Anda di halaman 1dari 16

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemiskinan merupakan suatu keadaan yang menjadi kendala Negara-negara
berkembang dalam upaya menyejahterakan warga negaranya. Kemiskinan hadir karena
banyak faktor penyebab, yakni diantaranya: tingkat pendapatan, kesehatan, pendidikan,
akses terhadap barang dan jasa, lokasi, geografis, gender, kondisi lingkungan, dan
sebagainya.
Kemiskinan dapat didefinisikan sebagai keadaan makhluk sosial dalam hal ini
manusia sebagai individu atau kelompok yang tidak memiliki kemampuan untuk
memenuhi kebutuhan dasarnya dalam mempertahankan diri secara ekonomi dan
mengambangkan taraf hidupnya menjadi lebih (Syawie 2011).
Selanjutnya, Word Bank (1978) menyatakan penyebab kemiskinan adalah adanya
ledakan penduduk (population growth) yang tidak terkendali karena ledakan penduduk
akan menyebabkan rasio ketergantungan (dependency ratio) yang tinggi. Dengan
meledaknya jumlah penduduk dipastikan akan meledak juga pengangguran yang akan
terjadi karena dengan itu tidak adanya keseimbangan antara jumlah penduduk dengan
lapangan pekerjaan yang ada, semakin banyak jumlah penduduk, akan semakin banyak
juga pesaing atau saingan dalam bisnis dan pekerjaan, apalagi sekarang ini telah adanya
MEA akan semakin sulit dan semakin ketatnya persaingan.
Aliran Malthusian ini dipelopori oleh Thomas Robert Malthus (1766-1834) yang
menyatakan bahwa penduduk apabila tidak ada pembatasan, akan berkembang biak
dengan cepat dan memenuhi dengan cepat beberapa bagian dari permukaan bumi ini.
Manusia untuk hidup memerlukan bahan makanan, sedangkan laju pertumbuhan bahan
makanan jauh lebih lambat dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk. Apabila
tidak diadakan pembatasan terhadap pertumbuhan penduduk, maka manusia akan
mengalami kekurangan bahan makanan. Inilah sumber dari kemelaratan dan kemiskinan
manusia.

Untuk dapat keluar dari permasalahan kekurangan pangan tersebut, pertumbuhan


penduduk harus dibatasi, pembatasan tersebut dapat dilaksanakan dengan dua cara,
yakni
dengan cara preventive checks dan positive checks. Peventive checks ialah
pengurangan penduduk melalui penekanan angka kelahiran. Preventive checks ini juga
dapat dibagi menjadi dua, yaitu: moral restraint dan vice. Moral restrain (pengekangan
diri) yaitu segala usaha untuk mengekang nafsu seksual, dan vice sendiri adalah
pengurangan kelahiran, seperti: pengguguran kandungan, penggunaan alat-alat
kontrasepsi, homoseksual (perkawinan sesame jenis), promiscuity, dan adultery. Bagi
Malthus, moral restraint merupakan pembatasan kelahiran yang paling penting,
sedangkan penggunaan alat kontaspsi belum dapat diterimanya. Positive checks sendiri
adalah pengurangan penduduk melalui proses kematian, yakni penyeimbangan jumlah
penduduk dengan persediaan bahan makanan melalui proses kematian. Positive checks
dapat dibagi menjadi lagi menjadi dua, yaitu vice dan misery. Vice di sini merupakan
kajahatan, yakni segala jenis pencabutan nyawa sesama manusia seperti pembunuhan
anak-anak (infanticide), pembunuhan orang-orang cacat, dan orang-orang tua.
Sedangkan misery (kemelaratan) ialah segala keadaan yang menyebabkan kematian
seperti berbagai jenis penyakit dan epidemic, bencana alam, kelaparan, kekurangan
pangan, dan peperangan. (Weeks & Yaukey dalam Ida Bagus Mantra: 2009)
BPS (2012) menyatakan untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan
konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan
pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk
memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi
pengeluaran. Metode yang digunakan adalah dengan menghitung garis kemiskinan
(GK) yang terdiri dari dua komponen, yaitu garis kemiskinan makanan (GKM) dan
garis kemiskinan bukan-makanan(GKBM). Penghitungan GK dilakukan secara terpisah
untuk daerah perkotaan dan perdesaan. GKM merupakan nilai pengeluaran kebutuhan
minimum makanan yang disetarakan dengan 2.100 kilo kalori per kapita perhari.
Sedangkan GKBM adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan,
dan kesehatan.

Garis kemiskinan di Indonesia diwujudkan dalam bentuk besarnya nilai rupiah


pengeluaran per kapita setipa bulan untuk memenuhi kebutuhan dasar minimum
makanan dan nonmakanan yang dibutuhkan oleh seorang individu untuk tetap berada
pada kehidupan yang layak (BPS, 2011b). Jika seseorang memiliki penghasilan
(konsumsi) tiap bulan dibawah garis kemiskinan tersebut, maka ia dianggap miskin.
Garis kemiskinan Indonesia tahun 2005-2010 seperti terlihat pada gambar 6.13. Ratarata garis kemiskinan Indonesia 2005-2010 adalah Rp 175.145,- dengan rata-rata
pertumbuhan 9.70%.

Gambar 6.13 Garis Kemiskinan di Indonesia


Tahun 2005-2010 (Rupiah)
250000
200000
150000

Garis Kemiskinan

100000
50000
0
2005

2006

2007

2008

2009

2010

Sumber: BPS, (2011a)


Penduduk miskin menurut BPS (2011a) penduduk yang memiliki rata-rata
pengeluaran per kapita perbulan di bawah garis kemiskinan. Penghitungan persentase
penduduk miskin yang berada di bawah garis kemiskinan menggunakan metode Head
Count Index (HCI). Persentase penduduk miskin di Indonesia periode 2005-2010 seperti
terlihat pada ganbar 6.14. Berdasarkan data pada gambar teresebut, rata-rata
pertumbuhan persentase penduduk miskin di Indonesia periode 2005-2010 adalah (3,28%). Ini berarti semakin tahun jumlah keluarga miskin di Indonesia semakin
menurun.

Gambar 6.14 Persentase Penduduk Miskin Di Indonesia


Tahun 2005-2010
20
18
16
14
12
Persentase 10
8
6
4
2
0
2005

2006

2007

2008

2009

2010

Sumber: BPS, 2011a (diolah)


Untuk memahami kondisi kemiskinan di Indonesia juga perlu dilihat besarnya
nilai indeks kedalaman kemiskinan dan indeks keparahan kemiskinan. Menurut BPS
(2011a) Indeks Kedalaman Kemiskinan merupakan ukuran rata-rata kesenjangan
pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin
tinggi nilai indeks, maka semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis
kemiskinan. Sedangkan Indeks Keparahan Kemis-kinan memberikan gambaran
mengenai penyebaran pengeluaran di antara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai
indeks, maka semakin tinggi ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin. Nilai
indeks kedalaman kemiskinan dan indeks keparahan kemiskinan di Indonesia tahun
2005-2010 seperti terlihat pada ganbar 6.15. Berdasarkan data pada gambar tersebut,
rata-rata partumbuhan indeks kedalaman kemiskinan dan indeks keparahan kemiskinan
masing-masing adalah 2.78 dan 0.77. Sedangkan rata-rata partumbuhannya masingmasing adalah (-3.63) dan (-3.83). Data ini menunjukkan bahwasemakin tahun
persentase penduduk miskin semakin menurun.

Gambar 6.15 Indeks Kedalaman Kemiskinan Dan


Indeks Keparahan Kemiskinan di Indonesia Tahun 2005-2010
4.00
3.50
3.00
2.50

Angka Indeks 2.00


1.50
1.00
0.50
0.00
2005

2006

Indek Kedalaman Kemiskinan

2007

2008

2009

2010

Indek Keparahan Kemiskinan

Sumber: BPS, (2011a)

Gambar 6.16 Persentase Penduduk Miskin Beberapa Negara Anggota ASEAN Tahun 2009 (%)
30
25
20
15

Penduduk Miskin (%)

10
5
0

Sumber: World Bank, (2012)


World Bank (2012) mendefinisikan tingkat kemiskinan nasional sebagai
persentase dari populasi penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan nasional.
Berdasarkan kriteria Word Bank tersebut, di Asean persentase rata-rata penduduk

miskin Indonesia tahun 2009 masih lebih tinggi dibandingkan Malaysia dan Thailand
(gambar 6.16).
Berdasarkan fakta diatas, penulis mencoba mengetahui apa sebenarnya faktor
penyebab kemiskinan yang ada di Indonesia berdasarkan berbagai hasil literatur pustaka
dan penelitian yang dilakukan oleh para pakar dan pandangan penulis. Pemahaman
tentang faktor penyebab kemiskinan ini merupakan upaya yang tepat untuk menemukan
cara menguarangi kemiskinan tersebut (poverty alliveation). Karena kemiskinan
merupakan lingkaran setan (virtuous circle) yang hanya bisa di putus jika kita benarbenar mengetahui dengan tepat di mana memulai untuk memutusnya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa konsep kemiskinan?
2. Apa saja karakteristik kemiskinan?
3. Apa saja faktor kemiskinan yang terjadi di Indonesia ?
4. Apa dampak yang terjadi dari kemiskinan ?
5. Apa saja yang menjadi solusi dalam menanggulangi kemiskinan di Indonesia?
1.3 Maksud dan Tujuan
1. Memberikan informasi tentang konsep kemiskinan yang terjadi, dan mengetahui
secara luas tentang apa itu kemiskinan, dan juga seberapa beratnya apabila
kondisi kemiskinan itu terjadi.
2. Menjelaskan dan memberikan suatu informasi dari segi karakteristik kemiskinan
dan mengetahui apa saja ciri-ciri yang di kriteriakan bahwa suatu hal tersebut itu
disebut miskin apabila termasuk kedalam kriteria yang sudah dijabarkan
3. Memberikan penjelasan dan memberikan informasi tentang faktor-faktor yang
menjadikan kemiskinan itu terjadi di Indonesia
4. Memberikan pengetahuan tentang dampak yang akan terjadi dari kemiskinan
apabila kemiskinan tersebut terus terjadi.
5. Memberikan informasi dan penjelasan tentang solusi dalam penanggulangan
kemiskinan di Indonesia yang sudah di galakan oleh pemerintah Indonesia
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat teoritis
Secara umum hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
kepada pembelajaran Bahasa Indonesia, utamanya pada peningkatan angka kemiskinan
di Indonesia dan cara menanggulanginya. Secara khusus hasil penelitian ini dapat
bermanfaat sebagai langkah untuk mengembangkan penelitian-penelitian yang
membahas tentang Kemiskinan dan untuk memenuhi persyaratan tugas Bahasa

Indonesia, serta dapat memberikan kontribusi terhadap perkembangan penanggulangan


kemiskinan di Indonesia.
1. Mampu mengetahui Kemiskinan yang terjadi di Indonesia dan mengetahui
bagaimana cara pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan tersebut dan
apakah sudah terrealisasikan.
2. Dapat mengetahui Pengaruh kemiskinan yang terjadi sekarang ini bagi
pembangunan Indonesia dan terhadap masa depan bangsa.
1.4.2

Manfaat praktis
a. Bagi Peneliti
Memberikan wawasan terhadap peneliti tentang kemiskinan yang terjadi di
Indonesia dan cara pemerintah dalam menanggulanginya.
b. Hasil penelitian ini dapat menambah dan mengembangkan wawasan pembaca
terkait masalah kemiskinan yang terjadi di Indonesia, penyebab kemiskinan
di Indonesia dan cara menanggulangi kemiskinan tersebut.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Kemiskinan dan Pengertian Kemiskinan
Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi
kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang
sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan
dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.
Kemiskinan dapat didefinisikan sebagai keadaan makhluk sosial dalam hal ini
manusia sebagai individu atau kelompok yang tidak memiliki kemampuan untuk
memenuhi kebutuhan dasarnya dalam mempertahankan diri secara ekonomi dan
mengambangkan taraf hidupnya menjadi lebih (Syawie 2011).
Adapun menurut pendapat lain mengatakan bahwa kemiskinan merupakan
kondisi yang dialami oleh manusia sebagai mahkluk sosial yang tidak dapat mencapai
taraf hidup yang lebih manusiawi (Barika 2013).

Kemiskinan itu kondisi tidak makan sama sekali, hidup sebagai gelandangan,
jika sakit bahkan sampai meninggal ada yang terbiasa membantu (Barika 2013). Orang
miskin umumnya tidak dapat membaca karena tidak mampu sekolah, tidak memiliki
pekerjaan, takut menghadapi masa depan, dan kehilangan anak karena sakit.
Kemiskinan merupakan situasi tidak berdaya dan termarginalkan bahkan seolaholah
tidak memiliki kebebasan hidup. ( Barika 2013 ).
Dari penjelasan dari beberapa para ahli diatas tentang kemiskinan saya
mengambil kesimpulan bahwa kemiskinan disini adalah seseorang yang tidak bisa
memenuhi kebutuhannya sendiri dan juga kebutuhan org terdekat seperti keluarga, anak,
istri dll juga seseorang yang tidak bisa memenuhi kebutuhan pokoknya, bahkan untuk
makan saja tidak mampu untuk membeli makanan sehingga mengakibatkan terjakitnya
penyakit yang dialami seseorang dan sakitpunb dia tidak bisa untuk pergi berobat
sampai akhirnya dia meninggal dunia dengan tidak meninggalkan harta apapun.

2.2

Karakteristik Kemiskinan
Kekurangan tingkat dasar kebutuhan manusia sangat tinggi termasuk air minum

yang aman, fasilitas sanitasi, kesehatan, tempat tinggal, pendidikan, dan informasi
(Madanipour et al. 2015). Kemiskinan umumnya dilukiskan sebagai rendahnya
pendapatan untuk memenuhi kebutuhan pokok. Di Indonesia pengukuran kemiskinan
menggunakan kriteria dari BPS. BPS menentukan kriteria kemiskinan menggunakan
pendekatan kebutuhan dasar (basic needs). Secara tata bahasa, masalah kemiskinan
akan sulit dan sangat tidak mudah untuk di terjemahkan. Akan tetapi, jika dilihat
melalui kacamata ekonomi dan nonekonomi, pengukuran tingkat kemiskinan dilakukan
dengan menilai apakah individu terpuaskan dalam pemenuhan dari keadaan finansial
atau keuangan. Secara finansial kita dapat menilai apakah individu atau kelompok
tersebut memiliki tingkat pendapatan yang baik atau tidak, bahkan mungkin penguasaan
akan akses ekonomi di lingkungannya. Adapun secara nonekonomi, yang menjadi titik
ukuran dalam masalah kemiskinan adalah perasaan yang dimiliki oleh individu tersebut
akan asa dan juga daya yang dimiliki, dengan memiliki penghasilan rendah maka

individu dan kelompok tersebut akan memiliki ketidakberdayaan dan juga


keputusasaaan dalam menjalani hidup (Yacoub 2012).
Penduduk miskin secara lebih spesifik memiliki ciri dan kerakteristik antara lain:
1) 60% masyarakat miskin memiliki mata pencaharian sebagai buruh tani di pedesaan;
2) 60% masyarakat miskin memiliki penghasilan di bawah UPR atau sangat rendah. Hal
ini berpengaruh terhadap asupan energi pada tubuh hanya kurang dari 2.100 kilo kalori
perhari; 3) masyarakat miskin masuk dalam kategori rumah tangga rawan pangan,
secara nasional menembus angka 30%; 4) masyarakat miskin memiliki skill dan
kemampuan sangat rendah dilihat dari kualitas sumber daya manusia, secara marjinal
mereka tinggal di wilayah yang infrastrukturnya sangat terbatas dan tingkat adopsi
teknologi rendah (Hamzah 2012).
Karakteristik kemiskinan disini adalah merupakan suatu keadaan dimana
seseorang tidak bisa memenuhi semua kebutuhannya terutama kebutuhan pokoknya.

2.3 Faktor Penyebab Kemiskinan


Hal yang menyebabkan kemiskinan antara lain (Madanipour et al. 2015).:
a. kurangnya sumber daya keuangan disertai dengan kesehatan yang buruk dan
perumahan, kurangmya pendidikan dan beberapa layanan;
b. bencana seperti kelaparan dan kekeringan memiliki konsekuensi bencana Faktor
yang menyebabkan kesenjangan sosial yaitu: (1) sosial, seperti keluarga, pasar
tenaga kerja, lingkungan, masyarakat (partisipasi global); (2) ekonomi, seperti
sumber daya (upah, sosial transfer, tabungan, aset), barang, dan jasa; (3)
kelembagaan, seperti keadilan, pendidikan, kesehatan, hak politik, birokrasi; (4)
teritorial, seperti demografi (migrasi), aksesibilitas (transportasi, ICT), masyarakatn
pada umumnya (daerah dicabut); (5) referensi simbolik, seperti identitas, sosial; (6)
visibilitas, harga diri, kemampuan dasar, kepentingan dan motivasi, serta masa
depan prospek.
Dan menurut saya bahwa faktor penyebab kemiskinan terjadi adalah dari semakin
banyaknya jumlah penduduk dan sempitnya lapangan pekerjaan dan juga kebutuhan

10

yang semakin banyak, dari hal tersebut semakin banyaknya jumlah penduduk dengan
kapasitas fasilitas umum seperti pendidikan, kesehatan dan lapangan pekerjaan kurang
memadai akan sangat memungkinkan kemiskinan di Indonesia terus meningkat. Dalam
hal pendidikan kurang sumber daya manusia yang berkualitas akan berkurang sehingga
apabila dengan melamar sebuah pekerjaan dan humannya sendiri memiliki kekurangan
dalam hal intelegensinya maka akan sulit untuk mendapatkan pendapatan yang
mengcover semua kebutuhan yang dibutuhkan.
2.4

Dampak Kemiskinan
Dampak Kemiskinan Berikut adalah dampak jika kemiskinan tidak segera

diatasi antara lain sebagai berikut:


a. Tingginya tingkat pengangguran yang diakibatkan oleh pendidikan dan
keterampilan yang rendah, meningkatnya biaya pendidikan berakibat pada semakin
sulitnya masyarakat memenuhi kebutuhan akan pendidikan sesuai yang diharapkan
dan diperlukan oleh dunia industri, ini mengakibatkan masyarakat sangat sulit
untuk mengembangkan taraf hidupnya dan sangat tidak memungkinkan memiliki
pekerjaan yang layak guna menopang kebutuhan dan keperluan hidupnya.
b. Praktik kejahatan dan timbulnya berbagai kriminalitas pada masyarakat
mengindikasikan bahwa ini efek dari masalah kemiskinan. Kurang memiliki
kemampuan

dalam

memenuhi

kebutuhan

hidup

mengakibatkan

sebagian

masyarakat mengambil jalan pintas dan tidak memedulikan keselamatan orang lain
dan diri juga keluarganya. Selain itu, didukung keterbatasan akan pemahaman
agama tentang halal dan haramnya harta yang dihasilkan, masyarakat nekat
melakukan tindak kriminalitas pada sesame masyarakat dengan alasan klasik yang
sangat mendesak akan pemenuhan kebutuhan hidup.
c. Kondisi lain adalah tidak selesainya kegiatan pendidikan yang dijalani, masyarakat
miskin lebih mementingkan untuk mencari rupiah guna pemenuhan hak hidup
daripada sekedar harus mengikuti kesempatan pendidikan. Hal ini akan
mengakibatkan semakin terpuruknya individu tersebut dalam lubang kemiskinan.
d. Dengan maraknya kriminalitas, rendahnya pendidikan, meningkatnya jumlah anak
putus sekolah berakibat pada hancurnya generasi penerus bangsa yang tidak
berpendidikan, hanya bekerja sebagai buruh, dan memiliki gangguan baik secara

11

mental, fisik maupun cara berpikir mereka. Kemiskinan absolut berfungsi untuk
menyoroti penderitaan orang-orang yang kelaparan dan kekeringan. Oleh karena
itu, menggunakan definisi relatif kemiskinan di mana norma-norma setiap
masyarakat yang penting, sumber daya miskin tidak hanya memiliki bahan tapi
harus pada tingkat yang memungkinkan mereka untuk menikmati gaya hidup
sehari-hari mayoritas dalam masyarakat mereka (Madanipour et al. 2015).
Disisi lain, Syawie (2011) berpendapat bahwa tidak sedikit masyarakat gagal
dalam melalui cobaan kemiskinan dan kelaparan. Hancurnya harapan, tidak percaya
diri, merasa rendah saat bersaing, kondisi yang sangat fatal akibat dari kondisi hidup
yang kalut, yang secara tidak langsung mereka tidak menyadari akan tujuan dan arti
hidup itu sendiri dan berakibat mengambil jalan yang tidak sepantasnya dengan
harapan terbebas dari segala permasalahan yang ada di dunia ini dengan cara
membunuh dirinya sendiri. Banyak orang yang tidak tahan menghadapi berbagai
cobaan hidup, kekurangan gizi bahkan kelaparan. Hal ini akan merujuk pada proses
kematian lebih cepat sebelum waktunya. Inilah proses kematian secara pelan-pelan
tetapi kejam (Syawie 2011).
Dampak dari kemiskinan itu sendiri sangat berakibat fatal bagi penerus
berikutnya, karena kemiskinan akan menghambat seseorang untuk berkembang menjadi
seseorang yang lebih baik lagi dalam sisi pendidikan, pekerjaan dan kehidupannya,
pengangguran merupakan dampak yang sangat terlihat dari kemiskinan itu sendiri,
dengan kemiskinan berhubung pendidikan dan keterampilan merupakan hal yang sulit
diraih masyarakat, maka masyarakat sulit untuk berkembang dan mencari pekerjaan
yang layak untuk memenuhi kebutuhan. Dikarenakan sulit untuk bekerja, maka tidak
adanya pendapatan membuat pemenuhan kebutuhan sulit, kekurangan nutrisi dan
kesehatan, dan tak dapat memenuhi kebutuhan penting lainnya. Misalnya saja harga
beras yang semakin meningkat, orang yang pengangguran sulit untuk membeli beras,
maka mereka makan seadanya. Seorang pengangguran yang tak dapat memberikan
makan kepada anaknya akan menjadi dampak yang buruk bagi masa depan sehingga
akan mendapat kesulitan untuk waktu yang lama.
Kriminalitas juga merupakan dampak lain dari kemiskinan. Kesulitan mencari
nafkah mengakibatkan orang lupa diri sehingga mencari jalan cepat tanpa memedulikan

12

halal atau haramnya uang sebagai alat tukar guna memenuhi kebutuhan. Misalnya saja
perampokan, penodongan, pencurian, penipuan, pembegalan, penjambretan dan masih
banyak lagi contoh kriminalitas yang bersumber dari kemiskinan. Mereka melakukan
itu semua karena kondisi yang sulit mencari penghasilan untuk keberlangsungan hidup
dan lupa akan nilai-nilai yang berhubungan dengan Tuhan. Di era global dan
materialisme seperti sekarang ini tak heran jika kriminalitas terjadi dimanapun.
Putusnya sekolah dan kesempatan pendidikan sudah pasti merupakan dampak
kemiskinan. Mahalnya biaya pendidikan menyebabkan rakyat miskin putus sekolah
karena tak lagi mampu membiayai sekolah. Putus sekolah dan hilangnya kesempatan
pendidikan akan menjadi penghambat rakyat miskin dalam menambah keterampilan,
menjangkau cita-cita dan mimpi mereka. Ini menyebabkan kemiskinan yang dalam
karena hilangnya kesempatan untuk bersaing dengan global dan hilangnya kesempatan
mendapatkan pekerjaan yang layak.
Kesehatan sulit untuk didapatkan karena kurangnya pemenuhan gizi sehari-hari
akibat kemiskinan membuat rakyat miskin sulit menjaga kesehatannya. Belum lagi
biaya pengobatan yang mahal di klinik atau rumah sakit yang tidak dapat dijangkau
masyarakat miskin. Ini menyebabkan gizi buruk atau banyaknya penyakit yang
menyebar.
Buruknya generasi penerus adalah dampak yang berbahaya akibat kemiskinan.
Jika anak-anak putus sekolah dan bekerja karena terpaksa, maka akan ada gangguan
pada anak-anak itu sendiri seperti gangguan pada perkembangan mental, fisik dan cara
berfikir mereka. Contohnya adalah anak-anak jalanan yang tak mempunyai tempat
tinggal, tidur dijalan, tidak sekolah, mengamen untuk mencari makan dan lain
sebagainya. Dampak kemiskinan pada generasi penerus merupakan dampak yang
panjang dan buruk karena anak-anak seharusnya mendapatkan hak mereka untuk
bahagia, mendapat pendidikan, mendapat nutrisi baik dan lain sebagainya. Ini dapat
menyebabkan mereka terjebak dalam kesulitan hingga dewasa dan berdampak pada
generasi penerusnya.

2.5 Solusi terhadap Kemiskinan

13

Solusi kemiskinan yang terjadi di Indonesia sekarang ini adalah :


a. Harus adanya peran dari pemerintah dengan memberikan bantuang bagi rakyat
miskin untuk diberikan bebas biaya anak-anaknya untuk bisa bersekolah dan
mendapatkan tunjangan kesehatan bagi rakyat miskin.
b. Pembrantasan korupsi harus di utamakan agar uang rakyat dan haknya rakyat tidak
di curi dan memang benar-benar sampai ke tangan rakyat
c. Memberikan pelatihan-pelatihan atau kursus kepada para tuna karya agar mereka
mempunyai keterampilan dan kreativitas sehingga mereka bisa membangun
usahanya sendiri ( berwirausaha ) dan bisa membuka lapangan pekerjaan bagi
orang lain.

Kebijakan pemerintah yang sedang dilakukan pada saat ini untuk mengatasi
kemiskinan yaitu; menggerakkan sektor real melalui sektor UMKM. Beberapa
kebijakan yang menyangkut sektor ini seperti program KUR (Kredit Usaha Rakyat)
dan PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat). menggerakkan sektor real
melalui sektor UMKM. Beberapa kebijakan yang menyangkut sektor ini seperti
program KUR (Kredit Usaha Rakyat) dan PNPM (Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat, BPJS, BOS, KIR ( Kartu Indonesia Pintar ) dan semuanya akan lebih
berjalan dengan solusi yang lain yaitu lebih mengutamakan pembratasan korupsi agar
dana dana yang seharusnya untuk rakyat akan diterima seutuhnya oleh rakyat dan
tidak di salip oleh para koruptor koruptor si pemakan uang rakyat.

14

BAB III
PENUTUP
3. 1

Kesimpulan
Kemisikinan merupakan persoalan yang paling penting, yang harus dibahas dengan

serius oleh pemerintah Indonesia, Kondisi kemiskinan di Indonesia sangat memprihatinkan.


Hal ini ditandai dengan rendahnya kualitas hidup penduduk, terbatasnya kecukupan dan mutu
pangan, terbatasnya dan rendahnya mutu layanan kesehatan, gizi anak, dan rendahnya mutu
layanan pendidikan. Oleh karena itu, perlu mendapat penanganan khusus dan terpadu dari
pemerintah bersama-sama dengan masyarakat. Kemiskinan ini terjadi dikarenakan oleh

faktor kesenjangan sosial, faktor pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat,


kurangnya pendidikan yang dimiliki oleh SDM di Indonesia, dan meningkatnya angka
pengangguran di Indonesia, dengan itu kemiskinan di Indonesia harus ditanggulangi dan
diberikan solusi dengan pemberian kebijakan dari pemerintah untuk masyarakat miskin
dengan memberikan pelatihan pelatihan atau kursus kepada para tuna karya agar
mempunyai kreativitas dan keterampilan yang baik sehingga para tuna karya tersebut
bisa berwirausaha dan membuka lapangan pekerjaan bagi semua orang yang memang
membutuhkan pekerjaan untuk menyambung hidup dan untuk memenuhi seluruh
kebutuhan hidupnya termasuk kebutuhan pokok.
3. 2

Saran
Dalam penanggulangan kemiskinan itu sendiri pemerintah harus benar benar

terjud secara lebih serius dan tidak setengah setengah dalam membantu warga miskin
dan memang menyalurkannya langsung kepada pihak yang memang membutuhkan dan
tidak adanya campur tangan dengan para koruptor yang sudah mencuri hak hak orang
orang yang benar benar membutuhkan bantuan, disini juga dalam hal pendidikan
seharusnya pemerintah lebih memfokuskan terhadap wajib belajar 12 tahun. Pemerintah
sebaiknya menjalankan program terpadu secara serius dan bertanggung jawab agar
dapat segera mengatasi masalah kemiskinan di Indonesia. Dan kita juga Sebagai warga
negara Indonesia yang baik, mari kita dukung semua program pemerintah dengan
sungguh-sungguh demi masa depan bangsa dan negara Indonesia agar terbebas dari

15

kemiskinan. Marilah kita tingkatkan kepedulian dan kepekaan sosial untuk membantu
saudara kita yang masih mengalami kemiskinan. Dengan itu semua Negara kita akan
lebih maju dengan generasi bangsa yang memang siap dan berkualitas untuk bersaing
dengan Negara maju lainnya.
Daftar Pustaka
Barika. 2013. Pengaruh pertumbuhan ekonomi, pengeluaran pemerintah, pengangguran
dan inflasi terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Se Sumatera. Jurnal Ekonomi
dan Perencanaan Pembangunan, 05(3), 2736.
BPS. 2010a. Statistik Kesejahteraan Rakyat. Badan Pusat Statistik. Jakarta.
BPS. 2010b. Pendapatan Nasional Indonesia. Badan Pusat Statistik. Jakarta.
BPS. 2011a. Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial-Ekonomi Indonesia.
Badan Pusat Statistik. Jakarta.
BPS. 2011b. Berita Resmi Statistik No. 33/05/Th.XIV, 5 Mei 2011. Badan Pusat
Statistik. Jakarta.
Hamzah A. 2012. Kebijakan penanggulangan kemiskinan dan kelaparan di Indonesia:
realita dan pembelajaran policy tackling the poorness and hunger in Indonesia :
reality and study. Jurnal AKK, 1(1), 4855.
Madanipour A, M Shucksmith, dan H Talbot. 2015. Concepts of poverty and social
exclusion in Europe. Local Economy, 30(7), 721741.
Reduction: An Empirical and Conceptual Foundation. Rural Development Department, World Bank, Washington DC.
Syawie M. 2011. Kemiskinan dan kesenjangan sosial. Jurnal Informasi, 16 (03), 213
219.
Warr, P.G., 2006. Poverty and growth in southeast Asia. ASEAN Economic Bulletin 23,
279 302.
World Bank. 2012. Poverty Headcount Ratio at National Poverty Line (% of
Population). http://data.worldbank.org/indicator/SI.POV.NAHC
Yacoub Y. 2012. Pengaruh tingkat pengangguran terhadap tingkat kemiskinan
kabupaten / kota di Provinsi Kalimantan Barat. Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas
Ekonomi Universitas Tanjungpura Pontianak, 8 (3), 176185.

16

Anda mungkin juga menyukai