4.Pakaian
wanita
itu
tidak
menyerupai pakaian laki-laki.
Rasulullah
Shalallahualaihi
Wassallam telah melaknat wanitawanita yang menyerupai laki-laki dan
laki-laki
yang
menyerupai
wanita.Sedangkan
untuk
membedakan wanita dengan laki-laki
dalam hal berpakaian adalah pakaian
yang dipakai dinilai dari karakter
bentuk dan sifat menurut ketentuan
adat istiadat setiap masyarakat.
Syaikhul
Islam
Ibnu
Taimiyah
Rahimahullah berkata di dalam
MajmuAl-Fatawa (22/148-149/155):
Maka (hal) yang membedakan
antara
pakaian
laki-laki
dan
pakaian perempuan dikembalikan
pada pakaian yang sesuai bagi lakilaki dan perempuan, yaitu pakaian
yang cocok sesuai dengan apa yang
diperintahkan untuk lak-laki dan
perempuan.
Para
wanita
diperintahkan untuk menutup dan
menghalangi tanpa ada rasa tabarruj
(mempertontonkan)
dan
memperlihatkan. Untuk itu tidak
dianjurkan bagi wanita mengangkat
suara di dalam adzan, (membaca)
talbiyah, (berdzikir ketika) naik ke
bukit Shafa dan Marwa dan tidaklah
telanjang di dalam Ihram seperti
laki-laki.
Karena
laki-laki
diperintahkan
untuk
membuka
kepalanya
dan
tidak
memakai
pakaian yang melampaui batas
(dilarang) yakni yang dibuat sesuai
anggota badannya, tidak memakai
baju, celana panjang dan kaos kaki.
Selanjutnya
Syaikhul
Islam
mengatakan:
Dan adapun wanita, sesungguhnya
tidak
dilarang
sesuatupun
dari
pakaian karena ia diperintahkan
untuk menutupi dan menghijabi
(membalut) dan tidak dianjurkan
kebalikannya. Akan tetapi dilarang
memakai kerudung dan memakai
sarung tangan, karena keduanya
merupakan_ pakaian yang terbuat
sesuai dengan bentuk tubuh dan
tidak ada kebutuhan bagi wanita
padanya.
Kemudian
beliau
menyebutkan, bahwa wanita itu
menutup wajahnya tanpa keduanya
dari
laki-laki
sampai
beliau
mengatakan di akhir: Maka jelas,
antara
pakaian
laki-laki
dan
perempuan itu sudah seharusnya
berbeda. Yakni untuk membedakan
laki-laki dari wanita.Pakaian wanita
itu
haruslah
istitar
(menutupi
auratnya) dan istijab (menghalangi
dari
pandangan
yang
bukan
mahramnya -pent.). Sebagaimana
yang dimaksud dhahir dari bab
ini.(11)
Kemudian
beliau
menjelaskan,
bahwa apabila pakaian itu lebih
pantas
dipakai
oleh
laki-laki
sebagaimana
umumnya,
maka
dilarang bagi wanita. Hingga beliau
mengatakan: Manakala pakaian itu
bersifat qillatul istitar (hanya sekedar
menutupi
aurat
-pent.)
dan
musyabahah (pakaian itu layak
dipakai oleh laki-laki dan perempuan
pent.),
maka
dilarang
pemakaiannya dari dua bentuk (baik
laki-laki maupun perempuan -pent.).
Allahu alam.
5.Pakaian wanita tidaklah terhiasi
oleh
perhiasan
yang
menarik
perhatian (orang lain) ketika keluar
rumah,
agar
tidak
termasuk
golongan
wanita-wanita
yang
bertabaruj (mempertontonkan) pada
perhiasan.