MANAJEMEN PERPAJAKAN
BAB 2
Overview Pajak Penghasilan
OLEH:
1. MADE MOLIK ARIDITA
(1506325003 )
2. I GEDE ADITYA MAHENDRA
(1506325006 )
2. Pengecualian subjek pajak penghasilan, menurut Pasal 3 ayat (1) UndangUndang Pajak Penghasilan adalah :
a. kantor perwakilan negara asing;
b. pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat
lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka
yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan
syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima
atau memperoleh penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut
serta negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;
c. organisasi-organisasi internasional dengan syarat: Indonesia menjadi
anggota organisasi tersebut; dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan
lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan
pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para
anggota;
d. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan
dengan keputusan menteri keuangan dengan syarat bukan warga negara
Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain
untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.
usaha koperasi;
royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah
l.
m.
n.
o.
terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
p. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum
dikenakan pajak;
q. penghasilan dari usaha berbasis syariah;
r. imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang
mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan
s. surplus Bank Indonesia.
Penghasilan yang dapat dikenakan pajak bersifat final adalah :
a. penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi
dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh
koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi;
b. penghasilan berupa hadiah undian;
c. penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif
yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau
Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak
yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15;
f. pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan
dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi
dwiguna, dan asuransi bea siswa;
g. dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas
sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara,
atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha
yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
1. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
2. bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha
milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan
yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen)
dari jumlah modal yang disetor;
h. iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja
maupun pegawai;
i. penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam bidangbidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;
j. bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan,
perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan
kontrak investasi kolektif;
k. dihapus;
l. penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura
berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan
menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan
pasangan usaha tersebut: merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah,
atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan sahamnya
tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;
m. beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur
lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
n. sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang
bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan
pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya,
yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan
pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu
paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan; dan
o. bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur
lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Beban-beban yang Boleh dijadikan Sebagai Pengurang Penghasilan
Berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang Pajak Penghasilan, Besarnya
Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap,
ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk :
1. biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan
usaha, antara lain:
a. biaya pembelian bahan;
b. biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji,
honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam
c.
d.
e.
f.
g.
bentuk uang;
bunga, sewa, dan royalti;
biaya perjalanan;
biaya pengolahan limbah;
premi asuransi;
biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan
3. iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan;
4. kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan
dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan
5.
6.
7.
8.
memelihara penghasilan;
kerugian selisih kurs mata uang asing;
biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia;
biaya beasiswa, magang, dan pelatihan;
piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat:
a. telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
b. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih
kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan
c. telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau
instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya
perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang
antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan
dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur
bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu;
d. syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk
penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (1) huruf k;
yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan
Rekonsiliasi Fiskal
A. Rekonsiliasi laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal
Rekonsiliasi fiskal adalah proses penyesuaian atas laba komersial yang
berbeda dengan ketentuan fiskal untuk menghasilkan penghasilan neto/laba yang
sesuai dengan ketentuan pajak. Rekonsilisasi fiskal dilakukan oleh Wajib Pajak
karena terdapat perbedaan penghitungan, khususnya laba menurut akuntansi
(komersial) dengan laba menurut perpajakan (fiskal). Laporan keuangan
komersial ditujukan untuk menilai kinerja ekonomi dan keadaan finansial dari
sektor swasta, sedangkan laporan keuangan fiskal lebih ditujukan untuk
menghitung pajak. Penyebab perbedaan laporan keuangan komersial dan laporan
keuangan fiskal adalah karena terdapat perbedaan prinsip akuntansi, perbedaan
metode dan prosedur akuntansi, perbedaan pengakuan penghasilan dan biaya,
serta perbedaan perlakuan penghasilan dan biaya.
Jika suatu entitas (Wajib Pajak) harus menyusun dua laporan keuangan
yang berbeda, maka disamping terdapat pemborosan waktu, tenaga, dan uang juga
akan terjadi tidak tercapainya tujuan menghindari manipulasi pajak. Menurut
Bambang Kesit (2001), untuk mengatasi masalah tersebut digunakan beberapa
pendekatan dalam penyusunan laporan keuangan fiskal, yaitu:
1. Laporan keuangan fiskal disusun secara beriringan dengan laporan
keuangan komersial.
2. Laporan keuangan fiskal ekstrakomtabel dengan laporan keuangan bisnis.
3. Laporan keuangan fiskal disusun dengan menyisipkan ketentuan-ketentuan
pajak dalam laporang keuangan bisnis.
penyusutan/amortisasi
penilaian persediaan
Rugi laba selisih Kurs
Rugi laba atas penyertaan saham
Kerugian piutang kecuali bank, sewa guna usaha dengan hak opsi,
pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang dikenakan atas
Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp
4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah). Penghitungan PPh
terutang berdasarkan Pasal 31E dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
1) Jika peredaran bruto kurang dari Rp 4.800.000.000, maka penghitungan PPh
terutang yaitu sebagai berikut:
PPh terutang = (50% x 28%) x seluruh Penghasilan Kena Pajak
2) Jika peredaran bruto lebih dari Rp 4.800.000.000 sampai dengan Rp
50.000.000.000, maka penghitungan PPh terutang yaitu sebagai berikut:
PPh Terutang = (50% x 28%) x Penghasilan Kena Pajak dari bagian
peredaran bruto yang memperoleh fasilitas + 28% x Penghasilan Kena
Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas
Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang
Contoh 1):
Peredaran bruto PT Y dalam tahun pajak 2009 sebesar Rp
4.500.000.000,00 (empat miliar lima ratus juta rupiah) dengan Penghasilan Kena
Pajak sebesar Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Penghitungan pajak
yang terutang:
Seluruh Penghasilan Kena Pajak yang diperoleh dari peredaran bruto
tersebut dikenai tarif sebesar 50% dari tarif Pajak Penghasilan badan yang berlaku
karena jumlah peredaran bruto PT Y tidak melebihi Rp 4.800.000.000,00.
Pajak Penghasilan yang terutang:
(50% x 28%) x Rp 500.000.000,00 = Rp 70.000.000,00
Contoh 2):
= Rp 67.200.000,00
28% x Rp 2.520.000.000,00
= Rp 705.600.000,00 +
= Rp 772.800.000,00
D. Kredit Pajak
Untuk mendapatkan pajak yang masih harus dibayar pada suatu tahun
pajak maka atas pajak yang terhutang perlu dikurangi dengan kredit pajak. Kredit
Pajak untuk Pajak Pertambahan Nilaiadalah Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan setelah dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak
atau setelah dikurangi dengan pajak yang telah dikompensasikan, yang
dikurangkan dari pajak yang terutang. Pekerjaan bebas adalah pekerjaan yang
dilakukan oleh orang pribadi yang mempunyai keahlian khusus sebagai usaha
untuk memperoleh penghasilan yang tidak terikat oleh suatu hubungan kerja.
Kredit pajak yang dapat dikurangkan terhadap pajak yang terutang pada
akhir tahun adalah Pajak Penghasilan yang Telah dilunasi dalam tahun berjalan
oleh WP Dalam Negeri Dan Bentuk Usaha Tetap baik yang dibayar sendiri oleh
WP dan BUT tersebut maupun yang dipotong serta dipungut oleh pihak lain,
berupa:
1.
2.
3.
4.
5.
telah dipotong/dipungut .
9. Menentukan penghasilan yang bukan objek Pajak Penghasilan.
Kredit pajak penghasilan adalah pajak pajak yang telah dibayar sendiri
atau telah dipotong oleh pihak lain yang berkaitan dengan transaksi antara Wajib
Pajak dengan pihak lain. Yang perlu diperhatikan atas pajak pajak yang dapat
dikreditkan antara lain seperti berikut:
1. PPh yang dapat dikreditkan tersebut berhubungan dengan kegiatan usaha
Wajib Pajak dalam rangka mendapatkan, menagih dan memelihara
penghasilan.
2. Masa bulan perolehan PPh yang dikreditkan berada pada masa tahun PPh
yang terhutang.
Kredit pajak penghasilan dapat dibedakan menjadi seperti berikut ini:
1. Pajak yang dipotong/dipungut pihak lain
2. Pajak yang dibayar sendiri
3. Surat Tagihan Pajak
Apabila pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih kecil
dari jumlah kredit pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1), maka
setelah dilakukan pemeriksaan, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan setelah
diperhitungkan dengan utang pajak berikut sanksi sanksinya.
PPh Pasal 29
Apabila pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih besar
daripada kredit pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1), kekurangan
pembayaran pajak yang terutang harus dilunasi sebelum Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan.
Tambahan data mengenai perubahan tarif Undang Undang PPh:
Tarif Pemotongan / Pemungutan
Tarif Non-NPWP
Jenis Pot/Put
dibandingkan
Pasal 21
Pasal 22
Pasal 23
Tarif NPWP
20% lebih tinggi
100% lebih tinggi
100% lebih tinggi
PPH Pasal 22
UU No. 17 Tahun 2000:
Menteri Keuangan dapat menetapkan:
1. bendaharawan pemerintah untuk memungut pajak sehubungan
dengan pembayaran atas penyerahan barang;
2. badan-badan tertentu untuk memungut pajak dari Wajib Pajak yang
melakukan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain;
dan
3. diusulkan tambahan:
Wajib Pajak tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas penjualan
barang yang tergolong sangat mewah. Besarnya batasan barang tergolong
sangat mewah dan tarif PPh Pasal 22 sedang dalam proses pembahasan.
Referensi :
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan.
Resmi, Siti. 2007. Perpajakan Teori dan Kasus, Edisi Ketiga. Yogyakarta:
Penerbit Salemba Empat.
www.pajak.go.id ( diakses tanggal 23 September 2016)
http://zetzu.blogspot.co.id/2012/06/rekonsiliasi-fiskal.html (diakses tanggal 23
September 2016)