Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN

AKLIMATISASI TANAMAN KRISAN (Chrysanthemum sp.)


HASIL PERBANYAKAN VEGETATIF
SECARA IN - VITRO

oleh
Achmad Imam Shalihin (A31141802)
Ahmad Mufid Abidin (A31141816)
Moh. Jafat Ali S. (A31141847)
Eldin Dwi Yahya (A31141854)
PROGRAM STUDI PRODUKSI TANAMAN
HORTIKULTURA
JURUSAN PRODUKSI PERTANIAN
POLITEKNIK NEGERI JEMBER
2016

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tanaman hias merupakan salah satu komoditas hortikultura yang
mempunyai prospek agribisnis yang cukup besar di Indonesia. Salah satu dari
tanaman hias tersebut adalah tanaman krisan. Krisan (Chrysanthemum
morifolium ramat) termasuk salah satu jenis tanaman hias yang banyak
digemari oleh masyarakat karena mempunyai warna, ukuran, dan bentuk bunga
menarik, serta tanaman krisan dapat bertaan kurang lebi 14 hari. Krisan
termasuk jenis bunga potong penting dunia, karena macam jenisnya beraneka
ragam. Krisan memiliki 55 varietas yang ada d seluruh dunia.
Seiring dengan terjadinya peningkatan kesejahteraan masyarakat maka
permintaan akan tanaman hias, khususna bunga potong juga mengalami
peningkatan. Bunga potong krisan merupakan salah satu komoditas hortikultura
yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan prospek yang cukup baik. Bunga
krisan (Chrysanthemum morifolium ramat). merupakan salah satu spesiaes
yang sangat populer dan tumbuh sebagai penghias tanaman dan sebagai bunga
pot atau bunga potong. Menurut Wijayakusuma (2000), krisan dapat juga
dimanfaatkan sebagai tanaman obat dan tanaman penghasil racun serangga
alami.
Permintaan konsumen terhadap bunga krisan (Chrysanthemum morifolium
ramat) yang terus meningkat, telah memacu para petani dan pengusaha bunga
hias terutama krisan terus meningkatkan produksinya. Hal ini dilihat dari
penjualan bunga krisan (Chrysanthemum morifolium ramat) di Pasar Rawa
Belong, mulai dari 2007 sampai 2009 yaitu 399,25, 412,68 dan 422,50 (dalam
juta tangkai). Permintaan tersebut ternyata tidak hanya tertuju pada kuantitas
saja, melainkan juga jenis dan kualitas bunga. Kendala petani krisan dalam

sistem produksi krisan yaitu kurang tersedianya bibit bermutu, rendahnya daya
adaptasi varietas introduksi terhadap kodisi lingkungan fisik indonesia serta
keterbatasan penggetahuan tentang teknik budidaya. Upaya peningkatan
produksi krisan dalam negeri perlu dilakukan melalui penanganan yang
memadai, supaya dimasa mendatang tanaman krisan ini diharapkan mampu
menjadi komoditas andalan nasional sebagai penghasil devisa negara. Upaya
tersebut perlu didukung dengan perbaikan sistem usaha yang menguntungkan
dari pemerintah, sehingga petani termotivasi untuk melestarikan usaha tanaman
krisan.
Selain itu kendala penanaman tanaman krisan di Indonesia dibutuhkan
modifikasi-modifikasi lingkungan agar tanaman dapat tumbuh, mulai dari green
house, menambakan sinar dari lampu, hingga suhu lingkungan. Teknik kultur
invitro merupakan metode perbanyakan tanaman dengan mengisolasi bagian
tanaman serta menumbuhkanya dalam kondisi aseptik. Sehingga bagian-bagian
tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman dengan
jumlah banyak dalam waktu yang relatif singkat, serta memiliki kualitas,
tumbuh degan tempo yang reatif cepat di bandingankan dengan konvensional.
Menyediakan bibit yang berkualitas serta memiliki ketahanan terhadap hama
dan penyakit.

1.2 Rumusan masalah


1. bagaimana tahapan aklimatisasi tanaman dari laboratorium yang masih
dalam kondisi aseptic dan disesuaikan pada kondisi lingkungan sebelumnya?
2. bagaimana proses atau tata cara sesuai prosedur yang benar dalam
mendapatkan tanaman 100% hidup dengan perlakuan kondisi suhu?
3. mengapa suhu berpengaruh dalam kondisi aklimatisasi tanaman?
1.3 Tujuan
Tujuan dari praktikum aklimatisai tanaman krisan materi Kultur jaringan
yaitu agar dapat memperbanyak tanaman secara in vitro sehingga diperoleh
benih-benih yang berkualitas, sehat, ceat, dan seragam dalam perbanyakan

yang dilakukan, dan dapat menyelamatkan benih yang tidak dapat tumbuh
normal yang memiliki nilai ekonomis tinggi.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Suatu tahapan yang sangat penting dalam teknik kultur jaringan adalah
aklimatisasi planlet yang ditanam secara in vitro kedalam rumah kaca atau
langsung ke lapang (Pospisilova et al, 1996). Aklimatisasi merupakan kegiatan
akhir teknik kultur jaringan. Aklimatisasi adalah proses pemindahan planlet dari
lingkungan yang terkontrol (aseptik dan heterotrof) ke kondisi lingkungan tak
terkendali, baik suhu, cahaya, dan kelembaban, serta tanaman harus dapat hidup
dalam kondisi autotrof, sehingga jika tanaman (planlet) tidak diaklimatisasi
terlebih dahulu tanaman (planlet) tersebut tidak akan dapat bertahan dikondisi
lapang. Aklimatisasi dilakukan untuk mengadaptasikan tanaman hasil kultur
jaringan terhadap lingkungan baru sebelum ditanam dan dijadikan tanaman induk
untuk produksi dan untuk mengetahui kemampuan adaptasi tanaman dalam
lingkungan tumbuh yang kurang aseptik. Wetherell (1982) menuliskan
aklimatisasi bertujuan untuk mengadaptasikan tanaman hasil kultur terhadap
lingkungan baru sebelum kemudian ditanam di lahan yang sesungguhnya. Torres
(1989) Pada tahap ini (aklimatisasi) diperlukan ketelitian karena tahap ini
merupakan tahap kritis dan seringkali menyebabkan kematian planlet. Kondisi
mikro planlet ketika dalam botol kultur adalah dengan kelembaban 90-100 %.
Bibit yang ditumbuhkan secara in vitro mempunyai kutikula yang tipis dan
jaringan pembuluh yang belum sempurna (Wetherell, 1982). Kutikula yang tipis
menyebabkan tanaman lebih cepat kehilangan air dibanding dengan tanaman yang
normal dan ini menyebabkan tanaman tersebut sangat lemah daya bertahannya
(Torres, 1989). Walaupun potensialnya lebih tinggi, tanaman akan tetap menjadi
layu karena kehilangan air yang tidak terbatas (Pospisilova et al, 1996). Kondisi
tersebut menyebabkan tanaman tidak dapat langsung ditanam dirumah kaca
(Wetherelll, 1982). Mengacu pada penjelasan tersebut di atas maka planlet terlebih
dahulu harus ditanam didalam lingkungan yang memadai untuk pertumbuhannya

kemudian secara perlahan dilatih untuk terus dapat beradaptasi dengan


lingkungan sebenarnya di lapang. Lingkungan yang tersebut secara umum dapat
diperoleh dengan cara memindahkan planlet kedalam plastik atau boks kecil yang
terang dengan terus menurunkan kelembaban udaranya. Planlet-planlet tersebut
kemudian diaklimatisasi secara bertahap mengurangi kelembaban relatif
lingkungannya, salah satu cranya yaitu dengan menyungkup atau menutup
plantlet-plantlet tersebut menggunakan botol plastik bening.
Selain itu, tanaman juga memerlukan akar untuk menyerap hara agar dapat
tumbuh dengan baik sehingga dalam tahap aklimatisasi ini diperlukan suatu media
yang dapat mempermudah pertumbuhan akar dan dapat menyediakan hara yang
cukup bagi tanaman (planlet) yang diaklimatisasi tersebut. Menurut sutiyoso
(1986) media yang remah akan memudahkan pertumbuhan akar dan melancarkan
aliran air, mudah mengikat air dan hara, tidak mengandung toksin atau racun,
kandungan unsur haranya tinggi, tahan lapuk dalam waktu yang cukup lama.
Media aklimatisasi bibit kultur jaringan krisan dan kentang di Indonesia saat ini
adalah media arang sekam atau media campuran arang sekam dan pupuk kandang
(Marzuki, 1999; Sinaga, 2001)

BAB 3. METODE
3.1 Waktu Dan Tempat Pelaksanaa
Praktikum pengantar aklimatisasi tanaman krisan dilakukan pada hari selasa,
24 juni 2016. Pukul 07.00 selesai waktu Indonesia barat. Bertempat di green
house milik lab. Kultur jaringan, Politeknik negeri jember
3.2 Alat Dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang dibutuhkan dalam aklimatisasi ini, sbb:
planlet krisan
air
media sterl (kompos : sekam) dengan perbandingan 1 : 1
baskom
polybag
saringan
spidol
botol bekas
kertas label
Fungisida
3.3 Prosedur Kerja
1. siapkan alat dan bahan sebelumnya
2. sebelum melakukan aklimatisasi, sterilkan media tanam yang akan digunakan
ddi dalam autoclave selama 60 menit dg suhu 121 C
3. ambil planlet yang masih sehat dan tidak kontaminasi di laboratorium kultur
jaringan
4. keluarkan planlet (tanaman yang sudah lengkap) dari botol dengan pinset,
berhati-hatilah saat mengeluarkan planlet dari botol agar batang tidak maupun
rusak
5. planlet yang sudah dikeluarkan, kemudian dicuci hingga bersih dari media MS
6. masukkan media tanam ke dalam polybag dan tanam planlet yang sudah
dibersihkan
7. sungkup tanaman menggunakan botol bekas dan sentuhan terakhir tulis label
pada masing-masing polybag
8. siram dan amati setiap hari.
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Dari kegiatan praktikum aklimatisasi krisan yang telah dilaksanakan oleh
kelompok 4, di dapat data sebagai berikut :
Krisan

Jumlah

Mahasiswa 1
Mahasiswa 2
Mahasiswa 3

ditanaman
2
2
2

polybag

yang Yang hidup sampai tanggal 31 mei


2016
2
2
2

Tanaman krisan yang ditanam pada media MS0 tumbuh sangat bagus.
Tanaman krisan tinggi dan berdaun sangat banyak. Kelompok 4 menanam 6
tanaman krisan di dalam polibag. Persentase yang hidup yaitu :
jumlah tanaman yang tumbuh

x 100 %

jumlah tanaman yang ditanam


=6

x 100 %

6
= 100 %

4.2 Pembahasan
Seperti yang telah disebutkan pada bagian latar belakang bahwa planlet
hasil kultur jaringan adalah tanaman yang bersifat aseptic dan heterotrof karena
terbiasa di lingkungan yang optimum untuk petumbuhannya, daunnya belum
mampu berfotosintesis, sangat rentan terhadap respirasi berlebih, dan dipastian
mempunyai potensi kematian yang tinggi jika langsung ditanam di lapang tanpa
adanya proses aklimatisasi terlebih dahulu. Percobaan ini menggunakan bibit
krisantimum (Chrysanthemum sp.)
Cara mengeluarkan planlet dari botol harus hati-hati agar tidak putus dan
pastikan bibit tersebut telah berakar, dengan pertimbangan bahwa planlet yang
dinilai telah memiliki akar yang cukup akan memudahkan dalam proses
penyerapan hara dari media tanam. Kemudian planlet dicuci bersih dengan air
yang sudah dimasak secara perlahan sampai semua agar-agar sudah tidak ada pada
akar planlet, setelah itu planlet di rendam pada larutan Dithane/benlate 1 g/L +
Agrept 1 g/L selama 10 menit, larutan tersebut berfungsi sebagai bakterisida dan
fungisida. Media yang digunakan yaitu arang sekam yang sudah disterilkan
kemudian dibasahi sampai jenuh dengan air steril. Lalu planlet ditanam dengan
jarak yang tidak terlalu rapat agar bibit tidak membusuk. Wadah tanam (pot) yang
digunakan yaitu gelas transparan bekas air mineral. Wadah yang telah ditanami
planlet tersebut selanjutnya ditutup dengan gelas transparan lainnya, hal ini
dilakukan untuk menjaga kelembaban dilingkungan tumbuh planlet lalu disimpan

di ruang kultur. Penyiraman dilakukan hanya jika media dinilai kekurangan


air,selain itu penyiramana juga dilakukan untuk menjaga kelembaban.

BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Percobaan ini memberikan gambaran bahwa aklimatisasi bukanlah suatu
hal yang bisa dilakukan dengan begitu saja, diperlukan ketelitian dan pengetahuan
yang baik agar dapat berhasil. Dari sejumlah planlet yang diaklimatisasi, hanya
sebagian kecil saja yang berhasil (dapat dikatakan bahwa tingkat adaptasi tanaman
terhadap lingkungan di luar botol kultur adalah lemah).
Kematian planlet pada umumnya disebabkan oleh respirasi planlet yang
tinggi yang menyebabkan planlet layu dan mati. Untuk masa selanjutnya,
sebaiknya praktikan lebih teliti dan berusaha memperoleh pengetahuan yang lebih
memadai dalam menjalankan praktikum ini. Selain itu percobaan aklimatisasi ini
sebaiknya menggunakan media tanam yang berbeda-beda sehingga praktikan
dapat memperoleh pengetahuan tentang media tanam apa yang lebih baik
digunakan untuk aklimatisasi.
5.2 Saran
Sisa-sisa media agar kultur yang menempel pada akar, sebaiknya dicuci
lebi
dulu,untuk mengurangi terjadinya pertumbuhan mikro organisme dalam media
pot,selama periode-periode awal dari kondisi steril dalam rumah kaca.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2016. Proses Atau Skematis Kultur Jaringan.
Anonim. 2016. Teknik Kultur Jaringan http://www.bbpp-lembang.info.htm,
Diakses pada 6 juni 2016
Hendra, T. 2007. Kultur Jaringan. http://lelos66.blog.friendster.com.htm. Diakses
pada tanggal 6 Juni 2016
http://id.answers.yahoo.com.htm. Diakses pada tanggal 6 Juni 2016
tanggal 6 juni 2016

Anda mungkin juga menyukai