S1 2013 280260 Chapter1 PDF
S1 2013 280260 Chapter1 PDF
PENDAHULUAN
mengandung
saponin,
glikosida
jantung
dan
alkaloid.
Metode
untuk identifikasi
B. Rumusan Masalah
dan
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui profil SLD dari komposisi pelarut etanol-air pada ekstraksi daun
papaya berdasarkan respon larvasida terhadap Aedes aegypti dan rendemen
yang dihasilkan.
2. Mengetahui profil metabolit sekunder yang tersari dengan pelarut yang
berbeda komposisinya sehingga berpengaruh respon larvasida dan rendemen
ekstrak yang didapatkan.
3. Untuk mengetahui perbandingan komposisi pelarut etanol air yang digunakan
untuk didapatkan respon larvasida tertinggi dan rendemen terbanyak.
D. Manfaat Penelitian
E. Tinjauan Pustaka
1. Pepaya
Kedudukan tanaman Carica papaya L. atau lebih dikenal di Indonesia
dengan sebutan pohon pepaya (Steenis, 1992) dalam sistematika tumbuhan
sebagai berikut:
Divisi
Anak divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Bangsa
: Cistales
Suku
: Caricaceae
Marga
: Carica
Jenis
: Carica papaya L.
a. Deskripsi:
Tanaman pepaya (Carica papaya) merupakan tumbuhan yang memiliki
bentuk batang yang lurus tegak, bulat silindris. Tanaman pepaya umumnya tidak
bercabang, tanaman ini dapat tumbuh hingga setinggi 2.5-10 m dengan daundaunan yang membentuk serupa spiral pada batang pohon bagian atas. Pada
permukaan batang pepaya terlihat bekas perlekatan daun.
Tangkai daunnya bulat silindris dengan panjang 25-100 cm, bentuk daun
bulat atau bulat telur, bertulang daun menjari, tepi bercangap manjari berbagi
menjari, ujung runcing berdiametar 25-75 cm dengan pangkal daun berbentuk
jantung, sebelah atas berwarna hijau tua, sebelah bawah hijau muda, memiliki
permukaan daun yang licin. Bunga hampir selalu berkelamin satu atau berumah
dua, tetapi kebanyakan dengan beberapa bunga berkelamin dua pada karangan
bunga yang jantan. Bunga jantan pada tandan yang serupa malai dan bertangkai
panjang, berkelopak sangat kecil. Mahkota berbentuk terompet berwarna putih
kekuningan, dengan tepi yang bertaju lima, dan tabung yang panjang, langsing,
taju berputar dalam kuncup, kepala sari bertangkai pendek, dan duduk bunga
betina kebanyakan berdiri sendiri, daun mahkota lepas atau hampir lepas, putih
kekuningan, bakal buah beruang satu, kepala putik lima duduk. Buah berbentuk
bulat telur memanjang, biji banyak, dibungkus oleh selaput yang berisi cairan,
didalamnya berduri temple berjerawat (Steenis, 2008).
b. Nama Lokal
Pepaya (Indonesia), gedang (Bali), betik, kates, telo gantung (Jawa) peute,
betik, ralempaya, punti kayu (Sumatera); pisang malaka, bandas, manjan
(Kalimantan); kalujawa, padu (Nusa Tenggara); kapalay, kaliki, unti jawa
(Sulawesi); dan betik (Melayu).
c. Kandungan Kimia
Daun
papaya
mengandung
glikosida
tiosianat,
alkaloid
karpin,
d. Manfaat Tanaman
Manfaat tanaman papaya yakni sebagai antibakteri, diuretic, digestive, dan
antihelminthic (Evans, 2002). Tanaman pepaya dapat digunakan sebagai obat
seperti diabetes mellitus, obat sakit gigi, infeksi amoeba, dan juga dijadikan
kosmetik dengan khasiat meningkatkan elastisitas kulit. Biji dari papaya
umumnya dipakai sebagai komponen untuk kosmetik (Lewis, 1976).
Daun
papaya memiliki khasiat untuk penambah nafsu makan dan obat malaria bagian
akar dan biji digunakan untuk obat cacing sedangkan getah buahnya
dapat
10
b. Saponin
Saponin adalah glikosida triterpena dan sterol. Sebagai glikosida, saponin
bila dihidrolisis oleh asam menghasilkan aglikon yabg disebut sapogenin dan
macam-macam gula serta asam uronat yang berkaitan. Berdasarkan struktur
aglikon/sapogenin. Saponin dibedakan menjadi saponin tipe steroid dan tipe
triterpenoid (Claus, 1970; Lewis, 1977).
Saponin atau glikosida sapogenin merupakan salah satu tipe dari glikosida
yang tersebar luas dalam tanaman tingkat tinggi. Tiap saponin terdiri dari
sapogenin yang merupakan molekul aglikon dan sebuah gula. Sapogenin mengkin
dapat berupa steroid atau triterpen dan gulanya dapat berupa glukosa, galaktosa,
pentosa atau metil pentosa. Semua saponin akan berbusa bila dikocok dengan air,
membentuk emulsi minyak dalam air dan digunakan sebagai koloid pelindung.
Meskipun hampir tidak toksik bagi manusia, tetapi saponin memiliki kemampuan
untuk menghemolisa darah jika diinjeksikan ke dalam pembuluh darah.
Saponin mempunyai rasa yang pahit, biasanya menyebabkan bersin atau
mengiritasi selaput lendir, bersifat toksik pada binatang berdarah dingin seperti
ikan. Saponin digunakan juga sebagai deterjen, selain itu meningkatkan absorbs
11
c. Antrakuinon
Pada hidrolisis glikosida antrakuinon menghasilkan aglikon yang
merupakan antrakuinon, berupa di, tri, atau tetra hidroksi antrakuinon, dan
modifikasi dari senyawa ini meliputi turunan reduksinya, yaitu oksantron,
antranol dan antron dan senyawa diantron yang merupakan gabungan dua molekul
antron.
Turunan antrakuinon seringkali berwarna merah orange, umumnya larut
dalam air panas atau alkohol encer. Senyawa induk dari antron berwarna kuning
pucat, tidak berfluoresensi dan tidak larut dalam alkali, sementara bentuk
isomernya antranol berwarna kuning kecoklatan dan dalam alkali membentuk
larutan yang berfuoresensi kuat (Robinson, 1995)
12
13
d. Papain
Papain adalah suatu enzim pemecah protein yang diperoleh dari getah buah
papaya. Enzim adalah molekul kompleks yang diproduksi di dalam organisme
hidup untuk mengkatalisis reaksi kimia di dalam sel. Getah dari tanaman papaya
dan buahnya yang berwarna hijau mengandung dua macam enzim proteolitik,
yaitu papain dan kemopapain. Jumlah kemopapain lebih berlimpah akan tetapi
aktivitas papain dua kali lebih kuat. Papain diaktifkan oleh cysteine, sulfida, sulfit,
dan lain sebagainya, dan ditingkatkan stabilitasnya dengan penambahan agen
pengikat logam seperti EDTA. Aktivitas papain paling optimim pada pH 6,0-7,0.
Papain dalam penggunaan sehari-hari sebagai pelunak daging, penggunaan lain
dari papain adalah larutan pembersih lensa kontak (Robbers, 1996).
3. Aedes aegypti
a. Klasifikasi
Klasifikasi nyamuk Aedes aegypti adalah sebagai berikut (Sudarto, 1990).
Filum
: Arthropoda
Kelas
: Insekta
Bangsa
: Dipthera
Suku
: Culicidae
Marga
: Aedes
Jenis
: Aedes aegypti
14
b. Siklus hidup
Nyamuk Aedes aegypti termasuk ordo diptera dengan metamorfosis
sempurna. Stadium-stadium terdiri dari telur, larva, pupa dan nyamuk dewasa.
Setiap harinya nyamuk Aedes aegypti betina bertelur rata-rata 100 butir. Telur
menetas dalam satu sampai dua hari menjadi larva. Terdapat empat tahapan dalam
perkembangan larva yang disebut instar. Perkembangan sampai mencapai instar
keempat memerlukan waktu sekitar lima hari. Setelah mencapai instar keempat
larva berubah menjadi pupa dimana larva memasuki masa dorman. Pupa bertahan
selama dua hari sebelum akhirnya menjadi nyamuk. Nyamuk betina dewasa
sebagai penghisap darah manusia dan hewan untuk sarana pematangan telur-telur
yang dihasilkannya karena kebutuhan protein yang ada dalam darah. Telur yang
telah matang diletakkan satu persatu di tepi permukaan air pada lubang pohon dan
tempat/wadah yang tergenang air (Ginanjar, 2007).
Telur
Telur Aedes aegypti berwarna hitam, tampak bulat memanjang dan
15
penetasan 1-2 hari atau dapat lebih lama bergantung pada keadaan air di
wadah/tempat perindukan. Telur Aedes aegypti dapat bertahan 1 bulan dalam
kondisi kering dan jika terendam air telur kering dapat menjadi larva
(Ginanjar, 2008).
2) Larva
Setelah telur menetas tumbuh menjadi larva stadium (instar) , larva
instar 1 melakukan 3 kali pengelupasan kulit (moulting),
berturut-turut
menjadi larva instar 2, 3 dan instar 4. Pada larva 4 (akhir) akan melakukan
pengelupasan kulit dan berubah bentuk menjadi stadium pupa.
duri dada
Gambar 5. Larva instar III Aedes aegypti (Zettel dan Kaufman, 2008)
16
17
3) Pupa
Stadium pupa merupakan stadium akhir dalam air. Stadium pupa
berbentuk bengkok dengan kepala-dada (cephalothorax) lebih besar
dibandingkan bagian perutnya dan bernafas dengan sepasang organ berbentuk
terompet (Peters, 2007). Stadium ini merupakan fase puasa (tanpa makan) dan
sangat sensitif terhadap pergerakan air. Jika terjadi pergerakan air maka pupa
akan bergerak cepat menyelam ke dalam air kemudian muncul kembali
dengan cara menggantungkan badannya menggunakan tabung pernafasan pada
permukaan air (Cahyati dan Suharyo, 2006).
18
4) Dewasa
Stadium dewasa nyamuk Aedes aegypti tubuhnya tersusun atas 3
bagian, yaitu kepala, dada, dan perut. Pada bagian kepala terdapat sepasang
mata majemuk dan antena yang berbulu. Aedes aegypti dewasa tubuhnya
berwarna hitam mempunyai bercak putih keperakan atau putih kekuningan.
Pada toraks bagian dorsal terdapat bercak putih yang khas bentuknya berupa 2
garis sejajar di bagian tengah toraks dan 2 garis lengkung di tepi toraks
(Soedorto, 2011).
Perbedaan nyamuk betina dan jantan adalah pada bagian mulut dan
antena. Nyamuk betina memiliki antena tipe-pilosse dan mulut tipe penusukpenghisap (piercing-sucking) sehingga mampu menghisap darah manusia.
Nyamuk dewasa betina mencari makan dengan menghisap darah manusia
atau hewan pada siang hari. Pada malam hari nyamuk beristirahat dalam
rumah pada benda-benda yang digantung seperti pakaian. Nyamuk ini
mempunyai kebiasaan mengigit berulang, yaitu mengigit beberapa orang
secara bergantian dalam waktu singkat. Hal ini karena nyamuk Aedes aegypti
sangat sensitif dan mudah terganggu. Keadaan ini akan beresiko dalam
memindahkan virus dengue ke beberapa orang sehingga ada laporan penderita
demam dengue dalam satu rumah. Nyamuk jantan mencari makan dengan
menghisap sari buah atau bunga. Nyamuk jantan biasanya tidak pergi jauh dari
tempat perindukan, menunggu nyamuk betina untuk berkopulasi (Sumarmo,
1983).
19
Gambar 7. Bentuk thorax pada nyamuk Aedes aegypti betina dewasa (WHO,1995)
d. Uji Larvasida
Penelitian eksperimental terhadap larva instar III-IV nyamuk Aedes
aepypti. Penelitian dilakukan sesuai dengan guidelines for laboratory and field
testing of mosquito larvicides, (WHO 2005). Data yang didapat berupa daya
larvasida, yang menerangkan kekuatan racun dari ekstrak untuk membunuh larva
nyamuk Aedes aegypti. LC 50 digunakan sebagai ukuran dari daya larvasida
tersebut.
4. PENYARIAN
Ekstrak adalah sediaaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat
aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai,
kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang
tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan
(Anonim, 1995)
Penyarian adalah kegiatan penarikan zat yang dapat larut dari bahan yang
tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia yang disari, mengandung zat aktif
yang dapat larut dan zat yang tidak larut seperti serat, karbohidrat, protein dan
20
lain-lain (Anonim, 1986). Dalam penyarian, pemilihan cairan penyari adalah hal
yang penting dan harus mempertimbangkan banyak faktor. Cairan penyari yang
baik harus memenuhi kriteria berikut:
1. Murah dan mudah diperoleh
2. Stabil secara fisika dan kimia
3. Bereaksi netral
4. Tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar
5. Selektif yaitu hanya menarik zat berkhasiat yang dikehendaki
6. Tidak mempengaruhi zat berkhasiat
7. Diperbolehkan oleh peraturan
Farmakope Indonesia menetapkan bahwa sebagai cairan penyari dalam
penyarian adalah air, etanol, etanol-air atau eter. Penyarian pada perusahaan obat
tradisional masih terbatas pada penggunaan cairan penyari air, etanol atau etanolair (Anonim, 1986).
Faktor yang mempengaruhi kecepatan penyarian adalah kecepatan difusi
zat yang larut melalui lapisan-lapisan batas antara cairan penyari dengan bahan
yang mengandung zat tersebut. Kecepatan melintasi lapisan batas dipengaruhi
oleh faktor yang mempengaruhi pemindahan massa yaitu: perbedaan konsentrasi,
tebal lapisan batas, serta koefisien difusi. Proses penyarian dapat dipisahkan
menjadi: pembuatan serbuk, pembasahan, penyarian dan pemekatan. Secara
umum, jenis penyarian ada beberapa macam, yaitu: infundasi, maserasi, perkolasi
dan destilasi uap. Dari ketiga macam penyarian tersebut sering terdapat
modifikasi, seperti misalnya maserasi dapat disempurnakan dengan digesti
21
22
23
Keterangan :
Y : respon yang diharapkan
a, b, ab = koefisien yang didapat dari percobaan
[ A] [ B] = fraksi ( bagian ) komponen dengan persyaratan : 0 [ A] 1,
0 [ B] 1
Nilai respon yang didapat dari hasil percobaan disubtitusikan ke dalam
persamaan di atas, maka dapat dihitung nilai koefisien a, b dan ab. Jika nilai-nilai
koefisien ini telah diketahui, dapat pula dihitung nilai Y (respon) pada setiap
variasi campuran A dan B sehingga didapatkan gambaran profilnya (Bolton,
1987).
6.
suatu proses migrasi diferensial dinamis dalam system yang terdiri dari dua fase
atau lebih, salah satu diantaranya bergerak berkesinambungan dalam arah tertentu
dan dalamnya zat-zat itu menunjukkan perbedaan mobilitas disebabkan adanya
perbedaan dalam adsorpsi, partisi, kelarutan tekanan uap, ukuran molekul atau
kerapatan muatan ion (Anonim, 1995)
Kromatografi lapis tipis (KLT) termasuk jenis kromatografi cair yang paling
sederhana. Keuntungan penggunaan metode ini adalah mudah, murah dan
pemakaian pelarut dan cuplikan yang jumlahnya sedikit untuk pemisahan
golongan senyawa. Pada sistem KLT melibakan sifat fase diam (sifat lapisan) dan
sifat fase gerak atau campuran pelarut pengembang. Fase diam dapat berupa
24
serbuk halus yang berfungsi sebagai permukaan penjerap atau sebagai penyangga
untuk lapisan zat cair. Penjerap yang paling umum dipakai adalah silika dan
selulosa. Mekasnisme yang utama pada KLT adalah partisi dan adsorbsi (Gandjar
dan Rohman, 2013).
Sampel senyawa uji diaplikasikan pada fase diam dalam bentuk totolan
kecil atau pita. Fase gerak akan melewati fase diam dengan gaya kapilaritas.
Komponen-komponen suatu senyawa akan bergerak karena adanya fase gerak
dengan jarak tempuh yang berbeda pada fase diam, biasanya disebut
pengembangan kromatogram. Perbedaan jarak tempuh setiap komponen senyawa
disebabkan karena afinitas yang berbeda dari masing-masing komponen dengan
fase diam atau fase gerak. Interaksi yang mungkin terjadi pada pemisahan
senyawa dengan metode kromatografi diantaranya ikatan hidrogen, transfer
muatan atau ikatan Van der Waals (Sherma, 1996).
Evaluasi dilakukan dengan pengamatan secara visual dan membandingkan
jarak bercak dari awal pengembangan senyawa yang dipisahkan. Jarak tersebut
umumnya dikonversikan dalam nilai Rf (Retardation factor) yang merupakan
hasil bagi antara jarak yang ditempuh senyawa terlarut dengan jarak yang
ditempuh pelarut.
Perhitungan nilai Rf seperti rumus seperti di bawah ini:
Angka Rf berjangka antara 0,00 sampai 1,00 dan ditentukan dalam dua
desimal. hRf adalah angka Rf dikalikan faktor 100 (h), menghasilkan nilai
berjangka 0 sampai 10. Deteksi dari komponen senyawa yang telah dipisahkan
25
akan lebih mudah bila komponen tersebut secara alami telah berwarna, berpendar
atau mengabsorbsi sinar ultraviolet. Namun, kebanyakan komponen harus diberi
pereaksi penampak bercak dengan cara disemprot atau dicelup supaya dapat
menghasilkan warna atau pendar. Absorbsi sinar ultraviolet bisanya terjadi pada
senyawa aromatik atau yang memiliki ikatan rangkap terkonjugasi (Harborne,
1987)
Selain dengan pengamatan di bawah sinar ultraviolet deteksi juga
dilakukan dengan pereaksi semprot. Pereaksi warna harus mencapai pelat KLT
dalam bentuk tetesan yang sangat halus sebagai aerosol, dan bukan sebagai
semprotan kasar. Pembentukan warna yang optimum sering kali memerlukan
peningkatan suhu dan waktu tertentu. Pemanasan yang baik apabila penyebaran
suhunya seragam. Pembanding yang digunakan dalam uji kromatografi yakni:
a. Asam Galat
Asam galat adalah asam trihidroksibenzoid, sejenis asam fenolik juga sering
dikenal dengan 3,4,5-trihidroksibenzoid, sering ditemukan pada daun teh, kulit
kayu ek, dan tanaman lainnya. Asam galat umumnya digunakan dalam industri
farmasi sebagai standar untuk menentukan kadar fenol.
26
b. Istizin
Istizin atau dikenal dengan 1,8-dihydroxyanthraquinone, merupakan zat organik
secara yang merupakan derivat antrakuinon, terdapat pergantian
dua atom
hidrogen dengan gugus hidroksi (OH-). Senyawa ini sering digunakan sebagai
laksantif.
c. Stigmatserol
Stigmasterol merupakan senyawa turunan asam lemak yang terdapat hampir pada
semua tumbuhan. Struktur kimia stigmasterol identik dengan struktur kimia
kolesterol, namun berbeda pada rantai cabangnya. Stigmasterol memiliki ikatan
rangkap antara atom C 22 dan C 23 dengan konfigurasi trans.
27
d. Kinin
Kinin merupakan senyawa antimalaria, termasuk kedalam golongan alkaloid yang
diperoleh dari kulit kayu pohon kina. Pada struktur kinin terdapat 2 bagian yaitu
cincin kinin dan kinolin. Kinin memiliki rumus molekul C20H24N2O2, dengan
berat molekul 324,4 g/mol. Pada cincin kinolin terdapat 2 atom C asimetrik.
Pemeriannya berupa serbuk mikrokristal atau granul-granul berwarna putih,
sedikit berfluorosensi.
F. LANDASAN TEORI
Daun pepaya mempunyai khasiat sebagai larvasida yang telah diteliti oleh
(Kalimuthu, 2012) ekstrak metanol dari daun pepaya Carica papaya telah teruji
memiliki aktivitas larvasida terhadap larva Aedes aegypti pada konsentrasi 74,07
ppm Senyawa aktif dari daun pepaya dapat disari dengan optimal jika
menggunakan pelarut yang sesuai. Biji dari buah papaya mangandung alkaloid
karpain yang bersifat toksik dan menimbulkan reaksi kimia dalam proses
pertumbuhan sehingga larva tidak dapat melakukan metamorphosis secara
28
sempurna (Margo, 2010). Menurut (Anonim, 1986), etanol adalah penyari yang
sering digunakan untuk penyarian, sering kali etanol di kombinasikan dengan air
dengan komposisi yang beragam tergantung bahan yang akan disari.
Etanol merupakan penyari yang berifat polar akan tetapi jika kadarnya
tinggi maka sifat senyawanya semi polar. Hal ini yang dikatakan like dissolves
like dimana senyawa yang memiliki sifat yang polar cendrung larut dalam pelarut
yang polar, dan sebaliknya.
metabolisme karena sulit untuk dieksresikan oleh tubuh sehingga bersifat toksik.
Metode Simplex Lattice Design (SLD) dapat menentukan optimasi dari
formula pada berbagau perbedaan jumlah komposisi bahan, dimana jumlah
totalnya sama dengan satu bagian (Bolton, 1997). Metode ini efektif untuk
memprediksi optimasi komposisi pelarut yang sesuai dengan respon yang
diinginkan. Suena (2009) melaporkan bahwa metode SLD dapat digunakan untuk
optimasi pelarut dalam penyarian daun mimba sebagai antibakteri.
G. HIPOTESIS
1. Profil SLD aktivitas larvasida dan rendemen akan memberikan bentuk yang
linier dimana semakin tinggi kadar etanol yang digunakan aktivitas dan
rendemen yang dihasilkan ekstrak semakin tinggi.
2. Perbedaan komposisi pelarut etanol dan air pada ekstraksi daun papaya akan
menyari senyawa kimia yang berbeda pada eksrak sehingga berpengaruh pada
respon larvasida dan hasil rendemen.