----------------------------
Anatomi testis
Testis merupakan organ yang berperan dalam proses reproduksi dan hormonal.
Fungsi utama dari testis adalah memproduksi sperma dan hormon androgen
terutama testosteron. Sperma dibentuk di dalam tubulus seminiferus yang memiliki 2
jenis sel yaitu sel sertoli dan sel spermatogenik. Diantara tubulus seminiferus inilah
terdapat jaringan stroma tempat dimana sel leydig berada.
Testis normal berukuran rata-rata 4x3x2,5 cm. Organ ini diliputi oleh suatu lapisan
yang disebut dengan tunika albuginea, oleh suatu septa-septa jaringan ikat testis
dibagi menjadi 250 lobus. Pada bagian anterior dan lateral testis dibungkus oleh
suatu lapisan serosa yang disebut dengan tunika vaginalis yang meneruskan diri
menjadi lapisan parietal, lapisan ini langsung berhubungan dengan kulit skrotum. 4
Di sebelah posterolateral testis berhubungan dengan epididimis, terutama pada pool
atas dan bawahnya. Testis terdapat di dalam skrotum yang merupakan lapisan kulit
yang tidak rata dimana di bawahnya terdapat suatu lapisan yang disebut tunika
dartos yang terdiri dari serabut-serabut otot.
Peredaran darah testis memiliki keterkaitan dengan peredaran darah di ginjal karena
asal embriologi kedua organ tersebut. Pembuluh darah arteri ke testis berasal dari
aorta yang beranastomosis di funikulus spermatikus dengan arteri dari vasa
deferensia yang merupakan cabang dari arteri iliaka interna. Aliran darah dari testis
kembali ke pleksus pampiniformis di funikulus spermatikus. Pleksus ini di anulus
inguinalis interna akan membentuk vena spermatika. Vena spermatika kanan akan
masuk ke dalam vena cava inferior sedangkan vena spermatika kiri akan masuk ke
dalam vena renalis kiri.
Saluran limfe yang berasal dari testis kanan mengalir ke kelenjar getah bening di
daerah interaortacaval, paracaval kanan dan iliaka komunis kanan, sedangkan
saluran limfe testis kiri mengalirkan isinya ke kelanjar getah bening paraaorta kiri
dan daerah hilus ginjal kiri, paracaval kiri dan iliaka kiri.
Undescended Testes
---------------
RD-
Collection 2002
Ketika skrotum anak tidak dijumpai testis, orang tuanya akan dihantui kebimbangan
tentang kelelakian anaknya. Dokter akan berpikir sekitar kanker testis, dan yang
paling penting lagi anak akan malu dan cemas dalam pergaulan. Pemahaman
masalah kriptorkismus secara holistik akan membimbing dokter , orang tua dan anak
dalam menyikapi kelainan yang ada. Dokter akan memberikan pelayanan yang
optimal ditengah kontroversi penanganan yang masih berlangsung. Orang tua akan
memahami kondisi anak dan kemungkinan yang dapat terjadi di kelak hari, sehingga
anak akan mendapat penerimaan kondisi kelainan oleh lingkungan pergaulannya,
sehingga psikologi anak tidak terganggu, juga mendapat penanganan medis yang
adekuat. Dalam menangani kriptorkismus, dokter tidak hanya memperbaiki anatomi
saja, tetapi juga memperhatikan faktor psikologis / emosional baik pada anak
maupun orang tuanya.
Embriologi
Ketika mesonepros mengalami degenerasi, suatu ligamen yang disebut
gubernakulum akan turun pada masing-masing sisi abdomen dari pole bawah gonal
melintas oblik pada dinding abdomen (yang kelak menjadi kanalis inguinalis) dan
melekat pada labioscrotal swelling ( yang kelak menjadi skrotum atau labia majora).
Kemudian kantong peritoneum yang disebut processus vaginalis berkembang pada
masing-masing sisi ventral gubernakulum dan mengalami herniasi melalui dinding
abdomen bawah sepanjang jalur yang dibentuk oleh gubernakulum. Masing-masing
processua vaginalis membawa perluasan dari lapisan pembentuk dinding abdomen,
bersama-sama membentuk funikulus spermatikus. Lubang yang ditembus oleh
processus vaginalis pada fascia transversalis menjadi anulus inguinalis internus,
sedang lubang pada aponeurosis m. obliquus abdominis externus membentuk anulus
inguinalis eksternus.
Sekitar minggu ke-28 intrauterine, testis turun dari dinding posterior abdomen
menuju anulus inguinalis internus. Perubahan ini terjadi akibat pembesaran ukuran
pelvis dan pemanjangan ukuran tubuh, karena gubernakulum tumbuh tidak sesuai
proporsinya, mengakibatkan testis berubah posisi, jadi penurunannya adalah
proporsi relatif terhadap pertumbuhan dinding abdomen. Peranan gubernakulum
pada awalnya adalah membentuk jalan untuk processus vaginalis selama
pembentukan kanalis inguinalis, kemudian gubernakulum juga sebagai jangkar/
pengikat testis ke skrotum. Massa gubernakulum yang besar akan mendilatasi jalan
testis, kontraksi, involusi, dan traksi serta fiksasi pada skrotum akan menempatkan
testis dalam kantong skrotum. Ketika tesis telah berada di kantong skrotum
gubernakulum akan diresorbbsi (Backhouse, 1966) Umumnya dipercaya bahwa
gubenakulum tidak menarik testis ke skrotum. Perjalanan testis melalui kanalis
inguinalis dibantu oleh peningkatan tekanan intra abdomen akibat dari pertumbuhan
viscera abdomen.
Kriptorkismus berasal dari kata cryptos (Yunani) yang berarti tersembunyi dan
orchis (latin) yang berarti testis. Nama lain dari kriptorkismus adalah
undescended testis, tetapi harus dijelaskan lanjut apakah yang di maksud
kriptorkismus murni, testis ektopik, atau pseudokriptorkismus. Kriptorkismus murni
adalah suatu keadaan dimana setelah usia satu tahun, satu atau dua testis tidak
berada didalam kantong skrotum, tetapi berada di salah satu tempat sepanjang jalur
penurunan testis yang normal. Sedang bila diluar jalur normal disebut testis ektopik,
dan yang terletak di jalur normal tetapi tidak didalam skrotum dan dapat didorong
masuk ke skrotum serta naik lagi bila dilepaskan disebut pseudokritorkismus atau
testis retraktil
Epidemiologi
Besar insidensi UDT berbeda pada tiap-tiap umur. Bayi baru lahir (3 6%), satu
bulan (1,8%), 3 bulan (1,5%), Satu tahun (0,5 0,8%). Bayi lahir cukup bulan 3%
diantaranya kriptorkismus, sedang lahir kurang bulan sekitar 33% . Pada berat badan
bayi lahir (BBL) dibawah 2000 gram insidensi UDT 7,7% BBL 2000-2500 (2,5%),
dan BBL diatas 2500 (1,41%) Insidensi kriptorkismus unilateral lebih tinggi
dibanding kriptorkismus bilateral. Sedang insidensi sisi kiri lebih besar (kiri 52,1%
vs kanan 47,9%). Di Inggris, insidensinya meningkat lebih dari 50% pada kurun
waktu 1965 1985. di FKUI RSUPCM kurun waktu 1987 1993 terdapat 82 anak
kriptorkismus, sedang di FKUSU RSUP. Adam Malik Medan kurun waktu 1994
1999 terdapat 15 kasus.
Etiologi
Penyebab pasti kriptorkismus belum jelas. Beberapa hal yang berhubungan adalah
1. Abnormalitas gubernakulum testis
Penurunan testis dipandu oleh gubernakulum. Massa gubernakulum yang besar
akan mendilatasi jalan testis, kontraksi, involusi, dan traksi serta fiksasi pada
skrotum akan menempatkan testis dalam kantong skrotum. Ketika tesis telah
berada di kantong skrotum gubernakulum akan diresorbsi (Backhouse, 1966)
Bila struktur ini tidak terbentuk atau terbentuk abnormal akan menyebabkan
maldesensus testis.
2. Defek intrinsik testis
Maldesensus dapat disebabkan disgenesis gonadal dimana kelainan ini membuat
testis tidak sensitif terhadap hormon gonadotropin. Teori ini merupakan
penjelasan terbaik pada kasus kriptorkismus unilateral. Juga untuk menerangkan
mengapa pada pasien dengan kriptorkismus bilateral menjadi steril ketika
diberikan terapi definitif pada umur yang optimum. Banyak kasus kriptorkismus
yang secara histologis normal saat lahir, tetapi testisnya menjadi atrofi /
disgenesis pada akhir usia 1 tahun dan jumlah sel germinalnya sangat berkurang
pada akhir usia 2 tahun.
Klasifikasi
Kriptorkismus dapat diklasifikasikan berdasar etiopatogenesis dan lokasi. Berdasar
etiopatogenesis kriptorkismus dapat dibagi menjadi :
Mekanik/anatomik : perlekatan, kelainan kanalis inguinalis
1. Endokrin/hormonal: kelainan aksis hipotalamus-hipofise-testis
2. Disgenesis
: kelainan interseks multipel
3. Herediter/genetik
Berdasarkan lokasi :
1. Skrotum tinggi (supraskrotal) : 40%
2. Intrakanalikuli (inguinal) : 20 %
3. Intraabdominal (abdomen) : 10 %
4. Terobstruksi
: 30%
Ada juga yang membagi lokasi sebagai berikut : (1) intraabdominal (2) Inguinal (3)
Preskrotal (4) Skrotal (5). Retraktil
Major , 1974 membagi kriptorkismus (dalam pengertian umum) membagi menjadi
1. Retensio Testis (dystopy of testicle) Diklasifikasikan sesuai tempatnya
a. Abdominal testicle (retensi abdominal)
b.Canalicular testicle ( retensio canalicularis superior et inferior ): testis benarbenar tak teraba
c. Inguinal testicle ( retensio inguinalis) : testis teraba di depan anulus
inguinalis eksternus
d. Testis reflexus (superfisial inguinal ectopy): bentuk paling umum. Testis
sebenarnya tidak melenceng dari alur normal. Gubernakulum memandu testis
menuju bagian bawah skrotum. Testis hanya bertempat di anterior
aponeurosis muskulus obliquus abdominis eksternus dan sesungguhnya ini
bukan suatu testis ektopik
Diagnosis
Anamnesis
Diagnosis UDT dapat dibuat oleh orangtua anak atau dokter pemeriksa pertama.
Umumnya diawali orangtua membawa anak ke dokter dengan keluhan skrotum
anaknya kecil. Dan bila disertai dengan hernia inguinalis akan dijumpai
pembengkakan atau nyeri berulang pada skrotum. Anamnesis ditanyakan :
1. Pernahkah testis diperiksa, diraba sebelumnya di skrotum.
2. Ada tidaknya kelainan kongenital yang lain, seperti hipospadia, interseks,
prunne belly syndroma, dan kelainan endokrin lain
3. Ada tidaknya riwayat UDT dalam keluarga
Tanda kardinal UDT ialah tidak adanya satu atau dua testis dalam skrotum. Pasien
dapat mengeluh nyeri testis karena trauma, misal testis terletak di atas simpisis ossis
pubis. Pada dewasa keluhan UDT sering dihubungkan dengan infertilitas
Pemeriksaan Fisik
1.
Penentuan lokasi testis
Beberapa posisi anak saat diperiksa : supine, squatting, sitting . Pemeriksaan testis
harus dilakukan dengan tangan hangat. Pada posisi duduk dengan tungkai dilipat
atau keadaan relaks pada posisi tidur. Kemudian testis diraba dari inguinal ke arah
skrotum dengan cara milking. Bisa juga dengan satu tangan di skrotum sedangkan
tangan yang lain memeriksa mulai dari daerah spina iliaka anterior superior
menyusuri inguinal sampai kantong skrotum. Hal ini mencegah testis retraksi karena
pada anak refleks muskulus kremaster cukup aktif yang menyebabkan testis
bergerak ke atas / retraktil sehingga menyulitkan penilaian.
Penentuan posisi anatomis testis sangat penting sebelum terapi karena berhubungan
dengan keberhasilan terapi. Testis retraksi tidak perlu terapi. Testis yang retraktil
sudah turun saat lahir, tetapi pada pemeriksaan tidak ditemukan di dalam skrotum
kecuali anak relaks.
Impalpable
UNDESCENDED
Intraabdominal
Retraktil
Ektopik
Superficial Inguinal
Anorchia
Dysplasia
Pemeriksaan Penunjang
Dilakukan bila testis impalpable atau meragukan beberapa modalitas penunjang
diperlukan.
1.Ultrasonografi (USG)
2.Merupakan modalitas pertama dalam menegakkan kriptorkismus.
------------------------------------------------------------------------------------ Alasan :
a. Sekitar 72% kriptorkismus terletak intrakanalikuler sehingga aksesibilitas USG
cukup baik
b.
Non invasif
c.Mudah didapat
d.Praktis/mudah dijadwalkan
e.Murah
Pada USG testis prepubertas mempunyai gambaran ekhogenitas derajat ringan
sampai sedang, dan testis dewasa ekhogenitas derajat sedang.
USG hanya efektif untuk mendeteksi testis di kanalis inguinalis ke superfisial,
dan tidak dapat mendeteksi testis di intraabdominal 8 Di luar negeri
keberhasilannya cukup tinggi (60-65%), sementara FKUI hanya 5,9%3. Hal ini
dipengaruhi oleh pengalaman operator.
3. CT Scan
Merupakan modalitas kedua setelah USG. CT Scan dapat mendeteksi testis
intraabdominal. Akurasi CT Scan sama baiknya dengan USG pada testis letak
inguinal. Sedang testis letak intraabdominal CT Scan lebih unggul ( CT Scan
96% vs USG 91%). False positif / negatif biasanya akibat pembesaran limfonodi.
Dapat dibedakan dengan testis karena adanya lemak di sekeliling limfonodi.
4. MRI
Dapat mendeteksi degenerasi maligna pada kriptorkismus. Kelemahannya loop
usus dan limfonodi dapat menyerupai kriptorkismus
5. Angiografi
Akurat tetapi invasif sehingga tidak disukai. Venografi Gadolium dengan MRI
lebih akurat dibanding MRI tunggal
Penanganan
Tujuan dari penanganan UDT adalah :
1. Meningkatkan vertilitas
2. Mencegah torsio testis
3. Mengurangi resiko cidera khususnya bila testis terletak di tuberkulum pubik
4. Mengkoreksi kelainan lain yang menyertai, seperti hernia
5. Mencegah / deteksi awal dari keganasan testis
6. Membentuk body image
Hindari dosis tinggi karena menyebabkan efek refrakter testis terhadap HCG,
udem interstisial testis, gangguan tubulus dan efek toksis testis. Kadar
testosteron diperiksa pre dan post unjeksi, bila belum ada respon dapat diulang 6
bulan berikutnya. Kontraindikasi HCG ialah UDT dengan hernia, pasca operasi
hernia, orchydopexy, dan testis ektopik. Miller (16) memberikan HCG pada
pasien sekaligus untuk membedakan antara UDT dan testis retraktil. Hasilnya
20% UDT dapat diturunkan sampai posisi normal, dan 58% retraktil testis dapat
normal.
b. LHRH
Dosis 3 x 400 ug intranasal, selama 4 minggu. Akan menurunkan testis secara
komplet sebesar 30 64 %.
c. HCG kombinasi LHRH
Dosis : LHRH 3 x 400 ug, intranasal, 4 minggu . Dilanjutkan HCG
intramuskuler 5 kali pemberian selang sehari. Usia kurang 2 tahun : 5 x 250 ug,
3 -5 tahun : 5 x 500 ug, di atas 5 tahun : 5 x 1000 ug.
Respon terapi : penurunan testis 86,4%, dengan follow up 2 tahun kemudian
keberhasilannya bertahan 70,6%.
Evaluasi terapi.
Berdasar waktu : akhir injeksi, 1 bulan, 3 bulan, 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan.
Berdasar posisi : respon komplet bila testis berada di skrotum, sedang respon
inkomplet bila testis posisi inguinal rendah Efek samping bersifat reversibel. Ujud
kelainan berupa bertambah ukuran testis, pembesaran penis, ereksi, meningkatnya
rugositas skrotum, tumbuhnya rambut pubis hiperpigmentasi dan gangguan emosi
Terapi Bedah
Tujuan pembedahan adalah memobilisasi testis, adequatnya suplay vasa spermatika ,
fiksasi testis yang adequat ke skrotum, dan operasi kelainan yang menyertainya
seperti hernia.
Indikasi pembedahan :
1.Terapi hormonal gagal
2.Terjadi hernia yang potensial menimbulkan komplikasi
3.Dicurigai torsio testis
4.Lokasi intraabdominal atau di atas kanalis inguinalis.
5.Testis ektopik
Tahapan :satu tahap atau 2 tahap tergantung vasa spermatika apakah panjang atau
pendek.
1. Orchydopexy Standar
Prinsip dari orchidopexy meliputi 3 tahap
1. Funikulolisis
Adalah pelepasan funikulus spermatikus dari musculus kremester dan
memungkinkan dapat memperpanjang ukurannya. Vasa testicularis di bebaskan
sejauh mungkin ke retroperitoneal dan dimobilisasi lebih ke medial yang akan
meluruskan dan memperpanjang vasa. Terdapat kesulitan ketika memobilisasi
vasa diatas vasa iliaca komunis
Beberapa metode yang digunakan untuk menurunkan testis ke skrotum antara
lain Ombredonne, Bevas, Torek, Cobot Nesbit, Longord, Gersung, Denis
Browne. George Major menolak metode Mauclain (menurunkan testis ke
kontralateral), juga tidak setuju UDT bilateral dikerjakan sekaligus dalam satu
tahap oleh karena ancaman infeksi dari kesulitan fiksasi pada septum skrotum
Funikulolisis dikerjakan melalui insisi inguinal tinggi dan testis diturunkan
dengan bantuan tarikan tali (benang) transcrotal ke paha Bila pasien UDT
disertai hernia inguinalis, kantung hernia kanan dibebaskan dari ligasi
seproximal mungkin, kantong vaginalis propria pada testis dan epidedimis
dipertahankan, karena serosa yang membungkus testis itu penting bagi
spermatogenesis.
Teknik funikulolisis menurut Beran (1903) memotong vasa testis bila vasa
tersebut sangat pendek dan diharapkan vaskularisasi yang adequat dari vasa vas
defferens. Tetapi teknik ini kurang bagus dengan alasan maturasi normal
memerlukan suplay vaskuler yang optimal.
3. Orchydopexy bertahap
a. Bedah : Testis dibungkus dengan lembaran silastic dan difiksasi ke pubis
pada tahap I. Setelah 6-8 bulan dilakukan tahap II berupa eksplorasi dan
memasukkan testis ke skrotum
b. Laparoskopi : Menjepit arteri testikularis dengan laparoskopi dikerjakan
pada tahap I intuk UDT tipe abdomen. Setelah 6-8 bulan dikerjakan
Stephen Flower Orchydopexy.
4. Autotransplantasi
Pembuluh darah testis dilakukan anastomosis pada vasa epigastrika inferior
dengan teknik mikrovaskuler.
5. Protesis Testis
Pemasangan implant testis silastik untuk knyamanan, kosmetik, dan psikis.
Komplikasi
Praoperasi
1. Hernia Inguinalis
Sekitar 90% penderita UDT mengalami hernia inguinalis lateralis ipsilateral
yang disebabkan oleh kegagalan penutupnan processus vaginalis. . Hernia repair
dikerjakan saat orchydopexy . Hernia inguinal yang menyertai UDT segera
dioperasi untuk mencegah komplikasi
2. Torsio Testis
Kejadian torsio meningkat pada UDT, diduga dipengaruhi oleh dimensi testis
yang bertambah sesuai volume testis. Juga dipengaruhi abnormalitas jaringan
penyangga testis sehingga testis lebih mobil
3. Trauma testis T
Testis yang terletak di superfisial tuberkulum pubik sering terkena trauma
4. Keganasan
Insiden tumor testis pada populasi normal 1 : 100.000, dan pada UDT 1 :
2550. Testis yang mengalami UDT pada dekade 3-4 menpunyai
kemungkinan keganasan 35-48 kali lebih besar . UDT intraabdominal 6 kali
lebih besar terjadi keganasan dibanding letak intrakanalikuler. Jenis
neoplasma pada umumnya ialah seminoma. Jenis ini jarang muncul sebelum
usia 10 tahun. Karena alasan ini maka ada pendapat yang mengatakan UDT
usia diatas 10 tahun lebih baik dilakukan orchydectomy dibandingkan
orchydopexy(4). Menurut Gilbert & Hamilton sekitar 0,2 0,4 % testis
ektopik menjadi ganas. Sedang testis dystopik angka keganasannya 8-15%.
Campbell menyebut 0,23% untuk ektopik testis dan 11% untuk dystopik
testis. Sementara UDT intrabdominal keganasan 5% dan inguinal 1,2%.
Infertilitas
Penyebabnya ialah gangguan antara germ cell . Infertilitas UDT bilateral 90%,
sedang UDT unilateral 50% (2). Lipschultz, 1976 menunjukkan adanya
spermatogenesis yang abnormal post orchydopexy pada laki-laki umur 21-35 tahun
UDT unilateral. Dan menduga bahwa ada abnormalitas bilateral testis pada UDT
unilateral
Psikologis
Timbul perasaan rendah diri fisik atau seksual akibat body image yang muncul.
Biasanya terjadi saat menginjak usia remaja (adoloscence) orang tua biasanya
mencemaskan akan fertilitas anaknya.
Pasca Operasi
1.
Infeksi
Sangat jarang bila tindakan a/antiseptik baik, diseksi yang smooth dan
gentle akan meminimalkan terjadinya hematom
2.
Atropi Testis
Karena funikulolisis tak adequat, traksi testis berlebihan, atau torsio
funikulus spermatikus saat tranposisi testis ke skrotum
PROGNOSIS
Menurut Docimo 10 kesuksesan operasi UDT letak distal anulus inguinalis internus
sebesar 92%, letak inguinal (89%), orchidopexy teknik mikrovaskuler (84%),
orchidopexy abdominal standar (81%) staged Fowler-Stephens orchidopexy (77%),
Fowler-Stephens orchidopexy standar (67%)
UDT biasanya turun spontan tanpa intervensi pada tahun pertama kehidupan.
Resiko terjadinya keganasan lebih tinggi di banding testis normal. Fertilitas pada
UDT bilateral: 50% punya anak, sedang UDT unilateral 80%.
Varicocele
-----------------------------------------------
RD
Collection 2002
Torsio Testes
--------------------------------------
RD
Collection 2002
Adalah dilatasi abnormal / varises dari vena spermatika interna ( Pleksus pampiniformis
proksimal dari testes ) akibat terganggunya aliran darah balik vena spermatika interna.
Insiden 10% pada usia muda , dimana sebelah kiri lebih sering dari yang kanan , karena
Vena spermatika interna kiri bermuara pada vena renalis kiri dengan arah tegak lurus ,
sedang yang kanan bermuara pada vena cava dengan arah miring serta Vena spermatika
interna kiri lebih panjang dan katupnya lebih sedikit
Etiologi
Inkompeten dari klep akibat pengaruh gravitasi sehingga pengosongan darah pleksus
pampiniformis jelek, secara bertahap vena menjadi lebar dan berkelok.
Vena spermatika interna kiri bermuara pada vena renalis kiri dengan arah tegak lurus ,
sedang yang kanan bermuara pada vena cava dengan arah miring
Vena spermatika interna kiri lebih panjang dari yang kanan dan katupnya lebih sedikit
Varikokel dapat menimbulkan proses spermatogenesis karena :
Stagnasi darah balik testes hipoksia
Refluk hasil metabolit ginjal dan adrenal melalui vena spermatika interna
Peningkatan suhu testes
Anastomose pleksus pampiniformis kiri dan kanan gangguan spermatogenesis
testes kanan INFERTILITAS
Klinis
Belum punya anak stelah beberapa tahun menikah
Benjolan di atas testes terasa nyeri
Pemeriksaan
Pasien dalam keadaan berdiri nampak adanya masa vena dilatasi / berkelok berada di
belakang dan atas dari testes (Manuver Valsava )
Grade I
: sulit diobservasi
Grade II I dengan valsava teraba
Grade III : Teraba saat bangun tidur
Analisa sperma
Terapi
Ligasi Tinggi vena spermatika interna di atas anulus inguinalis internus ( PALOMO)
Varikolektomi metode IVANISEVICH
Perkutan memasukan bahan skelrosing ke vena spermatika interna, metode ini tidak
dilakukan lagi karena resiko emboli
Etiolgi Perubahan suhu yang mendadak ( saat berenang), Celana ketat, Trauma
scrotum
Gambaran Klinis
Anamnesa
Nyeri daerah scrotum mendadak dijalarkan ke inguinal
Pembengkaan testes
Mual, muntah
Pemeriksaan
I : Testes bengkak, sakit, letak lebih tinggi dari sisi kontralateral
P : teraba penebalan funikulus spermatika , rasa sakit bertambah bila testes diangkat kearah
simpisis pubis Phrens sign (+)
Diferensial diagnose dengan epididimitis. Dibedakan dengan pemeriksaan dopler, dimana
pada torsio tidak nampak aliran darah arteri , sedang pada epididimitis vaskularisasinya
bertambah.
Terapi
Detorsi Manual
Mengembalikan posisi testes keasalnya dengan memutar testes ke arah berlawanan
dengan arah torsio , dengan lokal anestesi (lidokain 1%) pada funikulus spermatikus di
anulus eksternus 10-20 cc bila gagal dilakukan operasi
Operasi
Tujuan menghembalikan testes kearah yang benar , menilai testes masih viabel atau
nekrosis , bila
- Viabel Orkidopeksi pada tunika dartos, dilanjutkan orkidopeksi sisi kontralateral
pada 3 tempat
Terapi
Hidrocele
--------------------------------------------------
RD
Collection 2002
Adalah penumpukan cairan berlebihan diantara lapisan parietalis dan viseralis tunika
albugenia.
Etiologi
Bayi
- Penutupan proc vaginalis belum sempurna sehingga terjadi aliran cairan peritoneum ke
proc vaginalis
- Sistem limfatik belum sempurna sehingga resorbsi cairan terganggu
Dewasa Tumor, infeksi testes or epididimis
Gambaran Klinis
Pada anamnesa terdapat Benjolan di kantong scrotum tidak nyeri , sedang pada Palpasi
benjolan kistik dengan transiluminasi (+)
Macam ;
Hidrokel testes
Seolah olah mengelilingi testes dimana testes tak teraba dan besar kantong tetap
Hidrokel funikulus
Terletak di sebelah kranial testes dimana testes teraba dan besar kantong tetap
Hidrokel komunikans
Terdapat hubungan melalui kanalis inguinalis kerongga perut dimana testes teraba dan
besar kantong berubah. Penderita mengeluh pembengkaan bertambah sepanjang hari
dan berkurang sesudah tidur malam.
Carsinoma TESTES
--------
RD-Collection
2002
Insidensi
Kanker testis adalah salah satu dari sedikit neoplasma yang dapat didiagnosis secara
akurat melalui pemeriksaan penanda tumor ( tumor marker ) pada serum tersangka
penderita yaitu pemeriksaan human chorionic gonadotropin (bhCG) dan
fetoprotein (AFP). Insiden kanker testis memperlihatkan angka yang berbeda-beda
di tiap negara, begitu pula pada setiap ras dan tingkat sosioekonomi. Di negara
skandinavia dilaporkan 6,7 kasus baru dari 100.000 laki-laki tiap tahunnya
sedangkan di Jepang didapatkan 0,8 dari 100.000 penduduk laki-laki. Di Amerika
Serikat ditemukan 6900 kasus baru kanker testis setiap tahunnya. ( greenlee et
all,2000 ) Kemungkinan seorang laki-laki kulit putih untuk terkena kanker testis
sepanjang hidupnya di Amerika Serikat adalah 0,2%. Saat ini angka survival pasien
dengan tumor testis meningkat, hal ini memperlihatkan perkembangan dan
perbaikan dalam pengobatan dengan kombinasi kemoterapi yang efektif. Secara
keseluruhan 5-years survival rate mengalami peningkatan dari 78% pada 1974-1976
menjadi 91% pada 1980 1985. Puncak insiden kasus tumor testis terjadi pada
usia-usia akhir remaja sampai usia awal dewasa ( 20-40 tahun ), pada akhir usia
dewasa ( Lebih dari 60 tahun ) dan pada anak ( 0-10 tahun ). Secara keseluruhan
insiden tertinggi kasus tumor testis terjadi pada pria dewasa muda, hal ini membuat
tumor ini menjadi neoplasma tersering pada pria usia 20-34 tahun dan tumor
tersering kedua pada pria usia 35-40 tahun di Amerika Serikat dan Inggris Raya.
Kanker testis sedikit lebih sering terjadi pada testis kanan dibanding testis kiri, ini
berhubungan dengan lebih tingginya insidensi kriptoidisme pada testis kanan
dibanding testis kiri. Pada tumor primer testis 2-3 % adalah tumor testis bilateral
dan kira-kira 50% terjadi pada pria dengan riwayat kriptokidisme unilateral ataupun
bilateral. Jika tumor testis sekunder disingkirkan maka insiden tumor testis primer
bilateral 1 2,8 % dari seluruh kasus tumor sel germinal testis.Tumor primer testis
bilateral dapat terjadi secara berbarengan ataupun tidak, tetapi cenderung memiliki
kesamaan jenis histilogisnya. Dari penelitian oleh Bach dkk ( 1983 ) di dapatkan
seminoma merupakan tumor primer testis bilateral tersering ( 48 % ) sedangkan
limfoma maligna adalah tumor testis sekunder bilateral tersering.
Etiologi
Saat ini belum diketahui faktor yang menjadi penyebab terjadinya tumor testis,
adanya faktor bawaan dan didapat merupakan faktor yang dikaitkan dengan penyakit
ini dan kriptokidisme merupakan faktor terkuat yang diduga menjadi penyebab
kanker testis. Faktor resiko tertinggi terjadinya kanker testis adalah adanya testis
intra abdomen yang diakibatkan oleh undescensus testis ( 1 kasus dari 20 kasus
Faktor kongenital
Kriptokidisme
Whiteker ( 1970 ) dan Mostofi ( 1973 ) mengemukakan 5 keadaan yang
dianggap kriptokidisme menjadi penyebab terjadinya tumor testis yaitu :
1. Morfologi sel germinal yang abnormal.
2. Peningkatan temperatur tempat testis berada (intraabdomen atau spermatic
cord )
3. Gangguan aliran darah.
4. Kelainan fungsi endokrin.
5. Disgenesis kelenjar gonad.
Insiden pasti kasus kriptokidisme belum diketahui, ini dikarenakan seringkali
data pasien dengan kriptokidisme bercampur dengan data pasien dengan testis
retraktil.. Henderson dkk ( 1979 ) menyimpulkan bahwa pria dengan riwayat
kriptokidisme memiliki resiko 3-14 kali untuk terkena tumor testis dibanding
pria tanpa riwayat kriptokidisme. Campbell ( 1942 ) mengemukakan
penelitiannya bahwa 25% pasien dengan kriptokidisme bilateral dan akhirnya
menjadi kanker testis memiliki resiko yang besar untuk terkena tumor sel
germinal testis untuk kedua kalinya pada testis sisi yang lain.
Hormon
Terjadinya fluktuasi hormon seks memiliki kontribusi bagi perkembangan tumor
testis, ini didasari oleh penelitian pada hewan dan manusia. Pemberian estrogen
pada tikus yang sedang hamil menyebabkan tikus tersebut melahirkan anak-anak
yang menderita kriptokidisme dan disgenesis kelanjar gonad ( Nomura dan
Atrof
Terjadinya infeksi bakteri nonspesifik virus mump pada testis diduga menjadi
penyebab terjadinya atrofi testis yang potensial menjadi penyebab terjadinya
tumor testis. Namun demikian peran atrofi testis sebagai faktor penyebab
terjadinya tumor testis masih merupakan spekulasi.
Klasifikasi
World health organization ( WHO ) mengemukakan suatu standar kriteria patologi
untuk mendiagnosis kanker testis dan standar ini mampu menghapuskan
kebingungan para ahli dalam menentukan sistem staging mana yang ingin dipakai
sebagi pegangan.
The recommended pathological classification (modified World Health
Organization 2004) is shown below:
1. Germ cell tumours
. Intratubuler germ cell neoplasia
. Seminoma (including cases with syncyotrophoblastic cells)
. Spermatocytic seminoma (mention if there is sarcomatous component)
. Embryonal carcinoma
. Yolk sac tumour:
- Reticular, solid and polyvesicular patterns
- Parietal, intestinal, hepatoid and mesenchymal differentiation
. Choriocarcinoma
. Teratoma (mature, immature, with malignant component)
. Tumours with more than one histological type (specify % of individual
components)
2. Sex cord stromal tumours
. Leydig cell tumour
. Sertoli cell tumour (typical, sclerozing, large cell calcifying)
. Granulosa (adult and juvenile)
. Mixed
. Unclassified
3. Mixed germ cell/sex cord stromaltumours
Ray dkk ( 1974 ) mengemukakan bahwa sebagian besar pasien ( 71 dari 75 pasien
atau sekitar 95% ), dengan tumor testis primer merupakan karsinoma sel embrional
dan seminoma. Seminoma adalah tumor testis yang jarang sekali bermetastase ke
tempat lain ( 2 dari 75 pasien atau 3% ).
1. Seminoma
Terdapat 3 subtipe gambaran histologis dari tumor jenis ini yaitu :
Seminoma klasik
Disebut juga typical seminoma. Seminoma jenis ini meliputi sebagian besar
dari seluruh kasus seminoma ( 85%), sering terjadi pada dekade ke 4
kehidupan namun tidak jarang terjadi pada pria usia 40 atau 50 tahunan.
Secara makroskopis tampak nodul berwarna abu-abu yang menyatu dan
secara mikroskopis terlihat lapisan yang monoton pada sel besar dengan
sitoplasma yang jernih dengan inti sel padat. Pada 10-15% kasus tampak
terlihat sel-sel sinsitiotrofoblas dan ini sesuai dengan jumlah kasus seminoma
yang disertai dengan adanya produksi hCG.
Seminoma anaplastik
5-10% seluruh kasus seminoma. Untuk mendiagnosis adanya seminoma
anaplastik secara mikroskopis harus ditemukan 3 atau lebih sel mitosis
perlapang pandang besar dan sel-selnya memperlihatkan adanya inti sel
pleomorfisme dengan derajat yang lebih tinggi dari subtipe seminoma klasik.
Seminoma anaplastik cenderung memperlihatkan staging yang lebih tinggi
dari pada subtipe seminoma klasik. Meskipun sangat jarang, seminoma
anaplastik menjadi sangat penting karena 30% pasien yang akhirnya
meninggal karena seminoma adalah dari subtipe anaplastik. Sejumlah tanda
yang menunjukkan bahwa seminoma ini lebih agresif dan lebih memiliki
potensi menyebabkan kematian dari pada jenis klasik. Hal tersebut dapat
dilihat bahwa seminoma jenis ini : (a) Memiliki aktivitas mitotik yang lebih
besar, (2) rate of invasion yang lebih tinggi, (3) rate of metastase yang tinggi
dan (4) Produksi tumor marker terutama hCG yang lebih tinggi.
Seminoma spermatositik
Subtipe ini meliputi 5-10% dari seluruh subtipe seminoma. Secara
mikroskopis tampak variasi ukuran sel dan karakter sel berupa perbedaan
pada kekeruhan sitoplasma sel dan terlihat adanya intisel yang bulat dengan
kromatin yang memadat. Lebih dari setengah pasien dengan seminoma
spermatositik berumur lebih dari 50 tahun.
hematogen lebih awal. Sebaliknya sebuah lesi kecil pada testis dapat
merupakan suatu metastase jauh dari keganasan di tempat lain.
2. Non-seminoma
a. Karsinoma sel embrional
Tipe dewasa
Secara histologis memperlihatkan tanda pleomorfisme dan batas sel yang
tidak jelas. Secara makroskopis kemungkinan tampak terlihat adanya
hemoragis yang luas dan jaringan yang nekrotik.
Tipe infantil
Dengan nama lain tumor yolk sac atau tumor sinus endodermal adalah tumor
testis tersering pada bayi dan anak-anak. Jika ditemukan pada usia dewasa
maka kemungkinan merupakan tipe campuran dan sangat mungkin jenis
tumor yang menghasilkan AFP. Secara mikroskopis terlihat adanya
sitoplasma yang mengalami vakuolisasi oleh adanya deposit lemak dan
glikogen. Tampak pula terlihat badan embrioid dan terlihat seperti embrio
berusia 1-2 minggu yang terdiri dari sebuah ruang yang dikelilingi oleh
sinsitiotrofoblas dan sitotrofoblas.
b. Teratoma
Tumor ini dapat ditemukan pada anak-anak dan dewasa. Tumor ini terdiri
lebih dari satu lapisan sel germinal yang bervariasi dalam maturasi dan
diferensiasinya.
Secara makroskopis tumor ini tampak berlobus-lobus dan terdiri dari
beragam ukuran kista-kista yang berisi materi gelatin dan musin. Secara
mikroskopis, ektoderm mungkin ditunjukkan oleh jaringan neural dan epitel
skuamosa, endoderm oleh saluran cerna, pankreas dan jaringan teratoma
jenis matur memiliki gambaran struktur yang jinak yang berasal dari
ektoderm, mesoderm dan endoderm, sedangkan teratoma jenis immatur
terdiri dari jaringan primitif yang tidak terdiferensiasi pembentuk sistem
respirasi sedangkan mesoderm ditunjukkan oleh otot polos atau otot lurik,
jaringan kartilago dan tulang.
c. Koriokarsinoma
Keganasan ini terlihat sebagai sebuah lesi yang kecil dan biasanya terdapat
suatu pendarahan pada bagian tengahnya. Secara klinis, koriokarsinoma
merupakan keganasan yang agresif karena tumor ini menyebar luas secara
e.
Karsinoma in situ
Pada sebuah penelitian yang melibatkan 250 pasien dengan tumor testis satu
sisi, Berthelsen dkk (1982) mengemukakan bahwa 13 (5,2%) pasien memiliki
karsinoma in situ pada testis sisi yang lainnya, persentase ini bahkan 2 kali
lebih besar daripada persentase kasus kanker testis yang mengenai kedua
testis. Dari 13 kasus itu setelah dilakukan pengamatan selama 3 tahun 2
kasus berkembang menjadi kanker testis yang bersifat invasif.
Pemeriksaan foto rontgen dada dan CT-scan abdomen dan pelvis dilakukan untuk
mengetahui adanya metastase ke paru dan retroperitoneal yang paling sering
menjadi tempat penyebaran tumor testis. Magnetic resonance imaging ( MRI )
secara umum tidak memberikan informasi gambaran radiologis yang lebih baik
daripada CT-scan pada kasus tumor testis.
Staging
Boden dan Gibb membagi tumor menjadi :
Stage A adalah lesi yang hanya ditemukan pada testis
Stage B memperlihatkan adanya penyebaran ke kelenjar getah bening regional
Stage C penyebaran kanker melewati kelenjar getah bening retroperitoneal.
Diagnosis Banding
Kesalahan dalam membuat diagnosis pada pemeriksaan awal terjadi pada kira-kira
25 % pasien dengan tumor testis dan pada akhirnya menimbulkan keterlambatan
dalam penatalaksanaannya dan kesalahan yang bersifat fatal berupa tindakan
pembedahan melalui approach yang keliru ( insisi pada skrotum ) untuk melakukan
eksplorasi testis.
Epididimitis atau epididimoorchitis.
Pada keadaan awal epididimitis memperlihatkan gejala berupa pembesaran, nyeri
tekan pada epididimis yang sangat jelas terpisah dari testis, tapi pada keadaan
lanjut dengan peradangan yang menjalar ke testis maka gejala-gejala tadi akan
melibatkan juga testis. Adanya riwayat demam, discharge uretra dan gejala
iritatif pada berkemih lebih memungkinkan untuk mendiagnosis epididimis.
Pemerksaan dengan USG dapat menentukan bahwa pembesaran berasal dari
epididimis dan bukan dari testis.
Hidrokel,
Pemeriksaan transiluminasi skrotum dapat dengan mudah membedakan antara
adanya cairan pada hidrokel dengan masa padat pada tumor testis. Pada 5-10%
pasien dengan tumor testis ditemukan adanya hidrokel dengan demikian apabila
dengan pemeriksaan fisik terdapat kesulitan dalam membedakan keduanya maka
pemeriksaan USG merupakan suatu keharusan.
Spermatokel,
Massa kistik pada epididimis, hematokel oleh karena trauma, varikokel dan
orchitis granulomatosis yang sering disebabkan oleh tuberkolosis. Tuberkulosis
pada testis hampir selalu berasal dari infeksi kuman ini pada epididimis.
Merupakan hal yang sangat sulit untuk membedakan pembengkakan oleh radang
tuberkulosis dengan massa tumor testis, oleh karena itu jika pada pemberian
OAT didapatkan respon yang lambat maka sebaiknya dilakukan eksplorasi testis.
Penatalaksanaan
Prinsip penanganan pasien dengan tumor sel germinal adalah merujuk pada riwayat
alamiah dari tumor, staging klinis dan efektivitas pengobatan.
Tindakan
orchiectomi radikal adalah tindakan bedah yang harus dilakukan. Apabila dari
serangkaian pemeriksaan adanya kanker testis tidak dapat di singkirkan maka
tindakan ini dapat dikerjakan. Tindakan biopsi melalui skrotum atau membuka
testis harus dihindari. Penatalaksanaan selanjutnya tergantung pada hasil
pemeriksaan histopatologi dan staging tumor secara patologi.
Nonseminoma
Orchiektomi inguinal saja mampu menyembuhkan 60-80% pasien. Tindakan
retroperitoneal lymph node dissection ( RPLND ) perlu dilakukan dengan
tujuan terapi dan diagnostik. Penyebaran dapat terjadi pada kira-kira 30%
pasien dengan nonseminoma yang secara klinis masuk dalam staging I (occult
metastase) sehingga pada klasifikasi patologi masuk dalam staging IIA.
Tindakan RPLND dilakukan melalui thoracoabdominal approach3
Nonseminoma
Retroperitoneal lymph node dissection ( RPNLD ) merupakan tindakan
operasi yang standar dilakukan pada pasien dengan tumor nonseminoma stage
IIA dan IIB yang pada hasil pemeriksaan tumor marker ( AFP ) normal, jika
terdapat peningkatan kadarnya dalam darah dan timbul gejala dan tanda adanya
kelainan sistemik akibat metastase tumor maka terapi yang harus dilakukan
adalah pemberian kemoterapi primer yang terdiri dari bleomycin, etoposide dan
cisplatin ( BEP ), vinblastin, cyclophosphamide, dactinomicyn, bleomycin, dan
cisplatin
( VAB-6 ) dan cisplatin-etoptoside.
Cisplatin diberikan sebanyak dua siklus jika ditemukan :
Lebih dari 6 kelenjar getah bening terkena.
Terdapat massa tumor yang berukuran lebih dari 2 cm.
Adanya tumor di luar kelenjar getah bening.
Jika terjadi kekambuhan maka pemberian cisplatin dapat dilakukan sebanyak
3-4 siklus.
Nonseminoma
Pasien dengan massa tumor yang besar di daerah retroperitoneal ( lebih dari 3 cm
atau terdapat pada 3 slice CT-scan ) atau terdapat metastase maka terapi dengan
kemoterapi primer merupakan keharusan setelah dilakukan orchiektomi. Jika
hasil pemeriksan tumor marker normal dan pemeriksaan radiologi terlihat adanya
massa maka harus dilakukan tindakan reseksi karena massa tersebut 20%
merupakan sisa massa tumor, 40% adalah teratoma dan 40 % merupakan massa
tumor yang mengalami fibrosis. Beberapa ahli menganjurkan tetap perlu
dilakukan RPNLD karena lebih dari 10% kasus tetap ditemukan massa tumor,
walaupun hasil kemoterapi menunjukkan hasil yang sangat baik perlu dilakukan
evaluasi kadar tumor marker selama pemberian kemoterapi untuk mengetahui
respon tumor terhadap pengobatan. 3
Protokol Penatalaksanaan Tumor Testis Nonseminoma di FKUI/RSCM
STADI KGB
OPERASI
JENIS KEMOTERAPI
UM
I
Negatif
RPLND
BEP 2x bila Karsinoma
ipsilateral
Embrional, pT2,invasi
vaskuler
IIA
< 2 Cm
RPLND
BEP 2x
ipsilateral
IIB
2 5 Cm
RPLND
BEP 2x
ipsilateral
IIC
> 5 Cm
BEP 4x
III
Supraklavikula
BEP 4x
atau
mediastinum
IV
Ekstralimfatik
BEP 4x
Protokol Penatalaksanaan Tumor Testis Seminoma di FKUI/RSCM
STADIUM
PENATALAKSANAAN
I
Radioterapi ipsilateral
IIA
Radioterapi ipsilateral dan booster pada lesi
yang terlihat
IIB
Radioterapi ipsilateral dan booster pada lesi
yang terlihat
IIC
BEP 4x
III
BEP 4x
IV
BEP 4x
Orchiektomi radikal
Indakasi kecurigaan adanya tumor testis. Kecurigaan tumor testis apabila pada
pemeriksaan fisik ditemukan adanya massa yang irreguler yang berasal dari testis,
tidak terdapat keluhan nyeri. Kecurigaan ini harus dipastikan melalui pemeriksaan
Doppler ultrasonografi pada skrotum. Adanya tumor testis diperlihatkan oleh
gambaran hipoekoik yang hipervaskuler pada lesi intratestikuler. Tindakan ini
dilakukan untuk menentukan diagnosis histopatologi dan staging T.. Pada sedikit
kasus memang terjadi hal yang tidak diinginkan tetapi ini disebabkan oleh karena
tumor spillage, orchiectomy subtotal atau operasi melalui transscrotal ( whitmore,
1982 ).
Tindakan orchiectomy dilakukan dengan anestesi umum ataupun anestesi lokal
dan dapat dilakukan pada pasien-pasien rawat jalan. Pasien dalam posisi supine
dengan skrotum ditempatkan dalam medan operasi yang steril. Dilakukan insisi
oblique pada daerah inguinal kira-kira 2 cm diatas tuberculum pubicum dan
dapat diperlebar sampai ke skrotum bagian atas untuk mengangkat tumor yang
berukuran besar.
Insisi pada fasia Camper dan Scarpa sampai ke aponeurosis obliqus eksternus
dilanjutkan dengan menginsisi aponeurosis sesuai dengan arah seratnya sampai
mencapai anulus inguinalis internus.
Identifikasi nervus ilioinguinalis dan funikulus spermatikus setinggi anulus
inguinalis internus dibebaskan dan diisolasi dengan menggunakan klem
atraumatik atau turniket penrose 0,5 inchi.
Testis dan kedua tunika pembungkusnya dikeluarkan dari skrotum secara
tumpul dengan hati-hati, jika akan dilakukan biopsi atau subtotal orchiectomy,
pengeleluaran testis dari skrotum dilakukan sebelum membuka tunika vaginalis
dan menginsisi jaringan testis.
Orchiectomy radikal diakhiri dengan memasukkan funikulus spermatikus ke
dalam anulus inguinalis internus dan meligasi pembuluh darah vas deferen dan
funikulus spermatikus secara sendiri-sendiri.
Dilakukan irigasi pada luka dan skrotum dan hemostasis lalu dapat dilalukan
pemasangan protease testis.
Selanjutnya dilakukan penutupan aponeurosis muskulus obliqus eksternus
dengan benang prolene 2-0, fasia scarpa dijahit dengan benang absorbable dan
selanjutnya dilakukan penutupan kulit. Dressing dengan penekanan pada
skrotum dapat meminimalisasi terjadinya udema paska operasi.
Figure 821. Approach for radical inguinal orchiectomy. The incision is shown in
the inset. The external oblique fascia is divided in line with its fibers down to the
external inguinal ring.
Nonseminoma
Pasien pada stage I yang menjalani orkiektomi radikal dan RPLND memiliki 5years disease-fre surviva rate yang tinggi mencapai 96-100%. Pada pasien stage II
dengan massa tumor yang kecil dan telah menjalani orkoiektomi radikal dan
kemoterapi 5-years disease-fre surviva rate nya mencapai 90% sedangkan pasien
pada stage ini tapi dengan massa tumor yang besar yang telah dilakukan orkiektomi
radikal diikuti dengan kemoterapi dan RPLND memiliki 5-years disease-fre surviva
rate sebesar 55-80%.
Tindak Lanjut
Pasien yang telah menjalani tindakan RPLND atau radioterapi memerlukan
pengamatan lanjutan setiap 3 bulan selama 2 tahun, lalu setiap 6 bulan selama 5
tahun selanjutnya setiap satu tahun. Pada setiap kunjungan haruslah dilakukan
pemeriksaan fisik pada sisa testis, abdomen dan kelenjar getah bening sekitarnya,
perlu pula dilakukan pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan kadar AFP, hCG
dan LDH. Selain itu perlu pula dilakukan pemeriksaan foto rontgen thorak dan
abdomen.
Evaluasi respon pengobatan menurut kriteria UICC (1987 ) :
1. Ukuran tumor yang dievaluasi paska pengobatan, berupa :
a.
Penurunan ukuran tumor dan atau ukuran metastase tumor, penurunan 2x
ukuran diameter yang saling tegak lurus dalam centimeter.
b.
Perbaikan yang tidak dapat diukur, rekalsifikasi lesi tulang osteolitik,
perkiraan penurunan ukuran lesi seperti pada massa abdomen.
Figure 822. After the cord has been controlled with a tightened Penrose drain or
rubber-shod clamp, the testicle is mobilized out of the scrotum using blunt
dissection.
2. Durasi remisi
Waktu yang diukur sejak mulai pengobatan sampai munculnya tumor baru
( ukuran tumor lebih dari 25% dari hasil 2x pengukuran diameter tumor ) ,
diukur sebelum dan sesudah pengobatan. Remisi dinyatakan dalam hari, minggu
dan bulan.
3. Gonadoblastoma
Gonadoblastoma hanya meliputi 0,5% dari seluruh kasus tumor testis dan hampir
selalu ditemukan pada pasien dengan disgenesis testis. Penderita tumor ini
sebagian besar dijumpai pada usia dibawah 30 tahun.
Manifestasi klinis yang terlihat pada kelainan ini berkaitan dengan keadaan yang
mendasari timbulnya gonadoblastoma yaitu adanya disgenesis kelenjar gonad.
Hal yang penting diperhatikan bahwa 4/5 pasien gonadoblasoma secara fenotip
adalah wanita dan pada penderita pria murni biasanya menderita kriptokidisme
dan hipospadia.
Terapi pilihan untuk gonadoblastoma adalah orchiektomi radikal. Jika
ditemukan adanya disgenesis kelenjar gonad maka tindakan gonadektomi
kontralateral selain dari pengangkatan kelenjar gonad yang terkena merupakan
indikasi dari kelainan ini karena gonadoblastoma cenderung untuk mengenai
kedua testis.