Anda di halaman 1dari 6

ENTEROBIASIS

I. PENYEBAB
Cacing Enterobius vermicularis menyebabkan infeksi cacing kremi yang disebut
juga enterobiasis atau oksiuriasis. Infeksi biasanya terjadi melalui 2 tahap. Pertama, telur
cacing pindah dari daerah sekitar anus penderita ke pakaian, seprei atau mainan.
Kemudian melalui jari-jari tangan, telur cacing pindah ke mulut anak yang lainnya dan
akhirnya tertelan. Telur cacing juga dapat terhirup dari udara kemudian tertelan. Setelah
telur cacing tertelan, lalu larvanya menetas di dalam usus kecil dan tumbuh menjadi
cacing dewasa di dalam usus besar (proses pematangan ini memakan waktu 2-6 minggu).
Cacing dewasa betina bergerak ke daerah di sekitar anus (biasanya pada malam hari)
untuk menyimpan telurnya di dalam lipatan kulit anus penderita. Telur tersimpan dalam
suatu bahan yang lengket. Bahan ini dan gerakan dari cacing betina inilah yang
menyebabkan gatal-gatal. Telur dapat bertahan hidup diluar tubuh manusia selama 3
minggu pada suhu ruangan yang normal. Tetapi telur bisa menetas lebih cepat dan cacing
muda dapat masuk kembali ke dalam rektum dan usus bagian bawah.
Penularan dapat dipengaruhi oleh :
Penularan dari tangan ke mulut (hand to mouth), setelah anak-anak menggaruk
daerah sekitar anus oleh karena rasa gatal, kemudian mereka memasukkan tangan atau
jari-jarinya ke dalam mulut. Kerap juga terjadi, sesudah menggaruk daerah perianal
mereka menyebarkan telur kepada orang lain maupun kepada diri sendiri karena
memegang benda-benda maupun pakaian yang terkontaminasi. Telur Enterobius
vermicularis menetas di daerah perianal kemudian larva masuk lagi ke dalam tubuh
(retroinfeksi) melalui anus terus naik sampai sekum dan tumbuh menjadi dewasa. Cara
inilah yang kita kenal sebagai : autoinfeksi
Debu merupakan sumber infeksi oleh karena mudah diterbangkan oleh angin
sehingga telur yang ada di debu dapat tertelan.
Anjing dan kucing bukan mengandung cacing kremi tetapi dapat menjadi sumber
infeksi oleh karena telur dapat menempel pada bulunya.
Parasit ini kosmopolit tetapi lebih banyak ditemukan di daerah dingin daripada di
daerah panas. Hal ini mungkin disebabkan karena pada umumnya orang di daerah dingin
jarang mandi dan mengganti baju dalam. Penyebaran cacing ini juga ditunjang oleh
eratnya hubungan antara manusia satu dengan lainnya serta lingkungan yang sesuai.
Frekuensi di Indonesia tinggi, terutama pada anak dan lebih banyak ditemukan pada
golongan ekonomi lemah. Frekuensi pada orang kulit putih lebih tinggi daripada orang
negro.

Penyebaran cacing kremi lebih luas dari cacing lain. Penularan dapat terjadi pada
suatu keluarga atau kelompok-kelompok yang hidup dalam satu lingkungan yang sama
seperti asrama atau rumah piatu. Telur cacing dapat diisolasi dari debu di ruangan
sekolah atau kafetaria sekolah dan mungkin ini menjadi sumber infeksi bagi anak-anak
sekolah. Di berbagai rumah tangga dengan beberapa anggota keluarga yang mengandung
cacing kremi, telur cacing dapat ditemukan (92%) di lantai, meja, kursi, bufet, tempat
duduk kakus (toilet seats), bak mandi, alas kasur, pakaian. Hasil penelitian menunjukkan
angka prevalensi pada berbagai golongan manusia 3-80%. Penelitian di daerah Jakarta
Timur melaporkan bahwa kelompok usia terbanyak yang menderita entrobiasis adalah
kelompok usia antara 5-9 tahun yaitu terdapat 46 anak (54,1%) dari 85 anak yang
diperiksa.
II. GEJALA
Gejalanya berupa:
1.
Rasa gatal hebat di sekitar anus
2.
Rewel (karena rasa gatal dan tidurnya pada malam hari terganggu)
3.
Kurang tidur (biasanya karena rasa gatal yang timbul pada malam hari ketika cacing
betina dewasa bergerak ke daerah anus dan menyimpan telurnya di sana)
4.
Nafsu makan berkurang, berat badan menurun (jarang terjadi, tetapi bisa terjadi pada
infeksi yang berat)
5.
Rasa gatal atau iritasi vagina (pada anak perempuan, jika cacing dewasa masuk ke
dalam vagina)
6.
Kulit di sekitar anus menjadi lecet, kasar, atau terjadi infeksi (akibat penggarukan).
Enterobiasis relatif tidak berbahaya. Gejala klinis yang paling menonjol adalah rasa
gatal (pruritus ani) mulai dari rasa gatal sampai timbul rasa nyeri. Akibat garukan akan
menimbulkan iritasi di sekitar anus, kadang sampai terjadi perdarahan dan disertai
infeksi bakteri. Keadaan ini sering terjadi pada waktu malam hari. Hal ini akan
menyebabkan gangguan tidur pada anak-anak (insomnia) oleh karena rasa gatal, anak
akan kurang tidur dan badannya pun menjadi lemah serta lebih cengeng atau sensitif.
cepat marah, dan gigi menggeretak. Kondisi yang tidak mengenakkan ini membuat nafsu
makan anak berkurang. Berat badannya serta merta berkurang.
Kadang-kadang cacing dewasa muda dapat bergerak ke usus halus bagian proksimal
sampai ke lambung, esofagus dan hidung sehingga menyebabkan gangguan di daerah
tersebut. Cacing sering ditemukan di apendiks (usus buntu) tetapi jarang menyebabkan
appendisitis. Pada beberapa kasus dilaporkan adanya migrasi cacing betina pada
penderita wanita bisa sampai ke vagina-rahim-akhirnya ke tuba fallopi dan menimbulkan
radang saluran telur atau salpingitis. Kondisi ini sangat berbahaya, terutama pada wanita
usia subur, sebab dapat menyebabkan kemandulan, akibat buntunya saluran tuba.
Adanya cacing dewasa pada mukosa usus akan menimbulkan iritasi dan trauma
sehingga dapat menyebabkan ulkus kecil. Jumlah cacing yang banyak dalam rektum
dapat menyebabkan rectal kolil (rasa nyeri hebat pada usus besar).

III.

PENGOBATAN
Obat-obat yang digunakan untuk pengobatan enterobiasis saat ini adalah :
Obat pilihan I :
1.

Mebendazol
Mebendazol merupakan suatu benzimidazol sintetik yang mempunyai aktivitas
antelmintik spektum luas dan insiden efek samping yang rendah.
Farmakokinetik :
Mebendazol hamper tidak larut dalam air dan rasanya enak. Pada pemberian oral
absorbs buruk yaitu kurang dari 10%. Bioavaibilitas sistemik rendah yang
disebabkan oleh absorbs yang buruk dan mengalami metabolisme lintas pertama
yang cepat. Waktu paruh 2-6 jam, dan dieksresikan utama melalui urin serta
metabolit kunjugasi melalui empedu. Absorbsi meningkat bila diberikan bersamaan
dengan makanan berlemak.
Kerja dan Efek Farmakologik :
Bekerja dengan menghambat sintesis mikrotubulus cacing, sehingga mengganggu
ambilan glukosa yang irreversible yang mengakibatkan parasit mati secara berlahan
dan juga menyebabkan kerusan struktur subseluler dan menghambat sekresi
asetilkolinesterase cacing. Hasil terapi yang memuaskan baru tampak sesudah 3
(tiga) hari pemberian obat. Selain itu, obat juga menyebabkan sterilisasi telur
sehingga telur gagal berkembang menjadi larva, namun larva yang sudah matang
tidak dapat dipengaruhi.
Dosis :
Bentuk sediaan tablet 100 mg dan sirop 20 mg/ml
Dewasa/anak-anak besar dari 2 tahun : 2 x 100 mg/hari selama 3 hari dan
pengobatan dapat diulang dalam 2-3 minggu.
Efek Samping :
Mebendazol tidak menyebabkan efek toksik sistemik. Hal ini disebabkan karena
absobsinya yang buruk sehingga aman diberikan pada pasien anemia maupun
malnutrisi.

Efek samping yang kadang timbul adalah mual, muntah, diare, dan sakit perut ringan
yang bersifat sementara.
Kontra Indikasi dan Perhatian :
Kehamilan trimester pertama, dan harus diberikan hati-hati pada anak berusia
dibawah 1 tahun. Penggunaan bersamaan dengan karbamazepin dapat menurunkan
kadar obat dalam plasma dan evektifitasnya, sedangkan penggunaan bersama
simetidin meningkatkan kadar obat dalam plasma.

2.

Pirantel Pamoat
Pirantel dipasarkan sebagai garam pamoat yang berbentuk Kristal putih, tidak larut
dalam alcohol maupun air, tidak berasa dan bersifat stabil.
Farmakokinetik :
Absorbsinya sedikit melalui usus dan sifat ini memperkuat efeknya yang selektif
pada cacing. Kadar puncak plasma 50-130 ng/mL dicapai dalam waktu 1-3 jam.
Lebih dari setengah dosis yang diberikan dijumpai dalam tinja dalam bentuk utuh
dan kira-kira 7% dieksresika melalui urin dalam bentuk utuh dan metabolitnya.
Efek Antelmintik :
Pirantel pamoat dan analognya menimbulkan depolarisasi pada otot cacing dan
meningkatkan frekuensi impuls, sehingga cacing mati dalam keadaan spastic. Selain
itu, pirantel pamoat juga berefek menghambat enzim kolinesterase.

Dosis :
Bentuk sediaan : Sirop berisi 50 mg pirantel pamoat basa/mL, tablet 125 dan 250
mg. Dosis tunggal dianjurkan 10 mg/kgBB dapat diberikan setiap saat tanpa
dipengaruhi oleh makanan dan minuman.
Efek Samping :

Efek samping yang timbul pada 4-20% penderita bersifat jarang, ringan dan
sementara. Gejala tersebut meliputi mual, muntah, diare, kram perut, pusing,
mengantuk, sakit kepala, insomnia, kulit kemerahan, demam dan lemah.
Kontraindikasi dan Perhatian :
Tidak ada kontraindikasi, tetapi obat ini harus digunakan secara hati-hati pada
penderita dengan gangguan hati karena dapat meningkatkan transaminase sementara
pada beberapa pasien.
Obat Pilihan II :
1. Albendazol
Albendazol merupakan obat cacing derivate benzimidazol berspektum lebar yang
dapat diberikan peroral.
Farmakokinetik :
Setelah pemberian oral, albendazol diabsobsi secara cepat dan dimetabolisme
terutama menjadi albendazol sulfoksat dan metabolit lainnya. Kira-kira 3 jam setelah
pemberian dosis oral 400 mg, sulfoksat mencapai konsentrasi plasma maksimal 250300 ng/mL dengan waktu paruh plasma 8-9 jam. Metabolit dieksresikan terutama
melalui urin dan hanya sejumlah kecil yang dieksresikan melalui tinja. Absorbsi obat
kira-kira 4 kali lebih cepat bila digunakan bersamaan dengan makanan berlemak
dibandingkan dengan keadaan lapar.
Farmakodinamik :
Bekerja dengan cara berikatan dengan beta tubulin parasit sehingga menghambat
polimerisasi mikrotubular dan memblok pengambilan glukosa oleh larva maupun
cacing dewasa, sehingga persediaan glikogen menurun dan pembentuka ATP
berkurang, sehingga cacing mati.
Dosis :
Dewasa/anak diatas 2 tahun : dosis tunggal 400 mg bersamaan dengan makanan.
Efek Samping :

Nyeri ulu hati, diare, sakit kepala, mual, lemah, pusing, insomnia. Namun bila
digunakan dalam 3 hari, tidak menunjukan efek samping yang bermakna.
Kontra Indikasi dan Perhatiaan :
Keamanan penggunaan pada anak dibawah 2 tahun belum ditetapkan. Hal ini karena
obat ini bersifat embriotoksik dan teratogenik pada beberapa species hewan. Tidak
dibolehkan pada wanita hamil dan juga dikontraindikasikan pada penderita sirosis.
IV.PENCEGAHAN
Sangat penting untuk menjaga kebersihan pribadi, dengan menitikberatkan kepada
mencuci tangan setelah buang air besar dan sebelum menyiapkan makanan.
Pakaian dalam dan seprei penderita sebaiknya dicuci sesering mungkin.
Langkah-langkah umum yang dapat dilakukan untuk mengendalikan infeksi cacing
kremi adalah :
1. Mencuci tangan sebelum makan dan setelah buang air besar.
2. Memotong kuku dan menjaga kebersihan kuku.
3. Mencuci seprei minimal 2 kali/minggu.
4. Mencuci jamban setiap hari.
5. Menghindari penggarukan daerah anus.
6. Menjauhkan tangan dan jari tangan dari hidung dan mulut.

Anda mungkin juga menyukai