Anda di halaman 1dari 15

PROPOSAL

RESPON BERBAGAI KONSENTRASI SUKROSA DAN


KINETIN PADA INDUKSI UMBI MIKRO KENTANG
SECARA INVITRO

oleh
Achmad Imam Shalihin (A31141802)
Ahmad Mufid Abidin (A31141816)
Moh. Jafat Ali S. (A31141847)
Eldin Dwi Yahya (A31141854)

PROGRAM STUDI PRODUKSI TANAMAN


HORTIKULTURA
JURUSAN PRODUKSI PERTANIAN
POLITEKNIK NEGERI JEMBER
2016

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di Indonesia kentang (Solanum tuberosum L) merupakan salah satu
kelompok sepuluh komoditas bahan pangan unggulan di Indonesia yang penuh
kalori, protein, vitamin dan mineral. Berbagai komoditas pangan seperti jagung,
ubi kayu telah dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif (biofuel). Di berbagai
negara dunia telah terjadi krisis ketahanan pangan, dengan harga yang melonjak di
pasaran, sementara di daerah terjadi kekurangan gizi pada balita di masyarakat. Di
Indonesia kebutuhan komoditas ini cenderung terus meningkat, sejalan dengan
pertambahan penduduk, ketersediaan lahan yang terbatas, dan tuntutan perbaikan
gizi.
Kebutuhan kentang yang semakin meningkat tersebut sampai saat ini
belum dapat diimbangi dengan peningkatan produksi karena masih terbatasnya
penyediaan bibit berkualitas tinggi, sebagian besar masih didatangkan dari luar
negri. Salah satu upaya untuk mengatasi kekurangan bibit kentang yang
berkualitas yaitu dengan sistem kultur jaringan (in vitro) . Kemajuan yang dicapai
dalam meregenerasikan tanaman secara in vitro dari sel atau bagian tanaman
berdampak luas bagi bidang pertanian. Teknologi in vitro pada umbi mikro
kentang merupakan perbanyakan tanaman yang mampu menyediakan bibit yang
seragam, bebas patogen, true to type dalam jumlah banyak (Yusnita, 2003).
Kentang merupakan tanaman yang biasanya diperbanyak
dengan
vegetatif

umbi

atau

dapat

secara

vegetatif.

menyebabkan

Perbanyakan

terjadinya

secara

degenerasi

atau

menurunnya kualitas bibit dari satu generasi ke generasi


berikutnya. Patogen tanaman dapat mudah masuk ke dalam
umbi dan berakumulasi sehingga semakin lama

generasi

tersebut semakin menurun kualitas umbi/bibit. Patogen yang


menyebabkan terjadinya degenerasi bibit, ialah virus daun

menggulung (PLRV), dan virus mosaic (PVX, PVY dan PVSX),


bakteri (Erwinia sp.), jamur (Rhizoctonia solani), nematoda, dan
ulat

penggorok

umbi

(Kusmana,

2007).

Oleh

karena

itu,

ketersediaan bibit kentang berkualitas saat ini belum mampu


memenuhi kebutuhan petan
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana

respon

pemberian

berbagai

konsentrasi

sukrosa dan kinetin terhadap induksi umbi kentang?


1.3 Tujuan
Untuk mengetahui respon pemberian konsentrasi sukrosa
dan kinetin terhadap induksi umbi kentang.
1.4 Manfaat
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan tambahan
pengetahuan kepada mahasiswa tentang kombinasi media MS0
+ Sukrosa dan Kinetin terhadap induksi yang terjadi pada umbi
kentang. Sehingga mahasiswa dapat menemukan konsentrasi
terbaik yang dibutuhkan dalam kultur jaringan kentang.

BAB 2 . TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Umbi Mikro Kentang
Tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan
tanaman semusim yang berbentuk semak, termasuk Divisi
Spermatophyta, Subdivisi Angiospermae, Kelas Dicotyledonae,
Ordo Tubiflorae, Famili Solanaceae, Genus Solanum, dan Spesies
Solanum tuberosum L. (Beukema, 1977).
Tanaman kentang berasal dari Amerika Selatan (Peru, Chili,
Bolivia, dan Argentina) serta beberapa daerah Amerika Tengah.
Di

Eropa

daratan

tanaman

itu

diperkirakan

pertama

kali

diintroduksi dari Peru dan Colombia melalui Spanyol pada tahun


1570

dan

di

Inggris

pada

tahun

1590

(Hawkes,

1990).

Penyebaran kentang ke Asia (India, Cina, dan Jepang), sebagian


ke Afrika, dan kepulauan Hindia Barat dilakukan oleh orang-orang
Inggris pada akhir abad ke-17 dan di daerah-daerah tersebut
kentang ditanam secara luas pada pertengahan abad ke-18
(Hawkes, 1992).
Kentang termasuk tanaman yang dapat tumbuh di daerah
tropika dan subtropika (Ewing dan Keller, 1982), dapat tumbuh
pada ketinggian 500 sampai 3000 m di atas permukaan laut, dan
yang terbaik pada ketinggian 1300 m di atas permukaan laut.
Tanaman kentang dapat tumbuh baik pada tanah yang subur,
mempunyai drainase yang baik, tanah liat yang gembur, debu

atau debu berpasir. Tanaman kentang toleran terhadap pH pada


selang yang cukup luas, yaitu 4,5 sampai 8,0, tetapi untuk
pertumbuhan yang baik dan ketersediaan unsur hara, pH yang
baik adalah 5,0 sampai 6,5. Menurut Asandhi dan Gunadi (1989),
tanaman kentang yang ditanam pada pH kurang dari 5,0 akan
menghasilkan umbi yang bermutu jelek. Di daerah-daerah yang
akan ditanam kentang yang menimbulkan masalah penyakit
kudis,

pH

tanah

diturunkan

menjadi

5,0

sampai

5,2.

Pertumbuhan tanaman kentang sangat dipengaruhi oleh keadaan


cuaca. Tanaman kentang tumbuh baik pada lingkungan dengan
suhu rendah, yaitu 15 sampai 20 oC, cukup sinar matahari, dan
kelembaban udara 80 sampai 90 % (Sunarjono, 1975).
Kebutuhan kentang yang semakin meningkat tersebut
sampai saat ini belum dapat diimbangi dengan peningkatan
produksi karena masih terbatasnya penyediaan bibit berkualitas
tinggi, sebagian besar masih didatangkan dari luar negri. Salah
satu upaya untuk mengatasi kekurangan bibit kentang yang
berkualitas yaitu dengan sistem kultur jaringan (in vitro) .
Kemajuan yang dicapai dalam meregenerasikan tanaman secara
in vitro dari sel atau bagian tanaman berdampak luas bagi
bidang pertanian. Teknologi in vitro pada umbi mikro kentang
merupakan perbanyakan tanaman yang mampu menyediakan
bibit yang seragam, bebas patogen, true to type dalam jumlah
banyak (Yusnita, 2003).
Menurut Nonnecke (1989), jika selama perkembangan umbi
terjadi cekaman suhu yang tinggi, umbi yang dihasilkan akan
berbentuk abnormal karena terjadi pertumbuhan baru dari umbi
yang telah terbentuk sebelumnya yang disebut pertumbuhan
sekunder (retakan-retakan pada umbi, pemanjangan bagian ujung
umbi, dan kadang-kadang terjadinya rangkaian umbi).

Beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan umbi


mikro,

yaitu

temperatur,

waktu

pencahayaan,

konsentrasi

sumber karbohidrat, zat pengatur tumbuh yang dipergunakan


dan kandungan nitrogen pada media tumbuh (Warnita, 2008).
Karbohidrat yang umum digunakan ialah sukrosa, karena gula ini
banyak disintesis dan ditransportasikan secara alami dalam
tanaman,

serta

mudah

didapat

dan

murah

harganya

(Pierik,1987).
2.1 Peranan Sukrosa dan Kinetin
Peningkatan sukrosa mendorong terbentuknya umbi secara
in vitro pada kentang (Solanum tuberosum) (Zakaria, 2010).
Konsentrasi sukrosa yang optimum untuk pengumbian in vitro
berkisar antara 68 % (Wang dan Hu, dalam Warnita, 2008). Pada
umumnya sitokinin yang digunakan dalam kultur jaringan, ialah
kinetin, karena jauh lebih murah dan tahan terhadap degradasi
(Wattimena

et

al.,

dalam

Adiyanto,

2010).

Kinetin

(furfurylaminopurine, C10H9N5O) dengan BM (berat molekul)


215

dapat

menginduksi

pengumbian

kentang

in-vitro,

konsentrasi optimum yang digunakan ialah 45 m (9,675 ppm)


dalam ruang gelap, sedangkan menurut peneliti lain kebutuhan
kinetin untuk pengumbian bervariasi antara 16-44 m dan
konsentrasi optimum 23,3 m (5 ppm). Pola pengaruh kinetin
terhadap pengumbian ialah kuadratik, optimum pada tingkat
tertentu

dan

(Inawati, 1989).

akan

menurun

dengan

penambahan

kinetin

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat


Pelakasanaan

praktikum

Respon

Pemberian

Berbagai

Konsentrasi Sukrosa Dan Kinetin Pada Induksi Umbi Kentang


dilakukan pada tanggal 1 maret 2016 s/d 24 mei 2016 di
Laboratorium Kultur Jaringan Politeknik Negeri Jember.

3.2 Alat dan Bahan


Bahan yang digunakan dalam praktikum ini meliputi :
Media MS, mata tunas kentang, agar-agar, gula, aquadeast,
tissue,

aquades

steril,

Clorox

20%,

15%,

10%,

Hgcl

0,1gram/L, plastic, alcohol 70%, 96%, NaOH, HCL, Sukrosa


(20,40,60 dan 80 g/l) dan Kinetin (5,7,9 dan 11 g/l).
Alat-alat yang digunakan antara lain : Botol-botol Kultur,
Laminar Air Flow, Cabinet, Gelas piala, Gelas ukur, Pengaduk,
Kompor, Autoclaf, Disseting set, Erlenmeyer, Lampu Bunsen,
Ph meter, Alumunium foil, Petridis, Lable, Panci, Timbangan
Analitik dan Alat tulis.
3.3 Metode Penelitian
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Rancanagan Acak Lengkap (RAL) 2 faktorial dengan 4
perlakuan, 5 ulangan dan 3 sample. Sehingga dihasilkan 60
unit percobaan. Setiap unit percobaan terdiri dari 12 botol
kultur.
3.4 Prosedur pelaksanaan
1. Sterilisasi alat
Sterilisasi alat logam dan gelas dilakukan dengan
menggunakan autoclave pada suhu 121c , 1jam, 12,5 psi,
apabila menggunakan oven dengan suhu 170c, 1jam.
Strerilisasi pada media menggunakan autoclave dengan
suhu 121c, 12,5 psi, 30menit.
2. Pembuatan Media

Media

yang

digunakan

MS0

dengan

penambahan

Sukrosa (20,40,60 dan 80 g/l) dan Kinetin (5,7,9 dan 11 g/l)


sesuai perlakuan. Botol yang telah dipersiapkan diisi media
dengan

25

ml/botol.

Botol-botol

yang

telah

terisi

dimasukkan kedalam autoclave dan di sterilisasi dengan


suhu 121c dengan tekanan 17,5 psi selama 30 menit. 4
perlakuan tersebut menggunakan Sukrosa (20,40,60 dan
80 g/l) dan Kinetin (5,7,9 dan 11 g/l).
3. Persiapan Eksplan
Kentang

yang dipilih adalah kentang yang memiliki

mata tunas dan di potong setiap mata tunasnya. Kemudian


di rendam dengan deterjen dan cuci dengan air mengalir.
Kentang yang sudah dicuci bersih kemudian direndam
dalam larutan fungisida 2 gram/liter dan bakterisida 2
ml/liter selama 24 jam. Eksplan (mata tunas kentang) yang
sudah direndam fungisida dan bakterisida selama 24 jam
dicuci dengan menggunakan air mengalir, selubung bagian
luar

eksplan

dibuang

ekplan

kentang

dimasukkan

kedalam LAF cabinet yang sudah steril, kemudian eksplan


direndam dan di gojok larutan clorox dengan konsentrasi
20%, 15% dan 10%, dengan interval waktu 5,7 dan 10
menit, eksplan dibilas dengan aquades sebanyak 3x dan di
kupas bagian selubung luar yang terkenal dengan larutan
clorox, eksplant selanjutnya di rendam dan di gojok dengan
larutan HgCl 0,1 gr/L selama 10 menit kemudian di kupas
kembali.
4. Inokulasi atau Penanaman

Penanaman eksplant kentang di lakukan di LAF, eksplant


yang di gunakan tidak terlalu besar dan terlalu kecil,
seragam

dan

steril.

Penanaman

eksplant

dengan

menempatkan 1 eksplant dalam botol, eksplant yang


sudah berubah warna jadi hijau dapat di sub kulturkan.
Subkultur dilakukan sebanyak 2 kali.

5. Parameter Pengamatan
Pengamanatan dilakukan pada masing-masing perakuan.
Parameter yang di gunakan antara lain :
a. Prosentase eksplant tumbuh
Dilihat dari eksplant yang tumbuh sehat mulai dari awal
tanam (perlakuan) sampai ahir pengamatan agar dapat di
peroleh data dari prosentase eksplant yang tumbuh.
b. Kedinian tunas
kedinian tunas anakan di amati setiap hari setelah sub
kultur sampai terbentuk tunas.
c. Jumlah tunas anakan
jumlah tunas anakan di amati setiap sub kultur.
d. Tinggi tunas anakan
pengamatan di lakukan dengan cara mengukur tinggi tunas
dari pangkal sampai ujung planlet apabila mencapai 0-1 cm
(kecil), 2-3 cm (sedang), > 3 cm(besar)
6. Analisis Data
Data hasil pengamatan di uji dengan uji anova, jika
terdapat perbedaan nyata maka dilakukan dengan BNT
(Beda Nyata Terkecil) dengan taraf 5%.

Rencana Kerja Aplikasi Berbagai Konsentrasi Sukrosa dan Kinetin Untuk


Pembentukan Umbi Mikro Kentang

No Pelaksanaan

Bula
n
April
2016

Maret
2016
1
1
2
3

4
5

6
7

8
9

Penetapan
judul
Pembuatan
proposal
Persiapan
alat
dan
bahan
Pembuatan
media
Pembuatan
media
perlakuan
Penanaman
Pemeliharaa
n
dan
pengamatan
Pembuatan
laporan
Responsi

Mei
201
6
3

Tabel Penelitian

N
O
1

ARAH
PENELITIAN
RESPON
PEMBERIAN
BERBAGAI
KONSENTRAS
I
SUKROSA
DAN KINETIN
PADA
INDUKSI
UMBI
KENTANG

PENELITI
Fatriyatun
Nimah,
Evie
Ratnasari,
Lukas S.
Budipram
ana

TAHU
N
2012

JUDUL
Pengaru
h
Pemberi
an
Berbagai
Kombina
si
Konsentr
asi
Sukrosa
dan
Kinetin
terhadap
Induksi
Umbi
Mikro
Kentang
(Solanu
m
Tuberosu

KONSENTRAS
I TERBAIK
MS0 + 40g/l
Sukrosa + 55
ppm/l kinetin

m L.)
Kultivar
Granola
Kemban
g secara
In-Vitro

DAFTAR PUSTAKA

Badan

Pusat

Statistik.

2011.

Produktivitas Kentang,

Luas

Panen,

Produksi

dan

2011. Biro Pusat Statistik, Jakarta.

http://www.bps.go.id [5 Maret 2013].


Ebadi, M. dan A. Iranbakhsh. 2011. The Induction and Growth of
Potato (Solanum tuberosum. L) Microtubers (Sante Cultivar)
In

Respose

To

The

Benzylaminopurine

and

Different
Sucrose.

Concentrations
Afr.

J.

of

6-

Biotechnol.

10(52):10626-10635.
Inawati, K. 1989. Produksi Umbi Mikro Kentang (Solanum
tuberosum L.) Melalui Manipulasi Media. Diakses melalui

http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123
456789/38690/A89KIN.pdf?sequence=1, tanggal 18 Februari
2011.
Beukema, 1977. Kultur Jaringan Tanaman. Bumi Aksara. Jakarta.
Yusnita. 2003. Kultur Jaringan Cara Memperbanyak Tanaman
secara Efisien. Agromedia Pustaka. Jakarta. 105 hal.
Nonnecke (1989). In-Vitro Microtubers as an Alternative
Technology for Potato Production.
Karjadi, A. K. dan A. Buchory. 2008. Pengaruh Auksin dan
Sitokinin
Jaringan

Terhadap
Meristem

Pertumbuhan
Kentang

dan

Kultivar

Perkembangan

Granola.

J.

Hort.

18(4):380-384.
Hawkes, 1990. Tanaman kentang. Edisi Keempat. Penerbit ITB.
Bandung.
Lakitan,

B.

1996.

Fisiologi

Tanaman:

Pertumbuhan

dan

Perkembangan. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.


Pierik, R. L. M. 1987. In-Vitro Culture of Higher Plants.
Netherlands : Martinus Nijhoff Publiser
Sunarjono, 1975. Pengaruh Auksin dan Sitokinin Terhadap
Pertumbuhan dan Perkembangan Jaringan Meristem Kentang
Kultivar Granola. J. Hort. 18(4):380-384.
Minarsih. 2004. Pengaruh Tahap Perbanyakan Bibit Hasil In vitro
Terhadap

Pertumbuhan

(Solanum

tuberosum

L.).

dan

Produksi

Skripsi.

Umbi

Kentang

Universitas

Nasional.

Jakarta.
Ewing dan Keller, 1982. Pengaruh Tahap Perbanyakan Bibit Hasil
In vitro Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Umbi Kentang
(Solanum tuberosum L.). Skripsi. Universitas Nasional.
Jakarta.

Salisbury, F. B. dan C. W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid


Tiga. Edisi Keempat. Penerbit ITB. Bandung.
Zulkarnain. 2009. Kultur Jaringan Tanaman. Bumi Aksara. Jakarta.
Harvey, B.M.R.; Crothers, S.H; Evans, N.E. dan Selby, C. 1991.
The use of growth retardants to improve microtuber
formation by poytato (Solanum tuberasum). Plant Cell Tiss
Org Cult 27: 59-64.

Anda mungkin juga menyukai