Bab2 PDF
Bab2 PDF
LANDASAN TEORI
A. HIV/AIDS
1.
Definisi HIVAIDS
HIV adalah singkatan Human Immunodefisiency Virus yaitu virus yang
menyerang sistem kekebalan tubuh manusia sehingga membuat tubuh rentan terhadap
berbagai penyakit.
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah suatu penyakit
retrovirus yang disebabkan oleh HIV dan ditandai dengan imunosupresi berat yang
menimbulkan infeksi oportunistik, neoplasma sekunder dan manifestasi neurologis.
(Vinay Kumar, 2007). HIV telah ditetapkan sebagai agens penyebab acquired Immune
Deficiency Syndrom (AIDS). AIDS adalah suatu kumpulan kondisi klinis tertentu yang
merupakan hasil akhir dari infeksi oleh HIV. (Sylvia Anderson Price, 2006). Definisi
AIDS yang ditetapkan oleh pusat pengendalian penyakit, telah berubah beberapa waktu
sejak gejala pertama ditemukan pada tahun 1981. Secara umum definisi ini menyusun
suatu titik dalam kontinum penyimpangan HIV dimana penjamu telah menunjukan
secara klinis disfungsi imun. Jumlah besar infeksi oportunistik
dan neoplasma
merupakan tanda supresi imun berat sejak tahun 1993. Definisi AIDS telah meliputi
jumlah CD4 kurang dari 200 sebagai criteria ambang batas. Sel CD4 adalah bagian dari
limposit dan satu target sel dari infeksi HIV.
2.
14
Penyebab AIDS adalah sejenis virus yang tergolong Retrovirus yang disebut
Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus ini pertama kali diisolasi oleh
Montagnier dan kawan-kawan di Prancis pada tahun 1983 dengan nama
Lymphadenopathy Associated Virus (LAV), sedangkan Gallo di Amerika Serikat pada
tahun 1984 mengisolasi (HIV) III. Kemudian atas kesepakatan internasional pada tahun
1986 nama virus dirubah menjadi HIV.
Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis Retrovirus RNA. Dalam
bentuknya yang asli merupakan partikel yang inert, tidak dapat berkembang atau
melukai sampai ia masuk ke sel target. Sel target virus ini terutama sel Lymfosit T,
karena ia mempunyai reseptor untuk virus HIV yang disebut CD-4. Didalam sel
Lymfosit T, virus dapat berkembang dan seperti retrovirus yang lain, dapat tetap hidup
lama dalam sel dengan keadaan inaktif. Walaupun demikian virus dalam tubuh
pengidap HIV selalu dianggap infectious yang setiap saat dapat aktif dan dapat
ditularkan selama hidup penderita tersebut.
Secara mortologis HIV terdiri atas 2 bagian besar yaitu bagian inti (core) dan
bagian selubung (envelop). Bagian inti berbentuk silindris tersusun atas dua untaian
RNA (Ribonucleic Acid). Enzim reverce transcriptase dan beberapa jenis protein.
Bagian selubung terdiri atas lipid dan glikoprotein (gp 41 dan gp 120). Gp 120
berhubungan dengan reseptor Lymfosit (T4) yang rentan. Karena bagian luar virus
(lemak)
tidak tahan panas, bahan kimia, maka HIV termasuk virus sensitif
terhadap pengaruh lingkungan seperti air mendidih, sinar matahari dan mudah
dimatikan dengan berbagai desinfektan seperti eter, aseton, alkohol, jodium hipoklorit
dan sebagainya, tetapi relatif resisten terhadap radiasi dan sinar utraviolet.
Virus HIV hidup dalam darah, saliva, semen, air mata dan mudah mati diluar
tubuh. HIV dapat juga ditemukan dalam sel monosit, makrotag dan sel glia jaringan
otak (Siregar,2008).
3.
a. Transmisi Seksual
Penularan
melalui
hubungan
seksual
baik
Homoseksual
maupun
untuk zat anti terhadap HIV cenderung naik pada hubungan seksual yang dilakukan
pada pasangan tidak tetap. Orang yang sering berhubungan seksual dengan berganti
pasangan merupakan kelompok manusia yang berisiko tinggi terinfeksi virus HIV.
1) Homoseksual
Didunia barat, Amerika Serikat dan Eropa tingkat promiskuitas
homoseksual menderita AIDS, berumur antara 20-40 tahun dari semua golongan
usia.
Cara hubungan seksual anogenetal merupakan perilaku seksual dengan
resiko tinggi bagi penularan HIV, khususnya bagi mitra seksual yang pasif
menerima ejakulasi semen dari seseorang pengidap HIV. Hal ini sehubungan
dengan mukosa rektum yang sangat tipis dan mudah sekali mengalami perlukaan
pada saat berhubungan secara anogenital.
2) Heteroseksual
Di Afrika dan Asia Tenggara cara penularan utama melalui hubungan
heteroseksual pada promiskuitas dan penderita terbanyak adalah kelompok umur
seksual aktif baik pria maupun wanita yang mempunyai banyak pasangan dan
berganti-ganti.
b. Transmisi Non Seksual
1) Transmisi Parenteral
Yaitu akibat penggunaan jarum suntik dan alat tusuk lainnya (alat tindik)
yang telah terkontaminasi, misalnya pada penyalah gunaan narkotik suntik yang
menggunakan jarum suntik yang tercemar secara bersama-sama. Disamping
dapat juga terjadi melaui jarum suntik yang dipakai oleh petugas kesehatan
tanpa disterilkan terlebih dahulu. Resiko tertular cara transmisi parental ini
kurang dari 1%.
2) Produk Darah
Transmisi melalui transfusi atau produk darah terjadi di negara-negara
barat sebelum tahun 1985. Sesudah tahun 1985 transmisi melalui jalur ini di
negara barat sangat jarang, karena darah donor telah diperiksa sebelum
ditransfusikan. Resiko tertular infeksi/HIV lewat trasfusi darah adalah lebih dari
90%.
c.
Transmisi Transplasental
Penularan dari ibu yang mengandung HIV positif ke anak mempunyai resiko
sebesar 50%. Penularan dapat terjadi sewaktu hamil, melahirkan dan sewaktu
menyusui. Penularan melalui air susu ibu termasuk penularan dengan resiko rendah
(Siregar, 2008).
4.
Selanjutnya sel yang berkembang biak akan mengundang bahan genetik virus. Infeksi
HIV dengan demikian menjadi irreversibel dan berlangsung seumur hidup.
Pada awal infeksi, HIV tidak segera menyebabkan kematian dari sel yang di
infeksinya tetapi terlebih dahulu mengalami replikasi (penggandaan), sehingga ada
kesempatan untuk berkembang dalam tubuh penderita tersebut, yang lambat laun akan
menghabiskan atau merusak sampai jumlah tertentu dari sel lymfosit T4. setelah
beberapa bulan sampai beberapa tahun kemudian, barulah pada penderita akan terlihat
gejala klinis sebagai dampak dari infeksi HIV tersebut. Masa antara terinfeksinya HIV
dengan timbulnya gejala-gejala penyakit (masa inkubasi) adalah 6 bulan sampai lebih
dari 10 tahun, rata-rata 21 bulan pada anak-anak dan 60 bulan pada orang dewasa. Masa
inkubasi adalah waktu yang diperlukan sejak seseorang terpapar virus HIV sampai
dengan menunjukan gejala gejala AIDS. Pada fase ini terdapat masa dimana virus
HIV tidak dapat terdeteksi dengan pemeriksaan laboratorium kurang lebih 3 bulan sejak
tertular virus HIV yang dikenal dengan masa window period .
Infeksi oleh virus HIV menyebabkan fungsi kekebalan tubuh rusak yang
mengakibatkan daya tahan tubuh berkurang atau hilang, akibatnya mudah terkena
penyakit-penyakit lain seperti penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri, protozoa,
dan jamur dan juga mudah terkena penyakit kanker seperti sarkoma kaposi. HIV
mungkin juga secara langsung menginfeksi sel-sel syaraf, menyebabkan kerusakan
neurologis (Faizah A. Siregar, 2008)..
5.
(RNA) dan bukan dalam deoksiribonukleat (DNA). Virion HIV (partikel virus yang
lengkap dibungkus oleh selubung pelindung) mengandung RNA dalam inti berbentuk
peluru yang terpancung di mana p24 merupakan komponen structural yang utama.
Tombol (knob) yang menonjol lewat dinding virus terdiri atas protein gp120 yang
terkait pada protein gp41. Bagian yang secara selektif berikatan dengan sel sel CD4
positif adalah gp120 dari HIV.
Sel CD4 positif mencakup monosit, makropag dan limposit T4 helper (
dinamakan sel sel CD4 + kalau dikaitkan dengan infeksi HIV ). Limposit T4 helper ini
merupakan sel yang paling banyak diantara ketiga sel di atas. Sesudah terikat dengan
membran sel T4 helper HIV akan menginjeksikan dua utas benang RNA yang identik
ke dalam sel T4 helper, dengan menggunakan enzim yang dikenal sebagai reverse
transcriptase HIV akan melakukan pemrograman ulang materi genetic dari sel T4 yang
terinfeksi untuk membuat double stranded DNA (DNA utau ganda). DNA ini akan
disatukan ke dalam nucleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian infeksi yang
permanen.
Siklus replikasi HIV dibatasi dalam stadium ini sampai sel yang terinfeksi
diaktifkan. Aktivitas sel yang terinfeksi dapat dilaksanakan oleh antigen, mitogen,
sitogen ( TNF alfa atau interleukin I ) atau produk gen virus seperti :
CMV(cytomegalovirus), virus Epstein Barr, herpes simplek dan hepatitis. Sebagai
akibatnya pada sel T4 yang terifeksi diaktifkan, replikasi serta pembentukan tunas HIV
akan terjadi dan sel T4 dihancurkan. HIV yang baru ini kemudian dilepas ke dalam
plasma darah dan menginfeksi CD4+ lainnya. Kalau fungsi limfosit T4 terganggu
mikroorganisme yang biasanya tidak menimbulkan penyakit akan memiliki kesempatan
untuk menginvasi dan menyebabkan sakit yang serius. Infeksi dan malignansi yang
timbul sebagai akibat dari gangguan sistem imun dinamakan infeksi oportunistik. ( Brunner
& Suddart2002).Infeksi monosit dan makrofag berlangsung secara persisten dan tidak
mengakibatkan kematian sel yang bermakna, tetapi sel sel ini menjadi reservoir bagi
HIV sehingga virus tersebut dapat tersembunyi dari sistem imun dan terangkut ke
seluruh tubuh lewat sistem ini untuk menginfeksi pelbagai jaringan tubuh.
Tabel 2.1
Klasifikasi klinis infeksi HIV pada orang dewasa menurut WHO
Stadium
I
II
Gambaran Klinis
Skala Aktivitas
1. Asimptomatik
Asimptomatik ,
2. Limfadenopati generalisata
aktifitas normal
Simptomatik , aktifitas
normal
IV
lemah , aktivitas
3. Toksoplasmosis otak
dari 50%
6.
d) Mycobacterium Tuberculosis
Biasanya timbul lebih dini, penyakit cepat menjadi miliar dan cepat
menyebar ke organ lain diluar paru.
2) Manifestasi pada Gastroitestinal
Tidak ada nafsu makan, diare khronis, berat badan turun lebih 10% per
bulan.
c. Manifestasi Neurologis
Sekitar 10% kasus AIDS nenunjukkan manifestasi Neurologis, yang
biasanya timbul pada fase akhir penyakit. Kelainan syaraf yang umum adalah
ensefalitis, meningitis, demensia, mielopati dan neuropari perifer (Siregar, 2008).
7. Pemeriksaan Laboratorium HIV AIDS
d. PCR (Polymerase Chain Reaction) Untuk DNA dan RNA virus HIV sangat sensitif
dan spesifik untuk infeksi HIV. Tes ini sering digunakan bila tes yang lain tidak
jelas. (Nursalam, 2007).
8.
morbiditas dan mortalitas dini, tetapi ARV belum dapat menyembuhkan atau
membunuh virus. Kendala dalam pemberian ARV antara lain kesukaran Odha untuk
minum obat secara teratur, adanya efek samping obat, harga yang relative mahal dan
timbulnya resistensi HIV terhadap obat ARV.
Karena belum ditemukan obat yang efektif maka pencegahan penularan menjadi
sangat penting. Dalam hal ini pendidikan kesehatan dan peningkatan pengetahuan yang
benar mengenal patofisiologi HIV dan cara penularannya menjadi sangat penting untuk
diketahui oleh setiap orang terutama mengenal fakta penyebaran penyakit pada
kelompok risiko rendah ( bukan hanya pada kelompok yang berisiko tinggi ) dan prilaku
yang dapat membantu mencegah penyebaran HIV.
obatan itu akan disebar ke rumah sakit di 21 kota di Indonesia. Di Jakarta dan Bandung
terdapat masing-masing 20 dan 26 rumah sakit yang menerima pembagian.
"Untuk menggunakan obat antiretroviral perlu dipertimbangkan gejala klinis,
jumlah limfosit, jumlah virus, dan kemampuan pasien menggunakan obat dalam jangka
panjang," kata Samsuridjal.
Menambahi keterangan
tersebut, dr
KHOM,
Efek samping yang sering dijumpai adalah anemia karena pemakaian AZT,
gangguan saraf pusat karena penggunaan Efapirenz (EFZ), merusak hati, diare, dan
kemerahan pada kulit karena pemakaian Nevirapine (NVP). Efek lain yaitu gangguan
pertukaran zat yang meliputi pembentukan dan penguraian zat organik dalam tubuh
(metabolisme) yang disebabkan oleh PI. Kemungkinan lainnya, yaitu rusaknya janin
karena pemakaian EFZ.
Samsuridjal menegaskan bahwa antiretroviral bukan barang dagangan. Peresepan
harus dilakukan dokter yang terlatih. Sebelum terapi ARV dilakukan, perlu ada
penyuluhan, pembimbingan dan tes, diagnosis yang tepat. Terapi antiretroviral harus
merupakan pilihan Odha. Yang juga harus diperhatikan adalah pembimbingan dalam hal
finansial, karena antiretroviral dipakai dalam jangka waktu yang lama.
Untuk itu seorang ODHA harus memiliki pengetahuan tentang pengobatan
AIDS, bagaimana terapi itu bekerja, apa manfaat ART, siapa saja yang membutuhkan
ART, apa indikasi untuk memulai ART dan efek samping obat antiretrovirus. ( Chris,
2009 ).
2. Tujuan Terapi ARV
a. Menurunkan angka kematian dan angka perawatan di rumah sakit
b. Menurunkan viral load
c. Meningkatkan CD4 (pemulihan respons imun)
d. Mengurangi resiko penularan
e. Meningkatkan kualitas hidup
3. Kriteria untuk memberikan terapi antiretrovirus sebagai berikut :
a. Tes HIV secara sukarela disertai konseling yang mudah dijangkau untuk
mendiagnosis HIV secara dini.
b. Tersedia dana yang cukup untuk membiayai Anti Retrovirus Terapi (ART) selama
sedikitnya 1 tahun
c. Konseling bagi pasien dan pendamping untuk memberikan pengertian tentang ART,
pentingnya kepatuhan pada terapi, efek samping yang mungkin terjadi, dll.
d. Konseling lanjutan untuk memberi dukungan psikososial dan mendorong kepatuhan
serta untuk menghadapi masalah nutrisi yang dapat timbul akibat ART
e. Laboratorium untuk memantau efek samping obat termasuk Hb, tes fungsi hati, dll.
f. Kemampuan untuk mengenal dan menangani penyakit umum dan infeksi
oportunistik akibat HIV
g. Tersedianya obat yang bermutu dengan jumlah yang cukup, termasuk obat untuk
infeksi oportunistik dan penyakit yang berhubungan dengan HIV.
h. Tersedianya tim kesehatan termasuk dokter, perawat, konselor, pekerja sosial,
dukungan sebaya. Tim ini seharusnya membantu pembentukan kelompok dukungan
Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) dan pendampinya.
i. Adanya pelatihan, pendidikan berkelanjutan, pemantauan dan umpan balik tentang
penatalaksanaan penyakit HIV yang efektif termasuk sistem untuk menyebar luaskan
informasi dan pedoman baru.
Dapat disimpulkan bahwa ODHA menghadapi berbagai masalah, baik masalah
kesehatan, masalah psikologis maupun masalah sosial. Khususnya ODHA pengguna
narkotika sering mengalami masalah beberapa masalah kesehatan sekaligus, TBC,
Toksoplasma, Sifilis, Pneumonia, Jamur dan Koinfeksi Hepatitis C. Koinfeksi dengan
Nama Obat
Efek samping
1.
Stavudin
Mual
(D4T )
Kelelahan
Sesak napas
2.
Lamivudin ( 3TC)
Mual
3.
Nevirapin (NVP)
Mual
Mata Kuning
Ruam Kulit
Kelelahan
Sesak Napas
Demam
4.
Zidovudin (ZDV/AZT)
Mual
Sakit Kepala
Kelelahan
Nyeri otot
Pucat (anemia)
5.
Efavirenz (EFV)
Mual
Mimpi aneh
Sulit tidur
Masalah pengingatan
Sakit Kepala
Pusing
Mata kuning
Psikosis
Ruam Kulit
India untuk menyediakan obat bagi Odha di Indonesia. Pokdisus mendapat izin dari
Badan POM dan Depkes untuk melaksanakan layanan akses khusus obat ARV.
Ternyata kebutuhan obat ARV generik cukup tingi sehingga Pokdisus tak mampu
lagi menalangi pembelian obat ARV generik ini dan mendorong perusahaan obat
milik pemerintah untuk memproduksi obat ini di Indonesia. PT Kimia Farma
beresedia memproduksi obat ARV ini . Sudah tentu perusahaan obat multi nasional
yang mempunyai paten obat ini tidak tinggal diam. Untunglah masalah ini dapat
diatasi melalui keputusan presiden yang menyatakan bahwa obat ARV merupakan
kebutuhan masyarakat dan merupakan salah satu upaya dalam penanggulangan
AIDS di Indonesia .Produsen obat paten diberi kompensasi sebesar 0,5 % dari
penjualan ARV generik.
Sampai saat ini biaya yang terbesar untuk pengadaan obat ARV ini berasal
dari anggaran pemerintah. Pemerintah Indonesia telah menunjukkan komitmen yang
tinggi pada program WHO untuk menyediakan obat ARV.
Sejak tahun 2004, pemerintah Indonesia melalui Departemen Kesehatan telah
memberikan jatah ARV generik gratis bagi 25 rumah sakit di seluruh Indonesia.
b. Dukungan keluarga
ODHA yang selesai dirawat dan diijinkan pulang maka keluarga harus siap
menerima
dan
merawatnya
di
rumah.
Perawatan
di
rumah
merupakan
Orang Dengan HIV/AIDS (Odha) tidak selalu harus dirawat di rumah sakit
karena salah satu tempat terbaik untuk merawat Odha adalah di rumah/tempat tinggal
Odha itu sendiri dengan dikelilingi oleh orang-orang yang mencintainya. Banyak
Odha dapat hidup aktif dalam jangka waktu yang lama, tidak perlu dirawat di rumah
sakit. Perawatan di rumah biasanya lebih murah, lebih menyenangkan, lebih akrab
dan membuatnya bisa mengatur dirinya sendiri. Penyakit yang berhubungan dengan
Odha biasanya akan cepat membaik dengan kenyamanan yang dirasakan di rumah,
dukungan dari teman, keluarga dan orang-orang yang dicintainya.
Informasi yang diperlukan keluarga dalam merawat ODHA di rumah dapat
diperoleh melalui Lembaga Sosial Masyarakat peduli AIDS sehingga keluarga dapat
memberikan dukungan secara moral dan materi agar mereka tidak lagi jatuh ke
dalam stress yang lebih berat. Informasi itu meliputi pencegahan, pengobatan,
perawatan ODHA dan perawatan jenazah. (Depkes, 2003)
6. Konseling
Konseling dalam VCT adalah kegiatan konseling yang menyediakan dukungan
psikologis, informasi dan pengetahuan HIV/AIDS, mencegah penularan HIV,
mempromosikan perubahan prilaku yang bertanggung jawab pada pengobatan ARV dan
memastikan pemecahan berbagai masalah terkait HIV.(Pedoman pelayanan konseling dan
testing HIV/AIDS).
VCT harus dikerjakan secara professional dan konsisten untuk memperoleh
intervensi efektif dimana memungkinkan klien dengan bantuan konselor terlatih menggali
dan memahami diri akan resiko infeksi HIV, mendapatkan informasi HIV/AIDS,
mempelajari status dirinya dan mengerti tanggung jawab untuk menurunkan prilaku
beresiko dan mencegah penyebaran infeksi kepada orang lain guna mempertahankan dan
meningkatkan prilaku sehat.
C. PENGETAHUAN
1. Definisi Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil Tahu dan ini terjadi setelah
orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu yang mana penginderaan
ini terjadi melalui panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba yang sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh
melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003).
2. Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2003:3) membagi 6 tingkat pengetahuan. Ada 6 tingkat
pengetahuan yang dicapai dalam domain kognitif yaitu:
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap suatu yang
spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh
sebab itu, ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Untuk mengukur
bahwa seseorang, tabu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan,
menguraikan, mendefenisikan. menyatakan dan sebagainya.
b. Memahami (Comprehention)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut
secara benar, orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya
terhadap objek yang dipelajari.
c. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi sebenamya, aplikasi ini diartikan dapat sebagai
aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus metode, prinsip dan sebagainya
dalam konteks atau situasi yang lain.
d. Analisis (Analysys)
Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek
kedalam komponen-komponen tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut
dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisa ini dapat dilihat dari
penggunaan kata kerja dapat menggambarkan, membedakan, mengelompokkan dan
seperti sebagainya. Analisis merupakan kemampuan untuk mengidentifikasi,
memisahkan dan sebagainya.
e. Sintesa (Syntesis)
Adalah suatu kemampuan untuk meletakkan atau menggabungkan
bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang, baru dengan kata lain
sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formasi baru dari
informasi-informasi
yang
ada
misalnya
dapat
menyusun,
dapat
Jenis kelamin
Kata gender berasal dari bahasa Inggris berarti jenis kelamin.Dalam
Websters New World Dictionary, gender diartikan sebagai perbedaan yang tampak
antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku.
Intelegensi
Intelegensi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk belajar dan berfikir
abstrak guna menyesuaikan diri secara mental dalam situasi baru.Intelegensi
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil dari proses belajar.
Intelegensi bagi seseorang merupakan salah satu modal untuk berfikir dan mengolah
berbagai informasi secara terarah sehingga ia mampu menguasai lingkungan
(Khayan, 1997 : 34). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perbedaan
intelegensi dari seseorang akan berpengaruh pula terhadap tingkat pengetahuan.
d.
Lingkungan
Lingkungan adalah komponen dalam paradigma keperawatan
yang
Sosial budaya
Sosial budaya mempunyai pengaruh pada pengetahuan seseorang. Seseorang
memperoleh suatu kebudayaan dalam hubunganya dengan orang lain, karena
hubungan ini seseorang mengalami suatu proses belajar dan memperoleh suatu
pengetahuan.
f.
Pendidikan
Menurut Notoadmojo (1997) pendidikan adalah suatu kegiatan atau proses
pembelajaran untuk mengembangkan atau meningkatkan kemampuan tertentu
sehingga sasaran pendidikan itu dapat berdiri sendiri. Menurut Wied Hary A.(1996),
menyebutkan bahwa tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya
seseorang menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh, pada
umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang makin semakin baik pula
pengetahuanya.
g.
Pekerjaan.
Menurut Thomas yang dikutip oleh Nursalam (2003), pekerjaan adalah
keburukan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan
kehidupan keluarga. Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak
merupakan cara mencari nafkah yang membosankan, berulang dan banyak tantangan.
Sedangkan bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu. Bekerja bagi
ibu-ibu akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga.
h.
Sumber informasi
Informasi yang diperoleh dari berbagai sumber akan mempengaruhi tingkat
pengetahuan seseorang. Bila seseorang benyak memperoleh informasi maka ia
cenderung mempunyai pengetahuan yang lebih luas (Notoadmodjo, 2003)
Menurut Hary A (1996) informasi akan memberikan pengaruh pada
pengetahuan seseorang. Meskipun seseorang memiliki pendidikan yang rendah
tetapi jika ia mendapatkan informasi yang baik dari berbagai media misalnya TV,
radio atau surat kabar maka hal itu akan dapat meningkatkan pengetahuan
seseorang.
i.
Pengalaman
Pengalaman merupakan guru yang terbaik. Pepatah tersebut dapat diartikan
bahwa pengalaman merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman itu suatu cara
untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu pengalaman pribadi pun
dapat digunakan sebagai upaya untuk memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan
dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan
permasalahan yang dihadapi pada masa lalu.(Notoadmojo 1997: 13)
j.
Pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau
secara bersama sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan
perseorangan, keluarga dan kelompok masyarakat.( Wahid Iqbal,2009).
Menjalin layanan di Rumah Sakit, Puskesmas dan masyarakat agar terjadi
perawatan dan pelayanan yang berkesinambungan dan memenuhi kebutuhan ODHA
merupakan hal yang rumit. Hal terpenting adalah memusatkan upaya pada kerjasama
yang saling mendukung bagi rekan yang lain. Dengan demikian kelompok lain yang
memiliki keterampilan lebih spesifik dapat membantu memberikan pelatihan kepada
kelompok lainya. Salah satu kelompok hanya memusatkan pada layanan tertentu
yang merupakan sebagian dari perawatan lengkap diikuti dengan sistem rujukan yang
efektif kepada kelompok lain yang memiliki kemampuan untuk memberikan layanan
di bidang lainya. (Depkes,2003).
4. Kategori pengetahuan
Menurut (Arikunto, 1998) mengemukakan bahwa untuk mengetahui secara
kualitas tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang dapat dibagi menjadi empat
tingkat yaitu :
a. Tingkat pengetahuan baik bila skor atau nilai 76-100 %
b. Tingkat pengetahuan cukup bila skor atau nilai 56-75 %
c. Tingkat pengetahuan kurang bila skor atau nilai 40-55 %
d. Tingkat pengetahuan buruk bila skor atau nilai < 40 %
5. Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang
menanyakan tentang isi materi yang akan diukur dari subjek penelitian atau responden.
Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan
dengan tingkatan-tingkatan di atas. (Notoatmodjo, 2003).
D. PENELITIAN TERKAIT
Sejauh penelusuran peneliti, penelitian ini belum ada tetapi ada penelitian yang hampir
serupa yaitu yang dilakukan oleh :
1. Ida Ayu Mas Ari Astuti Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Veteran Jakarta yaitu
Gambaran Pengetahuan Remaja Tentang HIV/AIDS Di SMP Negri 85 Jakarta tahun
2008 dengan jumlah sampel 114 responden. Hasil penelitian menunjukan bahwa
karakteristik responden meliputi umur responden yang paling banyak adalah kelompok
umur remaja awal yaitu 11-14 tahun. Responden yang memiliki pengetahuan baik
tentang HIV/AIDS lebih banyak dari pada responden yang memiliki pengetahuan kurang
baik tentang hal tersebut.
2. Penelitian lain juga yaitu skripsi stikes tahun 2008 dengan judul Faktor- faktor yang
berhubungan dengan pengetahuan pasien dalam melakukan tindakan cabut gigi
dipuskesmas salaman I Kabupaten Mangelang, Jawa tengah tahun 2008.Penelitian
deskriptif analitik pendekatan observasi dengan rancangan cross sectional untuk
mengetahui gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan pasien dalam
melakukan tindakan cabut gigi,Data didapat dengan menggunakan kuesioner dan
dianalisis dengan uji Corelassion Linier. Jumlah responden 69 orang.Hasil penelitian,
umur (p=0.083), pekerjaan (p=0.228), dan penghasilan (p=0.152) tidak berpengaruh
terhadap pengetahuan responden dalam melakukan tindakan cabut gigi, Sedangkan
pendidikan(p=0.027) mempengaruhi responden dalam melakukan tindakan cabut gigi,
dimana pengaruhinya sebesar 20.80%.
3. Penelitian I Ketut Mahena tahun 2008 mengenai Hubungan pengetahuan , sikap dengan
prakttik berisiko HIV/AIDS pada mahasiswa Universitas Pembangunan Veteran Jakarta.
Hasil penelitian menunjukan bahwa usia responden memiliki hubungan praktik beresiko
HIV/AIDS. Mahasiswa UPN Veteran Jakarta dengan P. value 0,016, variable lain yang
memiliki hubungan dengan praktik beresiko HIV/AIDS adalah jurusan. Dari hasil
variable jurusan diperoleh P. value 0,042 dengan nilai 2,092 yang berarti mahasiswa dari
jurusan non kesehatan melalui praktik berisiko tinggi HIV/AIDS 2,092 kali lebih besar
dari non juusan kesehatan. Variabel lain yang memiliki hubungan dengan praktik
beresiko HIV/AIDS adalah sikap tentang HIV/AIDS. Dari uji chi square P. value 0,037
dan OR 0,476 . Melihat hasil dari penelitian ini perlu diperhatikan bahwa usia , jurusan
dan sikap memiliki hubungan praktik beresiko HIV/AIDS di masyarakat yang dalam hal
ini menggunakan sampel mahasiswa. Selain itu pengetahuan merupakan factor penting
yang mempengaruhi terbentuknya prilaku dalam hal ini tentang HIV/AIDS.
4. Penelitian Ni Wayan Utari mengenai Hubungan pengetahuan masyarakat tentang asam
urat dengan praktik pencegahan dan perencanaan perawatan asam urat di RW 02
kelurahan pangkalan jati kecamatan limo Depok, 2009. Desain penelitian menggunakan
metode crossectional, metode sampling yang digunakan adalah accidental sampling.
Hasil penelitian didapatkan proporsi terbesar responden berumur kurang dari 40 tahun
sebesar 61,2%, jenis kelamin perempuan sebesar 51,3%, tingkat pendidikan tinggi
sebesar 54,9%, status pekerjaan bekerja sebesar 56,5%, pengetahuan dengan katagori
baik sebesar 53,1%. Ada hubungan yang bermakna antara umur, tingkat pendidikan,
status pekerjaan dengan praktik pencegahan dan perencanaan perawatan asam urat
P>0,05. Sedang jenis kelamin tidak mempunyai hubungan yang bermakna. Ada
hubungan yang bermakna antara pengetahuan masyarakat tentang asam urat dengan baik
7,298 kali lebih besar dari pada responden yang berpengetahuan kurang baik.
E. KERANGKA TEORI
Faktor Predisposisi
Umur
Pendidikan
Pekerjaan
Sosial budaya
Jenis Kelamin
Faktor Pendukung
Pengalaman
Sumber Informasi
Konseling
Pelayanan kesehatan
Intelegensi
Faktor Penguat
Dukungan keluarga
Lingkungan
Dukungan
Pemerintah