Pendahuluan
Penyakit Akibat Kerja (PAK) adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat
kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian Penyakit Akibat Kerja
merupakan penyakit yang artifisial atau man made disease.Penyakit akibat kerja terjadi sebagai
pajanan faktor fisik, kimia, biologi, ataupun psikologi di tempat kerja. Hepatitis virus akut
merupakan penyakit infeksi yang penyebarannya luas dalam tubuh walaupun efek yang
menyolok terjadi pada hepar. Telah ditemukan 5 kategori virus yang menjadi agen penyebab
yaitu Virus Hepatitis A (HAV), Virus Hepatitis B (HBV), Virus Hepatitis C (HVC). Walaupun
ketiga agen ini dapat dibedakan melalui petanda antigeniknya, tetapi kesemuanya memberikan
gambaran klinis yang mirip, yang dapat bervariasi darI keadaan sub klinis tanpa gejala hingga
keadaan infeksi akut yang total.1
Penularan virus hepatitis B biasanya terjadi akibat selaput lendir atau kulit yang terluka
terpajan dengan darah, semen, cairan otak, saliva, dan urine yang terinfeksi. Dengan demikian,
petugas kesehatan yang sering kontak dengan darah pasien, misalnya petugas yang bertugas di
laboratorium klinis, kamar bedah, unit gawat darurat, unit dialasis, unit karsinoma, bank darah,
dan petugas yang sering kontak dengan cairan tubuh lainnya. 1Oleh karena itu, dibutuhkan
keamanan dan keselamatan kerja pada instansi medis yang terkait. Kesehatan/kedokteran kerja
adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan, agar
pekerja memperoleh derajat kesehatan sebaik-baiknya (dalam hal dimungkinkan; bila tidak,
cukup derajat kesehatan yang optimal), fisik, kuratif, mental, emosional, maupun social, dengan
upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif terhadap penyakit atau gangguan kesehatan
yang diakibatkan oleh pekerjaan dan/atau lingkungan kerja, serta terhadap penyakit pada
umumnya.2
7 langkah-langkah diagnosis
1. Diagnosis klinis
Diagnosis klinis merupakan suatu penegakan status keadaan yang dialami oleh seseorang
mengenai penyakit yang sedang dialaminya. Penegakan diagnosis dilihat berdasarkan
keluhan dan gejala yang timbul dari pasien, dalam menegakkan suatu diagnosis diperlukan
beberapa tahapan antara lain.1
Anamnesis
Anamnesis merupakan suatu teknik pemeriksaan yang dilakukan melalui suatu
percakapan antara dokter dengan pasiennya langsung (autoanamnesis) atau dengan orang yang
mengetahui tentang kondisi pasien (alloanamnesis), percakapan ini dilakukan sesuai dengan
kondisi yang sedang dialamin oleh pasien jika pasien sadar dan memungkinkan untuk dilakukan
pemeriksaan secara langsung maka cara yang tepat adalah autoanamnesis namun jika pasien
dalam keadaan sebaliknya maka cara yang tepat adalah dengan alloanamnesis.1
Anamnesis dilakukan untuk mendapatkan data pasien serta permasalahan medis yang
dialami oleh pasien. Apabila dokter dapat melakukan anamnesis dengan cermat maka informasi
yang didapat akan penting untuk melakukan diagnosis, hal ini dikarenakan sekitar 60-70 %
diagnosis yang benar sudah dapat ditegakkan hanya dengan melalui anamnesis.1
Dalam melakukan anamnesis harus dilakukan sesuai dengan sistematika yang baku, hal
ini bertujuan agar selama dokter melakukan anamnesis ia tidak kehilangan arah dan tidak ada
informasi yang terlewat, selain itu hal ini juga dapat mempermudah orang lain untuk
membacanya.
Adapun hal hal yang perlu ditanyakan adalah identitas pasien (terkait nama, alamat,
usia, pekerjaan, perkawinan, agama, dan suku bangsa). Kemudian ditanyakan keluhan utama
pasien
(keluhan
yang
sebabkan
pasien
ke
dokter
dan
berapa
lama
keluhan
bertujuan untuk mengetahui bagaimana pola higienisitas pasien dalam makan serta bagaimana
dengan pekerjaan pasien apakah keluhan ini disebabkan oleh karena pekerjaannya, sehingga
perlu kita tanyakan:
Berdasarkan kasus diketahui pada identitas pasien adalah seorang perempuan berumur 32
tahun datang ke poliklinik Penyakit Dalam dengan keluhan lemas dan sering merasa demam
sejak 5 hari yang lalu disertai nafsu makan juga berkurang, mual, kembung dirasakan sejak 3
hari yang lalu. Buang air kecil berwarna kecoklatan seperti the. Pasien bekerja sebagai perawat
di sebuah rumah sakit swasta selama 10 tahun, dibagian IGD. Waktu kerja selama 8 jam/hari
dengan shift kerja. Pada kasus juga diketahui pasien tidak pernah mengalami keluhan ini
sebelumnya jadi kemungkinan infeksi bersifat akut.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik merupakan jenis pemeriksaan yang dilakukan untuk memperoleh status
kesehatan pasien secara objektif, sekaligus memperkuat data yang telah kita peroleh saat
melakukan anamnesis demi terciptanya diagnosis yang akurat. Dalam melakukan pemeriksaan
fisik seorang dokter harus menunjukan sikap lega artis terhadap pasien demi terciptanya rasa
percaya pasien kepada dokter saat melakukan pemeriksaan tersebut, sehingga hal ini dapat
mempermudah dokter untuk memperoleh data yang akurat.3
Dalam melakukan pemeriksaan fisik terdapat beberapa tahapan yang dapat dilakukan antara
lain :3
Melihat keadaan umum dan kesadaran
Tanda-tanda vital
Pemeriksaan ini ditujukan untuk mencari tahu kondisi metabolism basal dari pasien.Pemeriksaan
ini menilai suhu tubuh, denyut nadi, frekuensi pernapasan, dan tekanan darah.
Inspeksi
Pemeriksaan ini dilakukan dengan melakukan pengamatan dari mata, kulit, dan abdomen, hal ini
bertujuan untuk melihat apakah pada bagian tersebut dalam keadaan normal atau tidak. Dalam
kasus diperoleh hasil pada bagian sklera pasien tampak kuning. Hal ini menandakan terjadi
peningkatan kadar billrubin darah.
Palpasi
Pemeriksaan ini dilakukan dengan teknik peraba organ abdomen dari pasien untuk mengetahui
organ dalam tersebut normal atau tidak. Dalam melakukan palpasi abdomen perlu kita periksa
kondisi ginjal, lien, dan juga hepar, untuk mempermudah perabaan pasien diharapkan menekuk
kaki-kakinya.Pada pemeriksaan ini diketahui bahwa hepar mengamali pembesaran 1 jari
dibawah arcus costa tanpa disertai pembesaran lien.
Aukultasi
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan stetoskop hal ini bertujuan untuk mendengar
kondisi organ dalam dari abdomen apakah dalam keadaan ..hepar. Namun pada kasus tidak
ditemukan bunyi patologis.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan hasil yaitu keadaan umum tampak sakit sedang,
kesadaran compos mentis, TD 120/75 mmHg, frekuensi nadi 70x/menit, frekuensi pernapasan
22x/menit, suhu 37,8c, sclera tampak ikterik di kedua mata, hepar teraba 1 jari dibawah arcus
costae dan pemeriksaan fisik lainnya dalam batas normal.
Pemeriksaan penunjang
Complite blood count
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah seseorng berada dalam keadaan infeksi atau
tidak. Pada penderita hepatitis biasa dapat kita temukan kadar leukosit yang meningkat >500010.000 sel/dl.1
Billirubin
Pemeriksaanyang bertujuan untuk menilai fungsi faal dari hepar, bila kadarnya meningkat dalam
tubuh hal ini menandakan bahwa fungsi hepar mengalami penurunan, begitu sebaliknya. Pada
orang yang mengalami hepatitis kadar billirubin akan meningkat namun tidak melebihi nilai 10
mg/dl.1
Enzim hati (ALT/AST)
Alanin transaminase (ALT) merupakan enzim yang dibentuk di sitoplasma sel otot, jantung,
ginjal, terutama di hati. Nilai normal enzim ini 4-12 U/L. Sedangkan Aspartat transaminase
(AST) merupakan enzim yang dibentuk tidak hanya di sitoplasma namun juga di mitokondria
organ otot, jantung, ginjal, terutama hati dengan nilai normal 4-15 U/L. Bila terdapat gangguan
pada organ tersebut maka enzim ini akan meningkat. Contohnya bila seseorang mengalami
hepatitis A maka kadarnya 800-1000 U/L, hepatitis B 1000-1500 U/L, dan hepatitis C 500-800
U/L.1
Tes serologik
HBsAg
Diagnosis infeksi hepatitis B terutama dengan mendeteksi hepatitis B surface antigen
(HBsAg) dalam darah. Kehadiran HBsAg berarti bahwa ada infeksi virus hepatitis B
aktif. Menyusul suatu paparan pada virus hepatitis B, HBsAg menjadi terdeteksi dalam
darah dalam waktu empat minggu. Pada individu-individu yang sembuh dari infeksi virus
hepatitis B akut, eliminasi atau pembersihan dari HBsAg terjadi dalam waktu empat
bulan setelah timbulnya gejala-gejala.Infeksi virus. Hepatitis B kronis didefinisikan
sebagai HBsAg yang menetap lebih dari 6 bulan.4
Anti-HBs
Setelah HBsAg dieliminasi dari tubuh, antibodi-antibodi terhadap HBsAg (anti-HBs)
biasanya timbul. Anti-HBs ini menyediakan kekebalan pada infeksi virus hepatitis B
yang
terhadap virus hepatitis B mempunyai anti-HBs yang dapat diukur dalam darah.4
Anti-HBc
HBc hanya dapat ditemukan dalam hati dan tidak dapat terdeteksi dalam darah.
Kehadiran dari jumlah-jumlah yang besar dari hepatitis B core antigen dalam hati
mengindikasikan suatu reproduksi virus yang sedang berlangsung. Ini berarti bahwa
virus aktif. Antibodi terhadap hepatitis B core antigen, dikenal sebagai antibodi hepatitis
B core (anti-HBc) yang terdeteksi dalam darah ada dua macam yakni IgM dan IgG.4
HBeAg, anti-HBe,
HBeAg dan antibodi-antibodinya, anti-HBe, adalah penanda-penanda (markers) yang
bermanfaat untuk menentukan kemungkinan penularan virus oleh seseorang yang
menderita infeksi virus hepatitisB kronis. Mendeteksi keduanya HBeAg dan anti-HBe
dalam darah biasanya adalah eksklusif satu sama lain. Sesuai dengan itu, kehadiran
HBeAg berarti aktivitas virusyang sedang berlangsung dan kemampuan menularkan pada
yang lainnya, sedangkan kehadiran anti HBe menandakan keadaan yang lebih tidak
aktif dari virus dan risiko penularan yang lebih kecil.4
HBV DNA
Penanda yang paling spesifik dari replikasi dan aktivitas virus hepatitis B. Metode yang
digunakan adalah PCR. Tujuan mengukur hepatitis B virus DNA biasanya adalah untuk
menentukan apakah infeksi virus hepatitis B aktif atau tidak aktif (diam). Perbedaan ini
dapat dibuat berdasarkan jumlah hepatitis B virus DNA dalam darah. Tingkat-tingkat
yang tinggi dari DNA mengindikasikan suatu infeksi yang aktif, dimana tingkat-tingkat
yang rendah mengindikasikan suatu infeksi yang tidak aktif (tidur). Jadi,pasien-pasien
dengan penyakit yang tidur (tidak aktif) mempunyai kira-kira satu juta partikel-partikel
virus per mililiter darah, sedangkan pasien-pasien dengan penyakit yang aktif mempunyai
beberapa milyar partikel-partikel per mililiter.4
Pada skenario didapatkan hasil pemeriksaan penunjang ALT 70 u/L, AST 40 u/L dan
darah rutin dalam batas normal. Yang dikatakan bermakna apabila terjadi peningkatan 2x dari
nilai normal. Apabila telah terjadi peningkatan dari ALT dan AST dapat dikatakan bahwa telah
adanya kerusakan hati.
Berdasarkan tahapan diagnostik yang telah dilakukan diduga bahwa pasien mengalami
penyakit Hepatitis B oleh karena pekerjaanya.
Working diagnosis dan different diagnosis
Hepatitis B merupakan suatu kondisi peradangan pada hati yang disebabkan oleh karena
infeksi dari virus HBV.Virus ini termasuk kelompok hepadnavirus tipe 1 dengan struktur DNA
berserat ganda parsial, panjang genom dari virus ini sekitar 3200 pasang basa yang disertai
dengan envelop. Seseorang yang terinfeksi virus ini dapat mengakibatkan terjadinyakerusakan
pada hati dan berpotensi untuk menimbulkan kanker pada hati. Orang orang yang terinfeksi
virus ini, tidak menyadari kalau mereka sudah terinfeksi. Pada umumnya di beberapa negara
penyebaran hepatitis B adalah melalui ibu ke anak.4
Virus
ini
memiliki
masa
inkubasi
selama
30-180
hari
setelah
terjadinya
pajanan.Seseorang yang terinfeksi virus ini memiliki manifestasi klinis yang bervariasi dari
asimptomatik hingga gagal hati.Pada masa prodromal gejala yang biasa timbul bersifat tidak
spesifik (flu-like symptoms) biasanya disertai gejala gastrointestinal seperti anoreksia, mual,
muntah, dan malaise. Gejala prodromal akan hilang bila pasien memasuki stadium klinis yang
ditandai dengan iketrus, gatal-gatal akibat peningkatan billirubin darah, anoreksia, mialgia, dan
malaise. Kemudian setelah stadium klinis maka kondisi akan memasuki stadium pemulihan
dimana keluhandan gejala yang dialami pasien mulai mereda dan selera makan kembali pulih.3
Penyakit hepatitis juga dapat disebabkan oleh virus HAV dan HCV namun terdapat
beberapa perbedaan antara HAV, HCV, dan HBV.
Ciri
Inkubasi
Genom virus
Kelompok usia
Penularan
Peningkatan
Hepatitis B
30-180 hati
Hepatitis A
15-45 hari
Hepatitis C
15-160 hari
(rata-rata 30 hari)
RNA
Semua usia
muda
Darah, jalur
Fecal-oral
dewasa
Darah dan jalur
800-1000
parentral.
500-800
parentral, newborn
1000-1500
ALT/AST
2. Pajanan
Hepatitis B merupakan peradangan pada hepar yang disebabkan oleh karena adanya
infeksi oleh virus HBV. Infeksi ini dapat terjadi oleh karena seseorang yang terpajan,4
Melalui penggunaan bersama barang pribadi - seperti pisau cukur, sikat gigi atau
barang lainnya yang tercemar darah.
Melalui jarum suntik, prosedur pengobatan dan perawatan gigi di negara-negara
dimana yang alat-alat nya tidak disterilkan/dibersihkan dengan benar. Di Australia hal
ini aman.
Melalui transfusi darah khususnya di negara - negara yang tidak memeriksa apakah
darah tersebut tercemar virus hepatitis B. Di Australia hal ini juga aman.
Melalui praktek tradisional dimana darah mungkin terlibat misalnya: tusuk
jarum/akupunktur
Menggunakan peralatan tato yang tidak disterilkan dengan tepat. ini
termasuk
Lingkungan kerja
Bila pekerja terpajan lingkungan yang tercemar pajanan biologis yang berasal langsung
dari proses kerja di tempat kerja. Ini termasuk penyakit akibat kerja. Sebagai contoh,
penyakit hepatitis pada petugas laboratorium kesehatan.
Bila pekerja terpajan bahan biologis akibat tercemarnya lingkungan kerja oleh suatu
bahan biologis yang tidak langsung akibat proses kerja seperti hygene dan
pemeliharantempat kerja yang tidak baik bukan merupakan PAK. Contohnya penyakit
hepatitis pada pekerja pabrik sepatu
Tabel 1. Pekerja yang Beresiko terkena PAK akibat Pajanan Biologis.1
Sektor
Pertanian
Produk Pertanian
Pekerjaan
perkebunan, peternakan
kehutanan, perikanan, pengolahan makanan,
penyimpanan
Kesehatan
produk,
penyamakan
kulit,
pengolahan kayu
Perawatan pasien : medis, dental, laboratorium,
farmasi
Pemeliharaan
Pembersihan
system
ventilasi,
karpet,
penanganan limbah
Pajanan biologis yang dapat menyebabkan penyakit akibat kerja terdiri dari: (1) golongan
mikroorganisme seperti bakteri, virus, parasit, jamur; (2) vertebrata seperti ternak dan binatang
liar; (3) invertebra (serangga); (4) binatang dalam air.6
Centers for Disease Control (CDC) mengkategorikan berbagai penyakit di tingkat
Biohazard, Level 1 menjadi risiko minimum dan Level 4 menjadi risiko ekstrim. Laboratorium
dan fasilitas lainnya dikategorikan sebagai BSL (Biosafety Level) 1-4. Pembagiannya adalah:6
Biohazard Level 1: Bakteri dan virus termasuk Bacillus subtilis, hepatitis, Escherichia
coli, varicella (cacar air), serta beberapa kultur sel dan bakteri non-menular. Pada
tingkat ini tindakan pencegahan terhadap bahan biohazardous yang dimaksud adalah
minimal, kemungkinan besar melibatkan sarung tangan dan beberapa jenis
perlindungan wajah.
Biohazard Level 2: Bakteri dan virus yang menyebabkan hanya penyakit ringan bagi
manusia, atau sulit untuk kontak melalui aerosol dalam pengaturan laboratorium,
seperti hepatitis A, B, dan C, influenza A, penyakit Lyme, salmonella, gondok,
campak, scrapie, demam berdarah. "Pekerjaan diagnostik rutin dengan spesimen klinis
dapat dilakukan secara aman di Biosafety Level 2, menggunakan Biosafety Level 2
praktek dan prosedur.
Biohazard Level 3: Bakteri dan virus yang dapat menyebabkan parah penyakit fatal
pada manusia, tapi untuk yang vaksin atau perawatan lain ada, seperti anthrax, virus
West Nile, Venezuela ensefalitis kuda, virus SARS, TBC, tifus, demam Rift Valley,
HIV, Rocky Mountain spotted fever, demam kuning, dan malaria. Di antara
parasitesPlasmodium falciparum, yang menyebabkan Malaria, dan Trypanosoma cruzi,
yang menyebabkan trypanosomiasis, juga berada di bawah tingkat ini.
Biohazard Level 4: Virus dan bakteri yang menyebabkan penyakit fatal pada manusia,
dan yang vaksin atau perawatan lain yang tidak tersedia, seperti demam hemoragik,
virus Marburg, virus Ebola, hantaviruses, Lassa demam virus, Crimean-Kongo demam
berdarah, dan penyakit hemoragik.
Penyakit hati dalam praktik kesehatan kerja tidak jauh berbeda dengan masalah yang
dihadapi. Secara umum, sel hati dapat dirusak (efek hepatoseluler) dan mekanisme transpor dari
dan ke sel hati dapat terhambat (efek obstruktif). Kedua kelainan ini dapat berlanjut menjadi
sakit kuning. Pajanan utama di tempat kerja yang berhubungan dengan penyakit hati adalah
bahan kimia dan agen infeksi.5
1. Agen kimia
Beberapa hepatotoksin bekerja dengan menyebabkan penyakit akut saat terjadi pajanan.
Hal ini biasanya disebabkan pajanan tersebut yang berat tapi pada kasus lain, seperti pada
kasus yang jarang yaitu keracunan fosfor kuning, walaupun dalam pajanan yang kecil,
efek yang terjadi dapat merupakan bencana besar dengan kematian sel hati yang luas.
Kini, kebanyakan pajanan di tempat kerja relatif rendah sehingga apapun efek yang
terjadi mungkin disebabkan pajanan kronis dosis rendah yang mengarah ke penyakit
keracunan hati kronis.
2. Agen penyebab infeksi
Pekerja laboratorium yang harus memproses organisme atau spesimen biologis yang
terinfeksi merupakan kelompok yang dapat terpajan berbagai jenis agen penyebab
infeksi. Beberapa agen tersebut akan menyebabkan sebagaian kelainan patologi berupa
hati.
Tabel 2. Agen Penyebab Infeksi yang Mengenai Hati5
Agen penyebab infeksi/penyakit
Hepatitis A
Hepatits B
Hepatitis C
Leptospirosis
Malaria
mayat
Petugas laboratorium
Pekerja limbah
Pekerja yang terlibat dalam perjalanan dan
Yellow fever
Schistosomiasis
konstruksi
Jika dihubungkan dengan skenario, kemungkinan besar penyakit akibat kerja yang
diderita tuan A adalah akibat pajanan biologis yang disebabkan agen infeksi, yakni virus hepatitis
B. Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa virus hepatitis B dapat merusak sel-sel hati
yang ditandai dengan meningkatnya serum ALT AST yang diketahui pada skenario.
Walaupun vaksin hepatitis B yang original adalah derivat plasma, studi menunjukkan
bahwa tidak ada transmisi infeksi dari vaksini ini. Perkembangan vaksin rekombinan DNA pada
tahun 1986 menunjukkan bahwa lebih diterima dan lebih aman untuk vaksinasi massal bagi
pekerja kesehatan. Sejak 1991, telah direkomendasikan untuk melakukan vaksinasi pada bayi
baru lahir walaupun prevalensi dari hepatitis B kurang dari 0,5% dari populasi. Pada tahun yang
sama, terjadi penurunan infeksi okupasional berkat vaksinasi tersebut. Walaupun begitu, masih
ada beberapa pekerja yang menolak divaksinasi sehingga masih rentan terhadap infeksi ini.7
Eksposure yang dikenal untuk infeksi HBV adalah darah dan produk darah pada mereka
yang tidak divaksinasi atau dimana proteksi antibodi tidak berkembang memerlukan HBIG atau
hepatitis B immune globulin, yang mahal dan memerlukan dosis kedua pada 1 bulan berikutnya
kecuali jika vaksinasi hepatitis B diberikan sekaligus.7
Patofisiologi Hepatitis B
Penyebab hepatitis B Virus (HBV) adalah hepadnavirus. Ini adalah virus yang sangat
tahan terhadap suhu ekstrim dan kelembaban dan menyerang sel hepatosit hati. HBV dapat
bertahan bila disimpan selama 15 tahun pada -20 C, selama 24 bulan pada -80 C, selama 6
bulan pada suhu kamar, dan selama 7 hari pada 44 C.4
Genom virus adalah sebagian beruntai ganda, DNA sirkular terkait dengan polimerase
DNA yang dikelilingi oleh nukleokapsid ikosahedral dan kemudian dengan amplop lipid.
Tertanam dalam lapisan ini banyak antigen yang penting dalam identifikasi penyakit dan
perkembangan. Dalam nukleokapsid adalah antigen hepatitis B inti (HBcAg) dan precore
hepatitis B e antigen (HBeAg), dan di amplop adalah antigen permukaan hepatitis B (HBsAg).4
Genom dari hepatitis B antara lain: S (the surface, envelop) yang mengkode protein S, C
( the core gen) yang mengkode protein nukleokapsid dan antigen, X (the x gene) yang mengkode
protein X, P (the polymerase gene) yang mengkode protein besar.4
Surface antigen. Ge S mengkodekan envelop virus. Ada 5 faktor penentu antigenik: (1)
umum untuk semua antigen permukaan hepatitis B (HBsAg), dan (2-5) d, y, w, dan r, yang secara
epidemiologis penting dan mengidentifikasi serotipe. Core gene (HBcAg) adalah protein yang
membungkus DNA virus. Hal ini juga dapat diekspresikan pada permukaan hepatosit, memulai
respon imun seluler.4
E antigen (HBeAg) yang juga dihasilkan dari wilayah di dekat dan gen inti, adalah
penanda replikasi virus aktif. Ini berfungsi sebagai umpan kekebalan tubuh dan langsung
memanipulasi sistem kekebalan tubuh; sehingga ia terlibat dalam ketahanan virus. HBeAg
dapat dideteksi pada pasien dengan sirkulasi serum HBV DNA yang memiliki "wild type"
infeksi. Virus berkembang dari waktu ke waktu di bawah tekanan kekebalan tubuh.4
X gene. Peran gen X adalah untuk mengkodekan protein yang bertindak sebagai
transactivators transkripsi yang membantu replikasi virus.4
Pada tahap ketiga, tahap infeksi kronis aktif, host dapat menargetkan hepatosit yang
terinfeksi dan HBV. Replikasi virus rendah atau tidak lagi diukur dalam serum, dan antiHBe dapat dideteksi. Tingkat aminotransferase berada dalam kisaran referensi. Hal ini
kemungkinan besar pada tahap ini bahwa integrasi genom virus ke dalam host genom
hepatosit berlangsung. HBsAg masih hadir dalam serum.
Tahap 5: Pemulihan
Pada tahap kelima, virus tidak dapat dideteksi dalam darah dengan tes DNA atau
4. Jumlah Pajanan
Untuk memastikan seberapa terpapar pasien dengan pajanan biologis dipastikan dengan
mengukur kadar pajanan tersebut dalam darah, dimana pada pajanan biologis tidak memiliki
NAB/nilai ambang batas sebagaimana ada pada pajanan kimia. Pada pajanan biologi ditentukan
oleh daya tahan atau virulensi dari mikroorganisme tersebut.1
Infeksi hepatitis B oleh virus HBV dapat terjadi apabila jumalah virus dalam percikan
darah pada jarum, sikat, atau luka mencapai 10 -8 ml. Seseorang yang terinfeksi HBV memiliki
risiko penularan mencapai 27-37%. Di Amerika Serikat tercatat kasus baru telah mencapai
200.000/tahun dan 1-1,25 juta penderita adalah carrier.3,4
Di seluruh dunia prevalensi carrier HBV mencapai 1-20%, variasi ini dikorelasikan
dengan perbedaan cara transmissi virus dan usia awitan. Indonesia memiliki prevalensi 1020%.Di Asia prevalensi carrier sebesar 5-15% dengan golongan dewasa mencapai 1-5%, 90%
neonates, dan 50% bayi. Infeksi ini lebih sering dialami oleh individu berkulit hitam
dibandingkan individu berkulit putih, selain itu laki-laki juga lebih sering mengalami infeksi ini
dibandingkan wanita.3,4
Kerusakan hati yang terjadi pada penderita hepatitis biasanya serupa, bermula ketika
virus memasuki tubuh ia akan menyebabkan cedera dan kematian pada hepatosit. Hal ini
dilakukan dengan cara membunuh langsung sel hati atau dengan cara mengaktifkan reaksi imun
serta inflamasi. Reaksi imun dan inflamasi ini selanjutnya akan mencederai atau menghancurkan
hepatosit dengan menimbulkan lisis pada sel-sel yang terinfeksi atau yang berada disekitarnya.
Kemudian serangan antibody langsung pada antigen virus menyebabkan destruksi lebih lanjut
sel-sel hati yang terinfeksi sehingga hal ini menimbulkan terjadinya edema dan pembengkakan
intestinum sehingga hal ini akan berdampak pada pembuluh kapiler yang menjadi kolaps
sehingga menyebabkan penurunan aliran darah, hipoksia jaringan, pembentukan parut, serta
fibrosis.4
Tabel 3. Intepretasi Pajanan Virus Hepatitis dalam Darah.6
Individu seseorang akan mempengaruhi orang tersebut dalam mengalami hepatitis B atau
tidak. Penyakit hepatitis B tidak ditularkan melalui makanan namun melalui percikan darah atau
hubungan seksual sehingga higienis seseorang dalam melakukan tindakan yang berisiko
menimbulkan hepatitis B harus diantisipasi dengan baik misalnya dengan melakukan cucitangan,
hal ini dilakuakan demi menekan angka kejadian penyakit, contohnya seseorang yang
menggunakan sarung tangan dalam menggunakan jarum suntik hal ini bertujuan untuk mencegah
paparan virus.5
Berdasarkan kasus pasien belum pernah mengalami penyakit ini sebelumnya, sehingga
infeksi ini bersifat akut. Namun yang menjadi penyebab timbulnya kecelakaan kerja adalah oleh
karena pasien yang tidak melakukan tindakan sesuai dengan standart operasional praktek, seperti
tidak menggunakan alat pelindung diri yang teratur dalam melakukan pekerjaannya sehingga hal
ini dapat menimbulkan penyakit hepatitis B.4,5
7. Diagnosis Okupasi
Berdasarkan 7 langkah diagnosis penyakit akibat kerja dapat disimpulkan bahwa hepatitis
B yang diderita pasien adalah penyakit yang diperberat akibat kerja oleh karena pajanan biologis
yaitu virus hepatitis B. Pasien terkena hepatitis B akibat dari pekerjaannya sebagai perawat di
sebuah rumah sakit swasta selama 10 tahun, dibagian IGD.
Tatalaksana
Pada sebagian kasus terjadi pemulihan spontan dan hanya diberikan pengobatan suportif ,
seperti pada hepatitis A. Keadaan karier biasanya asimptomatik namun berhubungan dengan
hepatitis kronis dan kanker hepatoseluler. Infeksi di masa kanak-kanak lebih mungkin menjadi
kronis daripada infeksi di masa dewasa. Pada karier, pemerian interferon disertai inhibitor
reverse transcriptase (misalnya lamivudin) akan direspons dengan menghilangkan HepBeAg dan
DNA virus hepatitis B dari serum.8
Pada skenario, diketahui adanya peningkatan ALT dan AST, menurut kaidah diatas
seharusnya dilakukan terapi antivirus, tetapi sebaiknya dipastikan terlebih dahulu titer virus di
dalam darah dengan melakukan pemeriksaan serologi. Karena tidak semua hepatitis B bisa
diterapi.
Tabel 4. Tatalaksana Hepatitis B.3
HbeAg
HBV DNA
ALT
Terapi
(>105)
+
2xBANN
2xBANN
>2BANN
Pencegahan primer
Melaksanakan kewaspadaan standar. Seperti pengendalian lingkungan berupa proses alat
sesuai standar, dekontaminasi, pencucian, dan sterilisasi, membersihkan permukaan dari barang
yang terkontaminasi cairan tubuh.6
Pencegahan sekunder
Penggunaan alat pelindung diri. Seperti menggunakan sarung tangan pada waktu
melakukan tindakan yang memungkinkan kontak dengan cairan tubuh atau mencuci alat yang
telat terkontaminasi, menggunakan alas kaki tertutup, menggunakan alat pelindung wajah
(google mask) bila melakukan tindakan yang memungkinkan terkena cipratan vaksinasi. Bagi
yang kulitnya terpajan harus dilakukan mencuci bersih dengan air dan sabun. Untuk mata hidung
atau mulut bilas dengan air selama 10 menit. Kalau tertusuk atau tersayat cuci dengan air dan
sabun, biarkan darah mengalir kemudian luka ditutup. Lakukan pemeriksaan HbsAg pada
sesudah terpajan dan 6 bulan berikutnya.6
Jadwal yang sering untuk vaksinasi hepatitis B adalah 0,1 dan 6 bulan. Mereka yang telah
hanya satu/dua dosis tidak perlu mengulang series, mereka hanya perlu melengkapi dosis yang
telah mereka terima ( seperti vaksin lain yang memerlukan dosis tambahan).6
Pencegahan tersier
Deteksi dini. Pada petugas kesehatan termasuk petugas lab dianjurkan pemeriksaan
laboratorium (fungsi liver, status vaksinasi hepatitis/HbsAg). Pada dasarnya ada 2 jenis
pemeriksaan kesehatan berkala, yaitu: (1) Pemeriksaan berkala umum yang dilakukan terhadap
seluruh pekerja sebagai bagian program pemeliharaan kesehatan karyawan, atau bila dicurigai
terjadinya suatu kemungkinan gangguan kesehatan akibat berbagai kondisi kerja yang
memadai.1,6
(2) Pemeriksaan kesehatan yang dihubungan dengan ancaman gangguan kesehatan di
lingkungan kerja tertentu yang beresiko tinggi, dilaksanakan secara berkala untuk memantau
pekerja tertentu yang bekerja dalam kondisi spesifik.1,6
Kesimpulan
Infeksi hepatitis B merupakan infeksi yang disebabkan oleh HBV, virus ini termasuk
golongan hepadnavirus dengan genom DNA. Penularan infeksi ini dapat terjadi melalui jarum
suntik atau kontak dengan darah dan cairan semen. Seseorang yang terinfeksi oleh HBV biasa
akan mengalami gejala flu-like syndrome mual, muntah, atau malaise. Penyakit ini berisiko
tinggi dialami oleh tenaga kesehatan oleh karena tingginya angka kontak pekerjaan dengan
cairan darah yang mungkin saja infeksius, sehingga untuk mencegah timbulnya penyakit ini
adalah dengan melakukan pekerjaan laboratorium sesuai dengan standart operasional kerja.
Berdasarkan diagnosis 7 langkah okupasi dapat ditarik kesimpulan bahwa hepatitis B yang
diderita ibu tersebut adalah akibat pajanan biologi yang dia terima di tempat kerjanya.
Daftar Pustaka
1. Sanityoso A. Hepatitis virus akut. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B. Alwi I, Simadibrata
M, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam Jilid I. Edisi V. Jakarta: Internal
Publshing; 2010.hlm.644-52.
2. Sumamur. Higieni perusahaan dan kesehatan kerja (HIPERKES). Ed 2.Jakarta : Sagung
Seto; 2013.h.1
3. Sanityoso A. Hepatitis virus akut. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B. Alwi I, Simadibrata
M, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam Jilid I. Edisi V. Jakarta: Internal
Publshing; 2010.hlm.644-52.
4. Gish RG, Locarnini S. Chronic hepatitis b viral infection. In: Yamada T. 5th ed. Oxford:
Blackwell Publishing; 2009.p. 2112-38.
5. Jeyaratnam J. Buku ajar kedokteran kerja. Jakarta: EGC; 2009. h. 212.
6. Kementerian Kesehatan RI. Penyakit akibat kerja karena pajanan biologi. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI; 2011. h. 3-5,16-8.
7. Shanahan JF, Barahona M, Boyle PJ. Current occupational and environment medicine.
America; McGraw-Hill Companies Inc. p. 266-7.
8. Rubenstein D, Wayne D, Bradley J. Kedokteran klinis. Ed 6. Jakarta: Eirlangga;
2007.h.244.