Anda di halaman 1dari 14

Molla Hidatidosa dan Anemia serta Penatalaksanaannya

Micco Joshua Apriano 102009204


Anita Anggraeni Sokko 102011064
Oktaviani Dewi Ratih 102013046
Thobias Andrew Yudhistira 102013210
Andani Delabene 102013270
Anggelina Tania Woda Lado 102013316
Yesika Claudia Mofu 102013435
Syawaluddin Zulfitri Bin Zul Karnai 102013492
Lanny Winarta 102013539
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Alamat Korespondensi Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510

Pendahuluan
Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar di mana tidak ditemukan
janin dan hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan berupa degenerasi hidropik. Mola
hidatidosa disebut juga hamil anggur, dapat dibagi menjadi mola hidatidosa total dan mola
hidatidosa parsial. Penyakit ini dapat ditemukan diseluruh dunia dengan angka kejadianyang
berbeda-beda Penyakit ini lebih banyak ditemukan di negara-negara Asia danAmerika
Latin.Penyakit ini lebih banyak dijumpai pada golongan sosio ekonomi rendah. Hampir semua
wanita

dengan

penyakit

trofoblastik

gestasional

dapat

disembuhkan

dengan

tetap

mempertahankan fungsi reproduksinya. Berhubung dengan kemungkinan bahwa mola hidatidosa


dapat menjadi ganas, maka terapi yang terbaik pada wanita dengan usia yang sudah lanjut dan
sudah mempunyai jumlah anak yang sesuai dengan yang diinginkan adalah histerektomi.

Anamnesis
Kehamilan disertai gejala dan tanda kehamilan muda yang berlebihan, perdarahan
pervaginam berulang cenderung berwarna coklat dan kadang bergelembung seperti anggur.

(1) Perdarahan vaginal. Gejala klasik yang paling sering pada mola hidatidosa komplit
adalah perdarahan vaginal. Jaringan mola terpisah dari desidua, menyebabkan
perdarahan. Uterus membesar (distensi) oleh karena jumlah darah yang banyak, dan
cairan gelap bisa mengalir melalui vagina. Gejala ini terdapat dalam 97% kasus.
(2) Hiperemesis. Penderita juga mengeluhkan mual dan muntah yang berat. Hal ini
merupakan akibat dari peningkatan secara tajam hormon -HCG.
(3) Hipertiroid. Setidaknya 7% penderita memiliki gejala seperti takikardi, tremor dan kulit
yang hangat. Didapatkan pula adanya gejala preeklamsia yang terjadi pada 27% kasus
dengan karakteristik hipertensi ( TD > 140/90 mmHg), protenuria (>300 mg.dl), dan
edema dengan hiperefleksia.1

Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
a)

Muka dan kadang kadang badan kelihatan pucat kekuning kuningan yang disebut muka
mola (mola face) atau muka terlihat pucat.

b)

Bila gelembung mola keluar dapat dilihat jelas.

Palpasi
a)

Uterus membesar tidak seuai dengan tuanya kehamilan, teraba lembek.

b)

Tidak teraba bagian bagian janin dan ballotemen, juga gerakan janin.

c)

Adanya fenomena harmonica: darah dan gelembung mola keluar dan fundus uteri turun lalu
naik karena terkumpulnya darah baru.

d)

Adanya pembesaran kelenjar tiroid, menunjukan adanya komplikasi tiroktoksikosis.

Auskultasi
a)

Tidak terdengar denyut jantung janin

b)

Terdengar bising dan bunyi khas

Periksa Dalam
Pastikan besarnya rahim, rahim terasa lembek, tidak ada bagian janin, terdapat perdarahan
dan jaringan dalam kanalis servikalis dan vagina, serta evaluasi keadaan servik.1

Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan darah rutin didapatkan hasil Hb 10.0 g/dL, hematokrit 29%,
leukosit 7.200/L, trombosit 270.000/L.
2

Jaringan mola hidatidosa mengeluarkan HCG dalam jumlah besar, pemeriksaan kadar
HCG darah atau urin bermakna penting dalam diagnosis mola hidatidosa. Dengan
teknik RIA memeriksa kadar beta-HCG bersifat cukup spesifik dan relatif sensitif,
bila terjadi mola hidatidosa, HCG lebih tinggi dari usia kehamilan biasa yang
sepadan.

Ultrasonografi merupakan kriteria standar untuk identifikasi baik kehamilan mola


komplet atau parsial. Pada pencitraan klasik, menggunakan teknologi ultrasonografi
tua, gambaran badai salju (snowstorm) mengindikasikan adanya villi korionik
hidropik, tak tampak gambar fetus normal. Belakangan ini dengan probe
intravagianal, digabung pemeriksaan HCG, umumnya pada kehamilan 8 minggu
dapat didiagnosis mola hidatidosa.

Pemeriksaan Histopatologi. Mola komplet: Jaringan fetus tidak ditemukan,


didapatkan proliferasi tropoblastik berlebihan, villi yang hidropik, dan kromoson
46,XX atau 46,XY. Juga, mola komplet menunjukkan ekspresi berlebih beberapa
faktor pertumbuhan, termasuk faktor pertumbuhan epidermal c-myc, dan c- dan cerb
B-2, dibandingkan dengan plasenta normal. Mola parsial: Jaringan fetus seringkali
ditemukan, misalnya amnion dan sel darah merah fetus. Juga didapatkan villi hidropik
dan proliferasi trofoblastik.2

Working Diagnosis
Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar di mana tidak
ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan berupa degenerasi
hidropik. Janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang membesar dan edematus itu
hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur.
Jaringan trofoblast pada vilus berproliferasi dan mengeluarkan hormon human chononic
gonadotrophin (HCG) dalam jumlah yang lebih besar daripada kehamilan biasa.3

Klasifikasi

Mola hidatidosa dapat diklasifikasikan menjadi 2 yaitu bila tidak disertai janin maka
disebut mola hidatidosa atau Complete mole, sedangkan bila disertai janin atau bagian dari
janin disebut mola parsialis atau Parsials mole . 4,5
Tabel 1. Perbandingan bentuk mola hidatidosa.4
Gambaran
Kariotipe

Mola Komplit
46,XX atau 46,XY

Mola Parsial
Umumnya 69,XXX
atau 69,XXY (tripoid)

Patologi
Edema villus
Proliferasi trofoblastik

Difus
Bervariasi, ringan s/d berat

Bervariasi,fokal
Bervariasi, fokal,

Janin
Amnion, sel darah

Tidak ada
Tidak ada

ringan s/d sedang


Sering dijumpai
Sering dijumpai

Gestasi mola
50% besar untuk masa

Missed abortion
Kecil untuk masa

kehamilan
25-30%
Sering
20%
Tinggi

kehamilan
Jarang
jarang
<5-10%
Rendah - tinggi

merah janin
Gambaran klinis
Diagnosis
Ukuran uterus
Kista teka-lutein
Penyulit medis
Penyakit pascamola
Kadar hCG

Differential Diagnosis
Gestasional Trophoblastic Tumor
Istilah

Gestasional

Trophoblastic

Neoplasia

(GTN)

menggantikan

istilah

korioadenoma atau koriokarsinoma, yaitu merupakan tumor sel trofoblas yang sangat ganas.
Karakteristiknya adalah sel trofoblas tidak membentuk korion atau mola hidatidosa, tapi
secara sporadis menginvasi lapisan otot uterus, menimbulkan destruksi hebat, dan dari situ
bermetastasis ke jaringan atau organ lain. Progresi penyakit sangat cepat, dapat berakibat
fatal sangat cepat.
Kehamilan sebelum terjadinya GTN dapat berupa mola, aborsi, partus aterm
(termasuk prematur). Dengan peluang kejadian sebelumnya paling besar adalah mola
hidatidosa. Gejala dan tanda fisik yang muncul adalah perdarahan abnormal pervaginam yang

paling sering ditemukan, setelah pembersihan mola, atau pasca aborsi. Pada pemeriksaan
ginekologik dapat ditemukakan sekret sanguineus di dalam vagina yang berbau busuk, dan
dapat timbul gejala dan tanda fisik akibat metastasis ke lokasi lain. Pada pemeriksaan kadar
HCG setelah mola hidatidosa keluar 2 bulan, HCG tetap positif, harus dipikirkan sebagai
keganasan (GTN).5

Abortus
Abortus adalah keluarnya hasil pembuahan secara spontan sebelum mampu bertahan
hidup. Pada anamnesis didapatkan adanya perdarahan, jaringan yang keluar. Pada abortus
iminens, janin biasanya masih dapat diselamatkan, bergantung pada jumlah perdarahan yang
dialami sang ibu.5
Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)
Pada kehamilan ektopik terjadi implantasi ovum diluar rongga uterus. Sebanyak 95%
kehamilan ektopik terjadi di tuba fallopi sedangkan 5% sisanya terdistribusi di ovarium,
serviks dan rongga peritoneum. Ruptur biasanya terjadi spontan, dan awitan ruptur
dipengaruhi oleh lokasi implantasi. Apabila di ismus, waktu ruptur biasanya di minggu ke-6
sampai 8 karena diameternya kecil. Implantasi di ampula biasanya ruptur di minggu ke -8
sampai 12. Setelah ruptur, hasil konsepsi dapat diserap atau tinggal menjadi masa pada
abdomen. Tanda dan gejala yaitu; nyeri, biasanya terjadi karena ruptur, dapat bersifat
bilateral, unilateral, lokal, ataupun menyeluruh. Perdarahan dari vagina, biasanya bercakbercak; sinkop, merupakan tanda perdarahan yang lebih lanjut.5

Etiologi
Kausa sesungguhnya mola hidatidosa masih belum jelas, mungkin berkaitan dengan faktor
berikut ini.
1. Faktor gizi. Terdapat anggapan defisiensi zat gizi tertentu, seperti asam folat, histidin
dll. mempengaruhi sintesis timin, sehingga timbul kematian fetus dan avaskularisasi
korion plasenta.

2. Cacat ovum yang dibuahi. Ovum abnormal dan spermatozoa abnormal bial bersatu,
timbul hasil pembuahan abnormal. Setelah implantasi fetus tumbuh abnormal,
sedangkan sel trofoblas memiliki daya tumbuh yang sangat tinggi berkembang
menjadi mola hidatidosa.
3. Kelainan materi genetik. Kelainan kromosom menimbulkan pertumbuhan fetus
abnormal, umumnya mola hidatidosa adalah diploid (46XX, sekitar 10% XY), mola
hidatidosa parsial adalah triploid (69XXX, 69XXY).5

Epidemiologi
Menurut statistik perbandingan jumlah pesalinan atau kehamilan terhadap jumlah
mola hidatidosa yang diterapi adalah 73-124: 1. Rata-rata insiden adalah 290/100.000 wanita,
dihitung berdasarkan jumlah kehamilan adalah 0,78%, rasio frekuensi kehamilan terhadap
mola hidatidosa adalah 290: 1. Insiden meningkat sesuai pertambahan usia, pada kelompok
usia 40-44 tahun lebih tinggi sekitar satu kali lipat dibandingkan kelompok dibawah 40 tahun
dan lebih tinggi 25 kali lipat pada kelompok di atas 45 tahun. Anggapan umumnya adalah
hamil pada usia lanjut berpeluang lebih besar mengalami mola hidatidosa, angka transformasi
keganasan juga tinggi, mungkin berkaitan dengan perubahan regresif ovum atau buruknya
lingkungan internal uterus. Selain itu, insiden juga berkaitan dengan angka kehamilan,
kehamilan 6 kali ke atas, dibandingkan kelompok kontrol lebih tinggi 1 kali lipat, ada yang
pertama kali hamil menderita mola, ada yang seumur hidup mengalami 18 kali mola
hidatidosa. Mola hidatidosa sering ditemukan di daerah pesisir, di propinsi selatan lebih
sering ditemukan dibandingan propinsi utara, penyakit ini sering terjadi di daerah Asia
Tenggara, jarang terjadi di Amerika dan Eropa.6

Patogenesis
Patofisiologi dari kehamilan mola hidatidosa yaitu karena tidak sempurnanya
peredaran darah fetus, yang terjadi pada sel telur patologik yaitu : hasil pembuahan dimana
embrionya mati pada umur kehamilan 3 5 minggu dan karena pembuluh darah villi tidak
berfungsi maka terjadi penimbunan cairan di dalam jaringan mesenkim villi.4,7

Analisis sitogenetik pada jaringan yang diperoleh dari kehamilan mola memberikan
beberapa petunjuk mengenai asal mula dari lesi ini. Kebanyakan mola hidatidosa adalah mola
lengkap dan mempunyai 46 kariotipe XX. Penelitian khusus menunjukkan bahwa kedua
kromosom X itu diturunkan dari ayah. Secara genetik, sebagian besar mola hidatidosa
komplit berasal dari pembuahan pada suatu telur kosong (yakni, telur tanpa kromosom)
oleh satu sperma haploid (23 X), yang kemudian berduplikasi untuk memulihkan komplemen
kromosom diploid (46 XX). Hanya sejumlah kecil lesi adalah 46 XY.7

Gambar 1. Susunan sitogenetik dari mola hidatidosa. A. Sumber kromosom dari mola
lengkap. B. Sumber kromosom dari mola sebagian yang triploid. (Hacker).6
Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari penyakit
trofoblas:4
1. Teori missed abortion.
Teori ini menyatakan bahwa mudigah mati pada usia kehamilan 3-5 minggu (missed
abortion). Hal inilah yang menyebabkan gangguan peredaran darah sehingga terjadi
penimbunan cairan dalam jaringan mesenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah
gelembung-gelembung. Kematian mudigah itu disebabkan karena kekurangan gizi berupa
asam folik dan histidine pada kehamilan hari ke 13 dan 21. Hal ini menyebabkan terjadinya
gangguan angiogenesis.
2. Teori neoplasma
Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Park. Pada penyakit trofoblas, yang
abnormal adalah sel-sel trofoblas dimana fungsinya juga menjadi abnormal. Hal ini
menyebabkan terjadinya reabsorpsi cairan yang berlebihan kedalam villi sehingga
menimbulkan gelembung. Sehingga menyebabkan gangguan peredaran darah dan kematian
mudigah.
7

3. Teori sitogenetika
Menyatakan bahwa Mola Hidatidosa dapat terjadi bila sperma tunggal membuahi telur
yang tidak berinti sehingga membentuk embrio yang abnormal yang hanya memiliki materi
genetik paternal, atau bisa juga dua sperma membuahi satu sel telur. Kejadian ini
menghasilkan abnormalitas dari trofoblas dan memungkinkan embrio mati lebih awal. Teori
yang saat ini dipakai adalah teori sitogenetika.
Tumbuhnya elemen plasenta yang terus menerus ditandai oleh adanya udem dari villi
yang kemudian tampak sebagai gambaran gelembung air. Sel-sel trofoblas menghasilkan
hormon kehamilan yaitu hCG, yang dipakai sebagai dasar tes kehamilan. Produksi yang
berlebihan dari hCG menyebabkan keluhan-keluhan pada penderita.
Secara makroskopik, mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa gelembung-gelembung
putih, tembus pandang, berisi cairan jernih, sehingga menyerupai buah anggur, atau mata
ikan. Karena itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan. Ukuran gelembung-gelembung ini
bervariasi dari beberapa milimeter sampai 1-2 cm. Secara mikroskopik terlihat trias: (1)
Proliferasi dari trofoblas; (2) Degenerasi hidropik dari stroma villi dan kesembaban; (3)
Hilangnya pembuluh darah dan stroma. Sel-sel Langhans tampak seperti sel polidral dengan
inti terang dan adanya sel sinsitial giantik (syncytial giant cells). Pada kasus mola banyak
dijumpai ovarium dengan kista lutein ganda berdiameter 10 cm atau lebih (25-60%). Kista
lutein akan berangsur-angsur mengecil dan kemudian hilang setelah mola hidatidosa sembuh.
4,6

Gejala Klinis
Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan, walaupun bentuknya patologis. Oleh karena
itu, pada bulan-bulan pertama, tanda-tandanya tidak berbeda dengan kehamilan biasa, yaitu
dimulai dengan amenorea, mual dan muntah. Pada penyakit ini, lebih sering terjadi
hiperemesis, dan keluhannya lebih hebat dari kehamilan biasa. Kemudian perkembangannya
mulai berbeda. Pada kehamilan biasa pembesaran uterus terjadi melalui dua fase, yaitu fase
aktif, sebagai akibat pengaruh hormonal, dan fase pasif, akibat hasil pembesaran kehamilan.
Pada mola hidatidosa tidak demikian, vili korialis yang mengalami degenerasi hidropik,
berkembang dengan cepat mengisi kavum uteri. Akibatnya uterus ikut membesar pula,
sehingga ukuran uterus lebih besar dari tuanya kehamilan atau lamanya amenorea.

Pada kehamilan biasa , segmen bawah rahim (SBR baru terbentuk pada kehamilan yang
sudah besar (semester tiga). Pada mola hidatidosa, karena pengisian kavum uteri oleh
gelembung mola berlangsung cepat, maka pembentukan SBR, sudah terjadi pada kehamilan
yang lebih muda (24 minggu). Kemudian karena kehamilan ini abnormal badan akan
berusaha untuk mengeluarkannya, terjadilah perdarahan pervaginam.

Bedanya dengan

abortus biasa adalah pada abortus biasa besarnya uterus sama dengan lamanya amenorea.
Perdarahan pada mola hidatidosa dapat berupa bercak bercak sedikit intermiten atau
sekaligus banyak, sehingga dapat menyebabkan syok hipovolemik. Adakalanya perdarahan
disertai dengan gelembung mola sehingga mempermudah diagnosis.
Di samping uterus yang lebih besar, pada mola hidatidosa ditemukan peningkatan kadar
hCG (human choriogonadotrophin). Pada kehamilan biasa kadarnya naik terus sampai usia
kehamilan 60-80 hari, kemudian turun lagi setelah mencapai umur 85 hari. Pada mola
hidatidosa seluruh kavum uteri diisi oleh jaringan trofoblas, sehingga tidak ada penurunan
kadar hCG. Selama ada pertumbuhan trofoblas atau sebelum gelembung mola keluar atau
dikeluarkan, hCG akan terus meningkat, sampai bisa mencapai di atas 5.000.000 mIU/ml.6

Penatalaksanaan Mola Hidatidosa


Terdiri dari 4 tahap, yaitu :
1. Perbaikan keadaan umum
2. Evakuasi jaringan
3. Profilaksis
4. Follow up

Perbaikan Keadaan Umum


Sebelum dilakukan tindakan evakuasi jaringan mola, keadaan umum penderita harus
distabilkan dahulu. Tergantung pada bentuk penyulitnya, kepada penderita harus diberikan :
1. Tranfusi darah, untuk mengatasi syok hipovolemik
2. Antihipertensi/konvulsi, seperti pada terapi terapi preeklamsi/eklamsia

3. Obat anti tiroid, bekerja sama dengan penyakit dalam

Evakuasi Jaringan
Ada 2 cara yaitu :
a. Kuret vakum
Setelah sebagian besar jaringan dikeluarkan dengan vakum, sisanya dibersihkan dengan
kuret tajam. Tindakan kuret hanya dilakukan satu kali. Kuretase berikutnya harus ada
indikasi.
b. Histerektomi
Hanya dilakukan pada penderita umur 35 tahun ke atas dengan jumlah anak hidup tiga
atau lebih. Yang sering menyulitkan ialah bahwa status eutiroid klinis tidak selalu
tercapai secara sempurna setelah pemberian OAT (obat anti tiroid) karena jaringan mola
belum dikeluarkan, sehingga hCG tetap tinggi dan tetap bertindak sebagai stimulator.
Profilaksis
Ada dua cara :
1. Histerektomi totalis
2. Kemoterapi diberikan pada pasien yang menolak atau tidak bisa dilakukan HT, atau
wanita muda dengan hasil PA yang mencurigakan.
Caranya :
1. MTX 20 mg/hari, IM, Asam folat 10 mg 3dd1 dan cursil 35mg 2dd1, selama 5 hari
berturut-turut.
Profiklaksis dengan tablet MTX, dianggap tidak bemanfaat. Asam folat adalah
antidote dari MTX, cursil sebagai hepatoprotektor
2. Actinomycin D 1 flacon sehari, selama 5 hari berturut-turut. Tidak perlu antidote
ataupun hepatoprotektor
Follow Up
Seperti diketahui, 15-20% dari penderita bisa mengalami transformasi keganasan
menjadi keganasa. Keganasan bisa dalam waktu satu minggu sampai tiga tahun pasca
evakuasi.
Tujuan dari follow up ada dua :
10

1. Untuk melihat apakah proses involusi berjalan secara normal. Baik anatomis,
laboratoris maupun fungsional, seperti involusi uterus, turunnya kadar -hCG dan
kembalinya fungsi haid.
2. Untuk menentukan adanya transformasi keganasan terutama pada tingkat yang sangat
dini.
Dalam tiga bulan pertama pasca evakuasi, penderita diminta datang untuk kontrol setiap 2
minggu. Kemudian, dalam tiga bulan berikutnya, setiap satu bulan, selanjutnya enam bulan
terakhir, kontrol tiap dua bulan.8

Penatalaksanaan Anemia Defisiensi Besi


1. Terapi non medikamentosa
- Konsumsi makanan yang mengandung banyak zat besi : hati, daging merah,
sayuran hijau. Selain itu meningkatkan konsumsi enhancer penyerapan besi: buahbuahan dan sayuran (vitamin C).
- Menghindari penghambat penyerapan besi, seperti kopi dan teh
2. Terapi non medikamentosa
- preparat besi yang diminum (oral) atau dapat secara suntikan (parenteral). Terapi
oral adalah dengan pemberian preparat besi : fero sulfat, fero gluconat, atau Nafero bisitrat. Pemberian preparat 60 mg/hari dapat menaikkan kadar Hb sebanyak
-

1 gr% per bulan


pemberian preparat parenteral adalah dengan ferum dextran sebanyak 1000 mg
(20 ml) intravena atau 210 ml secara intramuskulus, dapat meningkatkan
hemoglobin relatif cepat yaitu 2gr%. Pemberian secara parenteral ini hanya
berdasarkan

indikasi,

di

mana

terdapat

intoleransi

besi

pada

traktus

gastrointestinal, anemia yang berat, dan kepatuhan pasien yang buruk.


Pada daerah-daerah dengan frekuensi kehamilan yang tinggi dan dengan tingkat
pemenuhan nutrisi yang minim, seperti di Indonesia, setiap wanita hamil haruslah
diberikan sulfas ferosus atau glukonas ferosus sebanyak satu tablet sehari selama
masa kehamilannya. Selain itu perlu juga dinasehatkan untuk makan lebih banyak

protein dan sayur-sayuran yang mengandung banyak mineral serta vitamin


Kenaikan volume darah selama kehamilan akan meningkatkan kebutuhan Fe atau
Zat Besi. Jumlah Fe pada bayi baru lahir kira-kira 300 mg dan jumlah yang
diperlukan ibu untuk mencegah anemia akibat meningkatnya volume darah adalah
500 mg. Selama kehamilan seorang ibu hamil menyimpan zat besi kurang lebih
1.000 mg termasuk untuk keperluan janin, plasenta dan hemoglobin ibu sendiri.

11

Kebijakan nasional yang diterapkan di seluruh Pusat Kesehatan Masyarakat


adalah pemberian satu tablet besi sehari sesegera mungkin setelah rasa mual
hilang pada awal kehamilan. Tiap tablet mengandung FeSO4 320 mg (zat besi 60
mg) dan asam folat 500 g, minimal masing-masing 90 tablet. Tablet besi
sebaiknya tidak diminum bersama teh atau kopi, karena akan mengganggu
penyerapannya.8
Komplikasi

Perdarahan yang hebat sampai syok

Perdarahan berulang-ulang yang dapat menyebabkan anemia

Infeksi sekunder

Perforasi karena tindakan atau keganasan.7

Prognosis
Angka kuratif mola hidatidosa relatif tinggi, sangat jarang berakibat fatal. Tapi pasca terapi
masih ada kasus yang transformasi ke ganas, maka harus dilakukan pemantauan berkala,
secara dini menemukan perubahan ganas, itu menjadi mata rantai penting meningkatkan
angka kuratif. Pasca terapi mola harus menghindari kehamilan selama 2 tahun, untuk
kontrasepsi sebaiknya dengan kondom atau diafragma vaginal, IUD dan obat kontrasepsi
mudah menyebabkan perdarahan abnormal uteri, sulit dibedakan dari perubahan ganas,
makan jangan digunakan.7
Edukasi

Karena potensi untuk berkembang menjadi penyakit keganasan yang kecil tetapi
nyata, dan karena keganasan tersebut dapat disembuhkan secara absolut, maka
pentingnya perawatan follow-up rutin harus ditekankan.

Pasien harus menghindari kehamilan selama 2 tahun untuk menghindari kebingungan


dalam menentukan perkembangan suatu keganasan. Kontrasepsi yang efektif harus
digunakan. Jika terjadi kehamilan, elevasi nilai beta-HCG tidak dapat digunakan
untuk membedakan kehamilan dari perkembangan penyakit.

12

Kehamilan selanjutnya harus diperiksa sedini mungkin dengan ultrasonografi karena


meningkatnya resiko untuk rekurensi kehamilan mola pada pasien tersebut.

Resiko rekurensi adalah sebesar 1-2%. Setelah 2 atau lebih kehamilan mola, resiko
rekurensi yang dilaporkan adalah 1 dalam 6 hingga 1 dalam 17 kehamilan.7

Kesimpulan
Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar di mana tidak
ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis mengalami perubahan berupa degenerasi
hidropik. Dalam skenario kasus, dari hasil anamnesis didapatkan pasien mengalami
perdarahan pervaginan disertai keluarnya jaringan seperti buah anggur, mual muntah
berlebihan yang berkaitan dengan kadar HCG yang tinggi pada pemeriksaan penunjang,
hasil anamnesis tersebut menunjang diagnosis mola hidatidosa. Pada pemeriksaan fisik
pasien mengalami anemia karena perdarahan yang dapat dilihat dari konjungtiva yang
anemis, terdapat pembesaran pada corpus uterus yang tidak sesuai dengan lamanya
amenorea. Dari hasil pemeriksaan penunjang juga didapatkan hasil yang membantu
menegakan diagnosis yaitu kadar Hb yang rendah menandakan anemia, kadar HCG yang
tinggi dan gambaran khas pada USG yaitu snowstorm dan adanya theca lutein cyst. Dari hasil
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dapat didiagnosis kemungkinan
pasien ini hamil G3P2A0 hamil 10 minggu dengan Mola hidatidosa dan anemia.

Daftar Pustaka
1.

Hacker, N.F.,Moore, J.G. Neoplasia trofoblast gestasi dalam: esensial obstetri dan
ginekologi. Edisi ke-2. Jakarta: Hipokrates;2009.h.679-80.

2.

Mochtar, R. Penyakit trofoblast dalam : sinopsis obstetri. Jilid I. Edisi ke-2.Jakarta :


EGC;2008.h.138-43.

3.

Sumapraja, S, Martaadisoebrata, D. Penyakit serta kelainan plasenta dan selaput janin


dalam: ilmu kebidanan. Edisi ke-3. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo;2009.h.342-8.

4.

Manuaba, I.B.G., Manuaba, I.B.G.F., dan Manuaba, I.D.C. Penyakit trofoblas dalam:
pengantar kuliah obstetri. Jakarta : EGC;2007.h.725-6.

13

5.

Mansjoer, A. Mola hidatidosa dalam : kapita selekta kedokteran. Jilid I. Jakarta : Media
Aesculapius;2014.h.265-7.

6.

Cuninngham. F.G. Penyakit trofoblastik gestasional obstetri williams. Edisi ke- 21.
Volume 2. Jakarta : EGC; 2010.h.930-8.

7.

Martaadisoebrata D. Buku pedoman pengelolaan penyakit trofoblas gestasional. Jakarta :


EGC;2005.h.7 42

8.

Waterbury, Larry. Buku saku hematologi. Edisi ke -3. Jakarta : EGC;2006.h.108-12.

14

Anda mungkin juga menyukai