Anda di halaman 1dari 60

ANALISIS EFISIENSI PASAR MODAL DI BURSA

EFEK JAKARTA TAHUN 2003-2004

ERNI HANIFAH
SE. 03.0480

JURUSAN

: STATISTIKA

PEMINATAN : EKONOMI

SEKOLAH TINGGI ILMU STATISTIK


JAKARTA
2004

1i

ANALISIS EFISIENSI PASAR MODALDI BURSA


EFEK JAKARTA TAHUN 2003-2004

Skripsi
Diajukan untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Persyaratan
Mencapai Sebutan Sarjana Sains Terapan pada
Sekolah Tinggi Ilmu Statistik

Oleh
ERNI HANIFAH
SE. 03.0480

SEKOLAH TINGGI ILMU STATISTIK


JAKARTA
2004

2i

SEKOLAH TINGGI ILMU STATISTIK


MENYATAKAN
Bahwa Skripsi dengan Judul
ANALISIS EFISIENSI PASAR MODAL DI BURSA
EFEK JAKARTA TAHUN 2003-2004
Dibuat Oleh:
ERNI HANIFAH
SE 03.0480
31 Agustus 2003
Pembimbing:
ARIE SUKARYA, M. Com.

Adalah benar-benar hasil dari penelitian sendiri dan bukan dari hasil plagiat
atau hasil karya orang lain. Jika suatu hari diketahui bahwa ternyata skripsi
berasal dari hasil plagiat atau hasil karya orang lain maka penulis
menyatakan bersedia bahwa skripsi ini menjadi tidak sah dan hak
memperoleh sebutan Sarjana Sains Terapan dicabut atau dibatalkan.
Penulis

ERNI HANIFAH

3i

ANALISIS EFISIENSI PASAR MODAL DI BURSA EFEK


JAKARTA TAHUN 2003-2004

Oleh:
ERNI HANIFAH
SE 03.0480

Mengetahui/Menyetujui

Sekolah Tinggi Ilmu Statistik,


Ketua,

Pembimbing

DR. Satwiko Darmesto


NIP.340004370

Arie Sukarya, M.Com


NIP.340008774

Tim Penguji Ujian Negara

Penguji I

Penguji II

Muchlis Husein, S.E., M.A.


NIP. 340004389

Siti Haiyinah, S.E.


NIP. 340010718

4i

... Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman


di antaramu dan orang-orang yang diberi
ilmu pengetahuan beberapa derajat ...
(Q.S. Al Mujaadilah: ayat 11)

Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan


(Q.S. Alam Nasyrah: ayat 5)

Kupersembahkan karya ini untuk


Ibunda & Ayahanda terhormat,
Kakakku Ina Ariani, Adikku Arif Yusuf tersayang
Keluarga besar STIS tercinta

5i

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt, atas segala
rahmat, taufik dan hidayahNya sehingga skripsi yang berjudul Analisis Efisiensi
Pasar Modal di Bursa Efek Jakarta Tahun 2003-2004 dapat terselesaikan.
Hasil penelitian ini merupakan salah satu persyaratan guna memperoleh gelar
Sarjana Sains Terapan di Sekolah Tinggi Ilmu Statistik.
Dalam penulisan skripsi ini penulis memperoleh bantuan dan dukungan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak DR. Satwiko Darmesto selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Statistik
2. Bapak Arie Sukarya, M.Com. selaku pembimbing yang telah bersedia
meluangkan waktu untuk memberikan arahan, bimbingan, nasehat dan
dorongan yang sangat bermanfaat, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini sesuai dengan waktu yang ditentukan.
3. Bapak Muchlis Husein, S.E, M.A dan Ibu Hj.Siti Haiyinah, S.E selaku
penguji yang telah memberikan masukan dan saran dalam penyempurnaan
skripsi ini.
4. Kedua orangtuaku tercinta, kakak-adeku tersayang (mbak Ina dan dhe
Yusuf) serta segenap keluargaku yang selalu memberikan doa, kasih
sayang, semangat dan dukungan yang tak terhingga bagi penulis selama
ini

6i

5. Bapak Puji Agus Kurniawan.S.S, Bapak Deden, Bapak Nurseto, yang


telah memberikan masukan dan pengetahuan kepada penulis, dan Ibu
Budiasih, SE, ME yang banyak memberikan dukungan moril.
6. Bang Ardi, atas arahan, saran, masukan dan perhatiannya.
7. Syafii, Agus, Andry Wj, dan Yudi yang sudah menjadi dokter
komputerku, sahabat-sahabatku; Neneng, Asfin, Yeyen, Beta, Eneng, Eva,
M Dewi, M Yeni, M Hentik, teman-teman di Habba Sauda atas perhatian
dan dukungannya, Arip untuk bantuan datanya, Bambang untuk kritik dan
sarannya,

Piti

untuk

printernya,

Eja

untuk

IHSGnya,

teman

seperguruanku (Risti) dan teman-teman angkatan 42 lainnya yang tidak


dapat penulis sebutkan satu persatu..
8. Bapak H. Mulyo Utomo dan Ibu atas tempat tinggal yang nyaman dan
kasih sayang bagi penulis selama studi, serta teman-teman wisma
Humairo atas keceriaannya.
9. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang
telah memberi bantuan dan masukan bagi kelancaran penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun penulis harapkan demi
kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi
semua pihak.

Jakarta, Agustus 2004


Penulis

7i

ABSTRAKSI
ERNI HANIFAH, Analisis Efisiensi Pasar Modal di Bursa Efek Jakarta Tahun
2003-2004 Pembimbing ARIE SUKARYA, M. Com.
Pasar modal diperlukan sebagai
alternatif
dalam
rangka
mengembangkan
pembiayaan
investasi, yang pada gilirannya akan
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi,
terutama dalam situasi ekonomi
dimana perbankan masih belum pulih.
Dengan demikian, peranan pasar
modal yang efisien merupakan salah
satu
tuntutan
dalam
rangka
mengakumulasikan dana bagi kegiatan
investasi di Indonesia
Konsep pasar yang efisien
dalam penelitian ini lebih ditekankan
pada aspek informasi, artinya pasar
yang efisien adalah pasar dimana
harga
semua
sekuritas
yang
diperdagangkan telah mencerminkan
semua informasi yang tersedia. Fama
(1970) menerjemahkan pasar yang
efisien sebagai suatu pasar yang
harganya senantiasa mencerminkan
sepenuhnya informasi yang ada seperti
pengumuman deviden, tingkat bunga
dan sebagainya. Menurut Tandelilin,
konsep tersebut menyiratkan adanya
suatu proses penyesuaian harga
sekuritas menuju harga keseimbangan
yang baru, sebagai respon atas
informasi yang baru masuk ke pasar.
Kondisi bursa efek yang
efisien merupakan keinginan semua
pihak. Emiten akan lebih mudah
membuat keputusan produksi dan
investasi karena tidak biasnya ukuran
yang dipakai. Pada bagian lain para
manajer keuangan profesional sulit
mempunyai cara maupun kesempatan
agar dapat memperoleh informasi
yang memungkinkan para manajer

tersebut secara konsisten dapat


menguasai pasar. Sehingga harga
saham tidak dapat dipengaruhi oleh
setiap peserta maupun sekelompok
peserta pasar dan tidak akan terjadi
praktek-praktek yang dapat merusak
mekanisme pasar modal.
Pasar
modal
Indonesia
mengalami perkembangan dari tahun
ke tahun baik dilihat dari jumlah
perusahaan
yang
go
public,
kapitalisasi saham maupun Indeks
Harga Saham Gabungan (IHSG).
Namun dibalik semua itu, pasar modal
Indonesia diyakini belum efisien
(Bisnis Indonesia, 3 Januari 2003).
Fokus penelitian ini adalah
menguji efisiensi pasar modal
Indonesia di Bursa Efek Jakarta, yaitu
efisiensi bentuk lemah (weak form
efficiency) yang dilihat dari Indeks
Harga Saham Gabungannya. Adapun
alat analisis yang digunakan adalah
run test, uji autokorelasi, dan model
univariate Box-Jenkins (ARIMA).
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa selama periode 2003-2004
indeks harga saham gabungan yang
terjadi di BEJ tidak menunjukkan
perilaku random walk, dan ada
hubungan antara perubahan IHSG
periode t (IHSGt) dengan IHSG
periode sebelumnya (IHSGt-1). Selain
itu, diperoleh model ARIMA yang
paling
sesuai
mencerminkan
pergerakan indeks harga saham
gabungan di BEJ. Model terbaik yang
didapat adalah ARIMA (2,1,0).
Jadi dapat disimpulkan bahwa selama
periode Januari 2003-Maret 2004,

8i

pasar modal Indonesia belum efisien.


Dengan demikian masyarakat pemodal
yang ingin berinvestasi di bursa dapat
melakukan analisis teknis untuk

memperkirakan harga saham di masa


yang akan datang. Untuk itu, perlu
dilakukan upaya agar pasar modal
Indonesia menjadi lebih efisien.

9i

DAFTAR ISI

Hal.
KATA PENGANTAR..

ABSTRAKSI........

iii

DAFTAR ISI.........

iv

DAFTAR GAMBAR....

vii

DAFTAR TABEL.............

viii

DAFTAR LAMPIRAN.....................................................................................

ix

BAB I PENDAHULUAN.

1.1 Latar Belakang Masalah.....

1.2 Identifikasi dan Batasan Masalah...

1.3 Tujuan Penelitian....

1.4 Manfaat Penelitian .........

1.5 Sistematika Penulisan ....

BAB II LANDASAN TEORI...

2.1 Tinjauan Pustaka.........

2.1.1 Definisi dan Fungsi Pasar Modal......

2.1.2 Sejarah Pasar Modal......

10

2.1.3 Efisiensi Pasar Modal....

11

2.1.4 Bentuk Efisiensi Pasar Modal...........

15

2.1.4.1 Efisiensi Bentuk Lemah........

15

2.1.4.2 Efisiensi Bentuk Setengah Kuat....

16

2.1.4.3 Efisiensi Bentuk Kuat....

16

2.1.5 Random Walk (Lajur Acak)...

17

2.1.6 Pengujian Efisiensi Pasar Modal Bentuk Lemah..

18

2.1.7 Studi Empiris Efisiensi Pasar Modal........

20

2.2 Kerangka Penelitian....

22

2.2.1 Kerangka Berpikir.

22

10i

2.2.2 Indeks Harga Saham Gabungan.............................................

24

2.3 Hipotesis.........................................................................................

24

BAB III METODOLOGI PENELITIAN........................................................

26

3.1 Sumber Data...................................................................................

26

3.2 Metode Analisis..............................................................................

27

3.2.1 Analisis Deskriptif.................................................................

27

3.2.2 Run Test.................................................................................

27

3.2.3 Uji Autokorelasi....................................................................

29

3.2.3.1 Koefisien Autokorelasi..

29

3.2.3.2 Koefisien Autokorelasi Parsial.

30

3.2.4 Model Box-Jenkins (ARIMA)...............................................

30

3.2.4.1 Klasifikasi Model Box-Jenkins (ARIMA)................

31

3.2.4.2 Musiman dan Model ARIMA....................................

32

3.2.4.3 Stasioneritas dan Nonstasioneritas............................

34

3.2.4.4 Identifikasi.................................................................

37

3.2.4.5 Penaksiran Parameter................................................

38

3.2.4.6 Pengujian Parameter Model......................................

39

3.2.4.6.1 Pengujian Masing-masing Parameter

40

Model Secara Parsial (t-test)......................


3.2.4.6.2 Pengujian Parameter Model Secara

40

Keseluruhan (Overall F test)......................


3.2.4.7 Pemilihan Model Terbaik..........................................

41

3.2.4.8 Peramalan Dengan Model ARIMA...........................

42

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN..................................................

44

4.1 Efisiensi Pasar Modal Secara Makro.............................................

44

4.2 Perkembangan Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek

46

Jakarta.............................................................................................
4.2.1 Pengujian Efisiensi Pasar Modal dengan Run Test..............

48

4.2.2 Pengujian Efisiensi Pasar Modal dengan Test

49

11i

Autokorelasi........................................................................
4.2.3 Model Box-Jenkins (ARIMA)...............................................

50

4.3 Proyeksi IHSG Bulanan..................................................................

56

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN..........................................................

58

5.1 Kesimpulan.....................................................................................

58

5.2 Saran...............................................................................................

59

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................

61

LAMPIRAN....................................................................................................

63

DAFTAR RIWAYAT HIDUP........................................................................

84

DAFTAR GAMBAR

12i

No
4.1

Hal
Perkembangan IHSG di Bursa Efek Jakarta Periode Januari 2003Maret 2004...............................................................................................

DAFTAR TABEL

13i

No

Hal

4.1 Dana

yang

Dihimpun

oleh

Sektor

Pasar

Modal

dan

Perbankan.................................................................................................
4.2 Kepemilikan Saham di BEJ.....................................................................
4.3 Run Test Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Jakarta
Periode Januari 2003-Maret 2004............................................................
4.4 Nilai Koefisien Autokorelasi Perubahan Indeks Harga Saham
Gabungan di Bursa Efek Jakarta Periode Januari 2003Maret 2004......
4.5 Hasil Unit Root Test dari Data Indeks Harga Saham Gabungan yang
Sudah Dideferencing Satu Kali................................................................
4.6 Ringkasan Output ARIMA Indeks Harga Saham Gabungan Bursa Efek
Jakarta......................................................................................................
4.7 Nilai MAPE dari Model yang Layak.......................................................
4.8 Nilai Koefisien, Standar Error, t-Statistik, dan Probalitas Model
ARIMA (2,1,0).........................................................................................
4.9 IHSG Bulanan Periode Januari 2003-Maret 2004 Serta Nilai Ramalan
IHSG Periode April 2004Desember 2004.............................................

DAFTAR LAMPIRAN

14i

26

No
1

Hal
Jumlah Perusahaan yang Go Public (emiten), Nilai Kapitalisasi Saham,
dan

Indeks

Harga

Saham

Gabungan

(IHSG)

di

BEJ...........................................................................................................
2

IHSG Harian Januari 2003-Maret 2004...................................................

Plot Autokorelasi Indeks Harga Saham Gabungan Bursa Efek Jakarta


Periode Januari 2003Maret 2004.........................................................

Hasil Unit Root Test dari Data Indeks Harga Saham Gabungan.............

Indeks Harga Saham Gabungan di BEJ periode Januari 2003-Maret


2004..........................................................................................................

IHSG di BEJ Periode Januari 2003-Maret 2004 Setelah Dilakukan


Differencing Pertama...............................................................................

Plot Autokorelasi Indeks Harga Saham Gabungan Bursa Efek Jakarta


Periode Januari 2003Maret 2004 Setelah Dilakukan Differencing
Pertama.....................................................................................................

Output Model ARIMA yang Mungkin....................................................

Nilai Estimasi dari Model ARIMA (0,1,1)..............................................

10

Nilai Estimasi dari Model ARIMA (1,1,1)..............................................

11

Nilai Estimasi dari Model ARIMA (2,1,0)..............................................

12

Hasil Pengolahan Output Model ARIMA Terbaik yang Terpilih...........

13

Gambar Nilai aktual dan Estimasi IHSG dengan Model ARIMA


(2,1,0).......................................................................................................

14

Grafik Nilai Ramalan IHSG di BEJ.........................................................

15

Nilai Ramalan IHSG dan Standar Errornya.............................................

BAB I
PENDAHULUAN

15i

26

1.3 Latar Belakang


Krisis ekonomi yang terjadi sejak pertengahan 1997 telah memberikan
dampak yang cukup signifikan terhadap perekonomian Indonesia secara
keseluruhan. Salah satu akibat krisis yang berkepanjangan ini adalah
memburuknya kinerja perbankan nasional, permasalahan kredit macet, kesulitan
likuiditas, dan yang lebih memprihatinkan adalah kondisi permodalan yang sangat
minim. Pemerintah pun memutuskan untuk menutup kegiatan operasional
beberapa bank dan hal ini menyebabkan berkurangnya kepercayaan masyarakat
terhadap sektor perbankan dan mengakibatkan mereka menarik uang yang telah
disimpan di bank sehingga terjadi rush pada beberapa bank umum.
Negara yang menggantungkan pembiayaan dunia usahanya pada
perbankan, perekonomiannya akan sulit bergerak ketika krisis melanda dan terjadi
kredit macet. Keadaan seperti demikian juga pernah terjadi di Jepang. Pembiayaan
dunia usaha Jepang sangat tergantung pada perbankan, sehingga ketika krisis
melanda dan terjadi kredit macet, perekonomian Jepang sangat sulit bergerak
(Kompas, Jumat 30 Januari 2004).
Belajar dari pengalaman Jepang dalam pembiayaan dunia usahanya dan
pengalaman krisis moneter di Indonesia sendiri, maka Indonesia sebaiknya tidak
sepenuhnya menggantungkan pembiayaan dunia usahanya kepada perbankan.
Sebagai alternatif, pembiayaan melalui pasar modal akan lebih banyak membantu
dalam situasi ekonomi dimana perbankan masih belum pulih.

16i

Pasar modal mempunyai peranan yang penting dalam kegiatan ekonomi,


terutama dalam proses alokasi dana masyarakat. Pasar modal memberikan tingkat
likuiditas yang lebih tinggi (daripada kalau tidak ada pasar modal) kepada pihak
yang mempunyai surplus dana dalam masyarakat, yaitu penabung atau investor.
Tingkat likuiditas yang lebih tinggi ini direalisasikan dalam bentuk pemegang
saham dapat menjual sahamnya setiap saat ketika mereka memerlukan dana atau
ketika mereka akan mengubah portofolio investasinya. Pasar modal juga
memudahkan pihak yang memerlukan dana, yaitu perusahaan untuk memperoleh
dana yang diperlukan dalam rangka mengembangkan investasinya.
Kegiatan investasi tersebut pada gilirannya akan mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi secara nasional. Investasi akan menambah jumlah barang
modal, sehingga akan menambah kemampuan memproduksi barang dan jasa yang
pada akhirnya akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian,
peranan pasar modal yang efisien merupakan salah satu tuntutan dalam rangka
mengakumulasikan dana bagi

kegiatan investasi di Indonesia. Karena

bagaimanapun, bursa efek akan menjadi sumber pemupukan dana yang sangat
diandalkan oleh negara yang ingin memasuki tahap pertumbuhan ekonomi yang
pesat. Pasar modal dengan kapitalisasi dan volume penjualan yang besar akan
menambah dana bagi emiten untuk melakukan ekspansi usaha di sektor riil. Jika
perusahaan (emiten) berekspansi, ekonomi nasional akan mengalami peningkatan
yang berdampak kepada penyerapan tenaga kerja, ekspor akan meningkat, pajak
bisa dioptimalkan, dan semua pelaku ekonomi bisa menjalankan fungsinya.
Fama (1970) menerjemahkan pasar yang efisien sebagai suatu pasar yang
harganya senantiasa mencerminkan sepenuhnya informasi yang ada seperti

17i

pengumuman deviden, tingkat bunga dan sebagainya.1 Konsep pasar yang efisien
lebih ditekankan pada aspek informasi, artinya pasar yang efisien adalah pasar
dimana harga semua sekuritas yang diperdagangkan telah mencerminkan semua
informasi yang tersedia. Menurut Tandelilin, konsep tersebut menyiratkan adanya
suatu proses penyesuaian harga sekuritas menuju harga keseimbangan yang baru,
sebagai respon atas informasi yang baru masuk ke pasar.
Jika pasar modal efisien maka sangat bermanfaat bagi pemodal, karena
beberapa faktor, antara lain1:
1. Dalam pasar modal yang efisien tidak akan terjadi praktek-praktek yang dapat
merusak mekanisme pasar modal.
2. Dalam pasar modal yang efisien para manajer keuangan professional sulit
mempunyai cara maupun kesempatan agar dapat memperoleh informasi yang
memungkinkan para manajer tersebut secara konsisten dapat menguasai pasar.
Jika para manajer tidak dapat menguasai pasar maka dimungkinkan harga psar
saham yang terjadi adalah wajar sehingga pemodal tidak ragu dalam
melakukan keputusan investasi.
3. Dalam pasar modal yang efisien harga saham tidak dapat dipengaruhi oleh
setiap peserta pasar maupun sekelompok peserta pasar. Faktor ini juga
mendukung terciptanya harga saham yang layak (fair price). Jika harga saham
layak maka besarnya return dan resiko tercermin dalam harga. Dalam teori
keuangan, investasi dengan resiko tinggi menjanjikan return yang tinggi dan
investasi dengan resiko yang rendah menjanjikan return yang rendah pula.
1

Ahmad Rodoni. Analisis Investasi dan Teori Portofolio, hal 60 PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta,2002.

18i

Kondisi bursa efek yang efisien merupakan keinginan semua pihak.


Emiten akan lebih mudah membuat keputusan produksi dan investasi karena tidak
biasnya ukuran yang dipakai. Di dalam pasar modal yang efisien, para pemodal
tidak bisa mengeruk keuntungan di atas normal dengan menggunakan trading
rules berdasarkan informasi harga pada masa/waktu sebelumnya, dengan
memanfaatkan informasi publik, ataupun informasi dari analisis fundamental
tentang perusahaan dan perekonomian.
Pasar modal Indonesia mengalami perkembangan dari tahun ke tahun
baik dilihat dari jumlah perusahaan yang go public, kapitalisasi saham maupun
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Namun dibalik semua itu, pasar modal
Indonesia diyakini belum efisien (Bisnis Indonesia, 3 Januari 2003). Apalagi
baru-baru ini terjadi fenomena yang aneh pada penjualan saham BII (Bank
Internasional Indonesia). Fenomena tersebut mencerminkan penurunan harga
saham pada saat permintaan terhadap saham tinggi. Hal ini diduga adanya
transaksi penggorengan BII, yaitu adanya persekongkolan, sehinggga harganya
turun padahal permintaan saham tinggi (Republika,16 Januari 2004). Adanya
transaksi penggorengan saham menunjukkan bahwa pasar modal dalam keadaan
tidak efisien, karena disini pemodal bisa memperoleh keuntungan diatas normal
dengan menggunakan trading rules berdasarkan informasi harga pada masa/waktu
sebelumnya, dengan memanfaatkan informasi publik, ataupun informasi dari
analisis fundamental tentang perusahaan dan perekonomian.
Suatu studi yang dilakukan oleh Suad Husnan (1992) terhadap 24 saham di
Bursa Efek Jakarta (BEJ) menunjukkan bahwa terjadi peningkatan efisiensi pasar
1

PT (Persero) Dana Reksa, Pasar modal Indonesia Pengalaman dan Tantangan, hal 208-209

19i

modal bentuk lemah (weak form) selama tahun 1990. Penemuan ini menunjukkan
bahwa nampaknya analisas teknikal tidak bisa memberikan hasil yang secara
konsisten lebih baik dari keputusan beli dan simpan secara sembarang. Hal ini
disebabkan karena harga saham masa lalu tidak dapat digunakan untuk
memprediksi arah pergerakan saham.
Sementara itu, hasil penelitian yang dilakukan oleh Udjian Wahyusuprapto
(1990) di BEJ menunjukkan bahwa 25 dari 40 saham yang diuji memiliki
koefisien korelasi diluar daerah kritis

0.10. Kemudian dari saham yang

memiliki koefisien autokorelasi dalam batas-batas 0.10 untuk interval harian,


ternyata pada interval-interval lain koefisien autokorelasinya diluar daerah kritis.
Hal ini menunjukkan masih adanya gerak musim harga yang memungkinkan
penerapan strategi-strategi teknik. Hanya ada lima saham yang pasarnya benarbenar mengikuti random walk. Selanjutnya berdasarkan frekuensi perubahan
harga ternyata empat dari kelima saham itu adalah saham-saham yang kurang
aktif diperjualbelikan Sehingga dapat disimpulkan bahwa BEJ periode 1989-1990
belum efisien.

1.2 Identifikasi dan Batasan Masalah

Dari latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, menunjukkan ada


ketidak konsistenan mengenai efisiensi pasar modal Indonesia, dan karena pasar
modal mempunyai peran yang strategis dalam mendorong investasi, maka
efisiensi pasar modal merupakan masalah yang menarik untuk diteliti. Terlebih

Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 1987.

20i

lagi mengingat perekonomian Indonesia yang semakin terintegrasi dengan


perekonomian global.
Dalam penelitian ini akan diteliti tentang efisiensi pasar modal di Bursa
Efek Jakarta selama tahun 2003-2004, dimana konsep pasar yang efisien lebih
ditekankan pada aspek informasi. Jenis efisiensi yang akan diteliti adalah efisiensi
bentuk lemah karena efisiensi bentuk lemah merupakan bentuk efisiensi yang
paling sederhana dan paling mungkin terjadi di Bursa Efek Jakarta.
Dan dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut:
1) Apakah pasar modal Indonesia, yaitu Bursa Efek Jakarta (BEJ) sudah
efisien.
a. Perubahan indeks harga saham gabungan bersifat acak (random).
b. Indeks harga saham gabungan masa lalu tidak ada hubungannya
dengan

indeks

harga

saham

gabungan

masa

sekarang

(independent).
1) Bagaimanakah model peramalan yang paling sesuai mencerminkan
pergerakan indeks harga saham gabungan di Bursa Efek Jakarta.

1.3 Tujuan Penelitian

Dengan melihat latar belakang, serta identifikasi dan batasan masalah, maka
tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah BEJ sudah
efisien. Sedangkan secara spesifik tujuan penelitian dapat dirinci sebagai
berikut:

21i

a) Untuk menguji keacakan perubahan indeks harga saham gabungan


yang terjadi. Jika IHSG bersifat acak (random), maka BEJ sudah
efisien dalam bentuk lemah (weak form efficiency).
b) Untuk menguji hubungan indeks harga saham gabungan yang terjadi di
waktu lalu dengan indeks harga saham gabungan di masa sekarang
selama periode amatan Januari 2003Maret 2004. Jika IHSG yang
terjadi di masa lalu tidak ada hubungannya dengan IHSG di masa
sekarang, maka BEJ sudah efisien dalam bentuk lemah.
c) Menentukan model peramalan yang paling sesuai mencerminkan
pergerakan indeks harga saham gabungan di Bursa Efek Jakarta, jika
ternyata dari hasil penelitian menunjukkan bahwa Bursa Efek Jakarta
tidak efisien.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilakukan oleh penulis diharapkan dapat bermanfaat bagi


semua pihak, utamanya:
1) Bagi penulis, diharapkan bisa menambah pengetahuan dan wawasan
mengenai pasar modal.
2) Bagi investor, diharapkan penelitian ini memberikan informasi mengenai
efisiensi pasar modal Indonesia, sehingga bisa diketahui perilaku harga
saham di masa lalu. Investor bisa menggunakan informasi tersebut untuk
memperkirakan harga saham di masa yang akan datang guna
memaksimumkan pendapatan dari saham yang dimilikinya/akan dibeli.

22i

3) Bagi pemerintah, dalam hal ini terutama BAPEPAM (Badan Pengawas


Pasar Modal), diharapkan bisa menjadi masukan dalam merumuskan
kebijakan yang lebih kondusif mengenai pasar modal Indonesia terutama
dalam menghadapi era pasar bebas.
4) Bagi Ilmu Manajemen (keuangan), diharapkan penelitian ini bisa
memperkaya informasi ilmiah mengenai pembuktian empiris dari aplikasi
Eficient Market Hypotesis yang kontroversial yang selama ini banyak
diteliti.

1.5 Sistematika Penulisan

Penelitian ini disajikan dalam lima bab yang secara garis besar
menguraikan hal-hal sebagai berikut:
BAB I

Pendahuluan, yang membahas mengenai latar belakang masalah,


identifikasi dan batasan masalah, tujuan dan manfaat penulisan serta
sistematika penulisan.

BAB II

Landasan Teori, berisi tentang tinjauan pustaka, kerangka berpikir, dan


hipotesa.

BAB III Metodologi Penelitian, berisi tentang metode penelitian, sumber data
dan teknik analisis yang digunakan untuk membahas permasalahan.
BAB IV Pembahasan dan Analisis, berisi tentang efisiensi pasar modal secara
makro, analisis mengenai pengujian efisiensi pasar modal di BEJ,
model Box Jenkins (ARIMA) serta proyeksi IHSG.
BAB V

Penutup, berisi kesimpulan akhir berdasarkan hasil pembahasan dan

23i

analisis serta saran-saran yang dapat diberikan berkenaan dengan


efisiensi pasar modal di BEJ.

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka


2.1.1 Definisi dan Fungsi Pasar Modal

24i

Pasar modal adalah pasar dimana terdapat dua pihak yang akan
melaksanakan transaksi jual beli modal jangka menengah dan jangka panjang
yaitu pemodal (perorangan atau lembaga) yang mempunyai kelebihan dana dan
emiten yang merupakan pengusaha yang menerbitkan efek untuk ditawarkan
kepada masyarakat.
Fungsi pasar modal adalah mengalokasikan secara efisien arus dana dari
unit ekonomi yang memiliki surplus dana ke unit yang mempunyai defisit dana.
Bentuk konkret dari pasar modal adalah bursa efek (Securities/Stock Exchange).
Di Indonesia terdapat dua buah bursa efek, yaitu Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan
Bursa Efek Surabaya (BES). Bursa efek adalah istilah yang digunakan untuk
lokasi menjual dan membeli surat-surat berharga (efek) serta sistem yang
menjalankannya. Oleh karena itu, harga dari saham dan efek-efek lainnya berubah
sesuai dengan perubahan keseimbangan antara penawaran dan permintaan
terhadap efek yang bersangkutan. Selanjutnya, keberhasilan dan efisiensi pasar
modal sangat dipengaruhi oleh kondisi permintaan dan penawaran terhadap suratsurat berharga tersebut.

2.1.2 Sejarah Pasar Modal


Pasar Modal di Indonesia sudah ada sejak zaman pemerintah kolonial
Belanda. Munculnya pasar modal di Indonesia dimulai dengan didirikannya
Vereniging Voor de Effecten Handel di Batavia pada tanggal 14 Desember 1912.
Melihat perkembangannya pemerintah kolonial selanjutnya membuka bursa efek

25i

di Surabaya pada tanggal 11 Januari 1925 dan di Semarang pada tanggal 1


Agustus 1925, tetapi untuk selanjutnya ditutup kembali.
Setelah Indonesia merdeka, pemerintah RI berusaha mengaktifkan
kembali bursa efek Indonesia dengan dikeluarkannya Undang-undang Darurat No
13 tanggal 1 September 1951, yang kemudian ditetapkan sebagai Undang-undang
No 15 Tahun 1952 tentang Bursa. Berdasarkan Undang-undang tersebut bursa
efek dibuka kembali tanggal 11 Juni 1952, namun hanya berlangsung sampai
1958.
Pada zaman pemerintahan orde baru, salah satu program pemerintah pada
saat itu adalah menekan laju inflasi dan memperbaiki perekonomian nasional.
Usaha mendorong pertumbuhan pasar modal berupa kemudahan yang dituangkan
dalam berbagai paket kebijakan yang meliputi antara lain: didirikannya
BAPEPAM (Badan Pelaksana Pasar Modal) dan PT. Danareksa pada tahun1976,
dikeluarkannya kebijakan Menteri Keuangan pada 23 Desember 1987 berupa:
penyempurnaan dan persyaratan yang lebih longgar bagi perusahaan yang ingin
menjual sahamnya, prosedur pemberian ijin profesi pasar modal semuanya sekali
diurus berlaku seterusnya tanpa perlu diperpanjang; dimulainya bursa pararel;
dibukanya pasar modal bagi investor asing sampai batas maksimum 49%; dan
penghapusan peraturan yang membatasi fluktuasi harga saham sampai maksimum
4% perubahan pada satu hari perdagangan.
Pada Oktober 1988 dan 20 Desember 1988 diberikan kepada pasar modal
lebih banyak kesempatan berkembang antara lain: perlakuan sama antara bunga
deposito dan deviden saham dikenakan pajak 15%, dibukanya kesempatan
pengelolaan bursa efek oleh swasta termasuk mendirikan bursa baru di luar

26i

Jakarta, dan dimulainya company listing yang meningkatkan jumlah saham dalam
perusahaan yang terdaftar di pasar modal. Kemudian dilakukan swastanisasi
Bursa Efek Jakarta pada April 1992, dan pada penghujung tahun 1995, ditetapkan
Undang-undang No 8 Tahun 1995 tentang pasar modal.
Berdasarkan Undang-undang No 8 tahun 1995, bursa efek didirikan
dengan tujuan menyelenggarakan efek yang teratur, wajar dan efisien. Dengan
demikian, harga yang terjadi mencerminkan mekanisme pasar berdasarkan
kekuatan permintaan dan penawaran.

2.1.3 Efisiensi Pasar Modal


Efisiensi pasar modal merupakan suatu istilah yang dipergunakan dalam
berbagai konteks dengan berbagai arti. Sebagai misal, West (1975)2 membedakan
istilah efisiensi pasar dengan dua pendekatan, yaitu internal dan external
efficiency. Internal efficiency menunjukkan bahwa pasar modal tersebut bukan
hanya memberikan harga yang benar, tetapi juga memberikan berbagai jasa
yang diperlukan oleh pembeli dan penjual dengan biaya serendah mungkin.
Sedangkan external efficiency menunjukkan bahwa pasar berada dalam
keadaan keseimbangan sehingga keputusan perdagangan saham berdasarkan atas
informasi yang tersedia di pasar tidak bisa memberikan tingkat keuntungan diatas
tingkat keuntungan keseimbangan. Efisiensi eksternal ini sesuai dengan
pengertian efisiensi mikro pasar modal, yaitu suatu kondisi seberapa jauh pasar
modal efisien secara informasional (informasionally efficient). Efisiensi mikro ini

Suad Husnan. Efisiensi Pasar Modal Indonesia, Jurnal Ekonomi Indonesia, April 1992.

27i

berkaitan dengan apakah harga sekuritas-sekuritas di pasar modal tersebut


mencerminkan informasi yang relevan.
Informasi yang relevan diklasifikasikan ke dalam tiga bentuk. Pertama,
adalah informasi dalam bentuk perubahan harga di waktu lalu. Kedua, informasi
yang tersedia untuk publik. Ketiga, informasi yang tersedia baik untuk publik
maupun untuk perusahaan.
Pasar modal yang efisien adalah pasar dimana harga saham mencerminkan
secara penuh (fully reflect) informasi yang tersedia (Elton/Gruber, 1995, hal 406).
Menurut Brealey dan Myers (1988)3 pasar modal dikatakan efisien apabila
informasi dapat diperoleh dengan mudah dan murah oleh para pemodal, sehingga
semua informasi yang relevan serta terpercaya telah tercermin dalam harga-harga
saham.
Sementara itu, Samuelson/Nordhaus (1995) menyatakan bahwa bursa yang
efisien adalah bursa dimana semua informasi baru segera diketahui dan
dimengerti oleh peserta bursa dan segera mempengaruhi harga-harga pasar. Dan
teori bursa yang efisien mengatakan bahwa harga-harga pasar telah mengandung
semua informasi yang ada. Sehingga kita tidak mungkin memperoleh keuntungan
dengan cara mengamati informasi yang lama atau pola perubahan harga-harga
yang lalu.
Fuller/Farrell (1988) mengatakan bahwa inti dari efisiensi pasar modal
adalah sebagian besar saham dihargai dengan tepat dan pemodal dapat
memperoleh imbalan normal dengan memilih secara acak (random) saham-

Udjian Wahjusuprapto. Koreksi Pasar Terhadap Harga Saham Perdana di Bursa Efek Jakarta,
hal 10 Thesis Fakultas Pascasarjana Universitas Indonesia, 1990.

28i

saham dalam kelompok resiko tertentu. Artinya jika semua saham dihargai
dengan tepat, investor akan mencari return dari investasi mereka yang sesuai
dalam kelompok resiko tertentu, dengan tidak memperhatikan saham mana yang
mereka beli. Dengan kata lain, dalam pasar modal yang efisien, saham dihargai
secara benar, yaitu tidak overpriced ataupun underpriced.
Dari beberapa pendapat tersebut dapat dinyatakan bahwa pasar modal
dikatakan efisien jika harga-harga efek telah mencerminkan semua informasi yang
tersedia tentang perekonomian, tentang pasar keuangan serta tentang perusahaan
tertentu yang terlibat di dalamnya. Implikasinya adalah harga-harga pasar untuk
masing-masing efek dengan cepat melakukan penyesuaian terhadap informasi
baru.
Dan karena penyampaian informasi begitu sempurna, dalam pasar modal
yang efisien, pemilik modal manapun tidak mungkin memperoleh laba ekonomi
(keuntungan abnormal) dengan cara memanipulasi informasi yang tersedia khusus
baginya (Jensen/Smith, 1986).
Reilly (1989) menyatakan bahwa asumsi yang memungkinkan terjadinya
pasar modal yang efisien adalah bahwa pertama, terdapat banyak peserta dengan
tujuan memaksimumkan laba dimana para peserta melakukan analisa dan
penilaian saham dan dimana para peserta tersebut beroperasi secara independen
satu sama lain. Asumsi kedua adalah bahwa informasi baru diterima pasar secara
random, dan timbulnya informasi tersebut secara umum independen satu sama
lain. Asumsi ketiga adalah bahwa investor menyesuaikan harga secara cepat untuk
mencerminkan pengaruh dari informasi baru.

29i

Walaupun penyesuaian harga tersebut tidak selalu sempurna, tetapi tidak


bias. Karena informasi datang secara random dan independen serta para investor
menyesuaikan harga secara cepat untuk merefleksikan informasi, maka perubahan
harga terjadi secara random dan independen. Dari kondisi tersebut dapat
diimplikasikan bahwa pasar yang efisien memerlukan tingkat likuiditas yang
dinyatakan dengan jumlah transaksi perdagangan yang cukup tinggi. Semakin
banyak transaksi perdagangan oleh banyak investor akan menyebabkan
penyesuaian harga yang lebih cepat yang berarti pasar lebih efisien.
Fama4 mengemukakan beberapa kondisi yang mendukung penyesuaian
harga terhadap informasi dalam pasar yang efisien. Fama menyatakan:
First, it is easy to determine sufficient condition for capital market efficiency,
for example, consider a market in which (i) there are no transaction costs in
trading securities, (ii) all available information is costlessly available to all
market participants, and (iii) all agree on the implications of current
information for the current price and distribution of future prices of each
security. In such a market, the current price of a security obviously fully
reflects all available information.
Kondisi diatas adalah tercukupi (sufficient) dan bukan harus terpenuhi
(necessary). Lebih lanjut Fama menyatakan bahwa walaupun ketiga kondisi
tersebut bukan merupakan persyaratan mutlak atas efisiensi pasar, tidak
terpenuhinya kondisi-kondisi tersebut merupakan sumber potensial atas
ketidakefisienan pasar.

2.1.4 Bentuk Efisiensi Pasar Modal

4
Dalam Efficient Capital Market: A Review of Theory and Empirical Work, Journal of Finance,
May 1970, Vol.25, halaman 389-390.

30i

Di dalam konsep efisiensi pasar modal, ada tiga bentuk teori pasar modal
yang efisien. Pertama, Weak form efficiency; kedua, Semi strong efficiency, dan
ketiga, strong form efficiency. Ketiga bentuk kategori pasar modal yang efisien
tersebut oleh Robert (1976)5 diuraikan sebagai berikut:
Weak form hypotheses, that current stock price already reflects all
information that can be gleaned from past price changes.
Semi strong form hypotheses, that current stock price reflect not only the
information implied by historical price changes but also information implied
by all publicly available information relevant to a companys securities.
Strong form hypotheses, that current stock price reflects all relevant
information available only to company insider or other frivileged groups.
2.1.4.1 Efisiensi Bentuk Lemah (Weak Form Efficiency)

Pasar dikatakan efisien dalam bentuk lemah jika harga-harga dari sekuritas
telah mencerminkan semua informasi yang terkandung dalam harga-harga masa
lampau. Jika pasar efisien dalam bentuk lemah, maka nilai-nilai masa lalu tidak
dapat digunakan untuk memprediksi harga sekarang, karena tidak ada hubungan
antara perubahan harga masa lampau dengan perubahan harga masa datang, atau
dengan kata lain perubahan harga adalah independen. Ini berarti bahwa di dalam
pasar yang efisien bentuk lemah, investor tidak dapat memperoleh tingkat
keuntungan diatas normal dengan menggunakan trading rules berdasarkan
informasi harga pada masa atau waktu sebelumnya. Dengan demikian maka
analisis teknis (technical analysis) akan sia-sia belaka.

2.1.4.2 Efisiensi Bentuk Setengah Kuat (Semi Strong Form Efficiency)


6

Yudi Pramadi. Efisiensi Pasar Modal di Indonesia, Jurnal Keuangan dan Moneter, Agustus
1996.

31i

Efisiensi

ini

menunjukkan

bahwa

harga

saham

tidak

hanya

mencerminkan semua informasi mengenai harga saham di masa lalu, tetapi juga
mencakup semua informasi yang dipublikasikan. Dengan kata lain, harga saham
akan segera cepat menyesuaikan diri untuk merefleksikan adanya informasi baru
yang tersedia untuk umum.
Informasi yang dipublikasikan ini antara lain informasi mengenai
penerbitan saham baru, pengumuman deviden, pemecahan saham (stock split),
pengambilalihan perusahaan (acquisition), penggabungan usaha (merger),
penggantian manajemen, perkiraan tentang laba perusahaan, perubahan metode
akuntansi, laporan tahunan, laporan triwulanan, dan sebagainya.
Jadi seorang investor yang baru melakukan tindakan setelah suatu
informasi baru dikeluarkan untuk umum tidak dapat mengharapkan laba yang
abnormal atas tindakannya. Hal ini karena harga saham sudah mencerminkan
pengaruh dari informasi baru tersebut.

2.1.4.3 Efisiensi Bentuk Kuat (Strong Form Efficiency)


Efisiensi bentuk kuat menunjukkan bahwa harga saham bukan saja
mencerminkan semua informasi yang dipublikasikan, tetapi juga informasi dari
analisis fundamental tentang perusahaan dan perekonomian. Dalam kondisi
seperti ini, harga selalu wajar dan tidak ada investor yang mampu memperoleh
perkiraan yang lebih baik tentang harga saham. Dengan kata lain, tidak ada siasat
dagang yang didasarkan pada semua informasi termasuk informasi rahasia dari

32i

sumber-sumber internal perusahaan, yang dapat dimanfaatkan untuk memperoleh


imbalan abnormal.

2.1.5 Random Walk (Lajur Acak)


Istilah random walk menggambarkan pergerakan sebuah variabel dimana
perubahan yang akan terjadi tidak dapat diramalkan (random) karena nilai
variabel yang terjadi pada hari ini mungkin naik dan mungkin turun.
Pernyataan bahwa harga saham sepenuhnya mencerminkan informasi yang
tersedia diasumsikan bahwa perubahan harga berturut-turut (atau bisanya, return
suatu periode yang berurutan) adalah independen. Sebagai tambahan, ini biasanya
diasumsikan bahwa perubahan (return) berturut-turut berdistribusi identik. Kedua
hipotesis merupakan model random walk. Harga akan mengikuti random walk
jika perubahan harga berdistribusi independen dan identik. (Eugene F. Fama)
Menurut Burton G. Malkiel, random walk adalah suatu kegiatan dimana
langkah/arah yang akan datang tidak dapat diperkirakan dari kegiatan masa lalu.
Karena istilah tersebut diterapkan pada pasar modal, ini berarti bahwa perubahan
jangka pendek dari harga saham tidak dapat diramalkan. Jasa konsultan investasi,
peramalan pendapatan dan pola grafik yang rumit adalah tidak berguna.
Menurut Samuelson/Nordhaus, harga mengikuti lajur acak/sembarang
(random) bila perubahan (naik-turunnya) sepanjang waktu benar-benar sulit
diramalkan, sehingga perubahan harga saham selama suatu periode akan tampak
sangat tidak beraturan, seperti sebuah lajur serampangan.
Menurut Fuller/Farrell, dalam pasar yang efisien, perubahan harga dari
efek akan mengikuti suatu random walk (lajur acak) sepanjang waktu. Suatu

33i

series data dikatakan mengikuti random walk jika masing-masing observasi


independen dari observasi sebelumnya.
Harga-harga spekulatif mendorong adanya lajur acak. Dalam suatu pasar
yang efisien, seluruh hal yang yang dapat diprediksikan telah dimasukkan ke
dalam harga. Ia adalah jelmaan dari informasi baru yang mempengaruhi hargaharga saham atau komoditi. Lebih jauh, berita biasanya bersifat sembarang dan
tidak dapat diprediksi (atau sebaliknya ia dapat diprediksi dan karena itu tidak
terdapat berita yang baik). Dan karena harga saham bergerak dalam menanggapi
kejadian-kejadian yang bergejolak, harga-harga saham sendiri bergerak secara
bergejolak, seperti lajur acak. (Samuelson/Nordhaus, 1995, hal 223).
Dari berbagai pendapat diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa implikasi
penting dari teori efisiensi pasar modal adalah bahwa harga saham harus
mengikuti suatu random walk; yaitu perubahan harga saham yang akan terjadi,
untuk semua tujuan praktis, tidak bisa diramal.

2.1.6 Pengujian Efisiensi Pasar Modal Bentuk Lemah


Efisiensi pasar modal bentuk lemah berkaitan dengan teori langkah acak
(random walk theory) yang menyatakan bahwa data masa lalu tidak berhubungan
dengan nilai sekarang. Ada berbagai macam pengujian untuk mengetahui hal
tersebut, diantaranya

the run test (pengujian runtun) dan test korelasi serial

(correlation test).
a) The run test (pengujian runtun)
Menurut Fisher-Jordan, pengujian efisiensi pasar modal bentuk
lemah dapat dilakukan dengan run test. Run test mengabaikan nilai absolut

34i

dalam series dan hanya melihat pada tandanya. Peneliti kemudian hanya
menghitung nilai run (konsekuensi dari tanda runtun dalam arah yang
sama). Sebagai contoh, runtun ---+0+ mempunyai 4 run, nilai run
sebenarnya yang terlihat dibandingkan dengan nilai yang diharapkan dari
sebuah random series dari perubahan harga. Dan setelah dijalankan
ditemukan bahwa tidak ada perbedaan signifikan yang terlihat. Hasil
selanjutnya memperkuat hipotesis random walk.
Run test tidak dipengaruhi oleh adanya nilai ekstrim, sehingga
dapat mengatasi masalah yang timbul akibat adanya nilai ekstrim. Jika
perubahan harga saham berkorelasi secara positif dari waktu ke waktu,
maka diharapkan akan terjadi runtun yang sedikit. Sebaliknya jika
perubahan harga saham berkorelasi secara negatif dari waktu ke waktu,
maka akan terjadi banyak runtun.
b) Uji autokorelasi (Test korelasi serial)
Uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui apakah ada
hubungan antara indek harga saham gabungan periode t (IHSGt) dengan
indeks harga saham gabungan periode sebelumnya (IHSGt-1)
Menurut Elton/Gruber autokorelasi dapat diuji dengan Correlation
test. Correlation test adalah pengujian hubungan linier antara return hari
ini dan return masa lalu. Persamaan regresinya adalah sebagai berikut6:
rt = a + brt 1T + et
a mengukur return yang diharapkan, tidak berhubungan dengan return

sebelumnya. Karena sebagian besar efek memberikan return positif, a

35i

seharusnya positif. b mengukur hubungan antara return sebelumnya


dengan return hari ini. T=0 artinya hubungan antara return hari ini dengan
return kemarin. T=1 artinya hubungan antara return hari ini dengan return

dua periode sebelumnya. et adalah angka random dan berhubungan


dengan variabilitas return yang tidak berhubungan dengan return
sebelumnya.
Tes korelasi serial digunakan untuk menentukan apakah perubahan
harga atau proporsi perubahan harga pada beberapa periode kedepan
berhubungan. Sebagai contoh, kita ingin melihat apakah perubahan harga
pada periode t+1 berhubungan dengan perubahan harga pada periode
sebelumnya, yaitu periode t (Fisher-Jordan).

2.1.7 Studi Empiris Efisiensi Pasar Modal


Hasil-hasil penelitian umumnya menunjukkan bahwa pasar modal di
Amerika Serikat memenuhi persyaratan efisiensi bentuk lemah. Penelitian yang
dilakukan oleh Eugene S. Fama (Fuller/Farrell, 1988, hal 102) terhadap saham 30
perusahaan industri yang membentuk Dow Jones Industrial Index dari tahun 1957
sampai 1962, menunjukkan koefisien autokorelasi (r) untuk 26 dari 30 saham
berada dalam batas-batas 0.10, sehingga hipotesis parameter R=0 bisa diterima.
Artinya pasar modal memenuhi persyaratan efisiensi bentuk lemah.
Beberapa penelitian yang membenarkan efisiensi pasar bentuk semi kuat
adalah yang dilakukan oleh Fama, Fisher, Jensen dan Roll terhadap 940 stock

Edwin Elton. J. dan Martin Gruber J. Modern Portofolio Theory and Investment Analysis,
Fifth Edition, United State of America: John Willey & Son, Inc, 1995.

36i

splits antara tahun 1927 sampai tahun 1959 (Fuller/Farrell, 1988, hal 104-109).
Untuk menguji efisiensi pasar bentuk semi kuat ini diperlukan indeks pasar,
karena pasar modal dikatakan efisien bila AAR (average abnormal return) untuk
semua saham mendekati 0.
Di Indonesia, Suad Husnan melakukan pengujian terhadap 24 saham di
Bursa Efek Jakarta selama tahun 1990 dimana rata-rata absolut koefisien
otokorelasi, baik untuk lag 1 maupun lag 2 tidak lebih besar dari 2 standar error,
yakni masing-masing 0.1612 dan 0.1059. Angka 2 standar error tersebut
menunjukkan harga saham tidak bersifat acak. Artinya perubahan harga saham
pada minggu-minggu yang lalu hanya menjelaskan 2.6% perubahan harga saham
minggu ini. Dengan membandingakan dengan periode yang lalu (tahun 1984-1987
san 1989), Husnan membuktikan bahwa telah terjadi peningkatan efisiensi bentuk
lemah.
Sementara itu, penelitian yang dilakukan oleh Udjian Wahjusuprapto
(1990) di Bursa Efek Jakarta menunjukkan bahwa 25 dari 40 saham yang diuji
memiliki koefisien korelasi diluar daerah kritis

0.10. Kemudian dari saham

yang memiliki koefisien autokorelasi dalam batas-batas

0.10 untuk interval

harian, ternyata pada interval-interval lain koefisien autokorelasinya diluar daerah


kritis. Hal ini menunjukkan masih adanya gerak musim harga yang
memungkinkan penerapan strategi-strategi teknik. Hanya ada lima saham yang
pasarnya benar-benar mengikuti random walk. Selanjutnya berdasarkan frekuensi
perubahan harga ternyata empat dari kelima saham itu adalah saham-saham yang
kurang aktif diperjualbelikan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa BEJ periode
1989-1990 belum efisien.

37i

2.2 Kerangka Penelitian


2.2.1 Kerangka Berpikir
Perbankan
Dana untuk
investasi
Pasar modal

Efisiensi secara
makro

Efisiensi secara
mikro
(informasional)

Efisiensi bentuk
setengah kuat

Efisiensi bentuk
lemah

Efisiensi
bentuk kuat

Rasio antara dana yang


dihimpun pasar modal
terhadap perbankan

Indeks harga saham


gabungan

Infomasi

Efisien

Belum efisien

Penentuan model
yang sesuai/cocok

38i

Peramalan

Dengan semakin industri majunya kegiatan di Indonesia, maka dibutuhkan


dana yang lebih besar untuk membiayai pembangunan. Dana dapat diperoleh dari
perbankan, akan tetapi kita tidak bisa hanya mengandalkan perbankan sebagai
sumber pembiayaan pembangunan nasional. Sebagai alternatif, kita bisa
menggunakan pasar modal sebagai sumber pembiayaan pembangunan. Oleh
karena itu, pasar modal yang efisien sangat dibutuhkan.
Berdasarkan penelitian sebelumnya, masih terdapat kontroversi mengenai
efisiensi pasar modal Indonesia. Ditambah adanya fenomena yang aneh pada
penjualan saham BII, dimana diduga ada transaksi penggorengan BII. Adanya
fenomena tersebut menimbulkan pertanyaan apakah pasar modal Indonesia sudah
efisien atau belum.
Secara makro, efisiensi pasar modal dapat dilihat dari perbandingan
antara dana yang dihimpun oleh pasar modal dengan dana yang dihimpun oleh
perbankan. Sedangkan secara mikro efisiensi pasar modal dapat dilihat dari segi
tersedianya informasi. Pasar modal dikatakan efisien jika harga-harga efek telah
mencerminkan semua informasi yang tersedia tentang perekonomian, tentang
pasar keuangan serta tentang perusahaan tertentu yang terlibat di dalamnya. Pasar
modal yang efisien dalam bentuk lemah menggunakan informasi perubahan harga
masa lalu sebagai data yang akan digunakan dalam pengujian efisiensi. Pada
pengujian efisiensi bentuk lemah, akan dilihat hubungan antara pola perubahan
harga sekuritas dari data masa lalu dengan pola perubahan harga harga sekuritas
saat ini dan yang akan datang.
Jika pasar modal Indonesia adalah tidak efisien, berarti ada keterkaitan
antara indeks harga saham masa lalu dengan indeks harga saham di masa

39i

sekarang, sehingga kita dapat menggunakan data masa lalu untuk melakukan
peramalan, dengan menggunakan model ARIMA (Autoregresif Integrated Moving

Average). Tujuan dari model ini adalah untuk menentukan hubungan statistik
yang baik antara variabel yang diramal dengan nilai historis variabel tersebut
sehingga peramalan dapat dilakukan dengan model tersebut.

2.2.2 Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)


Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pertama kali diperkenalkan pada
tanggal 1 April 1983 sebagai indikator pergerakan harga saham yang tercatat di
Bursa, baik saham biasa maupun saham preferen. Indeks Harga Saham Gabungan
(IHSG), menggunakan semua saham tercatat sebagai komponen penghitungan
indeks. Hari dasar penghitungan indeks adalah tanggal 10 Agustus 1982 dengan
nilai 100, sedangkan jumlah saham yang tercatat pada waktu itu adalah sebanyak
13 saham.

2.3 Hipotesis
a) Diduga perubahan-perubahan indeks harga saham gabungan yang terjadi
di Bursa Efek Jakarta bersifat tidak beraturan (random) secara signifikan.
Apabila perubahan-perubahan indeks harga saham gabungan yang terjadi
di Bursa Efek Jakarta bersifat tidak beraturan (random), maka pasar modal
efisien dalam bentuk lemah.
b) Diduga tidak ada hubungan yang signifikan antara indeks harga saham
gabungan yang terjadi pada waktu-waktu yang lalu di Bursa Efek Jakarta

40i

dengan indeks harga saham gabungan pada waktu-waktu sekarang.


Apabila indeks harga saham gabungan yang terjadi pada waktu-waktu
yang lalu di Bursa Efek Jakarta tidak ada hubungannya dengan harga
saham di masa sekarang, maka pasar modal efisien dalam bentuk lemah.
c) Pada model ARIMA, diduga parameter autoregressive ( i ) sama dengan
nol, parameter moving average ( i ) sama dengan nol.

BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Seperti yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya, pengertian


efieiensi pasar modal berbeda dengan pengertian efisiensi pada umumnya yang
biasanya didefinisikan sebagai rasio antara output dengan input. Analisis efisiensi
pasar modal dapat dilihat dari dua sisi, yaitu dilihat dari efisiensi pasar modal
secara makro dan dilihat dari efisiensi pasar modal secara mikro. Efisiensi pasar
modal secara mikro, yaitu efisiensi secara informasional dapat dilihat melalui
perkembangan indeks harga saham gabungannya.

4.1 Efisiensi Pasar Modal Secara Makro

Dari

sisi

makro,

efisiensi

pasar

modal

dapat

dilihat

dengan

membandingkan dana yang dihimpun sektor pasar modal dengan yang dihimpun
oleh sektor perbankan.

41i

Tabel 4.1 Dana yang Dihimpun oleh Sektor Pasar Modal dan Perbankan
Akhir Periode
(1)
1999
2000
2001
2002
2003
2004***
Keterangan:

Pasar Modal*
(milliar Rp)
(2)
229.861,2
254.607,3
263.004,5
278.172,7
314.762,4
315.187,4

Bank
(milliar Rp)
(3)
225.133
269.000
307.594
365.410
437.943
446.589

Rasio**
(%)
(4)
102,13
94,64
85,50
76,12
71,87
70,57

: meliputi saham dan obligasi


: rasio antara dana yang dihimpun oleh pasar modal terhadap perbankan
** *
: sampai Maret
Sumber: Diolah dari Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia April 2004.
**

Tabel diatas menunjukkan bahwa rasio antara dana yang dihimpun pasar modal
dengan dana yang dihimpun seluruh perbankan ternyata dari tahun ke tahun
mengalami penurunan7. Pada tahun 1999, dana yang dihimpun oleh pasar modal
sedikit lebih banyak daripada dana yang dihimpun oleh sektor perbankan, yaitu
sekitar 230 triliun rupiah dihimpun oleh pasar modal, sedangkan sektor perbankan
menghimpun dana sebesar 225 triliun rupiah. Kemudian pada tahun-tahun
berikutnya, dana yang dihimpun pasar modal selalu mengalami kenaikan, tetapi
jumlahnya selalu lebih kecil bila dibandingkan dengan dana yang dihimpun oleh
sektor perbankan. Pada Tabel 4.1 terlihat bahwa rasio dana yang dihimpun oleh
pasar modal terhadap sektor perbankan menurun dari 102,13 persen pada tahun
1999 menjadi 70,57 persen pada tahun 2004, yang artinya peranan pasar modal
sebagai penghimpun dana mengalami penurunan. Hal ini menyebabkan efisiensi
makro pasar modal Indonesia mengalami penurunan.
Jika dilihat dari kepemilikan saham, ternyata investor asing masih
mendominasi kepemilikan saham di BEJ.

42i

Tabel 4.2. Kepemilikan Saham di BEJ


Akhir Periode

Asing
(2)
122.164
54.109
46.537
58.726
103.953
104.454

(1)
1999
2000
2001
2002
2003
2004*
Keterangan:

Kepemilikan Saham (Milliar Rp)


Domestik
(3)
25.716
68.675
67.748
43.278
63.513
96.454

Rasio**
(%)
(4)
475,05
78,79
68,69
135,69
163,67
108,29

: sampai Maret
: rasio antara kepemilikan asing terhadap domestik
Sumber: Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia, April 2004.
**

Dari Tabel 4.2 terlihat bahwa walaupun pada tahun 2000 dan 2001 kepemilikan
saham didominasi oleh domestik, tetapi pada tahun 2003 dan 2004 kepemilikan
saham di BEJ kembali didominasi oleh investor asing seperti pada tahun 1999.
Jika dilihat dari nilainya, sebenarnya investasi yang dilakukan oleh domestik terus
mengalami kenaikan dari tahun ke tahun, akan tetapi investasi yang dilakukan
oleh investor asing lebih besar dari investor domestik.
Banyaknya saham yang dimiliki oleh investor asing menunjukkan bahwa
keadaan Indonesia sangat kondusif atau paling tidak menarik minat investor asing
untuk melakukan investasi. Akan tetapi hal ini mengarah pada pasar modal yang
tidak efisien, karena jika sewaktu-waktu para investor asing itu mengalihkan
dananya ke luar negeri jika terjadi instabilitas di dalam negeri, maka pasar modal
Indonesia akan kolaps. Kondisi ini akan sangat berpengaruh bagi pengembangan
pasar modal Indonesia di masa yang akan datang.

4.2 Perkembangan Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Jakarta

Dana yang dihimpun oleh perbankan adalah posisi kredit rupiah dan valas bank umum

43i

Selama periode penelitian, kondisi pasar modal Indonesia yang tercermin


dari Indeks Harga Saham Gabungan menunjukkan perkembangan yang terus
meningkat. Dalam triwulan pertama tahun 2003, pergerakan indeks berfluktuasi
dengan kecenderungan menguat. Meskipun demikian, indeks sempat mencapai
posisi terendah pada tanggal 11 Maret 2003, yaitu pada level 379.351. Begitu pula
perdagangan saham berlangsung kurang semarak dimana nilai rata-rata
perdagangan saham cukup rendah yaitu dalam kisaran 250 milliar rupiah. Namun,
dengan semakin membaiknya kondisi Indonesia baik dari sisi perekonomian
maupun stabilitas politik-keamanan, Indonesia mampu mengangkat kinerja bursa
efek Indonesia. Keadaan seperti ini dapat dilihat dengan semakin meningkatnya
pergerakan indeks sampai memasuki tahun 2004, bahkan sempat mencapai posisi
tertinggi 794.467 pada tanggal 20 Februari 2004.
Gambar 4.1. Perkembangan IHSG di Bursa Efek Jakarta Periode Januari 2003Maret 2004.
800
700
600

500
400

300
50

100

150
IHSG

44i

200

250

Dari gambar diatas, terlihat bahwa selama periode Januari 2003-Maret


2004 indeks harga saham gabungan di Bursa Efek Jakarta terus menerus
mengalami kenaikan. Ini menggambarkan keadaan bursa yang sedang bullish.
Dalam penelitian ini, untuk menguji efisiensi pasar modal secara mikro
(informasional) akan digunakan run test, test autolorelasi dari model Box-Jenkins
(ARIMA), yang sekaligus juga digunakan untuk mencari model yang cocok untuk
melakukan peramalan indeks harga saham gabungan.

4.2.1 Pengujian Efisiensi Pasar Modal dengan Run Test

Tabel 4.3 Run Test Indeks Harga Saham


Gabungan di Bursa Efek Jakarta Periode
Januari 2003-Maret 2004
ihsg t
Test Value(a)

523.553

Cases < Test Value

149

Cases >= Test Value

150

Total Cases

299

Number of Runs

-16.973

Asymp. Sig. (2-tailed)

.000

a Median

Sumber: Hasil output SPSS

Nilai Z hitung yang didapat dari run test adalah sebesar 16.973
(signifikan), atau dapat dilihat dari nilai significant value yang sangat kecil
(0.000) sehingga Ho ditolak. Hal ini berarti perubahan indeks harga saham

45i

gabungan yang terjadi di Bursa Efek Jakarta ada keteraturan (bersifat tidak

random/acak). Kesimpulan dari perhitungan diatas adalah bahwa pasar modal di


Bursa Efek Jakarta belum memenuhi persyaratan efisiensi dalam bentuk lemah,
atau dengan kata lain pasar modal di Indonesia belum efisien untuk periode
Januari 2003-Maret 2004. Keadaan tersebut menjelaskan adanya keterkaitan harga
dengan periode sebelumnya, sehingga harga dapat diramal dengan trend. Dengan
demikian investor dapat melakukan analisis teknis (technical analysis) mengenai
proyeksi harga yang dapat digunakan untuk memperkirakan besarnya tingkat
keuntungan yang dapat diperoleh diatas normal dengan menggunakan trading

rules.

4.2.2 Pengujian Efisiensi Pasar Modal dengan Test Autokorelasi

Test autokorelasi digunakan untuk mengetahui apakah ada hubungan


antara indeks harga saham gabungan pada periode t (IHSGt) dengan indeks harga
saham gabungan pada periode sebelumnya (IHSGt-1). Nilai koefisien autokorelasi
indeks harga saham gabungan di Bursa Efek Jakarta Periode Januari 2003Maret
2004 dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.4 Nilai Koefisien Autokorelasi Perubahan Indeks Harga Saham
Gabungan di Bursa Efek Jakarta Periode Januari 2003 Maret
2004
Lag

Autokorelasi
Koefisien
Standar error

Autokorelasi Parsial
Koefisien
Standar error

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

1
2
3
4

0.167
-0.128
0.084
0.134

0.058
0.058
0.057
0.057

0.167
-0.160
0.143
0.073

0.058
0.058
0.058
0.058

46i

-0.040

0.057

-0.053

0.058

Sumber: Hasil Output SPSS

Dari Tabel 4.4 tampak ada beberapa lag yang mempunyai koefisien
autokorelasi yang lebih besar dari 2 standar error atau lebih kecil dari -2 standar

error. Koefisien autokorelasi untuk lag 1 lebih besar dari 0.116 (2 standar error),
koefisien autokorelasi untuk lag 2 kecil dari -0.116 (2 standar error). Adapun
pada lag 4, koefisien autokorelasinya lebih besar dari 0.114 (2 standar error).
Kemudian pada koefisien autokorelasi parsial, lag 1 dan lag 3 lebih besar dari
0.116 (2 standar error) sementara itu lag 3 mempunyai koefisien autokorelasi
parsial yang lebih kecil dari -0.116 (2 standar error).
Jadi temuan ini menunjukkan bahwa koefisien autokorelasi dan koefisien
autokorelasi parsial indeks harga saham gabungan secara signifikan berbeda
dengan nol, artinya perubahan indeks selama periode pengamatan adalah tidak
indpenden, yaitu ada hubungan yang signifikan antara indeks harga saham
gabungan yang terjadi pada waktu-waktu yang lalu di Bursa Efek Jakarta dengan
indeks harga saham gabungan pada waktu-waktu sekarang. Sehingga kondisi ini
menunjukkan bahwa pasar modal belum efisien.

4.2.3 Model Box-Jenkins (ARIMA)


Dalam pasar modal yang efisien, harga (dalam penelitian ini adalah indeks
harga saham gabungan) di masa datang adalah independen dari harga di masa
lalu. Model Box-Jenkins (ARIMA) mencoba meramalkan harga di masa datang
dengan melihat autokorelasi dari seri harga. Dengan demikian, jika bursa efek
adalah efisien maka seharusnya tidak dapat diperoleh model peramalan Box-

47i

Jenkins (ARIMA) yang signifikan secara statistik untuk meramalkan harga di


masa datang. Dalam model ARIMA, hubungan antara harga pada periode t
dengan harga pada periode t-j, dimana j = 1,2,3,...dinyatakan melalui koefisien
untuk model AR dan koefisien untuk model MA.
Berdasarkan plot aktual data indeks harga saham gabungan harian periode
Januari 2003-Maret 2004 di BEJ (Gambar 4.1), menunjukkan bahwa data tidak
stasioner. Hal ini terlihat dari adanya trend IHSG harian yang meningkat dari
waktu ke waktu. Dengan menggunakan plot autokorelasi IHSG (Lampiran 3) juga
dapat dilihat bahwa data IHSG di BEJ tidak stasioner, karena setelah lag ketiga
autokorelasinya secara signifikan masih berbeda dari nol (lag 4, lag 5 dan
seterusnya berada diluar selang kepercayaan).
Untuk mengatasi ketidakstasioneran data IHSG di BEJ, dilakukan
differencing pertama. Setelah dilakukan differencing pertama, dapat dilihat pada
Lampiran 6 dan Lampiran 7 bahwa data dapat dikatakan stasioner. Jadi dalam
mencari model ARIMA untuk data IHSG di BEJ periode Januari 2003- Maret
2004 harus dilakukan differencing pertama, agar terpenuhi asumsi kestasioneran
data.
Untuk memastikan bahwa data sudah stasioner, digunakan unit root test
yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.5 berikut ini:
Tabel 4.5 Hasil Unit Root Test dari Data Indeks Harga Saham
Gabungan yang Sudah Dideferencing Satu Kali
ADF Test Statistic

-7.024968

1% Critical Value*
-3.9929
5% Critical Value
-3.4266
10% Critical Value
-3.1362
*MacKinnon critical values for rejection of hypothesis of a unit root.

48i

Nilai ADF dari hasil unit root test adalah sebesar (-7.024968), lebih
negatif daripada titik kritisnya pada semua tingkat kepercayaan, baik pada tingkat
kepercayaan 90%, 95%, maupun 99%. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa data sudah stasioner.
Untuk menentukan ordo AR(p) dan MA(q), dapat dilihat dari plot
autokorelasi parsial dan autokorelasi (Lampiran 7). Dicoba ordo maksimal yang
mungkin p=2, d=1, q=2. Jadi kombinasi model yang mungkin adalah: ARIMA
(0,1,1), ARIMA (0,1,2), ARIMA (1,1,0), ARIMA (1,1,1), ARIMA (1,1,2),
ARIMA (2,1,0), ARIMA (2,1,1), ARIMA (2,1,2).
Secara ringkas8, hasil pengolahan model ARIMA yang mungkin disajikan
pada Tabel 4.6 berikut ini:
Tabel 4.6 Ringkasan Output ARIMA Indeks Harga Saham Gabungan Bursa
Efek Jakarta
Model

Residual to Lag (Prob)


(Ljung-Box)
6

12

18

24

(5)

(6)

(7)

Standar
Error
Estimate

(1)

(2)

(3)

(4)

ARIMA(0,1,1)

C
MA(1)
C
MA(1)
MA(2)
C
AR(1)
C
AR(1)
MA(1)
C
AR(1)

0.0297
0.0000
0.0126
0.0002
0.0338
0.0239
0.0039
0.0190
0.0457
0.0002
0.0141
0.7804

0.010 0.109 0.153 0.065 6.955134

ARIMA(0,1,2)

ARIMA(1,1,0)
ARIMA(1,1,1)

ARIMA(1,1,2)

Parameter Uji t
(Prob)

(8)

0.121 0.508 0.615 0.392 6.902746

0.001 0.024 0.034 0.011 7.012825


0.053 0.337 0.422 0.226 6.918935

0.058 0.400 0.518 0.307 6.923823

Hasil pengolahan model ARIMA yang mungkin secara lengkap disajikan di lampiran.

49i

MA(1)
MA(2)
ARIMA(2,1,0) C
AR(1)
AR(2)
ARIMA(2,1,1) C
AR(1)
AR(2)
MA(1)
ARIMA(2,1,2) C
AR(1)
AR(2)
MA(1)
MA(2)

0.4539
0.4777
0.0067 0.058 0.344 0.512 0.316 6.921766
0.0010
0.0057
0.0092 0.096 0.483 0.642 0.425 6.903877
0.5774
0.1513
0.1737
0.0091 0.183 0.671 0.799 0.579 6.887083
0.0917
0.0044
0.0242
0.0587

Selanjutnya dilakukan pengujian terhadap parameter model, baik secara


parsial maupun secara keseluruhan.
1. Pengujian masing-masing parameter model secara parsial (uji t). Jika
prob< , maka koefiien model ARIMA signifikan secara statistik.
2. Pengujian model secara keseluruhan (overall test), yaitu apakah error
model bersifat random (uji residual menggunakan statistik Ljung-Box).
Jika prob> , maka error bersifat random.
Dari hasil pengujian, model yang semua koefisiennya signifikan dan
memiliki error (kesalahan) peramalan random adalah:
1. ARIMA (0,1,1) dengan Standar error estimate = 6.955134
2. ARIMA (1,1,1) dengan Standar error estimate = 6.918935
3. ARIMA (2,1,0) dengan Standar error estimate = 6.921766
Dengan demikian ada 3 model yang layak. Kriteria terakhir dalam
memperoleh model terbaik digunakan standar error estimate yang terkecil, dan
model yang mempunyai ordo yang sederhana, yaitu ARIMA (2,1,0). Dipilih

50i

model ARIMA (2,1,0) karena koefisien dari model ini signifikan untuk tingkat
kepercayaan 95% maupun 99%. Sedangkan untuk model ARIMA (1,1,1)
koefisien model hanya signifikan untuk tingkat kepercayaan 95%, sedangkan
untuk tingkat kepercayaan 99%, koefisien model tidak signifikan.
Dari ketiga model yang layak, model ARIMA (2,1,0) mempunyai nilai
MAPE (Mean Absolut Persentage Error) yang paling kecil, seperti terlihat pada
Tabel 4.7 berikut ini:
Tabel 4.7 Nilai MAPE dari Model yang Layak
Model

MAPE
Static

Dinamic

(1)

(2)

(3)

ARIMA (0,1,1)
ARIMA (1,1,1)
ARIMA (2,1,0)

0.957977
0.955754
0.948018

7.410314
7.236040
6.232428

Nilai koefisien model ARIMA (2,1,0), standar error, t-statistik dan


probabilitasnya dapat dilihat pada Tabel 4.8 berikut ini:
Tabel. 4.8 Nilai Koefisien, Standar Error, t- Statistik, dan
Probalitas Model ARIMA (2,1,0)
Variable

Coefficient Std. Error

t-Statistic

Prob.

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

C
AR(1)

1.133305
0.191787

0.415235
0.057479

2.729312
3.336658

0.0067
0.0010

51i

AR(2)

-0.160776

0.057748 -2.784096

0.0057

Dari tabel diatas terlihat bahwa hipotesis pertama ditolak, yaitu bahwa
koefisien AR signifikan secara statistik, yang ditunjukkan dengan nilai prob yang
lebih kecil dari 0,05. Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa data IHSG di BEJ
untuk periode Januari 2003-Maret 2004 mempunyai koefisien 1 dan 2 lebih
besar dari nol. Atau dengan kata lain, model Box-Jenkins (ARIMA) yang
diperoleh dapat digunakan untuk meramalkan IHSG di masa datang. Implikasi
penting dari temuan ini adalah bahwa Bursa Efek Jakarta tidak efisien dalam
bentuk lemah karena ternyata perubahan indeks adalah tidak independen. Hal ini
konsisten dengan hasil run test.
Model terbaik yang dihasilkan adalah ARIMA (2,1,0), dengan persamaan
sebagai berikut:

(1 B )(1 1 B 2 B 2 ) X t = '+ et

(1 1 B 2 B 2 B + 1 B 2 2 B 3 ) X t = '+et
X t 1 BX t 2 B 2 X t BX t + 1 B 2 X t + 2 B 3 X t = '+et
X t = '+1 BX t + 2 B 2 X t + BX t 1 B 2 X t 2 B 3 X t + et
di mana BX t diganti dengan X t 1
B 2 X t diganti dengan X t 2
B 3 X t diganti dengan X t 3
X t = '+1 X t 1 + 2 X t 2 + X t 1 1 X t 2 2 X t 3 + et
X t = '+ X t 1 + 1 X t 1 + 2 X t 2 1 X t 2 2 X t 3 + et
di mana 1 = 0.191787

52i

2 = -0.160776

' = 1.133305
Xt = 1.133305 + X t 1 + 0.191787 X t 1 + (0.160776) X t 2 + 0.191787 X t 2
(0.160776) X t 3 + et
X t = 1.133305 + 1.191787 X t 1 0.031011X t 2 + 0.160776 X t 3 + et
Dari beberapa model yang diterima, model peramalan terbaik yang
didapatkan adalah sebagai berikut:

X t = 1.133305 + 1.191787 X t 1 0.031011X t 2 + 0.160776 X t 3 + et


Dari persamaan diatas, terlihat bahwa indeks harga saham gabungan pada
hari ini dipengaruhi indeks harga saham gabungan pada satu hari perdagangan
yang lalu, juga dipengaruhi oleh indeks harga saham gabungan dua hari
perdagangan sebelumnya dan dipengaruhi indeks harga saham gabungan tiga hari
perdagangan sebelumnya. Besarnya pengaruh tersebut masing-masing sebesar
1.191787 IHSGt-1, minus 0.031011 IHSG t-2 dan 0.160776 IHSG t-3.

4.3 Proyeksi IHSG Bulanan


Berdasarkan persamaan yang didapat dari model Box-Jenkins (ARIMA),
maka dapat diperoleh nilai peramalan indeks harga saham gabungan Bursa Efek
Jakarta sebagai berikut:
Tabel 4.9 IHSG Bulanan Periode Januari 2003 - Maret
2004 Serta Nilai Ramalan IHSG Periode April
2004 Desember 2004.
Bulan
(1)

IHSG Bulanan
2003
2004
(2)

53i

(3)

Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember

388.443
399.220
398.004
450.861
467.930
510.470
507.985
529.675
597.140
625.546
617.080
691.895

752.932
761.081
735.677
759.636
781.169
804.968
829.901
853.700
877.500
900.166
919.432
945.498

Dari tabel diatas terlihat bahwa indeks harga saham gabungan pada tahun
2003 mengalami kenaikan sebesar 303.452 point selama satu tahun, yaitu dari
388.443 pada bulan Januari menjadi 691.895 pada akhir bulan Desember.
Sedangkan dari hasil prediksi, pada tahun 2004 indeks harga saham gabungan
akan mengalami kenaikan sebesar 192.566 point selama satu tahun, yaitu dengan
indeks harga saham gabungan sebesar 752.932 pada bulan Januari diperkirakan
akan naik menjadi 945.498 pada akhir bulan Desember.
Kenaikan indeks harga saham gabungan pada tahun 2004 hingga mencapai
945.498 pada akhir Desember akan terjadi jika kondisi perekonomian Indonesia
terus membaik, pelaksanaan pemilu dan pemilihan presiden-wakil presiden aman,
tidak

ada

kekacauan/huru-hara

dan

kejadian-kejadian

lain

yang

dapat

mempengaruhi pasar modal Indonesia. Setidaknya kondisi perekonomian


Indonesia pada tahun 2004 harus sama seperti kondisi perekonomian Indonesia
pada tahun 2003 agar indeks harga saham gabungan pada tahun 2004 seperti yang
diprediksikan.

54i

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dan analisa pada bab sebelumnya, dapat ditarik
kesimpulan bahwa:
1) Secara makro, pasar modal Indonesia cenderung tidak efisien, yang
ditandai oleh komposisi kepemilikan saham yang masih didominasi oleh
investor asing.
2) Secara mikro, disimpulkan bahwa selama Januari 2003-Maret 2004 Bursa
Efek Jakarta (BEJ) belum efisien. Hal ini ditandai dengan:
a. Pola indeks harga saham gabungan yang terjadi di BEJ tidak
menunjukkan perilaku random walk, artinya ada keteraturan dalam
pola IHSG. Pada pasar modal yang efisien, perubahan IHSG
berpola acak.
b. Perubahan IHSG yang tidak independen, karena pada beberapa lag
awal, koefisien autokorelasi dan koefisien autokorelasi parsial
lebih besar dari 2 standar error, artinya ada keterkaitan antara
indeks harga saham gabungan di masa lalu dengan indeks harga
saham gabungan di masa sekarang. Sedangkan di dalam bursa yang
efisien tidak terdapat korelasi antara IHSG di masa lalu dengan
IHSG di masa sekarang.

55i

c. Berdasarkan butir b diatas, maka dapat diperoleh model ARIMA


yang dapat mencerminkan pergerakan IHSG di BEJ. Seharusnya
jika pasar modal itu efisien, tidak akan diperoleh model peramalan
yang signifikan secara statistik untuk meramalkan harga di masa
datang.
1) Model ARIMA terbaik yang diperoleh adalah ARIMA (2,1,0), dimana
IHSG pada hari ini dipengaruhi IHSG pada satu hari perdagangan yang
lalu, juga dipengaruhi oleh IHSG dua hari perdagangan sebelumnya dan
dipengaruhi IHSG tiga hari perdagangan sebelumnya. Besarnya pengaruh
tersebut masing-masing sebesar 1.191787 IHSGt-1, (-0.031011) IHSG t-2
dan 0.160776 IHSG t-3

5.2 Saran
Dengan adanya kondisi Bursa Efek Jakarta yang belum efisien, maka
dapat direkomendasikan hal-hal berikut:
1) Investor domestik perlu didorong untuk melakukan investasi di pasar
modal, sehingga pasar modal Indonesia tidak didominasi oleh asing. Hal
ini dapat dilakukan dengan:
a. Memasyarakatkan reksa dana dan pasar modal.
b. Mendirikan perusahaan pialang di kota-kota besar, di setiap
propinsi atau bahkan di setiap ibukota kabupaten untuk
memudahkan masyarakat membeli sekuritas dan mendapatkan
informasi untuk keperluan investasi mereka.

56i

c. Perlu adanya kebijakan pemerintah yang kondusif bagi pasar


modal.
1) Perlu dilakukan upaya agar BEJ menjadi lebih efisien, misalnya dengan:
a. Meningkatkan tranparansi.
Bapepam selaku pengawas pasar modal perlu melakukan evaluasi
terhadap pola penyajian informasi dari emiten yang selama ini
sudah berjalan sehingga investor terhindar dari praktek-praktek
dunia usaha yang kurang sehat. Hal ini dapat diwujudkan dengan
memberi jaminan bahwa semua investor dapat memperoleh
informasi dan fakta-fakta yang relevan untuk membuat keputusan
investasi pada waktu dan dengan kualitas yang sama.
b. Mengusahakan agar jumlah perdagangan cukup tinggi atau
likuiditas yang cukup tinggi sehingga mendorong penyesuaian
harga yang lebih cepat.
c. Akuntan publik sebagai sarana penunjang harus bertanggung jawab
penuh terhadap pendapat yang diberikan kepada laporan keuangan
yang diauditnya.
1) Masyarakat pemodal yang ingin berinvestasi di BEJ dapat melakukan
analisis teknis dengan menggunakan harga saham pada masa lalu untuk
memperkirakan harga saham di masa yang akan datang.
2) Model ARIMA hanya efektif untuk jangka pendek. Untuk waktu yang
akan datang perlu dicari lagi model ARIMA yang paling sesuai
mencerminkan perilaku harga saham di BEJ, karena ada kemungkinan
pola data sudah mengalami perubahan.

57i

DAFTAR PUSTAKA

Bank Indonesia. Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia April 2004, Jakarta, 2004.
BAPEPAM. Laporan Tahunan 2003, Jakarta 2004
Bisnis Indonesia, Jakarta, 3 Januari 2003.
Curley, Anthony J. , Robert M. Bear. Investment Analysis and Management, New
York: Harper & Row Publisher, 1979.
Elton, Edwin J. , Martin J. Gruber. Modern Portofolio Theory and Investment
Analysis, Fifth Edition, United State of America: John Willey & Son, Inc,
1995.
Fama, Eugene F. Efficient Capital Markets: A Review of Theory and Empirical
Work, Journal of Finance, Vol.25, pages 383-417, Mei 1970.
Fuller, Russell J. , James L. Farrell, Jr. Modern Investment and Security Analysis,
New York: McGraw-Hill Book Company, 1988.
Hadi, Juliantono. Buku Pelatihan Statistik Paket Komputer EViews3.
Hanke, John E. , Arthur G. Reitsch. Bussiness Forecasting, Sixth Edition, United
State of America: Prentice Hall, Inc., 1998.
Hendranata, Anton. ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average),
Manajemen Keuangan Sektor Publik Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia, 2003
Husnan, Suad. Efisiensi Pasar Modal Indonesia, Jurnal Ekonomi Indonesia, 2433, 1 April 1992
Jensen, Michael C. , Clifford W. Smith, Jr. The Modern Theory of Corporate
Finance, Singapore: McGraw-Hill, 1986.
Kompas, Jakarta, Jumat 30 Januari 2004.
Makridakis, Spyros. , Steven C. Wheelwright, dan Victor E. McGee. Metode dan
Aplikasi Peramalan, Jakarta: Erlangga, 1999.
Malkiel, Burton G. A Random Walk Down Wall Street, New York: WW. Norton
and Company, 1990.

58i

PT. (Persero) Dana Reksa. Pasar Modal Indonesia Pengalaman dan Tantangan,
Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1987.
Pramadi, Yudi.Efisiensi Pasar Modal di Indonesia, Jurnal Keuangan dan
Moneter, Vol.3, 33-50, Agustus 1996.
Republika, Jakarta, 16 Januari 2004.
Ritter, Lawrence S. , William L. Silber, and Gregory F. Udell. Principle of
Money, Banking and Financial Market, Addison-Wesley, 2000.
Rodoni, Ahmad. Analisis Investasi dan Teori Portofolio, Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2002.
Undang-Undang No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.
Wahjusuprapto, Udjian. Koreksi Pasar Terhadap Harga Perdana Saham di BEJ,
Thesis Fakultas Pascasarjana, Universitas Indonesia, 1990.

RIWAYAT HIDUP PENULIS

59i

Nama

: ERNI HANIFAH

Tempat/Tanggal Lahir : Kab. Semarang, 27 Oktober 1982


Jenis Kelamin

: Perempuan

Agama

: Islam

Status

: Ikatan Dinas

Nama Ayah

: Muh Irsam, S.Pd.

Nama Ibu

: Wiji Rahayu, A.Ma.Pd.

Alamat

: Gedangan Rt 03 Rw I , Kecamatan Tuntang,


Kabupaten Semarang, Jawa Tengah 50773

Riwayat Pendidikan :
1. TK Bina Putra Gedangan

: lulus tahun 1988

2. SD Negeri Salatiga 6

: lulus tahun 1994

3. SMP Negeri 2 Salatiga

: lulus tahun 1997

4. SMU Negeri I Salatiga

: lulus tahun 2000

60i

Anda mungkin juga menyukai