggunakan antibiotik.20,21
Antibiotik parenteral diberikan sampai 48-72 jam setelah panas turun,
dilanjutkan dengan pemberian per oral selama 7-10 hari. Bila diduga penyebab
pneumonia adalah S. aureus, kloksasilin dapat segera diberikan. Bila alergi
terhadap penisilin dapat diberikan Cefazolin, Klindamisin, atau Vankomisin.
Lama pengobatan untuk bronkopneumonia stafilokokal adalah 3-4 minggu.21
Rawat jalan
Rawat Inap
Bakteri Patogen
0-2 minggu
Gentamisin
>2-4
minggu
- E. Coli
- Streptococcus B
2. Ampisilin +
- Nosokomial
Cefotaksim
1. Ampisilin +
enterobacteria
- E. Coli
Cefotaksim atau
- Nosokomial
Ceftriaxon
Enterobacteria
2. Eritromisin
- Streptococcus B
- Klebsiella
- Enterobacter
>1-2 tahun
1. Ampisilin +
Gentamisin
2. Cefotaksim atau
>2-5 tahun
- C. trachomatis
- E. Coli and other
Enterobacteria
- H. influenza
Ceftriaxon
- S. pneumonia
1. Ampisilin
1. Ampisilin
- C. trachomatis
- H. influenza
2. Sefuroksim
2. Ampisilin +
- S. pneumonia
sefiksim
Kloramfenikol
Sefuroksim
29
>5 tahun
1. Penisillin A
Ceftriaxon
1. Penisillin G
- S. pneumonia
2. Amoksisilin
2. Sefuroksim
- Mycoplasma9
Eritromisin
Seftriakson
Vankomisin
3.2.9. Komplikasi
Komplikasi bronkopneumonia biasanya terjadi sebagai hasil langsung dari
penyebaran bakteri dalam rongga thorax (seperti efusi pleura, empiema dan
perikarditis) atau penyebaran bakteremia dan hematologi. Meningitis, artritis
supuratif, dan osteomielitis adalah komplikasi yang jarang dari penyebaran infeksi
hematologi.18,20
3.2.10. Prognosis
Sebelum kemunculan antibiotik, mortalitas pada bayi dan anak di bawah 5
tahun berkisar dari 20% sampai 50%. Pada anak yang lebih tua, mortalitas adalah
3 5%.13 Dengan pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat
diturunkan sampai kurang dari 1%. Anak dalam keadaan malnutrisi energi protein
dan yang datang terlambat menunjukkan mortalitas yang lebih tinggi.19-21
3.2.11. Prevensi
Selain
dengan
memperbaiki
higienitas
perorangan,
pencegahan
30
BAB 4
ANALISIS KASUS
31
yang
dibutuhkan
oleh
pasien
adalah
mL
1
hari hari
15 tetes
24 jam
1 jam
1mL
1200
=
60menit
32
100
mg
kg1
14
=
kg .hari
dosis
3
hari
mg
kg1
14
=
kg . hari
dosis
2
hari
mendekati
digunakan adalah
50
mg
kg1
14
=
kg .hari
dosis
3
hari
sirup 125 mg/5 mL, didapatkan dosis adalah 3 x 2 cochlear theae (sendok takar).
Sementara itu, Ambroksol digunakan sebagai mukokinetik untuk pengobatan
simptomatik bronkopneumonia.
33
Prognosis pada pasien ini adalah bonam baik untuk vitam, fungsionem,
dan sanationem karena penderita tidak menunjukkan tanda-tanda perburukan
maupun kegawatdaruratan selama perawatan. Sebagai pertimbangan tambahan,
bronko-pneumonia merupakan komplikasi tunggal morbili pada kasus ini, dan
tidak disertai keratitis, otitis media, maupun ensefalitis.
DAFTAR PUSTAKA
20:32 WIB.
34
http://www.who.int/immunization/documents/EPI_TRAM_97.02/en
melalui
http://infoimunisasi.com/headline/campak-bisa-dicegah-
35
15. Halim RG. Campak pada Anak. 2016. Cermin Dunia Kedokteran 238/vol. 43
no. 3. hal. 186-9.
16. Departemen/Staf Medik Fungsional Kesehatan Anak RSUP dr. Mohammad
Hoesin/Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Panduan Praktik Klinik
(PPK) Respirologi. Palembang; 2016. hal. 1 4.
17. Raharjoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB. Buku Ajar Respirologi Anak, edisi
pertama. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2010. hal. 350 5.
18. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson Textbook of
Pediatrics, 18th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier. 2007. hal. 1302 - 28.
19. UNICEF. The Challenge: Pneumonia is the Leading Killer of Children.
UNICEF. 2011 Mar.
20. Alberta Medical Association. Guidelines for the Diagnosis and Management
of
Community-Acquired
Pneumonia
(Pediatric).
Diakses
melalui
36
Laporan Kasus
Disusun oleh :
Mutiara Khalida, S.Ked
04084821517021
Pembimbing:
dr. Ahmad Bayu Alfarizi, Sp.A, M.Kes
HALAMAN PENGESAHAN
Presentasi kasus yang berjudul
Morbili dengan Bronkopneumonia
Oleh :
Mutiara Khalida, S.Ked
KATA PENGANTAR
Salam sejahtera,
Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-Nya lah
laporan kasus yang berjudul Morbili dengan Bronkopneumonia ini dapat
diselesaikan dengan baik.
Melalui tulisan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. dr. Ahmad Bayu Alfarizi, Sp.A, M.Kes sebagai dosen pembimbing
2. Rekan-rekan seperjuangan yang turut meluangkan banyak waktu dalam
membantu proses penyelesaian laporan kasus ini.
3. Semua pihak yang telah ikut membantu proses penyusunan laporan
kasus hingga laporan kasus ini selesai.
Dalam penyusunan laporan kasus ini, penulis menyadari bahwa masih
banyak kekurangan, baik dari isi maupun teknik penulisan. Penulis akan
menerima kritik dan saran dari semua pihak maupun pembaca untuk
kesempurnaan laporan kasus ini.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................................
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................. ii
KATA PENGANTAR .............................................................................................. iii
DAFTAR ISI ............................................................................................................ iv
BAB I. PENDAHULUAN .........................................................................................
BAB II. LAPORAN KASUS......................................................................................
BAB III. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................13
BAB IV. ANALISIS KASUS ..................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................32