Anda di halaman 1dari 22

IMUNNOSEROLOGI

Pemeriksaan Serologi Virus

Oleh:
Harlena Paskaria Wowor
71135314027

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES
MANADO
2016

1. Rapid Diagnosis
Rapid Diagnosis Test (RDT) adalah tes diagnostic untuk
keperluan medis yang mudah dilakukan serta memberikan hasil
yang cepat. Beberapa contoh rapid test antara lain :

Rapid Tes HIV


Rapid Tes Malaria
Rapid Tes Narkoba
Rapid Tes Kehamilan
Rapid Tes HbsAg
Rapid Tes Sifilis , dll

Pemeriksaan Rapid HbsAg, HIV, IgM Salmonella


a. Pemeriksaan HBsAg
Prinsip
Imunokromatografi dengan prinsip serum/plasma yang
diteteskan pada bantalan sample bereaksi dengan partikel yang telah
dilapis dengan anti HBs (antibody). Campuran ini selanjutnya akan
bergerak sepanjang strip membrane untuk berikatan dengan antibody
spesifik pada daerah tes (T), sehingga akan menghasilkan garis warna.

Prosedur :
a. Stik ditulis nomor sampel
b. Pipet sampel sebanyak 100l menggunakan mikropipet dan
teteskan dalam sumuran pada alat tes
c. Tambahkan 3 tetes buffer HBsAg
d. Tunggu hasilnya selama 15 menit
e. Catat hasilnya pada blangko sampel
Interpretasi hasil
hasil negatif jika hanya muncul strip merah pada control dan
pada blangko ditulis NR (Non Reaktif), jika hasil positif muncul 2
strip merah pada stik dan pada blangko ditulis R (Reaktif)
b. Pemeriksaan HCV
Prinsip
Pada bagian membran penyaring mengandung campuran
kombinasi antigen HCV dimana sangat spesifik untuk
mengidentifikasi anti HCV dengan sensitifitas yang tinggi. Ada 2
bagian yaitu bagian test dan control pada membran tes akan
membentuk garis warna ungu pada bagian membran tes jika sampel
mengandung anti HCV. Jika kadar anti HCV rendah atau tidak
mengandung anti HCV maka tidak akan ada garis warna ungu pada
bagian tes.

Prosedur :
a. Stik ditulis nomor sampel
b. Pipet sampel sebanyak 10l menggunakan mikropipet, letakkan
dalam sumuran pada alat tes c. Tambahkan reagen buffer HCV
sebanyak 3 tetes
d. Tunggu hasilnya selama 15 menit
Interpretasi hasil
hasil negatif jika hanya muncul strip merah pada control dan
pada blangko ditulis NR (Non Reaktif), jika hasil positif muncul 2
strip merah pada stik dan pada blangko ditulis R (Reaktif)
c. Pemeriksaan HIV = SD BIOLINE HIV-1
Tes ini merupakan tes immunochromatographic untuk diferensial
dan deteksi kualitatif dari semua isotypes (IgG, IgM, IgA) Antibodi
spesifik untuk HIV-1 termasuk subtipe O dan HIV-2 secara bersamaan
dalam serum manusia, plasma atau seluruh darah.
Prinsip
Membran pada zona tes pertama mengandung antigen HIV-1 dan
zona tes dua mengandung antigen HIV-2. Antigen recombinant yang

terkonjugasi dalam sampel berpindah ke membran


immunocromatography ke zona reaksi dan terbentuk ikatan Ag-AbAg. Apabila terbentuk garis pada zona tes satu maka hasilnya positif
HIV-1, sedangkan garis pada zona dua yang terbentuk maka hasilnya
positif HIV-2. Tetapi jika kedua garis tebentuk maka penentuan hasil
positif dilihat garis yang paling gelap.

Prosedur :
a. Stik ditulis nomor sampel
b. Pipet sampel sebanyak 10l menggunakan mikropipet, letakkan
dalam sumuran pada alat tes c. Tambahkan reagen buffer HIV
sebanyak 3 tetes
d. Tunggu hasilnya selama 15 menit
e. Jika hasil positif lanjutkan ke test selanjutnya
Interpretasi hasil
hasil negatif jika hanya muncul strip merah pada control dan
pada blangko ditulis (negatif), jika hasil positif muncul 2 strip merah
pada stik dan pada blangko ditulis (positif)

d. Rapid Test Dengue


Berikut adalah pemeriksaan laboratoris yang tersedia untuk diagnosis
demam Dengue dan DHF:
isolasi virus
karakteristiks serotipe/ genotipdeteksi asam nukleat virus
deteksi antigen virus
pemeriksaan berdasarkan respon imun
pemeriksaan antibodi IgM dan IgG
parameter hematologis
Saat ini ada dua jenis tes cepat yang digunakan dalam dengue
pemeriksaan rapid untuk antigen dan antibodi.Pemeriksaan antibodi
Dengue menggunakan tes imunokromatografi (ICT ) untuk
mendeteksi antibodi IgM atau IgG atau IgM / IgG. Deteksi antigen
Dengue dengan metode imunokromatografi yang merupakan
pemeriksaan untuk deteksi NS1.
Beberapa tes menggabungkan kedua antigen dan antibodi dalam
test kit yang sama . Tes antigen / antibodi gabungan ini bertujuan
untuk mendeteksi infeksi dengue baik pada tahap awal ( ketika virus
yang beredar ) dan tahap berikutnya ( ketika antibodi muncul ) .
Banyak tes cepat dengue yang tersedia secara komersial dan telah
diuji oleh WHO dan CDC . Tes cepat yang merupakan pemeriksaan
yang mudah digunakan , memberikan hasil dalam waktu kurang dari
satu jam .

2. Uji Hambatan
Uji hambatan aglutinasi adalah uji serologis rutin. Untuk
uji HH digunakan metode Hatcher (1984), berguna untuk

mengukur titer antibody terhadap IB dalam sampel serum ayam.


Uji HH menggunakan antigen virus IB 4HA unit. Untuk uji HH
digunakan pelat mikro yang bagian dasarnya U 96 Sumuran.
Masing-masing sumuran disi 0,025 ml PBS kemudian dalam
sumuran nomor 1 di isi serum 0,0025 ml dengan diluter serum
tersebut diencerkan seri 2 kali sampai sumuran nomor 10.
Sumuran nomor 1 untuk control serum, nomor 11 untuk control
virus, nomor 12 untuk control eritrosit. Sumuran nomor 2-10 di
isi antigen virus 4 HA sebanyak 0,025 ml dan diikunbasi pada
suhu kamar selama 30 menit. Eritrosit ayam 0,5% ditambahkan
pada semua sumuran. Titer HH di baca setelah 30 menit atau
setelah control eritrosit mengendap. Titer HH merupakan
kebalikan dari pengenceran serum tertinggi yang masih mampu
menghambat hemaaglutinasi.

Uji Hemaglutinasi hambatan (Hemaglutination Inhibition, yang


lazimnya disingkat Hl) telah banyak dikenal oleh para laboran,
khususnya mereka yang berkecimpung dalam bidang
Seroimrnunotogy.
Uji HI adalah suatu cara untuk mendiagnosis penyakit infeksi
(termasuk DBD) secara laboratoris yang hasilnya diperlukan untuk
membantu atau mendukung hasil diagnosis klinis. Prinsip kena dari uji
ini adalah mengukur tinggi-rendahnya (titer) zat kebal (Antibodi)
Hemagutjnasi hambatan (HemaglutJnasi Inhibition Antjbody). Zat
kebal ini akan muncul di dalam serum penderita, beberapa waktu
setelah seseorang terinfeksi oleh virus penyebab DBD, yaitu virus
Dengue.

3. Aglutinasi
Uji aglutinasi merupakan salah satu uji serologi yang digunakan
untuk mendiagnosa suatu penyakit. Uji aglutinasi ini dapat dilakukan
dengan menambahkan antibody yang homolog pada antigen yang
dapat berupa sel ataupun partikel lateks yang telah di serapi antigen
yang dapat larut. Penambahan antibody pada partikel lateks ini dapat
menyebabkan terjadinya proses aglutinasi atau penggimpalan.
Sehingga menyebabkan terbentuknya agregat sel-sel yang kasat mata.
Proses penggumpalan ini disebabkan akrena antibody berlaku sebagai
jembatan untuk membentuk jaringan kisi-kisi antibody dan antigen
partikulat sehingga membentuk gumpalan.
a. Uji Aglutinasi Slide

b. Uji Aglutinasi Tabung

4. Netralisasi
Uji netralisasi adalah pengujian serologi terhadap virus dengue
yang paling spesifik dan sensitive. Protocol yang paling sering
digunakan dalam laboratorium adalah uji penetralan reduksi plaque
cairan serum. Pada umumnya titer penetralan antibody meningkat
pada saat yang sama atau sedikit lebih lambat dai pada titer antibidi HI
dan ELISA tetapi jauh lebih cepat daripada titer antibody CF dan
betahan minimal selama 48 tahun. Oleh karena NT lebih sensitive
maka penetralan antibody diwujudkan dengan tidak ditemukan
antibody Hi pada beberapa orang yang pernah menderita infeksi
dengue. Secara umum respon penetralan antibody monotype diamati
dalam serum pada waktu fase penyembuhan. Pada kasus-kasus yang
memberikan respon tunggal, interpretasi dari semua pengujian
umumnya dapat dipercaya. NT dapat digunakan untuk pembelajaran

seroepidmiologi karena penetralan antibody besifat tahan lama.


Pengujian ini tidak digunakan secara rutin oleh sebagian besar
laboratorium Karena dibutuhkan biaya yangmahal, waktu yang lama,
dan teknik yang sulit.
Uji netralisasi merupakan uji yang paling sensitif dan spesifik
untuk infeksi dengue dibandingkan dengan uji serologis lainnya. Tipe
uji netralisasi dianggap paling baik adalah yang dikenal sebagai
Plaque Redaction Neutralization Test (PRNT).
PRNT adalah uji netralisasi berdasarkan adanya reduksi plak
yang terjadi sebagai akibat adanya upaya antibodi tubuh penderita
panyakit DBD melakukan netralisasi terhadap infeksi virus dengue.
Umumnya, antibodi netralisasi ini munncul bersamaan atau sedikit
lebih lambat daripada antibodi HI, tetapi lebih cepat daripada antibodi
pengikat komplemen. Antibodi ini juga dapat bertahan hinngga lebih
dari 50 tahu didalam darah penderita penyakit DBD.
Sayangnya uji PRNT tidak dapat dilakukan secara rutin disebabkan
mahalnya biaya serta caranya yang angat rumit dan
membutuhkankeahlian tinggi.

5. Tes Fiksasi Komplemen


Uji ikatan komplemen (CF) jarang digunakan dalam uji
serologis diagnosis dengue. Pengujian ini lebih sulit dilakukan karena
membutuhkan tenaga terltih dan professional, sehingga uji ini tidak
digunakan pada sebagian besar laboratorium.
Pengujian ini berdasarkan prinsip bahwa komplemen dibutuhkan
selama reaksi antigen-antibodi. Antibody CF umumnya terlihat setelah
antibody HI. Antibodi CF lebih spesifik pada infeksi primer dan
biasanya hanya bertahan dalam waktu singkat walaupun ada beberapa
kasus antibody pada kadar rendah dapat bertahan pada beberapa
orang. Spesifitas yang lebih besar pada uji ini saat infeksi primer
ditunjukkan oleh respon CF monotype, dimana respon HI sangat
heterotipe. Tetapi uji CF tidak spesifik pada infeksi sekunder.
Pengujian ini sangat berguna bagi pasien saat ini, tetapi nilainya
terbatas untuk pembelajaran seroepidemiologi, dimana reaksi dari
antibody yang tertahan adalah penting.
Pengujian ini didasarkan atas reaksi yang terdiri atas 2tahap,
yaitu tahap pertama dimana sejumlah tertentu komplemen oleh suatu
kompleksantigen-antibodi, dan tahap kedua dimana komplemen yang
tersisa (bila ada)menghancurkan eritrosit yang telah dilapisi
hemolisin. Banyaknya komplemen yang tidakdikonsumsi pada reaksi
tahap pertama, dan yang mengakibatkan hemolisis pada reaksitahap
kedua, secara tidak langsung merupakan parameter untuk antibodi
atau antigen yangdiperiksa.Untuk mendapatkan hasil yang bisa
dipercaya, semua reaktan yang diperlukan untuk uji iniharus

disesuaikan satu dengan yang lain dan berada dalam jumlah atau titer
yang optimal.
sebelum melaksanakan pemeriksaan pada sampel penderita,
terlebih dahuludilakukan uji pendahuluan untuk menstandarisasi titer
hemolisin dan titer komplemen yangdipakai pada sistem uji ini.Titer
hemolisin ditentukan oleh pengenceran tertinggi hemolisin yang
masih dapatmelisiskan eritrosit berkonsentrasi 2% secara lengkap, bila
ada komplemen. Titer hemolisinini disebut 1 unit dan untuk
pemeriksaan sampel penderita dipakai 2 unit.Oleh karena uji fiksasi
komplemen melibatkan suatu sistem yang terdiri atas berbagaireaktan,
disamping titrasi hemolisin dan komplemen diatas, setiap reaktan
harus diujiterhadap ada tidaknya faktor penghambat atau faktor yang
meningkatkan aktivasikomplemen (antikomplemen atau
prokomplemen). Untuk keperluan ini, pada titrasikomplemen
diikutsertakan antigen dan antigen kontrol, serta pada pemeriksaan
sampel selalu harus diikutsertakan kontrol serum positif maupun
negative.
Cara kerja :I. Uji Pendahuluan
Titrasi hemolisina.
1. Sediakan 9 tabung reaksi. Masukkan kedalam tabung pertama
dan seterusnya larutanpenyangga dengan volume seperti pada
gambar.b.
2. Masukkan 1,0 ml hemolisin yang telah diencerkan 1:100
kedalam tabung pertama, lalucampur kemudian pindahkan 1 ml
kedalam tabung berikutnya, demikian seterusnya hinggatabung
terakhir.

3. Sediakan 12 tabung, kemudian kedalam 9 tabung pertama


dimasukkan masing-masing 0,2 ml larutan hemolisin dari
tabung-tabung permulaan. Tabung 10-12 dipakai untuk
kontrolerithrosit.
4. Kedalam tabung 1-9 dimasukkan 0,1 ml komplemen yang
sudah diencerkan 1:30, 0,2 mlsuspensi eritrosit 2% dan 0,5 ml
larutan penyangga.
5. Kedalam tabung 10-12 masukkan 0,2 ml suspensi eritrosit 2%
dan 0,8 ml larutanpenyangga.
6. Campur lalu inkubasikan tabung-tabung tersebut pada suhu
37OC selama 30 menit.
7. Perhatikan adanya hemolisis dan tentukan tabung dengan
pengenceran hemolisistertinggi yang menyebabkan hemolisis
lengkap. Pengenceran ini disebut 1 unit dan untukpemeriksaan
sampel penderita dipakai 2 unit.
Pembuatan sistem hemolitik
1. Campur eritrosit 2% sama banyak dengan hemolisin yang
titernya 2 unit. Biarkan dalam suhukamar selama minimal 10
menit sebelum dipakai.
2. Titrasi Komplemena. Sediakan 3 baris tabung yang jumlahnya
masing-masing 8 buah. Kedalam tabung-tabungbaris I
masukkan larutan penyangga, komplemen dan larutan antigen,
lalu campur.
3. Lakukan hal yang sama pada tabung baris ke II dan ke III,
hanya sebagai pengganti antigen,kedalam tabung baris II
dimasukkan antigen kontrol dan kedalam tabung baris ke
IIIdimasukkan larutan penyangga.
4. Inkubasikan semua tabung dalam penangas air dengan suhu
37OC selama 30 menit.d. Masukkan sistem hemolitik (1h)

kedalam semua tabung sebanyak 0,2 ml. Campur


daninkubasikan lagi pada suhu 37OC selama 30 menit
5. Perhatikan hemolisis yang terjadi dan tentukan pengenceran
komplemen tertinggi yangmenyebabkan hemolisis lengkap.
Apabila hemolisis lengkap pada ketiga baris tabung terjadipada
pengenceran komplemen yang sama, berarti semua reaktan pada
sistem ini baik

6. ELISA
Prinsip Dasar Teknik ELISA

Prinsip dasar dari teknik ELISA ini secara simple dapat dijabarkan
sebagai berikut :
Pertama antigen atau antibodi yang hendak diuji ditempelkan pada
suatu permukaan yang berupa microtiter. Penempelan tersebut dapat
dilakukan melalui dua cara, yaitu penempelan secara non spesifik
dengan adsorbs ke permukaan microtiter, dan penempelan secara
spesifik dengan menggunakan antibody atau antigen lain yang bersifat
spesifik dengan antigen atau antibodi yang diuji (cara ini digunakan
pada teknik ELISA sandwich). Selanjutnya antibodi atau antigen
spesifik yang telah ditautkan dengan suatu enzim signal (disesuaikan
dengan sampel => bila sampel berupa antigen, maka digunakan
antibodi spesifik , sedangkan bila sampel berupa antibodi, maka
digunakan antigen spesifik) dicampurkan ke atas permukaan tersebut,
sehingga dapat terjadi interaksi antara antibodi dengan antigen yang
bersesuaian. Kemudian ke atas permukaan tersebut dicampurkan
suatau substrat yang dapat bereaksi dengan enzim signal. Pada saat
substrat tersebut dicampurkan ke permukaan, enzim yang bertaut
dengan antibodi atau antigen spesifik yang berinteraksi dengan
antibodi atau antigen sampel akan bereaksi dengan substrat dan
menimbulkan suatu signal yang dapat dideteksi. Pda ELISA
flourescense misalnya, enzim yang tertaut dengan antibodi atau
antigen spesifik akan bereaksi dengan substrat dan menimbulkan
signal yang berupa pendaran flourescense.
Macam-macam Teknik ELISA
A. ELISA Direct

Teknik ELISA ini merupakan teknik ELISA yang paling


sederhana. Teknik ini seringkali digunakan untuk mendeteksi dan
mengukur konsentrasi antigen pada sampel ELISA direct
menggunakan suatu antibody spesifik (monoklonal) untuk mendetaksi
keberadaan antigen yang diinginkan pada sampel yang diuji.
a. ELISA direct memiliki beberapa kelemahan, antara lain :
Immunoreaktifitas antibodi kemungkinan akan berkurang akibat
bertaut dengan enzim.
Penautan enzim signal ke setiap antibodi menghabiskan waktu
dan mahal.
Tidak memiliki fleksibilitas dalam pemilihan tautan enzim
(label) dari antibodi pada percobaan yang berbeda.
Amplifikasi signal hanya sedikit.
Larutan yang mengandung antigen yang diinginkan harus
dimurnikan sebelum digunakan untuk uji ELISA direct.
b. Sedangkan kelebihan dari ELISA direct antara lain :
Metodologi yang cepat karena hanya menggunakan 1 jenis
antibody.
Kemungkinan terjadinya kegagalan dalam uji ELISA akibat
reaksi silang dengan antibody lain (antibody sekunder) dapat
diminimalisasi.
c. ELISA Indirect
Teknik ELISA indirect ini pada dasarnya juga merupakan teknik
ELISA yang paling sederhana, hanya saja dalam teknik ELISA
indirect yang dideteksi dan diukur konsentrasinya merupakan
antibody. ELISA indirect menggunakan suatu antigen spesifik

(monoklonal) serta antibody sekunder spesifik tertaut enzim signal


untuk mendeteksi keberadaan antibody yang diinginkan pada sampel
yang diuji.
a. ELISA indirect memiliki beberapa kelemahan, antara lain :
Membutuhkan waktu pengujian yang relative lebih lama
daripada ELISA direct karena ELISA indirect membutuhkan 2
kali waktu inkubasi yaitu pada saat terjadi interaksi antara
antigen spesifik dengan antibody yang dinginkan dan antara
antibody yang diinginkan dengan antibody sekunder tertaut
enzim signal, sedangkan pada ELISA direct hanya
membutuhkan 1 kali waktu inkubasi yaitu pada saat terjadi
interaksi antara antigen yang diinginkan dengan antibody
spesifik tertaut enzim signal.
b. Sedangkan kelebihan dari ELISA indirect antara lain :
Terdapat berbagai macam variasi antibody sekunder yang
terjual secar komersial di pasar.
Immunoreaktifitas dari antibody yang diinginkan (target) tidak
terpengaruh oleh penautan enzim signal ke antibody sekunder
karena penautan dilakuka pada wadah berbeda.
Tingkat sensitivitas meningkat karena setiap antibody yag
diinginkan memiliki beberapa epitop yang bisa berinteraksi
dengan antibody sekunder.
c. ELISA Sandwich
Teknik ELISA jenis ini menggunakan antibody primer spesifik
untuk menangkap antigen yang diinginkan dan antibody sekunder
tertaut enzim signal untuk mendeteksi keberadaan antigen yang

diinginkan. Pada dasarnya, prinsip kerja dari ELISA sandwich mirip


dengan ELISA direct, hanya saja pada ELISA sandwich, larutan
antigen yang diinginkan tidak perlu dipurifikasi. Namun, karena
antigen yang diinginkan tersebut harus dapat berinteraksi dengan
antibody primer spesifik dan antibody sekunder spesifik tertaut enzim
signal, maka teknik ELISA sandwich ini cenderung dikhususkan pada
antigen memiliki minimal 2 sisi antigenic (sisi interaksi dengan
antibodi) atau antigen yang bersifat multivalent seperti polisakarida
atau protein. Pada ELISA sandwich, antibody primer seringkali
disebut sebagai antibody penangkap, sedangkan antibody sekunder
seringkali disebut sebagai antibody penangkap, sedagkan antibody
sekunder seringkali disebut sebagai antibody deteksi.
d. ELISA Biotin Sterptavidin (Jenis ELISA Modern)
Pada perkembangan selanjutnya, teknik ELISA sandwich ini
juga dikembangkan untuk mendeteksi antibody dengan tingkat
sensitivitas relatif lebih tinggi. Teknik ini dikenal sebagai teknik
ELISA penangkap antibody, dimana prinsip kerjanya sama dengan
ELISA sandwich, hanya saja yang digunakan dalam teknik ini adalah
antigen penangkap dan antigen detector (antigen bertaut enzim signal,
bersifat opsional apabila antibody yang diinginkan tidak bertaut
dengan enzim signal).
Contoh dari aplikasi teknik ini adalah teknik ELISA untuk
mendeteksi vitamin biotin yang bertaut dengan suatu antibody avidin
dengan mengubah antibody avidin menjadi antibody streptavidin,
dimana satu molekul streptavidin dapat mengikat empat molekul
biotin (pengembangan dari ELISA indirect), sehingga signal yang

teramplifikasi menjadi semakin kuat akibat interaksi antara biotin


dengan enzim yang menjadi semakin banyak.
e. ELISA Kompetitif
Teknik ELISA jenis ini juga merupakan pengembangan teknik
ELISA terdahulu.Prinsip dasar dari teknik ini adalah dengan
menambahkan suatu competitor ke dalam lubang mikrotiter.Teknik
ELISA kompetitif ini dapat diaplikasikan untuk mendeteksi
keberadaan antigen atau antibody. Kelebihan dari teknik ELISA
kompetitif ini adalah tidak diperlukannya purifikasi terhadap larutan
sampel yang mengandung antibody atau antigen yang diinginkan, tapi
hasil yang diperoleh tetap memiliki tingkat sensitivitas tinggi akibat
sifat spesitifitas dari antibody dan antigen.
f. ELISA Multiplex
Teknik ELISA merupakan pengembangan teknik ELISA yang
ditujukan untuk pengujian secara simultan,sedangkan prinsip dasarnya
mirip dengan teknik ELISA terdahulu.
Aplikasi Teknik ELISA
a.

Pemeriksaan donor darah untuk pembuktian adanya kontaminasi

virus:

HIV-1 dan HIV-2 (keberadaan antibody anti-HIV)

Hepatitis C (presence of antibodies)

Hepatitis B (test untuk keberadaan antibody dan

antigen virus)

b.

HTLV-1 dan -2 (keberadaan entibodi)

Pengukuran level hormone

c.

hCG (sebagai tes kehamilan)

LH ( menentukan waktu ovulasi)

TSH, T3dan T4 (untuk fungsi thyroid)

Pendeteksian Infeksi

Agen penularan secara seksual, HIV, Syphilis dan

Chlamydia

Hepatitis B dan C

Toxoplasma Gondii

d. Pendeteksian bahan allergen pada makanan dan debu rumah.


e. Pendeteksian keberadaan zat obat-obatab terlarabg, seperti

Cocain

Opium

-9-tetrahydrocannabiol, campuran aktif pada

marijuana.

7. PCR
Polymerase Chain Reacton (PCR) adalah suatu teknik sintesis dan
amplifikasi DNA secara in vitro. Teknik ini pertama kali

dikembangkan oleh Karry Mullis pada tahun 1985. Teknik PCR dapat
digunakan untuk mengamplifikasi segmen DNA dalam jumlah jutaan
kali hanya dalam beberapa jam. Dengan diketemukannya teknik PCR
di samping juga teknik-teknik lain seperti sekuensing DNA, telah

Daftar Pustaka
-http://jurnalrespirologi.org/jurnal/Jan09/Artikel%20dr.Vivi
%20depkesi.pdf
-https://www.scribd.com/doc/164556737/Uji-Fiksasi-Komplemen
-Agnes R.I , . 2010. Rapid Test Diagnostic for Dengue, Tifoid,
Malaria and Leptospirosis. Hasan Sadikin hospital/ University of
Padjadjaran Bandung. P.1-8

Anda mungkin juga menyukai