Anda di halaman 1dari 35

DIKTAT MATA KULIAH

ETNOGRAFI

DISUSUN OLEH:
ARIF DWI SAPUTRA, S.S, M.Mpar

SEKOLAH TINGGI PARIWISATA AMPTA


YOGYAKARTA

Etnografi adalah pelukisan tentang bangsa-bangsa. Istilah ini dipakai umum di


Eropa Barat untuk menyebut bahwa keterangan yang termaktub dalam karangankarangan tentang masyarakat dan kebudayaan suku-suku bangsa di luar Eropa, serta
segala metode untuk mengumpulkan dan mengumumkan bahan itu. Sampai sekarang
istilah etnografi masih lazim dipakai untuk menyebut bagian dari ilmu antropologi yang
bersifat deskriptif.
SEJARAH PERKEMBANGAN ETNOGRAFI
A.Fase Pertama (sebelum 1800 M)
Suku-suku bangsa penduduk pribumi Afrika, Asia dan

Amerika mulai didatangi

oleh orang Eropa Barat sejak akhir abad ke-16, dan lambat laun dalam proses yang
berlangsung kira-kira 4 abad lamanya, berbagai daerah dimuka bumi mulai terkena
pengaruh negara-negara Eropa barat. Dari proses kedatangan orang Eropa ini mulai
ditulis buku-buku kisah perjalanan dan laporan-laporan tentang deskripsi adat-istiadat,
susunan masyarakat, bahasa dan ciri-ciri fisik dari beraneka warna suku bangsa di Afrika,
Asia, Oseania dan Amerika yang ditulis oleh para musafir, pelaut, pendeta penyiar agama
nasrani, dan pegawai pemerintah negara jajahan. Bahan tulisan ini ternyata sangat
berbeda dengan segala sesuatu yang ada pada masyarakat Eropa Barat pada masa itu.
Bahan-bahan tulisan ini disebut bahan etnografi. Etnografi tentang masyarakat di luar
Eropa ini umumnya berisi keanehan-keanehan yang tidak terdapat di masyarakat Eropa.
Dari keanehan-keanehan yang ada ini kemudian menarik minat kaum terpelajar di
Eropa sejak abad ke-18. Dari sini kemudian timbul tiga macam sikap yang bertentangan
terhadap bangsa-bangsa di Afrika, Asia, Oseania dan Amerika, yaitu:
Sebagian orang Eropa memandang akan sifat keburukan dari bangsa-bangsa di luar
Eropa, dan mengatakan bahwa bangsa-bangsa itu bukan manusia sebenarnya tetapi
adalah manusia liar dan keturunan iblis.
Sebagian orang Eropa memandang akan sifat-sifat baik dari bangsa-bangsa di luar Eropa,
dan mengatakan bahwa bangsa-bangsa tadi adalah contoh dari masyarakat yang masih
murni yang belum tercampur dengan kejahatan dan keburukan masyarakat Eropa Barat
pada masa itu. Sebagian orang Eropa tertarik akan adat-istiadat yang aneh, dan mulai

mengumpulkan benda-benda kebudayaan dari suku-suku bangsa diluar Eropa. Dari sini
kemudian mulai muncul museum di Eropa.
Adapun tokoh-tokoh penulis etnografi dalam fase pertama ini yang terdiri dari para
musafir, penyiar agama nasrani, dan pegawai pemerintah negara jajahan adalah sebagai
berikut: Dari golongan musafir adalah A. Bastian (seorang dokter kapal berkebangsaan
jerman) yang telah berkeliling ke berbagai benua dan kemudian menulis kebudayaan dari
susku-suku bangsa yang disinggahinya.
Pengarang etnografi dari golongan penyiar agama salah satunya adalah J.F. lafitau
(pendeta katolik bansa Perancis) yang pernah bekerja di daerah sungai St. Lawrence dan
menulis tentang etnografi suku-sku Indian (1724).
Pengarang etnografi dari golongan pegawai pemeritah negara jajahan salah satunya
adalah T.S. Raffles (1811-1815) dengan karangan etnografinya yang berjudul History of
Java yang terdiri dari 2 jilid buku.
B. Fase kedua (pertengahan abad ke-19).
Integrasi yang sungguh-sungguh baru muncul pada pertengahan abad ke-19,
sewaktu timbul karangan-karangan yang menyusun bahan etnografi tersebut berdasarkan
cara berpikir evolusi masyarakat. Masyarakat diluar Eropa dianggap sebagai
penggambaran tingkatan evolusi kebudayaan dari yang paling sederhana dengan
masyarakat Eropa adalah merupakan tingkatan tertinggi pada masa itu. Dari beberapa
karangan etnografi yang ditulis pada sekitar tahun 1860, dengan mengklasifikasikan
bahan tentang beraneka warna kebudayaan di seluruh dunia ke dalam tingkat-tingkat
evolusi yang tertentu, maka dari sini mulai muncul ilmu Antropologi.
Kemudian timbul pula beberapa karangan yang hendak meneliti sejarah penyebaran
kebudayaan-kebudayaan bangsa-bangsa di muka bumi. Di sinipun kebudayaan bangsabangsa di luar Eropa dianggap sebagai sisa-sisa dan contoh-contoh dari kebudayaan
manusia yang kuno, sehingga dengan meneliti kebudayaan bangsa-bangsa di luarEropa
orang dapat menambah pengertiannya tentang sejarah penyebaran kebudayaan manusia.
Pada fase kedua ini tujuan dari penulisan etnografi adalah untuk mempelajari masyarakat
dan kebudayaan primitif dengan maksud untuk mendapat suatu pengertian tentang
tingkat-tingkat kekunoan dalam sejarah evolusi dan sejarah penyebaran kebudayaan
manusia.

Adapun tokoh sarjana dalam fase perkembangan kedua adalah sebagai berikut: L.H
Morgan (ahli hukum) yang menulis buku dengan judul Ancient Society (1877), Karl
Mark menulis buku tentang evolusi masyarakat dan sistem kals sosial dalam masyarakat
manusia dengan judul Das Kapital.
C. Fase Ketiga (Permulaan Abad ke-20).
Pada permulaan abad ke-20, sebagian besar dari negara-negara penjajah di Eropa
masing-masing berhasil mencapai kemantapan kekuasaannya di daerah jajahan di luar
Eropa. Untuk keperluan pemerintah negara jajahannya, yang pada masa ini mulai
berhadapan langsung dengan bangsa-bangsa terjajah di luar Eropa, maka ilmu Etnografi
sebagai suatu ilmu yang justru mempelajari bangsa-bangsa di daerah-daerah di luar
Eropaitu, menjadi sangat penting. Berkaitan dengan itu dikembangkan pendirian bahwa
mempelajari bangsa-bangsa di luar Eropa itu penting, karena bangsa-bangsa itu pada
umumnya masih mempunyai masyarakat yang belum kompleks seperti masyarakat
Eropa. Suatu pengertian masyarakat yang tak kompleks akan menambah juga pengertian
orang tentang masyarakat yang kompleks.
Dalam fase ketiga ini ilmu Etnografi menjadi suatu ilmu yang sangat praktis dan
mempunyai tujuan mempelajari masyarakat dan kebudayaan suku-suku bangsa di luar
Eropa guna kepentingan pemerintah kolonial dan guna mendapat suatu penertian tentang
masyarakat masa kini yang kompleks.
Adapun tokoh sarjana dalam fase ketiga adalah sebagai berikut: B. Malinoswki yang
menulis penduduk kepulauan Trobiand, dan Snock Hongronje yang menulis tentang suku
bangsa Aceh.
D. Fase Keempat (Sesudah tahun 1930).
Dalam fase ini ilmu Etnografi mengalami masa perkembangannya yang paling luas,
baik mengenai bertambahnya bahan pengetahuan yang jauh lebih teliti, maupun
mengenai ketajaman dari metode-metode ilmiahnya. Dengan timbulnya antipati terhadap
kolonialisme sesudah Perang Dunia II dan hilangnya bangsa-bangsa primitif di dunia
yang tidak mendapat pengaruh kebudayaan Eropa-Amerika, seolah-olah Etnografi
kehilangan

lahan

penulisan,

dengan

demikian

mendorong

ilmu

mengembangkan lapangann-lapangan penelitian dengan pokok dan tujuan baru.

Etnografi

Adapun tokoh sarjana dalam fase kempat adalah sebagai berikut: F. Boas, Ruth
Benedict, Margaret Mead, dan R. Linton.

KEBUDAYAAN
Menurut ilmu antropologi, kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan,
tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan
milik diri manusia dengan belajar. Dari sini hampir seluruh tindakan manusia adalah
kebudayaan, karena hanya

amat

sedikit tindakan manusia

dalam kehidupan

bermasyarakat yang tidak perlu dibiasakan dengan belajar.


Kata kebudayaan berasal dari kata sanskerta buddayah, yaitu bentuk jamak dari
buddhi yang berarti budi atau akal. Dengan demikian ke-budaya-an dapat diartikan: halhal yang bersangkutan dengan akal.
A. Sifat Superorganik dari Kebudayaan.
Mahluk manusia telah berevolusi dalam jangka waktu kurang lebih empat juta tahun
lamanya. Pada saat pertama muncul di bumi telah ada benih-benih dari kebudayaannya.
Bahasa sebagai hasil kebudayaan ternyata mengambil peranan yang sangat penting bagi
perkembangan kebudayaan. Dengan perkembangan akal manusia, konsep-konsep yang
makin lama makin tajam dapat disimpan dalam bahasa dan bersifat akumulatif.
Dengan penemuan alat-alat kebudayaan yang masih sederhana (kayu sebagai alat
pukul, batu sebagaialat lempar) manusia menjalaninya kurang lebih selama 2 juta tahun
lamanya. Kebudayaan yang dihasilkan oleh manusia berevolusi dengan lambat, sejajar
dengan evolusi organismenya, dan baru kurang lebih 200.000 SM tampak mulai adanya
sedikit kemajuan. Dari temuan alat-alat di sekitar fosil mahluk Neandertal terlihat bahwa
kebudayaan manusia telah bertambah dengan kemampuan menguasai api serta
menggunakan energinya, dan kepandaian untuk membuat gambar-gambar pada dinding
gua, yang berarti bahwa manusia mulai mengembangkan kesenia, dan berhubungan
dengan itu mungkin juga konsep-konsep dasar mengenai religi.
Kemudian setelah zaman 200.000 SM tampak bahwa evolusi kebudayaan manusia
mulai menjadi agak cepat jika dibandingkan dengan evolusi organiknya. Pada 80.000 SM
bentuk organisme manusia berubah dari bentuk Homo Neandertal menjadi Homo Sapiens
seperti manusai sekarang, begitu juga kebudayaannya juga mengalami banyak kemajuan.
Variasi bentuk alat-alat batunya sudah bertambah banyak dan mantap. Alat batu sudah
dirangkai dengan kayu, sejingga kemampuan tehnologinya sudah menjadi lebih rumit.

Pada kurang lebih 10.000 SM berkembang kepandaian bercocok tanam, di mana


kemudian manusia mengalami suatu revolusi dalam kebudayaan dan cara hidupnya.
Revolusi ini terkenal dengan nama revolusi pertanian. Pola hidup ber[pindah-pindah
mulai ditinggalkan dan berganti dengan pola hidup menetap.
Setelah revolusi bercocok tanam dan kehidupan menetap, yang juga menyebabkan
meloncatnya pertambahan jumlah penduduk, maka hanya dalam jangka waktu yang tidak
begitu lama kira-kira 4.000 SM timbul lagi suatu revolusi yang dinamakan revolusi
perkotaan. Revolusi perkotaan ini bermunculan terutama di daerah subur di pinggir
sungai. Daerah daerah tersebut adalah lembah sungai Nil, lembah sungai Eufrat dan
Tigris, dan di pulau Kreta.
Proses perubahan kebudayaan kemudian bertambah cepat lagi, dan banyak unsur
baru dengan aneka warna yang besar di berbagai tempat di dunia. Proses perubahan ini
terjadi kira-kira sekitar tahun 1.500 M dan mencapai puncaknya pada tahun 1.700 M
yang terkenal dengan nama Revolusi Industri. Dan setelah 1.700 M perubahan
kebudayaan manusia berlangsung dengan cepatnya.
Proses perubahan kebudayaan manusia yang awalnya lambat beriringan dengan
proses evolusi manusia, ternyata setelah manusia mengalami kesempurnaan dan tidak
mengalami lagi proses evolusi menunjukkan proses perubahan yang semakin cepat.
Proses perubahan kebudayaan yang tadinya lambat beriringan dengan proses perubahan
manusia kemudian mengalami perubahan yang semakin cepat ini dinamakan proses
perkembangan superorganik dari kebudayaan.
B. Wujud Kebudayaan
Para ahli antropologi membedakan konsep kebudayaan ke dalam tiga wujud yang
ada, yaitu:
1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma,
peraturan dan sebagainya.
Sifat dari wujud kebudayaan ini adalah abstrak, tak dapat diraba atau difoto. Lokasi
dari wujud kebudayaan ini adalah di dalam alam pikiran warga masyarakat di mana
kebudayaan bersangkutan itu hidup.
2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari
manusia dalam masyarakat.

Wujud kedua dari kebudayaan ini disebut juga sistem sosial (social system). Sistem
sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang berinteraksi, berhubungan, serta
bergaul satu dengan lainnya, dan selalu menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat
tata kelakuan. Sistem sosial ini bersifat kongkret terjadi disekeliling manusia, bisa
diamati, difoto dan didokumentasikan.
3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.
Wujud ketiga ini disebut kebudayaan fisik. Bentuknya berupa seluruh total dari hasil
fisik dari aktivitas, perbuatan, dan semua karya semua manusia dalam masyarakat.
C. Unsur-Unsur Kebudayaan
Sarjana Antropologi biasanya mengupas suatu kebudayaan sebagai suatu
keseluruhan yang terintegrasi, yang mana pada waktu melakukan analisa membagi
keseluruhan itu ke dalam unsur-unsur besar yang disebut unsur-unsur kebudayaan
universal. Dinamakan universal karena unsur-unsur tadi ada dan bisa didapatkan di dalam
semua kebudayaan dari semua bangsa di manapun di dunia. Ada tujuh unsur kebudayaan
yang dapat ditemukan pada semua bangsa di dunia. Ketujuh unsur yang dapat disebut
sebagai isi pokok dari setiap kebudayaan di dunia adalah:
1. Bahasa
2. Sistem pengetahuan
3. Organisasi sosial
4. Sistem peralatan hidup dan tehnologi
5. Sistem mata pencaharian hidup
6. Sistem religi
7. Kesenian
Tiap-tiap unsur kebudayaan universal sudah tentu menjelma dalam ketiga wujud
kebudayaan, yaitu berupa sistem budaya, sosial sistem, dan budaya fisik.

DINAMIK MASYARAKAT DAN KEBUDAYAAN


A. Proses Belajar kebudayaan sendiri
1. Proses Internalisasi.
Proses internalisasi adalah proses panjang sejak seorang individudilahirkan, sampai
ia hampir meninggal, di mana ia belajar menanamkan dalam kepribadiannya segala
perasaan, hasrat, nafsu, serta emosi yang diperlukannya sepanjang hidupnya.
2. Proses Sosialisasi.
Proses sosialisasi bersangkutan dengan proses belajar kebudayaan dalam hubungan
dengan sistem sosial. Dalam proses ini seorang individu dari masa anak-anak hingga
masa tuanya belajar pola-pola tindakan dalam interaksi dengan segala macam individu di
sekelilingnya yang menduduki beraneka macam peranan sosial yang mungkin ada dalam
kehidupan sehari-hari.
3. Proses Enkulturasi.
Dalam proses ini seorang individu mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran
serta sikapnya dengan adat-adat, sistem norma, dan peraturan-peraturan yang hidup
dalam kebudayaannya.
B. Proses Evolusi Sosial
Proses evolusi sosial dari suatu masyarakat dan kebudayaan dapat dianalisa oleh
seorang peneliti seolah-olah dari dekat secara detail (microscopic), atau dapat juga
dipandang seolah-olah dari jauh dengan hanya memperhatikan perubahan-perubahan
yang nampak besar saja (macroscopic).
Proses evolusi sosial yang dianalisa secara detail akan membuka mata peneliti untuk
berbagai macam proses perubahan yang terjadi dalam dinamika kehidupan sehari-hari
dalam tiap masyarakat di dunia. Proses-proses ini dinamakan proses berulang atau
recurrent processes. Proses-proses evolusi sosial yang dipandang seolah-olah dari jauh
hanya akan menampakkan perubahan-perubahan besar yang terjadi dalam jangka waktu
yang panjang. Proses-proses ini dinamakan menentukan arah atau directional processes.
C. Proses Difusi
D. Proses Akulturasi dan Asimilasi

Akulturasi adalah proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan
suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing,
sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam
kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan sendiri.
Asimilasi adalah proses sosial yang timbul bila ada: 1) golongan-golongan manusia
dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda, 2) saling bergaul secara intensif
untuk waktu yang lama, sehingga 3) kebudayaan-kebudayaan golongan tadi masingmasing berubah sifatnya yang khas, dan juga unsur-unsurnya masing-masing berubah
wujudnya menjadi unsur-unsur kebudayaan campuran. Biasanya golongan-golongan
yang berinteraksi dalam suatu proses asimilasi adalah suatu golongan mayoritas dan
beberapa golongan minoritas. Biasanya golongan-golongan minoritas itu yang mengubah
sifat khas unsur-unsur kebudayaannya, sehingga lambat laun kehilangan kepribadiannya,
dan masuk ke dalam kebudayaan mayoritas.
E. Proses Pembaharuan atau Inovasi
Inovasi adalah suatu proses pembaharuan dari penggunaan sumber-sumber alam,
energi dan modal, pengaturan baru dari tenaga kerja dan penggunaan tehnologi baru yang
semua akan menyebabkan adanya sistem produksi, dan dibuatnya produk-produk yang
baru. Dengan demikian inovasi adalah pembaharuan kebudayaan yang berhubungan
dengan tehnologi dan ekonomi.
Proses inovasi sangat erat sangkut-pautnya dengan penemuan baru dalam tehnologi.
Suatu penemuan biasanya juga merupakan suatu proses sosial panjang melalui dua
tahapan, yaitu discovery dan invention.
Suatu discovery adalah suatu penemuan dari suatu unsur kebudayaan baru yang
diciptakan oleh seorang individu, atau suatu rangkaian dari beberapa penemuan individu
dalam masyarakat. Discovery baru menjadi inventioan apabila masyarakat sudah
mengakui, menerima, dan menerapkan penemuan baru tersebut. Setelah proses invention
ini baru dapat dikatakan penemuan adalah suatu inovasi.

SUKU BANGSA DAN DAERAH KEBUDAYAAN


A. Konsep Suku Bangsa
Pokok pengertian dari suatu deskripsi etnografi adalah kebudayaan-kebudayaan
dengan corak khas. Istilah etnografi untuk suatu kebudayaan dengan corak khas adalah
suku bangsa.
Tiap kebudayaan yang hidup dalam suatu masyarakat, bisa menampilkan corak yang
khas yang terutama terlihat oleh orang luar yang bukan warga masyarakat bersangkutan.
Seorang warga dari suatu kebudayaan yang telah hidup dari hari kehari di dalam
lingkungan kebudayaannya biasanya tidak melihat lagi corak khas itu, tetapi terhadap
unsur kebudayaan lainnya dia dapat melihat corak yang khas, terutama unsur-unsur yang
berbeda mencolok dengan kebudayaan sendiri.
Corak khas dari suatu kebudayaan bisa tampil karena kebudayaan itu menghasilkan
suatu unsur yang kecil berupa suatu unsur kebudayaan fisik dengan bentuk khusus, suatu
pola sosial yang khusus, dan dapat juga karena adanya tema budaya khusus yang dianut
masyarakat. Berdasarkan atas corak khususnya tadi, suatu kebudayaan dapat dibedakan
dari kebudayaan yang lain.
Konsep yang tercakup dalam istilah suku bangsa adalah suatu golongan manusia
yang terikat oleh kesadaran dan identitas akan kesatuan kebudayaan, dan sering
dikuatkan pula dengan kesatuan bahasa.Dengan demikian kesatuan kebudayaan bukan
suatu hal yang ditentukan oleh orang luar, melainkan oleh warga kebudayaan
bersangkutan itu sendiri.
Deskripsi mengenai kebudayaan suatu suku bangsa biasanya merupakan isi sebuah
karangan etnografi. Namun karena ada suku bangsa yang besar, yang terdiri dari berjutajuta penduduk, maka penulis etnografi sudah tentu tidak dapat mencakup keseluruhan
dari suku bangsa besar itu dalam deskripsinya. Maka biasanya yang ditulis adalah
sebagian dari kebudayaan suku bangsa itu.
B. Aneka Warna kebudayaan Suku Bangsa.
Kecuali mengenai besar-kecilnya jumlah penduduk dalam kesatuan masyarakat suku
bangsa, seorang etnografer juga menghadapi soal perbedaan azas dan kompleksitas dari
unsur kebudayaan yang menjadi pokok penelitian atau pokok deskripsi etnografinya.

Oleh karena itu dapat dibedakan suatu kesatuan masyarakat suku-suku bangsa di dunia
berdasarkan atas kriteria mata pencaharian dan sistem ekonomi ke dalam enam jenis
kelompok, yaitu:
1. Masyarakat pemburu dan peramu. Kebudayaan suku bangsa yang hidup dari
berburu dan meramu (hunting and gathering societies), setelah abad ke-19 sudah
hampir tidak ada lagi di muka bumi ini.
2. Masyarakat peternak (pastoral societies). Masyarakat peternak hingga kini masih
ada di dunia dengan hidup di daerah-daerah padang rumput stepa dan sabana di
Asia Barat, Asia Tengah, Siberia, asia Timur Laut, dan di Afrika Selatan. Binatang
yang dipelihara berbeda-beda menurut daerah geografinya.
3. Masyarakat peladang (societies of shifting cultivators). Masyarakat yang hidup
dengan berladang hanya terbatas pengembaraannya di daerah hutan rimba tropikal
di daerah pengairan sungai Kongo di Afrika Tengah, di daerah Asia Tenggara, dan
di daerah pengairan sungai Amazon di Amerika Selatan.
4. Masyarakat nelayan (fishing communities). Masyarakat nelayan ada di seluruh
dunia: di sepanjang pantai, baik di negara-negara yang ada dipinggir benua-benua,
maupun dipulau-pulau. Secara khusus desa-desa nelayan biasanya terletak
dpinggir muara-muara sungai atau dipinggir sebuah teluk.
5. Masyarakat petani pedesaan (peasant communities). Masyarakat petani pedesaan
biasanya berorientasi terhadap kebudayaan dari otoritas yang lebih tinggi, yang
biasanya berada di kota-kota administratif.
6. Masyarakat perkotaan kompleks. Sesudah berakhirnya Perang Dunia II dengan
mulai munculnya negara-negara merdeka di Afrika, Asia, dan Amerika Latin;
obyek perhatian ahli antropologi/etnografi mulai tertarik pada masyarakat
perkotaan yang kompleks.
C. Daerah Kebudayaan
Pembatasan deskripsi tentang suatu kebudayaan suku bangsa dalam sebuah tulisan
etnografi memerlukan suatu metode untuk menentukan azas-azas pembatasan, yang mana
unsur-unsur dalam kebudayaan suatu suku bangsa yang menunjukkan persamaan dengan
unsur-unsur sejenis dalam kebudayaan suku-suku bangsa lain dapat dibandingkan satu
dengan yang lain. Untuk itu diperlukan suatu konsep yang mencakup persamaan unsur-

unsur kebudayaan antara suku-suku bangsa menjadi kesatuan-kesatuan yang lebih besar
lagi. Konsep itu adalah konsep daerah kebudayan, atau culture area.
Suatu daerah kebudayaan merupakan suatu penggabungan atau penggolongan dari
suku-suku bangsa yang dalam masing-masing kebudayaan yang beraneka warna
mempunyai beberapa unsur dan ciri menyolok yang serupa. Penggolongan daerah
kebudayaan sebenarnya merupakan suatu sistem klasifikasi yang mengklaskan beraneka
warna suku bangsa yang tersebar di suatu daerah atau benua, ke dalam golongangolongan berdasarkan atas beberapa persamaan unsur dalam kebudayaannya.
Suatu daerah kebudayaan menggolongkan ke dalam satu golongan, beberapa puluh
kebudayaan yang satu dengan yang lain berbeda, berdasarkan atas persamaan dari
sejumlah ciri menyolok dalam kebudayaan-kebudayaan bersangkutan. Ciri-ciri yang
menjadi alasan untuk klasifikasi itu tidak hanya berujud unsur kebudayaan fisik,misalnya
alat-alat berburu, alat-alat bertani, alat-alat transportasi, senjata, perhiasan, bentuk dan
gaya pakaian, tempat kediaman dan sebagainya, melainkan juga unsur-unsur kebudayaan
yang lebih abstrak dari sistem sosial atau sistem budaya, seperti misalnya unsur-unsur
organisasi kemasyarakatan, sistem ekonoimi, upacara keagamaan, unsur cara berpikir,
dan adat istiadat. Ciri-ciri menyolok yang sama dalam suatu daerah kebudayaan menjadi
alasan untuk klasifikasi. Biasanya hanya beberapa kebudayaan di pusat dari suatu daerah
kebudayaan itu menunjukkan persamaan-persamaan besar dari unsur-unsurnya; semakin
menjauh dari pusat, makin berkurang pula jumlah unsur-unsur yang sama, dan akhirnya
persamaan itu tidak ada lagi, dan memasuki daerah kebudayaan tetangga.
Daerah Kebudayaan Amerika Utara
1. Daerah kebudayaan Eskimo.
2. Daerah kebudayaan Yukon-Mackenzie.
3. Daerah kebudayaan Pantai barat laut.
4. Daerah kebudayaan dataran Tinggi.
5. Daerah kebudayaan Plains
6. Daerah kebudayaan Hutan timur.
7. Daerah kebudayaan dataran Kalifornia.
8. Daerah kebudayaan Baratdaya.
9. Daerah kebudayaan tenggara.

10. Daerah kebudayaan Meksiko.


Daerah kebudayaan Amerika Selatan
1. Daerah kebudayaan Cacique.
2. Daerah kebudayaan Andes.
3. Daerah kebudayaan Andes Selatan.
4. Daerah kebudayaan Rimba Tropik.
5. Daerah kebudayaan Berburu dan Meramu.
Daerah Kebudayaan Kawasan Oseania
1. Daerah kebudayaan penduduk asli Australia.
2. Daerah kebudayaan penduduk Irian (Papua) dan Melanesia.
3. Daerah kebudayaan penduduk Mikronesia.
4. Daerah kebudayaan penduduk Polinesia.
Daerah kebudayaan Asia
1. Daerah kebudayaan Asia Tenggara.
2. Daerah kebudayaan asia selatan.
3. Daerah kebudayaan Asia Baratdaya.
4. Daerah kebudayaan Cina.
5. Daerah kebudayaan Steppa Asia Tengah.
6. Daerah kebudayaan Siberia.
7. Daerah kebudayaan Asia Timurlaut.
Daerah Kebudayaan Afrika
1. Daerah kebudayaan Afrika Utara.
2. Daerah kebudayaan Hilir Nil.
3. Daerah kebudayaan sahara.
4. Daerah kebudayaan Sudan Barat.
5. Daerah kebudayaan Sudan Timur.
6. Daerah kebudayaan Hulu Tengah Nil.
7. Daerah kebudayaan Afrika tengah.
8. Daerah kebudayaan Hulu Selatan Nil.
9. Daerah kebudayaan Tanduk Afrika.
10. Daerah kebudayaan Pantai Guenia.

11. Daerah kebudayaan Bantu katulistiwa.


12. Daerah kebudayaan Bantu Danau-danau.
13. Daerah kebudayaan Bantu Timur.
14. Daerah kebudayaan Bantu Tengah.
15. Daerah kebudayaan Bantu Baratdaya.
16. Daerah kebudayaan Bantu Tenggara.
17. Daerah kebudayaan Choisan.
18. Daerah kebudayaan Madagaskar.

KEKERABATAN DAN KETURUNAN


Dalam semua masyarakat, organisasi keluarga menjadi sarana pokok untuk
menangani berbagai masalah pokok yang dihadapi oleh sekelompok manusia. Akan tetapi
, ada masalah lain yang berada diluar lingkup keluarga, seperti masalah yang
berhubungan dengan mempertahankan sumber penghidupan. Dalam masyarakat
nonindustri, kelompok kekerabatan pada umumnya melayani fungsi ini. Dengan
bertambah

besar

dan

kompleksnya

masyarakat,

sistem-sistem

politik

formal

mengambilalih urusan-urusan ini.


Bentuk kekerabatan yang lazim adalah kelompok keturunan yang kriteria
keanggotaannya adalah keturunan dari leluhur bersama melalui hubungan orangtua
anak. Keturunan unilineal menentukan hubungan kerabat secara eksklusif melalui garis
laki-laki atau garis perempuan saja. Keturunan martilineal ditelusuri melalui garis
keturunan wanita; sedangkan keturunan patrilineal melalui keturunan laki-laki.
Sistem keturunan berhubungan erat dengan dasar ekonomi masyarakat. Pada
umumnya, keturunan patrilineal dominan dalam masyarakat yang pencari nafkah
utamanya adalah laki-laki, dan keturunan matrilineal dalam masyarakat yang pencari
nafkah utamanya adalah perempuan. Para ahli antropologi dewasa ini mengakui bahwa
dalam semua masyarakat, baik kerabat itu maupun ayah merupakan unsur yang penting
dalam struktrur sosial, tanpa memandang bagaimana caranya menentukan keanggotaan
kelompok keturunan.
Anggota laki-laki lineage patrilineal menelusuri keturunannya dari laki-laki yang
menjadi leluhur bersama. Anak perempuan termasuk kelompok keturunan ayah dan
saudara laki-laki, tetapi anak-anaknya tidak dapat menelusuri keturunan mereka
melaluinya. Lazimnya adalah bahwa tanggungjawab untuk mendidik anak dipikul oleh
ayah atau saudaranya laki-laki yang tertua.
Dalam satu hal, keturunan matrilineal adalah lawan dari patrilineal, karena
keturunan ditelusuri melalui garis perempuan. Berbeda dengan pola patrilineal, yang
memberi kekuasaan kepada laki-laki, keturunan matrilineal tidak memberi kekuasaan
kepada wanita. Sistem matrilineal lazim terdapat dalam masyarakat yang kaum
wanitanya melakukan sebagian kerja produktif. Sistem ini sering merupakan sumber

ketegangan antar keluarga, karena kekuasaan suami tidak di rumah tangganya sendiri,
tetappi dirumahtangga saudara perempuannya. Perceraian adalah hal yang wajar dalam
masyarakat matrlineal.
Keturunan ganda untuk beberapa keperluan bersifat matrilineal, sedang untuk
keperluan lain bersifat patrilineal. Keturunan ambilineal memberikan sedikit fleksibelitas,
karena orang dapat memilih menghubungkan diri dengan kelompok keturunan pihak ibu
atau pihak ayah.
Kelompok keturunan sering merupakan unit dengan struktur yang rumit, yang
memberi bantuan dan keamanan kepada para anggotanya. Kelompok keturunan juga
dapat merupakan tempat penyimpanan tradisi keagamaan, yang memperkuat tradisi
kelompok dengan pemujaannya pada leluhur bersama. Lineage adalah kelompok
keturunan semacam badan hukum, yang terdiri atas saudara-saudara sedarah yang dapat
menelusuri keturunan mereka dari leluhur yang sama. Karena umunya lineage mengikuti
peraturan eksogami, maka persaingan seksual dalam kelompok sebagian besar dapat
dihindarkan. Disamping itu, perkawinan seorang anggota kelompok berarti persekutuan
antara dua lineage. Eksogami lineage juga membantu adanya komunikasi terbuka di
dalam masyarakat dan menunjang pertukaran informasi antar lineage.
Pembelahan (fission) adalah pemecahan kelompok lineage yang besar menjadi
sejumlah lineage baru yang lebih kecil, sedang lineage yang semula menjadi klen. Para
anggota klen menganggap dirinya sebagai keturunan dari leluhur bersama tanpa dapat
mengetahui hubungan genealogis yang sebenarnya dari leluhur yang bersangkutan.
Berbeda dengan genealogi, tempat tinggal klen biasanya terpencar dan tidak di suatu
tempat. Karena tidak adanya kesatuan tempat tinggal, identifikasi klen diperkuat oleh
totem, biasanya lambang unsur alam, yang mengingatkan para anggotanya kepada leluhur
bersama mereka. Fatri atau paruh adalah kelompok keturunan yang terdiri atas dua klen
atau lebih yang dianggap saling berhubungan.
Kekerabatan bilateral, yang karateristik untuk masyarakat barat, mengikuti garis
kedua orangtua dan mengakui adanya leluhur yanng banyak. Orang sama-sama
menghubungkan diri dengan semua saudara baik dari pihak ibu maupun ayah. Kelompok
yang begitu besar itu sebagai satuan sosial tidak praktis dan biasanya menyusut menjadi
lingkungan kecil yang terdiri atas keluarga dari pihak ayah dan ibu, dan disebut

kelompok saudara (kindred). Kelompok saudara tidak pernah sama untuk dua orang yang
mana pun, kecuali untuk saudara-saudara sekandung. Karena kaburnya sifatnya yang
sementara, dan karena mudahnya berubah, kelompok saudara sebagai unit sosial lebih
lemah daripada kelompok keturunan.
Sistem keturunan yang terdapat dalam berbagai masyarakat mempunyai tipe
berbeda-beda. Dalam masyarakat industri dan masyarakat pemburu dan peramu, di mana
keluarga inti penting sekali, dapat diharapkan akan terdapat kelompok kekerabatan dan
organisasi sesaudara.
Dalam setiap masyarakat, hubungan kekeluargaan ditentukan oleh aturan-aturan
kebudayaan. Faktof-faktor seperti kelamin, perbedaan generasi dan genealogis ikut
membedakan kerabat yang satu dari kerabat yang lain. Sistem Hawai adalah sistem
kekerabatan yang paling sederhana. Semua saudara dari generasi dan seks yang sama
mendapat nama yang sama. Sistem Eskimo, yang digunakan dalam kebudayaan Anglo
Amerika, mengutamakan keluarga inti dan mencampur semua saudara lainnya tanpa
mengadakan perbedaan di antara mereka. Dalam sistem Iroguois, istilah yang sama
digunakan untuk ayah dan saudara laki-laki ayah, dan juga untuk ibu dan saudara
perempuan ibu. Dalam sistem Omaha dan Crow, Di antara kerabat-kerabat tertentu tidak
diadakan

perbedaan

menurut

generasi

sistem

deskriptif

yang

relatif

langka

memperlakukan semua bibi, paman, saudara sepupu, dan saudara kandung secara
berbeda-beda.

METODE PENELITIAN ETNOGRAFI


Model etnografi adalah penelitian untuk mendeskripsikan kebudayaan sebagaimana
adanya. Model ini berupaya untuk mempelajari peristiwa kultural, yang menyajikan
pandangan hidup subyek sebagai obyek studi. Studi ini akan terkait bagaimana subyek
berpikir, hidup, dan berperilaku. Tentu saja perlu dipilih peristiwa unik yang jarang
teramati oleh kebanyakan orang.
Penelitian etnografi adalah kegiatan pengumpulan bahan keterangan atau data yang
dilakukan secara sistematik mengenai cara hidup serta berbagai aktivitas sosial dan benda
kebudayaan dari suatu masyarakat. Berbagai peristiwa dan kejadian unik dari komunitas
budaya akan menarik perhatian peneliti kebudayaan, dan sangat respek pada cara mereka
belajar tentang budaya. Itulah sebabnya diperlukan pengamatan terlibat dalam aktivitas
penelitian.
Etnografi pada dasarnya lebih memanfaatkan tehnik pengumpulan data pengamatan
berperan serta (partisipant observatioan). Hal ini sejalan dengan pengertian istuilah
etnografi yang berasal dari kata ethno (bangsa) dan graphy ( menguraikan atau
menggambarkan). Etnografi merupakan ragam pemaparan penelitian budaya untuk
memahami cara orang-orang berinteraksi dan bekerja sama melalui fenomena teramati
dalam kehidupan sehari-hari.
Etnografi lazimnya bertujuan untuk menguraikan budaya tertentu secara holistik,
yaitu aspek budaya baik spiritual maupun material. Dari sini akan terungkap pandangan
hidup dari sudut pandang penduduk setempat. Dari sini, dengan melalui etnografi akan
mengangkat budaya senyatanya dari fenomena budaya. Dengan demikian akan
ditemukan makna tindakan budaya suatu komunitas yang diekspresikan melalui apa saja.
Ciri-ciri penelitian etnografi adalah analisa data yang dilaakukan secara holistik,
bukan parsial. Ciri-ciri lain antara lain: 1) sumber data bersifat ilmiah; 2) peneliti sendiri
merupakan instrumen yang paling penting dalam pengumpulan data; 3) bersifat deskripsi;
4) digunakan untuk memahami bentuk-bentuk tertentu; 5) analisis bersifat induktif; 6)
dilapangan, peneliti harus berperilaku seperti masyarakat yang ditelitinya; 7) data dan
informan harus berasal dari tangan pertama; 8) kebenaran data harus dicek dengan data
lain (data lisan dicek dengan data tertulis); 9) orang yang dijadikan subyek penelitian

disebut partisipan , konsultan, serta teman sejawat; 10) titik berat perhatian harus pada
pandangan emik bukan pandangan etik; 11) dalam pengumpulan data harus
menggunakan purposive sampling dan bukan probabilitas statistik; 12) dapat
menggunakan data kualitatif dan kuantitatif, namun sebagian besar menggunakan
kualitatif.
Dari ciri-ciri tersebut, dapat dipahami bahwa etnografi merupakan model penelitian
budaya yang khas. Etnografi bukan memandang budaya semata-mata sebagai produk,
melainkan proses. Hal ini sejalan dengan konsep bahwa kebudayaan akan menyangkut
nilai, motif, peranan moral etik, dan maknanya sebagai sebuah sistem sosial.Kebudayaan
tidak hanya cabang nilai, melainkan merupakan keseluruhan institusi hidup manusia.
Dengan kata lain, kebudayaan merupakan hasil belajar manusia termasuk di dalamnya
tingkah laku. Karena itu, etnografi harus menyangkut hakikat kebudayaan, yaitu sebagai
pengetahuan yang diperoleh yang digunakan orang untuk menginterpretasikan
pengalaman dan melahirkan tingkah laku sosial budaya melalui deskripsi yang holistik.
Pelukisan etnografi dilakukan secara tick deskription (deskripsi tebal dan
mendalam).

Etnografi

bercirikan

kelengkapan

data,

namun

pembahasan

juga

mengandalkan akal sehat. Peneliti berusaha menangkap sepenuh mungkin informasi


budaya menurut perspektif orang yang diteliti. Penelitian etnografi sering diasumsikan
sebagai penelitian yang relatif lama, peneliti harus tinggal pada suatu tempat, beradaptasi,
dan seterusnya.
Bahan-bahan etnografi berasal dari masyarakat yang disusun secara deskriptif.
Deskripsi data diharapkan secara menyeluruh, menyangkut berbagai aspek kehidupan
untuk meninjau salah satu aspek yang diteliti. Deskripsi dipandang bersifat etnografis
apabila mampu melukiskan fenomena budaya selengkap-lengkapnya. Deskripsi etnografi
menurut koentjaraningrat sudah baku, yaitu meliputi unsur-unsur kebudayaan serta
bersifat universal, yaitu bahasa, sistem tehnologi, sistem ekonomi, organisasi sosial,
sistem pengetahuan, kesenian, dan sistem religi. Namun demikian, deskripsi semacam ini
tidak harus dipenuhi semua. Sebab, ini lebih didasarkan pada unsur kebudayaan secara
universal, dan kalau peneliti ingin menyederhanakanpun sebenarnya tidak dilarang.
Peneliti dapat mengungkapkan sub bab tertentu yang dipandang spesifik dan langsung
pada sasaran. Yang terpenting disini deskripsi menyeluruh dapat tercapai.

Penetapan setting model etnografi memerlukan strategi khusus, yaitu: 1) jadilah


praktisi, artinya setting tidak perlu terlalu luas dan terlalu sempit, yang penting mampu
mewakili fenomena; 2) upayakan tempat yang asing dari peneliti, hal ini untuk lebih
mampu mengambil jarak dalam penelitian; 3) jangan terlalu berpegang kaku pada
rencana peneliti, rencana bisa berubah setelah dilapangan, 4) pikirkan sejumlah topik
yang sulit dijangkau.
Dalam kaitan itu, pelukisan etnografi mengenal dua desain penelitian yaitu: 1) studi
kasus dan 2) multiple site and subject studies. Penerapan studi kasus akan mencari
keunikan budaya pada wilayah tertentu. Penyimpangan-penyimpangan budaya yang
merupakan kasus spesial dan menarik, akan menjadi sorotan peneliti. Sedangkan desain
multiple site and subject studies cenderung untuk meneliti budaya dalam cakupan luas.
Peneliti dapat melukiskan budaya tertentu pada berbagai tempat. Dari dua desain ini,
dapat dinyatakan bahwa etnografi adalah salah satu model penelitian budaya yang
mengangkat hal-hal khusus. Kekhususan penelitian budaya adalah pada kemampuan
memanfaatkan model etnografi sedetail mungkin.

PENULISAN ETNOGRAFI SUKU BANGSA DI INDONESIA


(BERDASARKAN METODE KOENTJARANINGRAT)
SUKU BANGSA NIAS
Suku bangsa Nias mendiami pulau Nias yg termasuk ke wilayah Kabupaten Nias,
provinsi Sumatera Utara. Penduduk asli pulau ini menamakan diri mereka Ono Niha, dan
menyebut pulau mereka Tano Niha. Walaupun secara geografis wilayah kepulauan Nias
amat sulit dicapai, akan tetapi tidak berarti masyarakat dan kebudayaan Nias tidak pernah
mengalami kontak-kontak budaya dengan masyarakat luar. Menurut catatan sejarah,
orang Nias mengadakan hubungan dagang dengan orang Aceh jauh sebelum kedatangan
bangsa Belanda. Demikian pula orang Nias sedah menjalin hubungan dagang dengan
orang Minangkabau, Batak dan Bugis. Dengan demikian dapat dikatakan, walaupun letak
geografisnya kurang menguntungkan.
Menurut sementara pihak, orang Nias berasal dari tanah Batak. Hal ini berdasarkan
adanya kesmaan bahasa, bentuk tubuh, serta adat-istiadat mereka. Tetapi tidak pernah ada
yang dapat menjelaskan kapan, mengapa, dan bagaimana orang Nias pindah ke
kepulauan Nias.
Orang Nias sendiri beranggapan bahwa nenek moyang mereka berasal dari langit
yang datang untuk mengatur dunia. Kepulauan Nias merupakan tempat tinggal mereka
sejak awal. Hal ini ditandai dengan adanya daerah-daerah tertentu yang merupakan bukti
tempat tinggal mereka. Sementara pihak lain mengatakan orang Nias dan Batak bukan
berasal dari keturunan satu nenek moyang yang sama. Walaupun ada kesamaan bahwa
mereka tidak dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu, tetapi orang Nias tidak mengenal
aksara sedangkan orang Batak mengenal jenis aksara yang mereka miliki sampai
sekarang.
Kebudayaan megalitik yang dikembangkan oleh masyarakat Nias bersamaan
waktunya dengan perkembangan kebudayaan itu di wilayah Asia tenggara pada
umumnya. Bukti-bukti arkeologis kebudayaan megalitik di Nias ada kesamaan dengan
yang ada di Flores dan Sumba.
Berdasarkan lingkungan pemukimannya, orang Nias dapat dibedakan antara
mereka yang diam di pesisir dn yang tinggal di daerah pedalaman. Oleh karena kegiatan

sehari-hari kedua golongan ini tidak sama. Demikian pula ada perbedaan antara orang
Nias yang tinggal di daerah perkotaan dan pedesaan.Perbedaan tersebut antara lain
tercermin dalam kehidupan ekonomi. Orang Nias kota sudah mengembangkan
bermacam-macam mata pencaharian, seperti berdagang, pegawai kantor, dan sebagainya.
Sebaliknya orang Nias di pedalaman masih mengandalkan hidup sebagai petani ladang.
Di kabupaten Nias terdapat dua kelompok bahas besar, yaitu bahasa Indonesia dan
bahasa Nias. Bahasa Nias masih dominan pemakaiannya dalam peregaulan sehari-hari,
sedangkan bahasa Indonesia masih terbatas pemakaiannya pada kalangan terpelajar saja.
Bahasa Nias merupakan bahasa asli penduduk pribumi kepulauan Nias. Dalam
pemakaiannya, bahasa-bahasa yang terdapat di Nias dapat dibedakan menjadi:
1. Bahasa Utara ; digunakan di Nias bagian utara, timur dan barat. Kelompok bahasa
ini disebut Laraga.
2. Bahasa Selatan ; disebut juga bahasa Tello, dipakai di daerah Nias selatan, tengah
dan pulau Tello.
Perbedaan bahasa Utara dan selatan hanya terletak pada dialek dan istilah lokal yang
digunakan. Oleh karenanya pemakai kedua bahasa ini dapat saling mengerti satu sama
lain.
Orang Nias hidup berkelompok dalam suatu kampung yang mereka sebut banua
dan dipimpin oleh seorang Siulu (bangsawan) yang mereka sebut Tuhenori atau salawa
(raja). Dalam sistem kekerabatan, kesatuan sosial terkecil adalah sangambato atau
keluarga batih, terdiri atas ayah, ibu dan anak yang belum menikah. Secara sosial
keluarga batih tidak sepenting kesatuan kerabat yang hidup bersama dalam satu rumah
(omo) dan menjalankan kegiatan sosial

ekonomi bersama sebagaio petani secara

komunal.
Mata pencaharian utama orang Nias adalah berladang tanaman ubi jalar, ubi kayu,
kentang dan sedikit padi. Pada saat sekarang di pulau Nias ditanam pula cengkeh dan
nilam untuk diambil minyaknya.
Pada zaman dahulu Nias pernah mencapai tingkat perkembangan kebudayaan
megalitik yang mengagumkan. Hasil karya budaya batui itu sampai sekarang masih
ditemui sisa-sisanya, seperti meja dan kursi batu, tugu-tugu dan arca arwah serta omo
hada (rumah adat) yang didirikan di atas batu-batu besar pipih dengan ting-tiang kayu

besar, penuh dengan ukiran-ukiran kuno. Agama asli penduduk Nias di sebut Malohe
Adu (penyembah roh) yang didalamnya dikenal banyak dewa, diantaranya yang paling
tinggi adalah lawolangi. Mereka memuja roh dengan mendirikan patung-patung dari batu
dan kayu, rumah pemujaan roh disebut osali. Pemimpin agama asli disebut ere.
SUKU BANGSA BATAK
Suku bangsa Batak diperkirakan merupakan keturunan kelompok melayu tua (proto
melayu) yang bergerak dari daratan Asia Selatan, dalam upaya mereka mencari tempat
yang lebih hangat pada masa antar es. Gerakan nenek moyang kelompok proto melayu
itu sebagian menetap di Sumatera Utara, dan sebagian meneruskan perjalanan ke
kalimantan dan Sulawesi.
Orang Batak menganut sistem kekerabatan yang menghitung garis keturunan secara
patrilineal, yaitu memperhitungkan anggota keluarga menurut garis keturunan ayah.
Orang-orang yang berasal dari satu ayah disebut paripe (satu keluarga), pada orang Karo
dinamakan sada bapa (satu keluarga), sedangkan pada orang Simalungun disebut
sepanganan (satu keluarga). Pada permulaan mereka hidup dalam perkauman yang
terdiri dari kelompok-kelompok kekerabatan yang mengusut garis keturunan ayah, dan
mendiami satu kesatuan wilayah permukiman yang dikenal dengan sebutan huta atau
lumban. Biasanya kesatuan kerabat itu berpangkal dari seorang kakek yang menjadi
cikal bakal dan pendiri pemukiman, karenanya juga disebut saompu. Kelompokkelompok kerabat luas terbatas saompu yang mempunyai hubungan seketurunan dengan
nenek moyang yang nyata maupu yang fiktif membentuk kesatuan kerabat yang dikenal
dengan sebutan marga.
Hubungan sosial dengan sesama marga diatur melalui hubungan perkawinan,
terutama antara marga pemberi pengatin wanita (boru) dengan marga penerima
pengantin wanita (hula-hula). Untuk mempertahankan kelestarian kelompok kerabat
yang patrilineal, marga-marga tersebut tidak boleh tukar menukar mempelai. Karena itu
hubungan perkawiana satu jurusan memaksa setiap marga menjalin hubungan
perkawinan dengan sekurang-kurangnya dua marga lain, yaitu dengan marga pemberi dan
marga penerima mempelai wanita.

Marga-marga atau klen patrilineal secara keseluruhan mewujudkan sub suku


daripada suku bangsa Batak. Pertumbuhan penduduk dan persebaran mereka di wilayah
pemukiman yang semakin luas serta pengaruh-pengaruh dari luar menyebabkan
perkembangan pola-pola adaptasi bervariasi dan terwujud dalam keanekaragaman budaya
Batak dan sub-suku yang menggunakan dialek masing-masing.
Berlandaskan pada hubungan perkawinan yang tidak timbal balik itulah masyarakat
batak mengatur hubungan sosial antar marga dengan segala hak dan kewajibannya dalam
segala kegiatan sosial mereka. Organisasi itu dikenal sebagai dalihan nan tolu atau tiga
tungku perapian. Marga pemberi mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dalam
upacara maupun kegiatan adat terhadap marga penerima mempelai wanita. Dengan
demikian ada keseimbangan hubungan antara perseorangan dengan kelompok yang
menganut garis keturunan kebapakan. Walaupun wanita yang menikah akan kehilangan
segala hak dan kewajibannya dari hak marga asal tetap mendapat kehormatan sebagai
pemberi mempelai wanita yang amat penting artinya sebagai penerus generasi.
Sistem religi yang dianggap asli oleh pendukungnya ialah sipelebegu. Menurut
keyakinan penganutnya, alam semesta beserta seisinya ini semula diciptakan oleh Ompu
Mulajadi Nabolon yang berdiam di langit lapis ketujuh. Dunia dibagi atas banua
ginjang yang dikuasai oleh batara guru, dan banua tonga yang dikuasai oleh mangala
bulan. Selain itu orang Batak percaya akan adanya tondi (jiwa) dan begu (roh atau
arwah) disekeliling tenmpat hidup manusia.
SUKU BANGSA MENTAWAI
Suku bangsa Mentawai mendiami kepulauan Mentawai yang terdiri dari pulau
Siberut, Sipora, Pagai Utara dan Pagai Selatan, semuanya berada di wilayah propinsi
Sumatera Barat.
Bahasa Mentawai termasuk ke dalam rumpun bahasa Austronesia yang terbagi
dalam

beberapa

dialek,

seperti

dialek

Simaleki,

Sekudu,

Sikalagan,

Silabu,

Saumanganya, dan lain-lain.


Sebelum masuknya pengaruh kebudayaan luar sejak setengah abad yang lalu
masyarakat mentawai masuk hidup dalam taraf peradaban neolitik. Mata pencaharian
mereka adalah meramu sagu, keladi, dan berburu binatang liar. Pakaian asli mereka amat

sederhana, laki-laki memakai kambi (cawat dari kulit kayu) dan wanitanya memakai
semacam rok dari anyaman serat pohon pisang. Mereka sudah lama mengembangkan
busana cacah tubuh (tattoo) yang spesifik. Namun pada masa sekarang ciri-ciri
kehidupan seperti itu sudah hampir punah.
Masyarakat mentawai hidup dalam kesatuan sosial ekonomi yang berdasarkan
persamaan derajat. Mereka hidup mengelonpok dalam suatu pemukiman yang mereka
sebut uma, yaitu istilah kelompok pemukiman dan tempat pemukiman itu sendiri. Uma
biasanya berupa rumah tradisional yang besar dan bisa dihuni beberapa keluarga batih
menurut garis keturunan ayah. Di dekat uma didirikan beberapa lalep, yaitu rumah
keluarga yang perkawinan mereka belum resmi.
Setiap uma dipimpin oleh seorang senior yang disebut rimata. Rimata sebenarnya
adalah pemimpin adat uma itu sendiri. Hubungan antara satu uma dengan uma lainnya
dijaga dengan pengadaan ikatan perkawinan.
Upacara-upacara religi Mentawai banyak ragamnya dan semuanya itu dipimpin
oleh seorang kerei atau Sikerei. Masyarakat Mentawai yakin bahwa semua benda di
alam mempunyai sumangat (roh), dan kekuatan alam yang terselubung secara
keseluruhan itu mereka sebut kina ulau. Kekuatan terselubung dalam sebuah benda yang
bisa mengganggu manusia mereka sebut bajao. Karena itu dalam waktu-waktu tertentu
mereka harus mengadakan upacara pembersihan uma yang mereka sebut upacara
pulaijat. Upacara ini berlangsung sampai satu minggu atau lebih. Selama itu mereka
terkena aturan punen, yaitu ritus pelarangan mengerjakan tabu yang berkaitan dengan
pulaijat.
SUKU BANGSA MINANGKABAU
Suku bangsa Minangkabau mendiami sebagian besar wilayah propinsi sumatera
Barat. Daerah aslinya merupakan kesatuan tiga wilayah adat yang disebut luhak nan tigo
(wilayah yang tiga), yaitu : Luhak Agam (sekarang menjadi kabupaten Agam), Luhak
Limapuluh koto, dan Luhak tanah datar. Bagi orang Minangkabau ada satu daerah yang
selalu dianggap sebagai asal nenek moyang mereka, yaitu Pariaman-Padang Panjang
yang terletak di kaki gunung Marapi.

Asal-usul nama Minagkabau sangat beragam, tetapi berdasarkan dongeng setempat


nama itu berasal dari peristiwa kemenangan Minangkabau dalam adu kerbau dengan
orang-orang kerajaan Majapahit yang ingin merebut wilayahnya. Kata Minangkabau
diambil dari sejenis benda tajam yang disebut Minang, yang dipasang pada moncong
anak kerbau yang diadu tersebut sehingga dapat mengalahkan kerbau yang lebih besar.
Ada pula yang beranggapan, bahwa asal-usul nama Minangkabau bukan berasal dari
peristiwa adu kerbau, melainkan sudah ada sejak dulu. Anggota-anggota suku bangsa ini
lebih suka menyebut daerah mereka dengan sebutan Ranah Minang (tanah Minang),
dan menyebut diri mereka Urang Awak atau Urang Minang.
Bahasa yang digunakan oleh suku bangsa Minangkabau termasuk ke dalam
rumpun bahasa Melayu yang amat dekat dengan bahasa Indonesia. Kata-kata Indonesia
dalam bahasa Minangkabau hanya mengalami sedikit perubahan bunyi, seperti tiga
menjadi tigo, lurus menjadi luruih, bulat menjadi buek, dan sebagainya.
Sebagian orang Minangkabau menjalankan mata pencaharian di sektor pertanian,
terutama bertanam padi di sawah irigasi dan tadah hujan. Disamping itu juga
mengusahakan perkebunan. Juga dilakukan usaha peternakan dan yang posisinya di
pesisir mengusahakan penangkapan ikan. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah usaha
perdagangan.
Dalam sistem kekerabatan, untuk menghitung garis keturunan ditarik dari garis ibu
(matrilineal). Seseorang yang lahir dalam satu keluarga akan masuk dalam kelompok
kerabat ibunya, bukan kelompok kerabat ayahnya. Seorang ayah berada diluar kelompok
kerabat istri dan anak-anaknya. Menurut adat, seorang perempuan tidak meninggalkan
rumah keluarganya setelah menikah. Sementara seorang laki-laki setelah menikah tidak
tinggal di rumah istrinya, melainkan tetap tinggal di rumah orangtuanya.
Kelompok kekerabatan terkecil disebut paruik (perut), yaitu orang-orang yang
berasal dari satu garis ibu dan mewarisi sebuah rumah gadang. Sebuah paruik dipimpin
oleh penghulu andiko atau kapalo paruik yang dipilih dari dan oleh warga paruik
lainnya. Sebuah paruik dapat dikatakan memiliki ciri-ciri sebuah corporate group, karena
mempunyai pemimpin, sejumlah hart a, dan harta warisan (pusako).
Peranan seorang laki-laki, dalam hal ini seorang suami, tidak jelas batasnya dalam
kelompok kekerabatan. Pertama, karena sistem kekerabatan berdasarkan prinsip

matrilineal yang mana peranan ayah dalam rumah tangga sangat kecil, sebaliknya saudara
laki-laki ibu yang lebih banyak berperan. Suami dalam lingkungan rumah istrinya disebut
sumando, sedangkan dalam lingkungan rumah ibunya dia disebut tungganai, yaitu orang
yang bertanggungjawab atas saudara perempuan beserta anak-anaknya. Kedua, karena
keluarga intinya sendiri tinggal dengan keluarga senior dari pihak istrinya yang bersamasama tinggal di rumah gadang (rumah komunal).
Sebuah paruik bisa sama dengan sebuah kaum tetapi bisa juga terdiri atau sejumlah
kaum. Kaum adalah keluarga luas matrilokal yang dipimpin oleh mamak (saudara lakilaki tertua ibu). Sedangkan kolompok kekerabatan terbesar disebut suku yang bukan
kesatuan teritorial, karena anggota-anggota suatu suku tinggal menyebar dimana-mana.
Ciri yang dapat menunjukkan suatu suku dapat diketahui dari namanya. Di Minangkabau
banyak terdapat suku, tetapi yang dianggap paling utama adalah empat suku, yaitu Koto,
Piliang, Bodi, dan Chaniago.
Kelompok kekerabatan yang bisa dikatakan bersifat genealogis sekaligus teritorial
adalah kampueng, yang merupakan klien matrilineal yang mendiami suatu wilayah
tertentu dan mewarisi sebuah rumah adat. Pemimpin sebuah kampueng disebut penghulu
kampueng.
Sistem perkawinan orang Minangkabau bersifat eksogami suku. Pihak pemberi
laki-laki disebut bako, sedangkan pihak penerima laki-laki anak pisang. Ikatan
kekerabatan antara pihak bako dengan anak pisang ini disebut pasumandan. Perkawinan
yang dianggap ideal adalah antara seorang laki-laki dengan anak

perempuan ninik

mamaknya. Dalam suatu perkawinan sebenarnya tidak ada mas kawin dari pihak laki-laki
kepada pihak perempuan. Sebaliknya, kadang-kadang justru pihak perempuanlah yang
memberi sejumlah uang atau barang kepada pihak laki-laki.
Kesatuan hidup setempat berupa sebuah desa yang disebut nagari terdiri atas dua
wilayah, yaitu tempat pemukiman utama dan pusat desa dan taratak yang merupakan
daerah ladang atau hutan. Suatu desa dipimpin oleh kapolo nagari (wali nagari). Setiap
nagari terdiri dari beberapa kampung yang biasanya dihuni oleh suatu suku tertentu.
Pada masyarakat Minangkabau yang cenderung egaliter dan demokratis, secara
kasar ada pelapisan sosial yang hanya berlaku digambarkan melalui istilah-istilah
kamanakan tali pariuk, kamanakan tali budi, dan kamanakan bawah lutuik.

Golongan pertama merupakan keturunan langsung dari keluarga pendatang pertama pada
suatu wilayah yang disebut urang asa (orang asal). Golongan selanjutnya adalah
merupakan keturunan dari keluarga yang datang kemudian. Sedangkan golongan terakhir
merupakan keturunan orang-orang yang menghamba pada urang asa.
Perbedaan kelas sosial yang tajam dalam masyarakat boleh dikatakan tidak ada.
Hanya sedikit pada tingkat kepemimpinan, karena selain penghulu andiko (penghulu
utama) dikenal pemimpin adat lainnya yang disebut tungku tigo sajajaran, terdiri dari
ninik mamak (orang tua bijaksana), cadiak pandai (orang pintar), dan alim ulama.
SUKU BANGSA BUGIS
Suku bangsa Bugis senang menyebut dirinya orang Ugi. Suku bangsa ini
mendiami beberapa kabupaten di propinsi Sulawesi Selatan. Orang Bugis juga banyak
merantau dan mendiami daerah lain di Indonesia, mereka terkenal sebagai petualang dan
pelaut yang ulung.
Menurut ahli etnolinguistik, bahasa Bugis sekelompok dengan bahasa-bahasa
orang Luwu, Sadan, mandar, Sallu, Makasar dan Seko. Bahasa Bugis terdiri atas
beberapa dialek, seperti dialek Bone, Soppeng, Luwu, Wajo, Bulukumba dan lain-lain.
Sejak berabad-abad lalu orang Bugis telah mengenal tulisan sendiri yang disebut aksara
lontarak, yaitu aksara tradisional yang mungkin berasal dari huruf sansekerta yang
ditulis di atas daun lontar.
Prinsip garis kekerabatan orang Bugis tergolong bilateral atau lebih tepat parental.
Hubungan kekerabatan dihitung melalui dua jalur, yaitu hubungan kerabat sedarah yang
disebut seajing dan hubungan kerabat karena perkawinan yang disebut siteppa-teppa.
Kerabat seajing amat besar peranannya dalam kehidupan sehari-hari. Selain mengurus
masalah perkawinan dan kekerabatan, mereka juga wajib membela dan mempertahankan
siri, yaitu martabat atau harga diri. Keluarga luas tersebut juga menyelenggarakan
upacara-upacara seputar lingkaran hidup, seperti upacara perkawinan, kelahiran,
kematian dan lain sebagainya.
Pada umumnya mata pencahariannya adalah sebagai petani di sawah atau ladang.
Jenis tanaman perdaganagan yang dibudidayakan adalah tembakau, cengkeh, kelapa,dan
buah-buahan. Petani Bugis terkenal ulet seperti pelautnya. Sistem kelautan mereka

menjadikan masyarakat ini disegani oleh suku-suku bangsa lainnya. Mereka pandai
membuat perahu kayu yang ramping dan kuat yang dinamakan pinisi, sedang wanitanya
terkenal dengan kerajinan kain tenun bugis.
Pada masa dahulu, masyarakat Bugis digolongkan ke dalam beberapa lapisan
sosial yang cukup tajam. Golongan keturunan raja dinamakan anakarung (bangsawan),
golongan rakyat biasa dinamakan tomaradika. Kemudian ada pula golongan budak yang
disebut ata, yang berasal dari tawanan perang atau orang yang melanggar hukum adat.
Kepercayaan sebelum agama Islam dianut oleh sebagian besar masyarakat Bugis
adalah meyakini adanya tokoh dewa tertinggi yang disebut dengan beberapa nama, yaitu
patotoe (yang menentukan nasib), Dewata Seuwae (dewa yang tunggal). Selain
kepercayaan, masyarakat Bugis juga melahirkan berbagai macam jenis kesenian.

SUKU BANGSA TORAJA


Orang Toraja mendiami bagian utara Sulawesi Selatan. Kata to artinya orang,
sedangkan ri aja artinya dari gunung. Jadi orang Toraja berati orang gunung. Orang
Toraja sendiri menyebut kelompoknya berdasarkan wilayah tempat tinggalnya. Orang
Toraja mendiami daerah yang termasuk wilayah kabupaten Tanah Toraja. Sebagian
mendiami Kabupaten Mamuju, kabupaten Luwu, dan kabupaten Enrekang.
Mata pencaharian pokok orang Toraja adalah bercocok tanam padi di sawah dan
ladang. Beberapa penduduk juga menjalankan peternakan, khususnya beternak kerbau
dan babi yang diperlukan untuk melengkapi upacara-upacara religi.
Sistem kekerabatan orang Toraja didominasi oleh kelompok kekerabatan yang
disebut marapuan yang berorientasi pada satu kakek moyang pendiri tongkonan, yaitu
rumah komunal yang sekaligus menjadi pusat kekerabatan dan kehidupan sosial serta
religi para anggotanya. Pada masa lalu ada kecenderungan seseorang mencari jodoh
dalam kelompok marapuan yang sama (endogami). Adat menetap sesudah menikah
bersifat virilokal.
Masyarakat Toraja terbagi ke dalam tiga daerah adat, yaitu Kamadikan,
Pakamberan, dan Kapuangan. Daerah adat kapuangan memiliki sistem pelapisan sosial

yang cukup tajam karena pengaruh kerajaan Bugis dan Makasar dulu. Golongan
bangsawan disebut madika, sedangkan golongan rakyat kebanyakan disebut tomakaka.
Agama asli orang Toraja disebut Aluk Todolo, yaitu religi lama yang terpusat
kepada tiga aspek. Aspek pertama, pemujaan kepada tokoh pencipta yang disebut Puang
matua; aspek kedua pemujaan kepada deata (dewa-dewa pemelihara); dan aspek ketiga
pemujaan roh-roh nenek moyang yang disebut to mebali puang.Sistem religi lama ini
juga diwujudkan dalam konsep mereka tentang kematian dan upacara sekitar kematian.
SUKU BANGSA BALI
Suku bangsa bali mendiami pulau Bali yang sampai sekarang menjadi sebuah
propinsi dengan delapan buah kabupaten. Secara tradisional bagian pegunungan di pulau
ini mereka sebut kaja dan bagian dataran rendah arah ke pantai mereka sebut kelot.
Kondisi alam yang bergunung-gunung menyebabkan adanya perbedaan kebudayaan
antara penduduk pegunungan dengan dataran rendah. Penduduk dataran tinggi jumlahnya
lebih sedikit, dan sedikit pula mereka menerima pengaruh dari kebudayaan luar. Bahasa
yang mereka gunakan pun sedikit berbeda dengan bahasa borang Bali pada umumnya.
Kelompok masyarakat yang bermikim di daerah pegunungan ini lebih suka disebut
sebagai orang Aga.
Mata pencaharian utama orang Bali berpusat pada pertanian padi di sawah, yang
sudah berkembang lengkap dengan kelompok-kelompok kesatuan petaninya yang disebut
subak. Jenis mata pencaharian pedesaan lain juga berkembang dengan baik, seperti
pemeliharaan ternak sapi, kerbau, ayam, itik, babi dan sebagainya. Ayam merupakan
hewan kegemaran sabung ayam jantan dengan menggunakan taji besi.
Jiwa kekaryaan masyarakat Bali berkembang hampir dalam segala bidang, seperti
perkembangan karya bangunan rumah tempat tinggal, rumah ibadat, perlengkapan desa,
dan lain-lain. Mereka pandai sekali mengukir kayu, emas, tembaga, batu dan sebagainya.
Kepandaian menenun yang mereka miliki erat berkaitan dengan pola dan kehidupan
sosial budaya masyarakat Bali yang religius. Lingkaran hidup individu maupun
kehidupan bermasyarakat diwarnai oleh rangkaian adat lengkap dengan berbagai
sesajinya.

Masyarakat bali hidup dalam lingkungan permukiman yang disebut pawongan atau
desa yang terdiri atas dua jenis, yaitu desa adat dan desa dinas. Desa jenis pertama
merupakan desa tradisional yang terbentuk berdasarkan ketentuan adat, dan warganya
terikat secara religius ke dalam berbagai kegiatan upacara desa. Pemimpin desa adat
disebut kelian adat atau bandesa asat. Tokoh ini dipilih dari keanggotaan kerapatan adat
desa yang disebut kerama desa untuk waktu yang tidak terbatas. Desa dinas adalah
bentuk desa menurut sistem administrasi nasional yang berada di bawah sebuah
kecamatan. Pemimpin desa dinas disebut perbekel atau bandesa.
Disetiap desa terdapat tempat-tempat ibadat seperti pura puseh, pura desa, dan
pura dalem. Rumah-rumah dalam setiap desa juga didirikan menurut suatu ketentuan
religi, yang mana ruangan-ruangan rumah dan pengerjaannya dibagi-bagi menurut
kepercayaan setempat. Bagian rumah arah ke hulu disebut uramu mandala, yaitu tempat
persembahyangan keluarga. Di bagian ini terdapat bangunan pemujaan kecil yang disebut
sanggah. Bagian tengah rumah merupakan tempat anggota keluarga. Bagian hilir disebut
kawasan nista mandala yang kurang baik sifatnya, sehingga yang ditempatkan pada
bagian itu adalah kandang ternak dan tempat pembuangan kotoran.
Setiap desa di Bali terbagi dalam beberapa buah banjar, yaitu kesatuan hidup yang
berorientasi pada kegiatan-kegiatan sosial ekonomi( pertanian) serta upacara adat dan
religi. Setiap banjar terbagi lagi ke dalam beberapa buah tempekan (kampung).
Kemudian setiap tempekan terbagi lagi atas beberapa buah pekurenan. Kalau desa
dipimpin oleh seorang perbekel, maka banjar dipimpin oleh seorang klian banjar.
Tokoh ini dibantu oleh beberapa orang juru arah atau kesinoman.
Prinsip hubungan kekerabatan orang Bali berdasarkan asas patrilineal (purusa) yang
amat dipengaruhin oleh bentuk keluarga luas patrilineal yang mereka sebut dadia.
Masyarakat Bali dibedakan atas golongan-golongan berdasarkan sistem pelapisan sosial
yang disebut wangsa (kasta). Mereka terikat kedalam perkawinan yg bersifat endogami
dadia atau endogami wangsa. Perkawinan yang dianggap paling ideal adalah
perkawinan antara anak-anak dari dua orang laki-laki bersaudara.
Hampir semua aspek kehidupan sehari-hari masyarakat bali dipengaruhi agama
Hindu Dharma yang mereka anut, karena itu pengertian masyarakat bali tidak bisa
dilepaskan dari sistem religi hindu. Ajaran-ajaran agama Hindu Dharma itu termaktub

dalam kitab suci yang disebut Weda. Agama Hindu Dharma meyakini konsep ketuhanan
Trimurti, yaitu Tuhan yang mempunyai tiga wujud: Brahma (pencipta), Wisnu
(pemelihara), Syiwa (pelebur segala yg ada). Selain itu ada pula beberapa tokoh dewa
yang lebih rendah. Untuk menghormati semua dewa itulah diselenggarakan upacara dan
sesaji. Mereka juga menganggap penting beberapa konsepsi lainnya, misalnya tentang
Roh Abadi yang disebut Athman, adanya buah dari setiap perbuatan (karmapala),
kelahiran kembali (moksa). Upacara kematian dalam sistem religi Bali Hindu selalu
melaksanakan tiga tahapan upacara. Pertama, upacara pembakaran mayat (ngaben),
kedua upacara penyucian (nyekah), dan upacara terakhir upacara ngelinggihang.
Suatu kelompok masyarakat yang menjadi bagian dari sukubangsa Bali adalah
orang Trunyan , yang memiliki keunikan tersendiri. Kebudayaan orang Trunyan
memang agak berbeda dengan kebudayaan Bali Hindu, yaitu mempunyai ciri-ciri
kebudayaan pra-hindu. Ada suatu hal yang sangat menonjol dan unik dari kebudayaan
orang Trunyan ini terutama yang berkaitan dengan peristiwa kematian, bahwa jenasah
tidak dikebumikan atau dibakar seperti yang lazim dilakukan orang Bali hindu, tetapi
dibiarkan membusuk di udara terbuka.
Dalam upacara kematian dilaksanakan pula upacara pemakaman yang disebut
ngutang mayit. Upacara ini mula-mula diadakan di rumah, kemudian dilanjutkan di
tempat pemakaman Sema Wayah (bagi orang yg telah menikah dan mati wajar), atau di
Sema Nguda (bagi mereka yang matin wajar dan belum menikah), serta di Sema bantas
(bagi orang yang matinya tidak wajar). Sistem pemakaman yang dilakukan adalah dengan
cara memasah(exposure), dalam arti jenazah hanya diletakkan di atas tanah tanpa
dikubur.
SUKU BANGSA BADUY
Suku bangsa Baduy digolongkan juga sebagai bagian dari sukubangsa Sunda, karena
kebudayaan dan bahasanya banyak persamaan. Masyarakat baduy terbagi kedalam dua
kelompok, yaitu kelompok Baduy Dalam yang disebut Urang Kajeroan, dan orang
Baduy Luar disebut Urang kaluaran atau Urang Penamping.
Kampung orang Baduy dalam hanya ada tiga buah dan semuanya terletak di wilayah
tanah adat yang mereka sebut taneuh larangan (tanah larangan), yaitu kampung

Cikeusik, Cikartawana, dan Cibeo. Kelompok kaluaran mendiami kampung-kampung


yang berada di luar tanah larangan, seperti Cibengkung, Kaduketug, dan Curugseor.
Wilayah masyarakat Baduy ini terletak dalam desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar,
kabupaten Rangkasbitung, Banten.
Masyarakat ini berbicara dalam bahasa Sunda dialek Rangkas, yang dianggap
sebagai bahasa Sunda kasar, karena tidak memakai undak usuk bahasa (gaya bahasa
untuk membedakan golongan lawan bicara), tetapi ada tekanan dalam pengucapan untuk
membedakan arti. Selain itu orang baduy amat mematuhi larangan memakai kata-kata
buyut (tabu) dalam berbicara.
Mata pencaharian utama masyarakat baduy adalah berladang padi yang disebut
pahumaan. Kesatuan kerja pengolah huma adalah keluarga inti. Mata pencaharian
sampingan mereka adalah mencari kayu dan hasil hutan.
Prinsip hubungan kekerabatan orang Baduy cenderung bilateral. Masyarakat ini
lebih mementingkan kedudukan keluarga inti. Sungguhpun pada awal perkawinan
mereka tinggal di rumah orang tua penganten perempuan, namun setelah itu mereka akan
mendirikan rumah tangga sendiri. Perkawinan adat orang Baduy Kajeroan dilakukan
dihadapan puun (kepala adat) sehingga disebut juga upacara dijampe puun.
Pemimpin adat dan spiritual adalah seorang puun yang berkedudukan diwilayah
kajeroan. Ketiga buah kampung yang berada dalam kajeroan masing-masing disebut
kokolot. Daerah baduy luar atau Panimping terdiri atas 39 buah babakan (kelompok
perumahan), masing-masing dipimpin oleh seorang kokolot. Selain kajeroan dan
penamping sebenarnya ada pula wilayah orang Baduy yang dianggap setingkat
dibawahnya yaitu daerah yang disebut dangka. Penghuni dangka adalah orang yang
dianggap sudah banyak meninggalkan ciri kehidupan baduy.
Religi asli baduy sering dinamakan Sunda Wiwitan. Mereka memuja batara tujuh
dan roh kakek moyang yang mereka sebut karuhun atau wangatua atau para munggu.
Selain itu juga memuja dewi padi yang disebut Pohaci Sahyang Asri.

DAFTAR PUSTAKA
Endraswara, Suwardi. 2006. Metodologi Penelitian Kebudayaan. Yogyakarta:
Gadjah mada University Press.
Koentjaraningrat. 1985. Pengantar Antropologi. Jakarta: Djambatan.
Koentjaraningrat. 2002. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta:
Djambatan.
Kuntowijoyo. 2006. Budaya dan Masyarakat. Yogyakarta: Tiara Wacana
Spradley, James P. 1997. Metode Etnografi. Yogyakarta: Tiara Wacana,

Anda mungkin juga menyukai