Anda di halaman 1dari 22

SCROTUM & TESTES

--------------------------- RD-Collection 2002

----------------------------

Anatomi testis
Testis merupakan organ yang berperan dalam proses reproduksi dan hormonal.
Fungsi utama dari testis adalah memproduksi sperma dan hormon androgen
terutama testosteron. Sperma dibentuk di dalam tubulus seminiferus yang memiliki 2
jenis sel yaitu sel sertoli dan sel spermatogenik. Diantara tubulus seminiferus inilah
terdapat jaringan stroma tempat dimana sel leydig berada.
Testis normal berukuran rata-rata 4x3x2,5 cm. Organ ini diliputi oleh suatu lapisan
yang disebut dengan tunika albuginea, oleh suatu septa-septa jaringan ikat testis
dibagi menjadi 250 lobus. Pada bagian anterior dan lateral testis dibungkus oleh
suatu lapisan serosa yang disebut dengan tunika vaginalis yang meneruskan diri
menjadi lapisan parietal, lapisan ini langsung berhubungan dengan kulit skrotum. 4
Di sebelah posterolateral testis berhubungan dengan epididimis, terutama pada pool
atas dan bawahnya. Testis terdapat di dalam skrotum yang merupakan lapisan kulit
yang tidak rata dimana di bawahnya terdapat suatu lapisan yang disebut tunika
dartos yang terdiri dari serabut-serabut otot.

Peredaran darah testis memiliki keterkaitan dengan peredaran darah di ginjal karena
asal embriologi kedua organ tersebut. Pembuluh darah arteri ke testis berasal dari
aorta yang beranastomosis di funikulus spermatikus dengan arteri dari vasa
deferensia yang merupakan cabang dari arteri iliaka interna. Aliran darah dari testis
kembali ke pleksus pampiniformis di funikulus spermatikus. Pleksus ini di anulus
inguinalis interna akan membentuk vena spermatika. Vena spermatika kanan akan
masuk ke dalam vena cava inferior sedangkan vena spermatika kiri akan masuk ke
dalam vena renalis kiri.

Saluran limfe yang berasal dari testis kanan mengalir ke kelenjar getah bening di
daerah interaortacaval, paracaval kanan dan iliaka komunis kanan, sedangkan
saluran limfe testis kiri mengalirkan isinya ke kelanjar getah bening paraaorta kiri
dan daerah hilus ginjal kiri, paracaval kiri dan iliaka kiri.

sistem limfatik dari testis kanan

sistem limfatik dari testis kiri

Anatomi regio retroperitoneum

Undescended Testes

---------------

RD-

Collection 2002

Ketika skrotum anak tidak dijumpai testis, orang tuanya akan dihantui kebimbangan
tentang kelelakian anaknya. Dokter akan berpikir sekitar kanker testis, dan yang
paling penting lagi anak akan malu dan cemas dalam pergaulan. Pemahaman
masalah kriptorkismus secara holistik akan membimbing dokter , orang tua dan anak
dalam menyikapi kelainan yang ada. Dokter akan memberikan pelayanan yang
optimal ditengah kontroversi penanganan yang masih berlangsung. Orang tua akan
memahami kondisi anak dan kemungkinan yang dapat terjadi di kelak hari, sehingga
anak akan mendapat penerimaan kondisi kelainan oleh lingkungan pergaulannya,
sehingga psikologi anak tidak terganggu, juga mendapat penanganan medis yang
adekuat. Dalam menangani kriptorkismus, dokter tidak hanya memperbaiki anatomi
saja, tetapi juga memperhatikan faktor psikologis / emosional baik pada anak
maupun orang tuanya.

Embriologi
Ketika mesonepros mengalami degenerasi, suatu ligamen yang disebut
gubernakulum akan turun pada masing-masing sisi abdomen dari pole bawah gonal
melintas oblik pada dinding abdomen (yang kelak menjadi kanalis inguinalis) dan
melekat pada labioscrotal swelling ( yang kelak menjadi skrotum atau labia majora).
Kemudian kantong peritoneum yang disebut processus vaginalis berkembang pada
masing-masing sisi ventral gubernakulum dan mengalami herniasi melalui dinding
abdomen bawah sepanjang jalur yang dibentuk oleh gubernakulum. Masing-masing
processua vaginalis membawa perluasan dari lapisan pembentuk dinding abdomen,
bersama-sama membentuk funikulus spermatikus. Lubang yang ditembus oleh
processus vaginalis pada fascia transversalis menjadi anulus inguinalis internus,
sedang lubang pada aponeurosis m. obliquus abdominis externus membentuk anulus
inguinalis eksternus.
Sekitar minggu ke-28 intrauterine, testis turun dari dinding posterior abdomen
menuju anulus inguinalis internus. Perubahan ini terjadi akibat pembesaran ukuran
pelvis dan pemanjangan ukuran tubuh, karena gubernakulum tumbuh tidak sesuai
proporsinya, mengakibatkan testis berubah posisi, jadi penurunannya adalah
proporsi relatif terhadap pertumbuhan dinding abdomen. Peranan gubernakulum
pada awalnya adalah membentuk jalan untuk processus vaginalis selama
pembentukan kanalis inguinalis, kemudian gubernakulum juga sebagai jangkar/
pengikat testis ke skrotum. Massa gubernakulum yang besar akan mendilatasi jalan
testis, kontraksi, involusi, dan traksi serta fiksasi pada skrotum akan menempatkan
testis dalam kantong skrotum. Ketika tesis telah berada di kantong skrotum
gubernakulum akan diresorbbsi (Backhouse, 1966) Umumnya dipercaya bahwa
gubenakulum tidak menarik testis ke skrotum. Perjalanan testis melalui kanalis
inguinalis dibantu oleh peningkatan tekanan intra abdomen akibat dari pertumbuhan
viscera abdomen.

Mekanisme yang berperan dalam proses turunnya testis belum sepenuhnya


dimengerti, dibuktikan untuk turunnya testis ke skrotum memerlukan aksi androgen
yang memerlukan aksis hipotolamus-hipofise-testis yang normal. Mekanisme aksi
androgen untuk merangsang turunnya testis tidak diketahui, tetapi diduga organ
sasaran androgen kemungkinan gubernakulum, suatu pita fibromuskuler yang
membentang dari pole bawah testis ke bagian bawah dinding skrotum yang pada
minggu-minggu terakhir intrauterin akan berkontraksi dan menarik testis ke
skrotum. Posisi testis saat turun berada di posterior processus vaginalis
(retroperitoneal) sekitar 4 minggu kemudian (umur 32 minggu) testis masuk
skrotum. Ketika turun, testis membawa serta duktus deferens dan vasanya sehingga
ketika testis turun, mereka terbungkus oleh perluasan dinding abdomen. Perluasan
fascia transversalis membentuk fascia spermatica interna, m. obliqus abdominal
membentuk fascia kremaster dan musculus kremaster dan apponeurosis m. obliqus
abdomenus eksternal membentuk fascia spermatica externus di dalam skrotum.
Masuknya testis di skrotum di ikuti dengan kontraksi kanalis inguinalis yang
menyelubungi funikulus spermatikus. Selama periode perinatal processus vaginalis
mengalami obliterasi, mengisolasi suatu tunica vaginalis yang membentuk suatu
kantong yang menutupi testis.
Pada umumnya testis turun pada skrotum secara sempurna pada akhir tahun
pertama. Kegagalan testis turun tetapi masih pada jalur normalnya disebut UDT.
Testis dapat berada sepanjang jalur penurunan. ( Gb IA ) Kadang setelah melewati
canalis inguinalis testis menyimpang dari jalur yang seharusnya, dan menempati
lokasi abnormal. Hal ini disebut testis ektopik. Testis bisa terletak di interstitial
(superfisial dari m. obliquus abdominis externus) di paha sisi medial, dorsal penis
atau kontralateralnya. Diduga disebabkan oleh bagian gubernakulum yang melewati
lokasi abnormal, dan testis kemudian mengikutinya. (Lihat gambar 1B) .

Gbr. 1A. UDT

Gbr. 1B. Testis Ektopik

Kriptorkismus berasal dari kata cryptos (Yunani) yang berarti tersembunyi dan
orchis (latin) yang berarti testis. Nama lain dari kriptorkismus adalah
undescended testis, tetapi harus dijelaskan lanjut apakah yang di maksud
kriptorkismus murni, testis ektopik, atau pseudokriptorkismus. Kriptorkismus murni
adalah suatu keadaan dimana setelah usia satu tahun, satu atau dua testis tidak
berada didalam kantong skrotum, tetapi berada di salah satu tempat sepanjang jalur
penurunan testis yang normal. Sedang bila diluar jalur normal disebut testis ektopik,
dan yang terletak di jalur normal tetapi tidak didalam skrotum dan dapat didorong
masuk ke skrotum serta naik lagi bila dilepaskan disebut pseudokritorkismus atau
testis retraktil

Epidemiologi
Besar insidensi UDT berbeda pada tiap-tiap umur. Bayi baru lahir (3 6%), satu
bulan (1,8%), 3 bulan (1,5%), Satu tahun (0,5 0,8%). Bayi lahir cukup bulan 3%
diantaranya kriptorkismus, sedang lahir kurang bulan sekitar 33% . Pada berat badan
bayi lahir (BBL) dibawah 2000 gram insidensi UDT 7,7% BBL 2000-2500 (2,5%),
dan BBL diatas 2500 (1,41%) Insidensi kriptorkismus unilateral lebih tinggi
dibanding kriptorkismus bilateral. Sedang insidensi sisi kiri lebih besar (kiri 52,1%
vs kanan 47,9%). Di Inggris, insidensinya meningkat lebih dari 50% pada kurun
waktu 1965 1985. di FKUI RSUPCM kurun waktu 1987 1993 terdapat 82 anak
kriptorkismus, sedang di FKUSU RSUP. Adam Malik Medan kurun waktu 1994
1999 terdapat 15 kasus.

Etiologi
Penyebab pasti kriptorkismus belum jelas. Beberapa hal yang berhubungan adalah
1. Abnormalitas gubernakulum testis
Penurunan testis dipandu oleh gubernakulum. Massa gubernakulum yang besar
akan mendilatasi jalan testis, kontraksi, involusi, dan traksi serta fiksasi pada
skrotum akan menempatkan testis dalam kantong skrotum. Ketika tesis telah
berada di kantong skrotum gubernakulum akan diresorbsi (Backhouse, 1966)
Bila struktur ini tidak terbentuk atau terbentuk abnormal akan menyebabkan
maldesensus testis.
2. Defek intrinsik testis
Maldesensus dapat disebabkan disgenesis gonadal dimana kelainan ini membuat
testis tidak sensitif terhadap hormon gonadotropin. Teori ini merupakan
penjelasan terbaik pada kasus kriptorkismus unilateral. Juga untuk menerangkan
mengapa pada pasien dengan kriptorkismus bilateral menjadi steril ketika
diberikan terapi definitif pada umur yang optimum. Banyak kasus kriptorkismus
yang secara histologis normal saat lahir, tetapi testisnya menjadi atrofi /
disgenesis pada akhir usia 1 tahun dan jumlah sel germinalnya sangat berkurang
pada akhir usia 2 tahun.

3. Defisiensi stimulasi hormonal / endokrin


Hormon gonadotropin maternal yang inadequat menyebabkan desensus
inkomplet. Hal ini memperjelas kasus kriptorkismus bilateral pada bayi prematur
ketika perkembangan gonadotropin maternal tetap dalam kadar rendah sampai 2
minggu terakhir kehamilan. Tetapi teori ini sulit diterapkan pada kriptorkismus
unilateral. Tingginya kriptorkismus pada prematur diduga terjadi karena tidak
adequatnya HCG menstimulasi pelepasan testosteron masa fetus akibat dari
imaturnya sel Leydig dan imaturnya aksis hipothalamus-hipofisis-testis.
Dilaporkan suatu percobaan menunjukkan desensus testis tidak terjadi pada
mamalia yang hipofisenya telah diangkat .
Rasfer et al (1986) memperlihatkan penurunan testis dimediasi oleh androgen
yang diatur lebih tinggi oleh gonadotropin pituitary. Proses ini memicu kadar
dihidrotestotsteron yang cukup tinggi, dengan hasil testis mempunyai akses yang
bebas ke skrotum . Toppari & Kaleva menyebut defek dari aksis hipotalamuspituitary-gonadal akan mempengaruhi turunnya testis. Hormon utama yang
mengatur testis adalah LH dan FSH yang doproduksi oleh sel basofilik di
pituitary anterior yang diatur oleh LHRH. FSH akan mempengaruhi
mempengaruhi sel sertoli, epitel tubulus seminiferus. Kadar FSH naik pada
kelainan testis
Kriptorkismus yang disertai defisiensi gonadotropin dan adrenal hipoplasia
kongenital mungkin berhubungan dengan sifat herediter. Corbus dan OConnor,
Perreh dan ORourke melaporkan beberapa generasi kriptorkismus dalam satu
keluarga2. Juga ada penelitian yang menunjukkan tak aktifnya hormon Insulin
Like Factor 3 ( Insl3) sangat mempengaruhi desensus testis . Insl3 diperlukan
untuk diferensiasi dan proliferasi gubernakulum. Faktor lain yang diduga
berperan ialah berkurangnya stimulating substances yang diproduksi oleh nervus
genitofemoralis
Faktor Resiko
Karena penyebab pasti kriptorkismus tidak jelas, maka kita hanya dapat mendeteksi
faktor resikonya. Antara lain :
1. BBLR (kurang 2500 mg)
2. Ibu yang terpapar estrogen selama trimester pertama
3. Kelahiran ganda (kembar 2, kembar 3)
4. Lahir prematur (umur kehamilan kurang 37 minggu)
5. Berat janin yang dibawah umur kehamilan.

6. Mempunyai ayah atau saudara dengan riwayat UDT


PATOGENESIS
Skrotum adalah regulator suhu yang efektif untuk testis, dimana suhu dipertahankan
sekitat 1 derajat Celsius (1,8 derajat Fahrenheit) lebih dingin dibanding core body
temperature. Sel spermatogenesis sangat sensitif terhadap temperatur badan.
Mininberg, Rodger dan Bedford (1982) mempelajari ultrastruktur kriptorkismus dan
mendapatkan perubahan pada kurun satu tahun kehidupan. Pada umur 4 tahun
didapatkan deposit kolagen masif. Kesimpulan mereka adalah testis harus di
skrotum pada umur 1 tahun

Penelitian biopsi testis kriptorkismus menunjukkan bukti yang mengagetkan dimana


epitel germinativum dalam testis tetap dalam ukuran normal untuk 2 tahun pertama
kehidupan. Sementara umur 4 tahun terdapat penurunan spermatogonia sekitar 75 %
sehingga menjadi subfertil / infertil
Setelah umur 6 tahun tampak perubahan nyata. Diameter tubulus seminiferus
mengecil, jumlah spermatogonia menurun, dan tampak nyata fibrosis di antara
tubulus testis. Pada kriptorkismus pascapubertas mungkin testis berukuran normal,
tetapi ada defisiensi yang nyata pada komponen spermatogenik sehingga pasien
menjadi infertil . Untungnya sel leydig tidak dipengaruhi oleh suhu tubuh dan
biasanya ditemukan dalam jumlah normal pada kriptorkismus. Sehingga impotensi
karena faktor endokrin jarang terjadi pada kriptorkismus Penelitian dengan biopsi
jaringan testis yang mengalami kriptorkismus menunjukkan tidak terjadi
abnormalitas kromosom. Maldescensus dan degenerasi maligna tidak dapat
disebabkan karena defek genetik pada testis yang mengalami UDT

Klasifikasi
Kriptorkismus dapat diklasifikasikan berdasar etiopatogenesis dan lokasi. Berdasar
etiopatogenesis kriptorkismus dapat dibagi menjadi :
Mekanik/anatomik : perlekatan, kelainan kanalis inguinalis
1. Endokrin/hormonal: kelainan aksis hipotalamus-hipofise-testis
2. Disgenesis
: kelainan interseks multipel
3. Herediter/genetik
Berdasarkan lokasi :
1. Skrotum tinggi (supraskrotal) : 40%
2. Intrakanalikuli (inguinal) : 20 %
3. Intraabdominal (abdomen) : 10 %
4. Terobstruksi
: 30%
Ada juga yang membagi lokasi sebagai berikut : (1) intraabdominal (2) Inguinal (3)
Preskrotal (4) Skrotal (5). Retraktil
Major , 1974 membagi kriptorkismus (dalam pengertian umum) membagi menjadi
1. Retensio Testis (dystopy of testicle) Diklasifikasikan sesuai tempatnya
a. Abdominal testicle (retensi abdominal)
b.Canalicular testicle ( retensio canalicularis superior et inferior ): testis benarbenar tak teraba
c. Inguinal testicle ( retensio inguinalis) : testis teraba di depan anulus
inguinalis eksternus
d. Testis reflexus (superfisial inguinal ectopy): bentuk paling umum. Testis
sebenarnya tidak melenceng dari alur normal. Gubernakulum memandu testis
menuju bagian bawah skrotum. Testis hanya bertempat di anterior
aponeurosis muskulus obliquus abdominis eksternus dan sesungguhnya ini
bukan suatu testis ektopik

2. The True Ectopic Testis


Di sini testis melewati canalis inguinalis tetapi kemudian menempati daerah
perineum, suprapubic dorsal pangkal penis, bawah kulit pangkal femur sisi
medial.
3. The Floating Testicle
Pada anak-anak kontraksi muskulus kremaster dapat mengangkat testis dari
posisis normal menuju kanalis inguinalis. Refleks ini dipicu oleh rangsang dingin
atau sentuhan. Jangan keliru menganggap posisi ini dengan retensi testis. Tipe ini
dibagi menjadi :
a. The Slidding Testicle ( Uper retractile type)
Testis dapat teraba dengan baikdari midskrotum ke atas sampai di depan
aponeurosis muskulus obliquus abdominis eksternus di atas anulus inguinalis
eksternus.
b. The Pendulant testicle (Lower Retractile Type)
Testis bergerak bolak-balik antar bagian terbawah skrotum dan anulus
inguinalis eksternus.

Diagnosis
Anamnesis
Diagnosis UDT dapat dibuat oleh orangtua anak atau dokter pemeriksa pertama.
Umumnya diawali orangtua membawa anak ke dokter dengan keluhan skrotum
anaknya kecil. Dan bila disertai dengan hernia inguinalis akan dijumpai
pembengkakan atau nyeri berulang pada skrotum. Anamnesis ditanyakan :
1. Pernahkah testis diperiksa, diraba sebelumnya di skrotum.
2. Ada tidaknya kelainan kongenital yang lain, seperti hipospadia, interseks,
prunne belly syndroma, dan kelainan endokrin lain
3. Ada tidaknya riwayat UDT dalam keluarga
Tanda kardinal UDT ialah tidak adanya satu atau dua testis dalam skrotum. Pasien
dapat mengeluh nyeri testis karena trauma, misal testis terletak di atas simpisis ossis
pubis. Pada dewasa keluhan UDT sering dihubungkan dengan infertilitas
Pemeriksaan Fisik
1.
Penentuan lokasi testis
Beberapa posisi anak saat diperiksa : supine, squatting, sitting . Pemeriksaan testis
harus dilakukan dengan tangan hangat. Pada posisi duduk dengan tungkai dilipat
atau keadaan relaks pada posisi tidur. Kemudian testis diraba dari inguinal ke arah
skrotum dengan cara milking. Bisa juga dengan satu tangan di skrotum sedangkan
tangan yang lain memeriksa mulai dari daerah spina iliaka anterior superior
menyusuri inguinal sampai kantong skrotum. Hal ini mencegah testis retraksi karena
pada anak refleks muskulus kremaster cukup aktif yang menyebabkan testis
bergerak ke atas / retraktil sehingga menyulitkan penilaian.

Penentuan posisi anatomis testis sangat penting sebelum terapi karena berhubungan
dengan keberhasilan terapi. Testis retraksi tidak perlu terapi. Testis yang retraktil
sudah turun saat lahir, tetapi pada pemeriksaan tidak ditemukan di dalam skrotum
kecuali anak relaks.

Berikut bagan kemungkinan abnormalitas testis :


Perabaan
testis
Palpable

Impalpable

UNDESCENDED
Intraabdominal
Retraktil

Ektopik
Superficial Inguinal

Anorchia

2. Penentuan apakah testis palpabel


a. Testis teraba
Bila testis palpable beberapa kemungkinan antara lain : (1) testis retraktil (2)
UDT (3) Testis ektopik (4). Ascending Testis Syndroma . Ascending Testis
Syndroma ialah testis dalam skrotum /retraktil, tetapi menjadi lebih tinggi karena
pendeknya funikulus spermatikus. Biasanya baru diketahui pada usia 8 -10
tahun. Bila testis teraba maka tentukan posisi, ukuran, dan konsistensi.
Bandingkan dengan testis kontralateralnya.
b. Bila impalpable testis
Kemungkinannya ialah : (1) intrakanalikuler, (2) intraabdominal, (3) Atrofi
testis , (4) Agenesis. Kadang di dalam skrotum terasa massa seperti testis atrofi.
Jaringan ini biasanya gubernakulum atau epididimis dan vas deferens yang bisa
bersamaan dengan testis intraabdominal. Impalpable testis biasanya disertai
hernia inguinal. Pada bilateral impalpable testis sering berkaitan dengan anomali
lain seperti interseksual, prone belly syndrome

Dysplasia

Pemeriksaan Penunjang
Dilakukan bila testis impalpable atau meragukan beberapa modalitas penunjang
diperlukan.
1.Ultrasonografi (USG)
2.Merupakan modalitas pertama dalam menegakkan kriptorkismus.
------------------------------------------------------------------------------------ Alasan :
a. Sekitar 72% kriptorkismus terletak intrakanalikuler sehingga aksesibilitas USG
cukup baik
b.
Non invasif
c.Mudah didapat
d.Praktis/mudah dijadwalkan
e.Murah
Pada USG testis prepubertas mempunyai gambaran ekhogenitas derajat ringan
sampai sedang, dan testis dewasa ekhogenitas derajat sedang.
USG hanya efektif untuk mendeteksi testis di kanalis inguinalis ke superfisial,
dan tidak dapat mendeteksi testis di intraabdominal 8 Di luar negeri
keberhasilannya cukup tinggi (60-65%), sementara FKUI hanya 5,9%3. Hal ini
dipengaruhi oleh pengalaman operator.

3. CT Scan
Merupakan modalitas kedua setelah USG. CT Scan dapat mendeteksi testis
intraabdominal. Akurasi CT Scan sama baiknya dengan USG pada testis letak
inguinal. Sedang testis letak intraabdominal CT Scan lebih unggul ( CT Scan
96% vs USG 91%). False positif / negatif biasanya akibat pembesaran limfonodi.
Dapat dibedakan dengan testis karena adanya lemak di sekeliling limfonodi.
4. MRI
Dapat mendeteksi degenerasi maligna pada kriptorkismus. Kelemahannya loop
usus dan limfonodi dapat menyerupai kriptorkismus
5. Angiografi
Akurat tetapi invasif sehingga tidak disukai. Venografi Gadolium dengan MRI
lebih akurat dibanding MRI tunggal

Penanganan
Tujuan dari penanganan UDT adalah :
1. Meningkatkan vertilitas
2. Mencegah torsio testis
3. Mengurangi resiko cidera khususnya bila testis terletak di tuberkulum pubik
4. Mengkoreksi kelainan lain yang menyertai, seperti hernia
5. Mencegah / deteksi awal dari keganasan testis
6. Membentuk body image

Hindari dosis tinggi karena menyebabkan efek refrakter testis terhadap HCG,
udem interstisial testis, gangguan tubulus dan efek toksis testis. Kadar
testosteron diperiksa pre dan post unjeksi, bila belum ada respon dapat diulang 6
bulan berikutnya. Kontraindikasi HCG ialah UDT dengan hernia, pasca operasi
hernia, orchydopexy, dan testis ektopik. Miller (16) memberikan HCG pada
pasien sekaligus untuk membedakan antara UDT dan testis retraktil. Hasilnya
20% UDT dapat diturunkan sampai posisi normal, dan 58% retraktil testis dapat
normal.
b. LHRH
Dosis 3 x 400 ug intranasal, selama 4 minggu. Akan menurunkan testis secara
komplet sebesar 30 64 %.
c. HCG kombinasi LHRH
Dosis : LHRH 3 x 400 ug, intranasal, 4 minggu . Dilanjutkan HCG
intramuskuler 5 kali pemberian selang sehari. Usia kurang 2 tahun : 5 x 250 ug,
3 -5 tahun : 5 x 500 ug, di atas 5 tahun : 5 x 1000 ug.
Respon terapi : penurunan testis 86,4%, dengan follow up 2 tahun kemudian
keberhasilannya bertahan 70,6%.
Evaluasi terapi.
Berdasar waktu : akhir injeksi, 1 bulan, 3 bulan, 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan.
Berdasar posisi : respon komplet bila testis berada di skrotum, sedang respon
inkomplet bila testis posisi inguinal rendah Efek samping bersifat reversibel. Ujud
kelainan berupa bertambah ukuran testis, pembesaran penis, ereksi, meningkatnya
rugositas skrotum, tumbuhnya rambut pubis hiperpigmentasi dan gangguan emosi

Terapi non Bedah


Berupa terapi hormonal. Terapi ini dipilih untuk UDT bilateral palpabel inguinal.
Tidak diberikan pada UDT unilateral letak tinggi atau intraabdomen. Efek terapi
berupa peningkatan rugositas skrotum, ukuran testis, vas deferens, memperbaiki
suplay darah, dan diduga meningkatkan ukuran dan panjang vasa funikulus
spermatikus, serta menimbulkan efek kontraksi otot polos gubernakulum untuk
membantu turunnya testis. Dianjurkan sebelum anak usia 2 tahun , sebaiknya bulan
10 24. Di FKUI terapi setelah usia 9 bulan karena hampir tidak dapat lagi terjadi
penurunan spontan.
Hormon yang diberikan :
a. HCG
Hormon ini akan merangsang sel Leydig menproduksi testosteron. Dosis : Menurut
Mosier (1984) : 1000 4000 IU, 3 kali seminggu selama 3 minggu. Garagorri
(1982) : 500 -1500 IU, intramuskuler, 9 kali selang sehari. Ahli lain memberikan
3300 IU, 3 kali selang sehari untuk UDT unilateral dan 500 IU 20 kali dengan 3
kali seminggu. Injeksi HCH tidak boleh diberikan tiap hari untuk mencegah
desensitisasi sel Leydig terhadap HCG yang akan menyebabkan steroidogenic
refractoriness.

Terapi Bedah
Tujuan pembedahan adalah memobilisasi testis, adequatnya suplay vasa spermatika ,
fiksasi testis yang adequat ke skrotum, dan operasi kelainan yang menyertainya
seperti hernia.
Indikasi pembedahan :
1.Terapi hormonal gagal
2.Terjadi hernia yang potensial menimbulkan komplikasi
3.Dicurigai torsio testis
4.Lokasi intraabdominal atau di atas kanalis inguinalis.
5.Testis ektopik
Tahapan :satu tahap atau 2 tahap tergantung vasa spermatika apakah panjang atau
pendek.

Tekinik operasi pada UDT :

1. Orchydopexy Standar
Prinsip dari orchidopexy meliputi 3 tahap
1. Funikulolisis
Adalah pelepasan funikulus spermatikus dari musculus kremester dan
memungkinkan dapat memperpanjang ukurannya. Vasa testicularis di bebaskan
sejauh mungkin ke retroperitoneal dan dimobilisasi lebih ke medial yang akan
meluruskan dan memperpanjang vasa. Terdapat kesulitan ketika memobilisasi
vasa diatas vasa iliaca komunis
Beberapa metode yang digunakan untuk menurunkan testis ke skrotum antara
lain Ombredonne, Bevas, Torek, Cobot Nesbit, Longord, Gersung, Denis
Browne. George Major menolak metode Mauclain (menurunkan testis ke
kontralateral), juga tidak setuju UDT bilateral dikerjakan sekaligus dalam satu
tahap oleh karena ancaman infeksi dari kesulitan fiksasi pada septum skrotum
Funikulolisis dikerjakan melalui insisi inguinal tinggi dan testis diturunkan
dengan bantuan tarikan tali (benang) transcrotal ke paha Bila pasien UDT
disertai hernia inguinalis, kantung hernia kanan dibebaskan dari ligasi
seproximal mungkin, kantong vaginalis propria pada testis dan epidedimis
dipertahankan, karena serosa yang membungkus testis itu penting bagi
spermatogenesis.
Teknik funikulolisis menurut Beran (1903) memotong vasa testis bila vasa
tersebut sangat pendek dan diharapkan vaskularisasi yang adequat dari vasa vas
defferens. Tetapi teknik ini kurang bagus dengan alasan maturasi normal
memerlukan suplay vaskuler yang optimal.

Teknik operasi orchydopexy standar


Akses :
Menurut Ombredonne lebih menguntungkan dengan insisi inguinal
tinggi yang memungkinkan mobilisasi vaskuler retroperitoneal dan
menempatkan testis pada skrotum.
Funikulolisis
:
- setelah diseksi aponeurosis m. obliqus abdominis eksternus dan
membebaskan anulus inguinal eksternus dengan hati-hati untuk menghindari
udema testis
- pisahkan (split) dinding kanalis sesuai arah seratnya sampai dengan anulus
inguinalis eksternus
- bebaskan funikulus spermatikus dan testis beserta tunikanya dari fascia dan
muskulus kremaster
- Pada kasus UDT dengan hernia, pemisahan tunika vaginalis funikulus
spermatikus secara hati-hati dengan menghindari cedera vasa dan ductus
deferens, dimana hal ini akan memperpanjang rentang funikulus
- sisihkan m. Oliqus Abdominis Internus dan m. Transversus Abdominis
dengan retraktor ke kraniomedial
- diseksi funikulus spermatikus ke kranial sampai dengan lateral dari vasa
epigastrika inferior

bila belum cukup panjang untuk memungkinkan testis ke skrotum tanpa


tegang, vasa epigastrika inferior dipotong, sehingga funikulus spermatikus
dapat digeser lebih ke medial. Bila hal ini belum dapat panjang berarti
funikulus spermatikusnya memang pendek
sering kantong hernia kongenital atau prosesus vaginalis persisten
menghambat mobilisasi funikulus, maka lepaskan kantong secara hati-hati dan
ligasi tinggi. Bila peritoneum terbuka jahit secara atraumatik
pembebasan diatas akan lebih mudah bila gubernakulum dipotong lebih dulu
kemudian dilanjut dengan pembebasan testis
mobilisasi lanjut ke arah retroperitoneal dilakukan dengan memotong m.
obliqus abdominis internus dan m. transversus abdominis ke arah kranio
lateral atau melepaskan ligamentum inguinalis
kemudian vasa spermatika interna dapat dibebaskan secara retroperitoneal ke
kranial sampai melewati vasa iliaka
setinggi promontorium vasa akan menyilang ureter. Hati-hati dalam
membebaskannya

2.Pemindahan testis ke dalam skrotum (transposisi)


Bagian skrotum yang akan ditempati testis telah kosong dan menjadi lebih kecil
dibanding ukuran normal. Regangkan dinding skrotum dengan diseksi jari-jari
sehingga menciptakan suatu ruangan. Traksi ditempatkan pada gubernakulum
Testis yang telah bebas dan funikulus spermatikusnya cukup panjang,
ditempatkan pada skrotum, bukan ditarik ke skrotum.
3.fiksasi testis dalam skrotum
Adalah hal prinsip bahwa testis berada di skrotum bukan karena tarikan dan
testis tetap berada di habitat barunya, sehingga menjadi kurang tepat bila
keberadaan testis di skrotum itu karena tarikan dan fiksasi testis.
Fiksasi testis tetap diperlukan.
- Untuk mengikatnya tembuskan benang pada stumb ligamentum hunteri pada
pole bawah testis dengan benang nonabsorpable dan meninggalkan ujung
benang yang panjang
- perlebar skrotum dengan 2 jari, dengan bantuan jarum reverdin yang
ditembuskan dari kulit skrotum sisi luar dan mengambil ujung benang panjang
tadi dan keluarkan lagi jarum .
- Fiksasi kedua ujung benang pada sisi medial paha
Teknik lain yang sering di pakai adalah tehnik ombredanne yang
menempatkan testis pada skrotum kontralateral dan mengikatnya pada septum
scroti.

2. Stephen Flower Orchidopexy


Merupakan modifikasi orchidopexy standar. Ketika arteri testikulariss tak
cukup panjang mencapai skrotum, arteri testikularis diligasi. Jadi testis
hanya mengandalkan arteri vas deferens.

3. Orchydopexy bertahap
a. Bedah : Testis dibungkus dengan lembaran silastic dan difiksasi ke pubis
pada tahap I. Setelah 6-8 bulan dilakukan tahap II berupa eksplorasi dan
memasukkan testis ke skrotum
b. Laparoskopi : Menjepit arteri testikularis dengan laparoskopi dikerjakan
pada tahap I intuk UDT tipe abdomen. Setelah 6-8 bulan dikerjakan
Stephen Flower Orchydopexy.

4. Autotransplantasi
Pembuluh darah testis dilakukan anastomosis pada vasa epigastrika inferior
dengan teknik mikrovaskuler.

5. Protesis Testis
Pemasangan implant testis silastik untuk knyamanan, kosmetik, dan psikis.

Komplikasi
Praoperasi
1. Hernia Inguinalis
Sekitar 90% penderita UDT mengalami hernia inguinalis lateralis ipsilateral
yang disebabkan oleh kegagalan penutupnan processus vaginalis. . Hernia repair
dikerjakan saat orchydopexy . Hernia inguinal yang menyertai UDT segera
dioperasi untuk mencegah komplikasi

2. Torsio Testis
Kejadian torsio meningkat pada UDT, diduga dipengaruhi oleh dimensi testis
yang bertambah sesuai volume testis. Juga dipengaruhi abnormalitas jaringan
penyangga testis sehingga testis lebih mobil
3. Trauma testis T
Testis yang terletak di superfisial tuberkulum pubik sering terkena trauma
4. Keganasan
Insiden tumor testis pada populasi normal 1 : 100.000, dan pada UDT 1 :
2550. Testis yang mengalami UDT pada dekade 3-4 menpunyai
kemungkinan keganasan 35-48 kali lebih besar . UDT intraabdominal 6 kali
lebih besar terjadi keganasan dibanding letak intrakanalikuler. Jenis
neoplasma pada umumnya ialah seminoma. Jenis ini jarang muncul sebelum
usia 10 tahun. Karena alasan ini maka ada pendapat yang mengatakan UDT
usia diatas 10 tahun lebih baik dilakukan orchydectomy dibandingkan
orchydopexy(4). Menurut Gilbert & Hamilton sekitar 0,2 0,4 % testis
ektopik menjadi ganas. Sedang testis dystopik angka keganasannya 8-15%.
Campbell menyebut 0,23% untuk ektopik testis dan 11% untuk dystopik
testis. Sementara UDT intrabdominal keganasan 5% dan inguinal 1,2%.
Infertilitas
Penyebabnya ialah gangguan antara germ cell . Infertilitas UDT bilateral 90%,
sedang UDT unilateral 50% (2). Lipschultz, 1976 menunjukkan adanya
spermatogenesis yang abnormal post orchydopexy pada laki-laki umur 21-35 tahun
UDT unilateral. Dan menduga bahwa ada abnormalitas bilateral testis pada UDT
unilateral
Psikologis
Timbul perasaan rendah diri fisik atau seksual akibat body image yang muncul.
Biasanya terjadi saat menginjak usia remaja (adoloscence) orang tua biasanya
mencemaskan akan fertilitas anaknya.

Pasca Operasi
1.

Infeksi
Sangat jarang bila tindakan a/antiseptik baik, diseksi yang smooth dan
gentle akan meminimalkan terjadinya hematom

2.

Atropi Testis
Karena funikulolisis tak adequat, traksi testis berlebihan, atau torsio
funikulus spermatikus saat tranposisi testis ke skrotum

PROGNOSIS
Menurut Docimo 10 kesuksesan operasi UDT letak distal anulus inguinalis internus
sebesar 92%, letak inguinal (89%), orchidopexy teknik mikrovaskuler (84%),
orchidopexy abdominal standar (81%) staged Fowler-Stephens orchidopexy (77%),
Fowler-Stephens orchidopexy standar (67%)
UDT biasanya turun spontan tanpa intervensi pada tahun pertama kehidupan.
Resiko terjadinya keganasan lebih tinggi di banding testis normal. Fertilitas pada
UDT bilateral: 50% punya anak, sedang UDT unilateral 80%.

Alur penatalaksanaan UDT

Varicocele

-----------------------------------------------

RD

Collection 2002

Torsio Testes

--------------------------------------

RD

Collection 2002

Adalah dilatasi abnormal / varises dari vena spermatika interna ( Pleksus pampiniformis
proksimal dari testes ) akibat terganggunya aliran darah balik vena spermatika interna.
Insiden 10% pada usia muda , dimana sebelah kiri lebih sering dari yang kanan , karena
Vena spermatika interna kiri bermuara pada vena renalis kiri dengan arah tegak lurus ,
sedang yang kanan bermuara pada vena cava dengan arah miring serta Vena spermatika
interna kiri lebih panjang dan katupnya lebih sedikit

Etiologi
Inkompeten dari klep akibat pengaruh gravitasi sehingga pengosongan darah pleksus
pampiniformis jelek, secara bertahap vena menjadi lebar dan berkelok.
Vena spermatika interna kiri bermuara pada vena renalis kiri dengan arah tegak lurus ,
sedang yang kanan bermuara pada vena cava dengan arah miring
Vena spermatika interna kiri lebih panjang dari yang kanan dan katupnya lebih sedikit
Varikokel dapat menimbulkan proses spermatogenesis karena :
Stagnasi darah balik testes hipoksia
Refluk hasil metabolit ginjal dan adrenal melalui vena spermatika interna
Peningkatan suhu testes
Anastomose pleksus pampiniformis kiri dan kanan gangguan spermatogenesis
testes kanan INFERTILITAS

Klinis
Belum punya anak stelah beberapa tahun menikah
Benjolan di atas testes terasa nyeri

Pemeriksaan
Pasien dalam keadaan berdiri nampak adanya masa vena dilatasi / berkelok berada di
belakang dan atas dari testes (Manuver Valsava )
Grade I
: sulit diobservasi
Grade II I dengan valsava teraba
Grade III : Teraba saat bangun tidur
Analisa sperma

Terapi
Ligasi Tinggi vena spermatika interna di atas anulus inguinalis internus ( PALOMO)
Varikolektomi metode IVANISEVICH
Perkutan memasukan bahan skelrosing ke vena spermatika interna, metode ini tidak
dilakukan lagi karena resiko emboli

Adalah terpuntirnya funikulus spermatikus, sehingga terjadi strangulasi aliran darah ke


testes, sehingga apabila 5-6 jam (golden period) tidak mendapatkan terapi akan terjadi atropi
testes, karena perfusi oleh vasa spermatika intena menurun. Biasanya didapatkan pada usia
< 25 tahun (tipe Infravaginal) , paling sering pada masa pubertas. Pada bayi disebut
Supravaginal/ diluar tunika vaginalis ) . Eksplorasi pada dewasa dilaukan insisi pada
scrotum untuk mengetahui apakah benar ada torsi, karena insisi pada inguinal ditakutkan
akan terjadi reposisi torsi.
Torsi dimulai dari kontraksi testes sebelah kiri , dimana testes kiri berputar berlawanan dari
arah jarum jam sehingga terjadi odem testes dan funikulus akibatnya terjadi iskemia.

Etiolgi Perubahan suhu yang mendadak ( saat berenang), Celana ketat, Trauma
scrotum

Gambaran Klinis
Anamnesa
Nyeri daerah scrotum mendadak dijalarkan ke inguinal
Pembengkaan testes
Mual, muntah
Pemeriksaan
I : Testes bengkak, sakit, letak lebih tinggi dari sisi kontralateral
P : teraba penebalan funikulus spermatika , rasa sakit bertambah bila testes diangkat kearah
simpisis pubis Phrens sign (+)
Diferensial diagnose dengan epididimitis. Dibedakan dengan pemeriksaan dopler, dimana
pada torsio tidak nampak aliran darah arteri , sedang pada epididimitis vaskularisasinya
bertambah.

Terapi
Detorsi Manual
Mengembalikan posisi testes keasalnya dengan memutar testes ke arah berlawanan
dengan arah torsio , dengan lokal anestesi (lidokain 1%) pada funikulus spermatikus di
anulus eksternus 10-20 cc bila gagal dilakukan operasi
Operasi
Tujuan menghembalikan testes kearah yang benar , menilai testes masih viabel atau
nekrosis , bila
- Viabel Orkidopeksi pada tunika dartos, dilanjutkan orkidopeksi sisi kontralateral
pada 3 tempat

Terapi

- Nekrosis Orkidektomi disusul orkidopeksi sisi kontralateral


Bila nekrosisi dibiarkan akan merangsang terbentuknya antibodi antisperma sehingga
mengurangi kemampuan fertilitas dikemudian hari.
Bila > 5-6 jam tidak perlu diterapi karena atropi testes
< 6 jam reposisi manual dengan lokal anestesi gagal operasi
12 jam Orkidektomi
Prognosa
6 jam hasilnya baik, 8 jam memungkinkan pulih kembali, 12 jam meragukan, 24 jam
dilakukan orkidektomi

Hidrocele

--------------------------------------------------

RD

Collection 2002

Adalah penumpukan cairan berlebihan diantara lapisan parietalis dan viseralis tunika
albugenia.

Etiologi
Bayi
- Penutupan proc vaginalis belum sempurna sehingga terjadi aliran cairan peritoneum ke
proc vaginalis
- Sistem limfatik belum sempurna sehingga resorbsi cairan terganggu
Dewasa Tumor, infeksi testes or epididimis

Gambaran Klinis
Pada anamnesa terdapat Benjolan di kantong scrotum tidak nyeri , sedang pada Palpasi
benjolan kistik dengan transiluminasi (+)

Macam ;
Hidrokel testes
Seolah olah mengelilingi testes dimana testes tak teraba dan besar kantong tetap
Hidrokel funikulus
Terletak di sebelah kranial testes dimana testes teraba dan besar kantong tetap
Hidrokel komunikans
Terdapat hubungan melalui kanalis inguinalis kerongga perut dimana testes teraba dan
besar kantong berubah. Penderita mengeluh pembengkaan bertambah sepanjang hari
dan berkurang sesudah tidur malam.

Konsevatif pada bayi ditunggu sampai 1 tahun , bila tetap operasi


Operasi
Bila menekan pembuluh darah testes

undescensus testis ). Sementara itu tindakan orchiopeksi tidak merubah potensi


terjadinya keganasan testis pada kasus kriptokidisme.

Carsinoma TESTES

--------

RD-Collection

2002

Insidensi
Kanker testis adalah salah satu dari sedikit neoplasma yang dapat didiagnosis secara
akurat melalui pemeriksaan penanda tumor ( tumor marker ) pada serum tersangka
penderita yaitu pemeriksaan human chorionic gonadotropin (bhCG) dan
fetoprotein (AFP). Insiden kanker testis memperlihatkan angka yang berbeda-beda
di tiap negara, begitu pula pada setiap ras dan tingkat sosioekonomi. Di negara
skandinavia dilaporkan 6,7 kasus baru dari 100.000 laki-laki tiap tahunnya
sedangkan di Jepang didapatkan 0,8 dari 100.000 penduduk laki-laki. Di Amerika
Serikat ditemukan 6900 kasus baru kanker testis setiap tahunnya. ( greenlee et
all,2000 ) Kemungkinan seorang laki-laki kulit putih untuk terkena kanker testis
sepanjang hidupnya di Amerika Serikat adalah 0,2%. Saat ini angka survival pasien
dengan tumor testis meningkat, hal ini memperlihatkan perkembangan dan
perbaikan dalam pengobatan dengan kombinasi kemoterapi yang efektif. Secara
keseluruhan 5-years survival rate mengalami peningkatan dari 78% pada 1974-1976
menjadi 91% pada 1980 1985. Puncak insiden kasus tumor testis terjadi pada
usia-usia akhir remaja sampai usia awal dewasa ( 20-40 tahun ), pada akhir usia
dewasa ( Lebih dari 60 tahun ) dan pada anak ( 0-10 tahun ). Secara keseluruhan
insiden tertinggi kasus tumor testis terjadi pada pria dewasa muda, hal ini membuat
tumor ini menjadi neoplasma tersering pada pria usia 20-34 tahun dan tumor
tersering kedua pada pria usia 35-40 tahun di Amerika Serikat dan Inggris Raya.
Kanker testis sedikit lebih sering terjadi pada testis kanan dibanding testis kiri, ini
berhubungan dengan lebih tingginya insidensi kriptoidisme pada testis kanan
dibanding testis kiri. Pada tumor primer testis 2-3 % adalah tumor testis bilateral
dan kira-kira 50% terjadi pada pria dengan riwayat kriptokidisme unilateral ataupun
bilateral. Jika tumor testis sekunder disingkirkan maka insiden tumor testis primer
bilateral 1 2,8 % dari seluruh kasus tumor sel germinal testis.Tumor primer testis
bilateral dapat terjadi secara berbarengan ataupun tidak, tetapi cenderung memiliki
kesamaan jenis histilogisnya. Dari penelitian oleh Bach dkk ( 1983 ) di dapatkan
seminoma merupakan tumor primer testis bilateral tersering ( 48 % ) sedangkan
limfoma maligna adalah tumor testis sekunder bilateral tersering.

Etiologi
Saat ini belum diketahui faktor yang menjadi penyebab terjadinya tumor testis,
adanya faktor bawaan dan didapat merupakan faktor yang dikaitkan dengan penyakit
ini dan kriptokidisme merupakan faktor terkuat yang diduga menjadi penyebab
kanker testis. Faktor resiko tertinggi terjadinya kanker testis adalah adanya testis
intra abdomen yang diakibatkan oleh undescensus testis ( 1 kasus dari 20 kasus

Adanya bukti klinis dan eksperimental mendukung faktor kongenital sebagai


etiologi dari tumor sel germinal. Dalam perkembangan embriologinya sel germinal
primordial mengalami perubahan oleh karena faktor lingkungan yang menyebabkan
terjadinya gangguan dalam proses diferensiasinya. Oleh karena adanya
kriptokidisme, orchitis, disgenesis gonad, adanya kelainan herediter ataupun oleh
karena paparan bahan kimia yang bersifat karsinogenik maka perkembangan normal
sel germinal mengalami hambatan. Secara garis besar 2 faktor yang dianggap
menjadi etiologi terjadinya tumor sel germinal yaitu : (1) Faktor kongenital, (2)
Faktor didapat.

Faktor kongenital
Kriptokidisme
Whiteker ( 1970 ) dan Mostofi ( 1973 ) mengemukakan 5 keadaan yang
dianggap kriptokidisme menjadi penyebab terjadinya tumor testis yaitu :
1. Morfologi sel germinal yang abnormal.
2. Peningkatan temperatur tempat testis berada (intraabdomen atau spermatic
cord )
3. Gangguan aliran darah.
4. Kelainan fungsi endokrin.
5. Disgenesis kelenjar gonad.
Insiden pasti kasus kriptokidisme belum diketahui, ini dikarenakan seringkali
data pasien dengan kriptokidisme bercampur dengan data pasien dengan testis
retraktil.. Henderson dkk ( 1979 ) menyimpulkan bahwa pria dengan riwayat
kriptokidisme memiliki resiko 3-14 kali untuk terkena tumor testis dibanding
pria tanpa riwayat kriptokidisme. Campbell ( 1942 ) mengemukakan
penelitiannya bahwa 25% pasien dengan kriptokidisme bilateral dan akhirnya
menjadi kanker testis memiliki resiko yang besar untuk terkena tumor sel
germinal testis untuk kedua kalinya pada testis sisi yang lain.

b. Faktor yang didapat


Trauma
Meskipun trauma memiliki andil pada terjadinya teratoma pada unggas akibat
zinc-induced atau cooper induced, tapi pada manusia kemungkinan trauma
sebagai penyebab terjadinya tumor testis belum secara jelas diketahui.1

Hormon
Terjadinya fluktuasi hormon seks memiliki kontribusi bagi perkembangan tumor
testis, ini didasari oleh penelitian pada hewan dan manusia. Pemberian estrogen
pada tikus yang sedang hamil menyebabkan tikus tersebut melahirkan anak-anak
yang menderita kriptokidisme dan disgenesis kelanjar gonad ( Nomura dan

Kanzak,1977 ). Penelitian oleh Cosgrove ( 1977 ) memperlihatkan hal yang sama


bahwa anak yang dilahirkan oleh ibu yang mendapatkan diethylstilbestrol atau
kontrasepsi oral menderita kriptokidisme dan disgenesis kelenjar gonad.

Atrof
Terjadinya infeksi bakteri nonspesifik virus mump pada testis diduga menjadi
penyebab terjadinya atrofi testis yang potensial menjadi penyebab terjadinya
tumor testis. Namun demikian peran atrofi testis sebagai faktor penyebab
terjadinya tumor testis masih merupakan spekulasi.

Terdapat klasifikasi besar yang membagi tumor testis menjadi 2 yaitu :


1.Tumor sel germinal testis
Termasuk dalam kelompok ini adalah seminoma, karsinoma sel embrional,
tumor yolk sac, teratoma, koriokarsinoma dan mixed cell tumor.
2.Tumor non sel germinal testis
Meliputi tumor sel leydig, tumor sel sertoli dan gonadoblastoma.

Klasifikasi
World health organization ( WHO ) mengemukakan suatu standar kriteria patologi
untuk mendiagnosis kanker testis dan standar ini mampu menghapuskan
kebingungan para ahli dalam menentukan sistem staging mana yang ingin dipakai
sebagi pegangan.
The recommended pathological classification (modified World Health
Organization 2004) is shown below:
1. Germ cell tumours
. Intratubuler germ cell neoplasia
. Seminoma (including cases with syncyotrophoblastic cells)
. Spermatocytic seminoma (mention if there is sarcomatous component)
. Embryonal carcinoma
. Yolk sac tumour:
- Reticular, solid and polyvesicular patterns
- Parietal, intestinal, hepatoid and mesenchymal differentiation
. Choriocarcinoma
. Teratoma (mature, immature, with malignant component)
. Tumours with more than one histological type (specify % of individual
components)
2. Sex cord stromal tumours
. Leydig cell tumour
. Sertoli cell tumour (typical, sclerozing, large cell calcifying)
. Granulosa (adult and juvenile)
. Mixed
. Unclassified
3. Mixed germ cell/sex cord stromaltumours
Ray dkk ( 1974 ) mengemukakan bahwa sebagian besar pasien ( 71 dari 75 pasien
atau sekitar 95% ), dengan tumor testis primer merupakan karsinoma sel embrional
dan seminoma. Seminoma adalah tumor testis yang jarang sekali bermetastase ke
tempat lain ( 2 dari 75 pasien atau 3% ).

TUMOR SEL GERMINAL TESTIS


Merupakan tumor testis yang paling sering ditemukan sebagi tumor primer yaitu
meliputi kira-kira 90-95 % dari seluruh tumor primer testis ( seminoma dan non
seminoma ) dan sisanya adalah neoplasma non germinal ( tumor sel leydig, tumor
sel sertoli dan gonadoblastoma ).
Berdasarkan klasifikasi ini tumor sel germinal testis dapat dibagi menjadi :

1. Seminoma
Terdapat 3 subtipe gambaran histologis dari tumor jenis ini yaitu :

Seminoma klasik
Disebut juga typical seminoma. Seminoma jenis ini meliputi sebagian besar
dari seluruh kasus seminoma ( 85%), sering terjadi pada dekade ke 4
kehidupan namun tidak jarang terjadi pada pria usia 40 atau 50 tahunan.
Secara makroskopis tampak nodul berwarna abu-abu yang menyatu dan
secara mikroskopis terlihat lapisan yang monoton pada sel besar dengan
sitoplasma yang jernih dengan inti sel padat. Pada 10-15% kasus tampak
terlihat sel-sel sinsitiotrofoblas dan ini sesuai dengan jumlah kasus seminoma
yang disertai dengan adanya produksi hCG.

Seminoma anaplastik
5-10% seluruh kasus seminoma. Untuk mendiagnosis adanya seminoma
anaplastik secara mikroskopis harus ditemukan 3 atau lebih sel mitosis
perlapang pandang besar dan sel-selnya memperlihatkan adanya inti sel
pleomorfisme dengan derajat yang lebih tinggi dari subtipe seminoma klasik.
Seminoma anaplastik cenderung memperlihatkan staging yang lebih tinggi
dari pada subtipe seminoma klasik. Meskipun sangat jarang, seminoma
anaplastik menjadi sangat penting karena 30% pasien yang akhirnya
meninggal karena seminoma adalah dari subtipe anaplastik. Sejumlah tanda
yang menunjukkan bahwa seminoma ini lebih agresif dan lebih memiliki
potensi menyebabkan kematian dari pada jenis klasik. Hal tersebut dapat
dilihat bahwa seminoma jenis ini : (a) Memiliki aktivitas mitotik yang lebih
besar, (2) rate of invasion yang lebih tinggi, (3) rate of metastase yang tinggi
dan (4) Produksi tumor marker terutama hCG yang lebih tinggi.

Seminoma spermatositik
Subtipe ini meliputi 5-10% dari seluruh subtipe seminoma. Secara
mikroskopis tampak variasi ukuran sel dan karakter sel berupa perbedaan
pada kekeruhan sitoplasma sel dan terlihat adanya intisel yang bulat dengan
kromatin yang memadat. Lebih dari setengah pasien dengan seminoma
spermatositik berumur lebih dari 50 tahun.

hematogen lebih awal. Sebaliknya sebuah lesi kecil pada testis dapat
merupakan suatu metastase jauh dari keganasan di tempat lain.

d. Mixed cell tumor


Yang termasuk dalam tumor jenis mixed cell sebagian besar (25%) adalah
teratokarsinoma yang bercampur dengan teratoma dan karsinoma sel
embrional. Lebih dari 6% dari seluruh tumor testis adalah jenis mixed cell
dengan salah satu komponennya adalah seminoma. Pengobatan untuk
karsinoma mixed cell yang terdiri campuran antara seminoma dan
nonseminoma sama dengan pengobatan untuk tumor nonseminoma saja.

2. Non-seminoma
a. Karsinoma sel embrional

Tipe dewasa
Secara histologis memperlihatkan tanda pleomorfisme dan batas sel yang
tidak jelas. Secara makroskopis kemungkinan tampak terlihat adanya
hemoragis yang luas dan jaringan yang nekrotik.

Tipe infantil
Dengan nama lain tumor yolk sac atau tumor sinus endodermal adalah tumor
testis tersering pada bayi dan anak-anak. Jika ditemukan pada usia dewasa
maka kemungkinan merupakan tipe campuran dan sangat mungkin jenis
tumor yang menghasilkan AFP. Secara mikroskopis terlihat adanya
sitoplasma yang mengalami vakuolisasi oleh adanya deposit lemak dan
glikogen. Tampak pula terlihat badan embrioid dan terlihat seperti embrio
berusia 1-2 minggu yang terdiri dari sebuah ruang yang dikelilingi oleh
sinsitiotrofoblas dan sitotrofoblas.

b. Teratoma
Tumor ini dapat ditemukan pada anak-anak dan dewasa. Tumor ini terdiri
lebih dari satu lapisan sel germinal yang bervariasi dalam maturasi dan
diferensiasinya.
Secara makroskopis tumor ini tampak berlobus-lobus dan terdiri dari
beragam ukuran kista-kista yang berisi materi gelatin dan musin. Secara
mikroskopis, ektoderm mungkin ditunjukkan oleh jaringan neural dan epitel
skuamosa, endoderm oleh saluran cerna, pankreas dan jaringan teratoma
jenis matur memiliki gambaran struktur yang jinak yang berasal dari
ektoderm, mesoderm dan endoderm, sedangkan teratoma jenis immatur
terdiri dari jaringan primitif yang tidak terdiferensiasi pembentuk sistem
respirasi sedangkan mesoderm ditunjukkan oleh otot polos atau otot lurik,
jaringan kartilago dan tulang.

c. Koriokarsinoma
Keganasan ini terlihat sebagai sebuah lesi yang kecil dan biasanya terdapat
suatu pendarahan pada bagian tengahnya. Secara klinis, koriokarsinoma
merupakan keganasan yang agresif karena tumor ini menyebar luas secara

e.

Karsinoma in situ
Pada sebuah penelitian yang melibatkan 250 pasien dengan tumor testis satu
sisi, Berthelsen dkk (1982) mengemukakan bahwa 13 (5,2%) pasien memiliki
karsinoma in situ pada testis sisi yang lainnya, persentase ini bahkan 2 kali
lebih besar daripada persentase kasus kanker testis yang mengenai kedua
testis. Dari 13 kasus itu setelah dilakukan pengamatan selama 3 tahun 2
kasus berkembang menjadi kanker testis yang bersifat invasif.

Pola penyebaran tumor


Tumor testis hampir selalu bermetastasis secara limfogen kecuali koriokarsinoma
yang menyebar secara hematogen sejak staging awal. Tumor testis kanan dapat
menyebar ke kelenjar getah bening daerah interaortocaval yang terletak sejajar
dengan hilus ginjal kanan, selanjutnya tumor akan menyebar ke daerah precaval,
preaorta, paracaval, iliaka komunis kanan dan kelenjar getah bening iliaka eksterna
kanan. Tempat yang menjadi daerah penyebaran tumor testis kiri adalah paraaorta
yang sejajar dengan daerah hilus ginjal kiri, selanjutnya tumor akan menyebar ke
kelenjar getah bening preaorta, iliaka komunis kiri dan iliaka eksterna kiri.
Dari sebuah pengamatan oleh Donahue, Zachary dan Magnard ( 1982 )
memperlihatkan bahwa tumor testis kiri tidak pernah bermetastase ke kelenjar
getah bening di sisi kanan, sedangkan tumor testis kanan seringkali bermetastasis
ke kelenjar getah bening pada sisi kiri.Terjadinya penyebaran ke kelenjar getah
bening di iliaka eksterna distal dan obturator oleh karena invasi tumor ke epididimis
dan funikulus spermatikus sedangkan penyebaran ke kelenjar getah bening inguinal
disebabkan terjadi invasi tumor ke tunika albuginea dan ke kulit skrotum. Tempat
yang paling sering menjadi lokasi penyebaran tumor testis adalah daerah
retroperitoneal, tempat lainnya yang juga menjadi lokasi penyebaran tumor testis
adalah paru-paru, hepar, otak, tulang, ginjal, kelenjar adrenal, gastrointestinal dan
limpa.

Gejala dan tanda


Gejala yang paling sering pembesaran testis yang berlangsung gradual yang
tidak disertai dengan rasa nyeri. Penegakan diagnosis kanker testis diperlukan
untuk memutuskan dilakukan terapi definitif ( orchidectomy ) dan sering kali pasien
mengalami keterlambatan penegakkan diagnosis ( biasanya 3 6 bulan ) dan ini
berkaitan dengan insiden terjadinya metastase tumor. Adanya gejala nyeri akut

ditemukan 10% kasus dan mungkin berhubungan dengan pendarahan intratestikuler


atau oleh adanya proses iskemia/infark.
Keluhan nyeri punggung yang dirasakan penderita, akibat penyebaran tumor ke
retroperitoneal. Gejala lain adalah batuk atau sesak yang disebabkan metastase ke
paru, anoreksia,mual dan muntah ( penyebaran ke
retroduodenal ) nyeri tulang
( metastease ke tulang ) dan pembengkakan pada ekstremitas inferior ( oleh karena
obstruksi vena cava ) dan mungkin saja ditemukan massa di daerah leher ( metastase
ke kelenjar getah bening supraclavicula ).

Pemeriksaan foto rontgen dada dan CT-scan abdomen dan pelvis dilakukan untuk
mengetahui adanya metastase ke paru dan retroperitoneal yang paling sering
menjadi tempat penyebaran tumor testis. Magnetic resonance imaging ( MRI )
secara umum tidak memberikan informasi gambaran radiologis yang lebih baik
daripada CT-scan pada kasus tumor testis.

Pada Pemeriksaan CT scan terlihat


adanya pembesaran kelenjar getah
being interaaortacaval ( panah, A =
aorta, C= Vena Cava )

Pada pemeriksaan fisik dengan bimanual ditemukannya massa atau pembesaran


yang menyeluruh pada testis biasanya keras dan tidak menimbulkan nyeri tekan dan
mudah dipisahkan dari epididimis. Seringkali tanda ini dikaburkan oleh adanya
hidrocelle tapi dapat diatasi dengan pemeriksaan transiluminasi pada skrotum.
Pemeriksaaan pada abdomen dapat ditemukan masa yang besar di daerah
retroperitoneal. Perlu juga dilakukan pemeriksaan pada daerah supraclavucula, axilla
dan inguinal.
Pada 5% kasus tumor sel germinal ditemukan ginekomastia tapi akan lebih besar
pada pasien tumor sel leydig dan tumor sertoli ( 30-50% ), hal ini kemungkinan
berkaitan dengan interaksi yang kompleks antara hormon testosteron, estrogen,
estradiol, prolaktin, human chorionic somatomammotropin dan hCG. Terjadinya
ginekomastia dapat disebabkan atau juga tidak disebabkan oleh hormon-hormon
tersebut. Hubungan antara ginekomastia morfologi tumor primer dan kelainan
endokrin masih belum sempurna dapat diterangkan
Pemeriksaan laboratorium
Untuk mendiagnosis dan penatalaksanaan karsinoma testis yaitu -fetoprotein
( AFP ), human chorionic gonadotropin ( hCG ), dan lactic acid
dehydrogenase ( LDH ).
Alfa fetoprotein adalah suatu glikoprotein dengan berat molekul 70.000 dalton dan
waktu paruh 4-6 hari, ditemukan pada bayi usia kurang dari 1 tahun, meningkat
dengan kadar yang bervariasi pada pasien dengan non seminoma germ cell tumor
( NSGCT ) dan tidak pernah ditemukan pada kasus seminoma.. Human chorionic
gonadotropin adalah suatu glikoprotein dengan berat molekul 38.000 dalton, waktu
paruhnya 24 jam. Pada orang normal hormon ini secar signifikan tidak dianggap ada
namun meningkat pada pasien dengan NSGCT dan dapat meningkat pada pasien
seminoma ( 7 % ). Lactic acid dehydrogenase adalah enzim intrasel dengan berat
molekul 134.000 dalton. Enzim ini dalam keadaan normal ditemukan di otot ( otot
polos, lurik dan jantung ), hati, ginjal dan otak. Kadarnya meningkat baik pada
pasien NSGCT dan seminoma. Penanda lain yang juga dapat dipakai untuk
menunjukkan adanya kanker testis adalah placental alkaline phospatase ( PLAP )dan
gamma-glutamyl transpeptidase ( GGT ).
Pemeriksaan pencitraan
Tumor primer testis dapat dengan cepat dan tepat ditentukan dengan melakukan
pemeriksaan ultrasonografi pada testis. Sekali kanker testis terdiagnosis setelah
dilakukan orchiectomy inguinal maka staging harus dilakukan.

MRI memperlihatkan gambaran massa


hiointens ( Panah ) pada testis kanan yang
merupakan gambaran tumor testis dan
testis kiri terlihat normal

Staging
Boden dan Gibb membagi tumor menjadi :
Stage A adalah lesi yang hanya ditemukan pada testis
Stage B memperlihatkan adanya penyebaran ke kelenjar getah bening regional
Stage C penyebaran kanker melewati kelenjar getah bening retroperitoneal.

Berdasarkan sistem staging oleh The Memorial Sloan-Kettering Cancer Center


untuk NSGCT, stage B terbagi menjadi :
B1 lesi pada kelenjar getah bening retroperitoneal berukuran kurang dari 5 cm
B2 lesi pada kelenjar getah bening retroperitoneal berukuran antara 5 10 cm
B3 lesi pada kelanjar getah bening retroperitoneal berukuran lebih dari 10 cm
atau secara klinis tumor dapat teraba pada pemeriksaan palpasi
Pada tahun 1996 the American Joint Committee mengemukakan suatu klasifikasi TNM
yang mencoba membuat standar staging secara klinis pada kanker testis, yaitu :
T ( Tumor primer )
Tx : Tumor primer tidak dapat di nilai
T0 : Tidak ditemukan adanya tumor primer
Tis : kanker intratubular ( karsinoma in situ )
T1 : Tumor terbatas pada testis dan epididimis, tidak terdapat invasi ke
pembuluh darah
T2
: Tumor melewati tunika albugenia atau terdapat invasi ke pembuluh
darah
T3
: Tumor mencapai funikulus spermatikus
T4
: Tumor mencapai kulit skrotum
N ( Kelenjar getah bening regional )
Nx : Adanya metastase ke kelenjar getah bening tidak dapat ditentukan
N0 : Tidak terdapat metastase ke kelenjar getah bening
N1 : Terdapat metastase ke kelenjar getah bening dengan ukuran lesi
2 cm dan melibatkan 5 kelenjar geatah bening
N2 : Metastase > 5 kelenjar, ukuran massa 2-5 cm
N3 : Ukuran massa > 5 cm
M ( metastase jauh )
Mx : Adanya metastase jauh tidak dapat ditentukan
M0 : Tidak terdapat metastase jauh
M1 : Ditemukan adanya metastase jauh
S ( Tumor marker pada serum )
Sx
: Tumor marker tidak tersedia
S0
: Nilai kadar tumor marker pada serum dalam batas normal
S1
: Nilai kadar Lactic acid dehydrogenase (LDH) < 1,5 x nilai normal
dan nilai kadar hCG < 5000 mlU/ml dan AFP < 1000 ng/ml
S2
: Nilai kadar LDH 1,5 x nilai normal atau hCG 5000-50.000 mlU/ml atau
AFP 1000-10.000 ng/ml
S3
: LDH > 10 x normal atau hCG > 50.000 mlU/ml atau AFP
10.000ng/ml

Stadium dan tingkat penyebaran karsinoma testis ( Peckham ) 5


STADIUM
LOKASI TUMOR
I
Tumor terbatas pada testis dan rete testis
IIA
Tumor mengenai KGB retroperitoneal,ukuran < 2 Cm
IIB
Tumor mengenai KGB retroperitoneal,ukuran 2 5 Cm
IIC
Tumor mengenai KGB retroperitoneal,ukuran > 5 Cm
III
Tumor mengenai KGB supraklavikula atau mediastinum
IV
Metastase ekstralimfatik

Diagnosis Banding
Kesalahan dalam membuat diagnosis pada pemeriksaan awal terjadi pada kira-kira
25 % pasien dengan tumor testis dan pada akhirnya menimbulkan keterlambatan
dalam penatalaksanaannya dan kesalahan yang bersifat fatal berupa tindakan
pembedahan melalui approach yang keliru ( insisi pada skrotum ) untuk melakukan
eksplorasi testis.
Epididimitis atau epididimoorchitis.
Pada keadaan awal epididimitis memperlihatkan gejala berupa pembesaran, nyeri
tekan pada epididimis yang sangat jelas terpisah dari testis, tapi pada keadaan
lanjut dengan peradangan yang menjalar ke testis maka gejala-gejala tadi akan
melibatkan juga testis. Adanya riwayat demam, discharge uretra dan gejala
iritatif pada berkemih lebih memungkinkan untuk mendiagnosis epididimis.
Pemerksaan dengan USG dapat menentukan bahwa pembesaran berasal dari
epididimis dan bukan dari testis.
Hidrokel,
Pemeriksaan transiluminasi skrotum dapat dengan mudah membedakan antara
adanya cairan pada hidrokel dengan masa padat pada tumor testis. Pada 5-10%
pasien dengan tumor testis ditemukan adanya hidrokel dengan demikian apabila
dengan pemeriksaan fisik terdapat kesulitan dalam membedakan keduanya maka
pemeriksaan USG merupakan suatu keharusan.
Spermatokel,
Massa kistik pada epididimis, hematokel oleh karena trauma, varikokel dan
orchitis granulomatosis yang sering disebabkan oleh tuberkolosis. Tuberkulosis
pada testis hampir selalu berasal dari infeksi kuman ini pada epididimis.
Merupakan hal yang sangat sulit untuk membedakan pembengkakan oleh radang
tuberkulosis dengan massa tumor testis, oleh karena itu jika pada pemberian
OAT didapatkan respon yang lambat maka sebaiknya dilakukan eksplorasi testis.

Penatalaksanaan
Prinsip penanganan pasien dengan tumor sel germinal adalah merujuk pada riwayat
alamiah dari tumor, staging klinis dan efektivitas pengobatan.
Tindakan
orchiectomi radikal adalah tindakan bedah yang harus dilakukan. Apabila dari
serangkaian pemeriksaan adanya kanker testis tidak dapat di singkirkan maka
tindakan ini dapat dikerjakan. Tindakan biopsi melalui skrotum atau membuka
testis harus dihindari. Penatalaksanaan selanjutnya tergantung pada hasil
pemeriksaan histopatologi dan staging tumor secara patologi.

A. Penatalaksanaan tumor dengan staging I ( T1-T3, N0, M0, S0 )


Seminoma
Pasien yang secara klinis menunjukkan gejala dan tanda tumor yang terbatas
pada testis, pemberian radiasi adjuvant terhadap kelenjar getah bening
retroperitoneal dan kemoterapi adalah pilihan terapi paska orchiektomi.
Radiasi adjuvan masih merupakan terapi pilihan pada penderita seminoam stage
I ( T1-T3, N0, M0, S0 ) seperti juga pada jenis nonseminoma.
Dengan melakukan orchiektomi radikal dan radioterapi
pada daerah
retroperitoneal ( biasanya 2500-3000 cGy ), paraaorta dan pelvis ipsilateral maka
95% seminoma stage I dapat sembuh. Seminoma merupakan tumor yang
radiosensitif. Penelitian terakhir membuktikan bahwa sekitar 15% pasien
dengan staging I klinis telah menyebar ke daerah retroperitoneal. Meskipun efek
samping pemberian radiasi dosis rendah jarang terjadi tapi pada pemberian
dalam jangka waktu lama pada beberapa laporan menunjukkan adanya
infertilitas, komplikasi pada saluran cerna dan kemungkinan radiasi menginduksi
timbulnya keganasan lain.

Nonseminoma
Orchiektomi inguinal saja mampu menyembuhkan 60-80% pasien. Tindakan
retroperitoneal lymph node dissection ( RPLND ) perlu dilakukan dengan
tujuan terapi dan diagnostik. Penyebaran dapat terjadi pada kira-kira 30%
pasien dengan nonseminoma yang secara klinis masuk dalam staging I (occult
metastase) sehingga pada klasifikasi patologi masuk dalam staging IIA.
Tindakan RPLND dilakukan melalui thoracoabdominal approach3

B. Penatalaksanaan tumor dengan staging II ( N1-N3 )


Seminoma
Seminoma staging II ( stage IIA dan IIB ) memiliki angka kesembuhan ( cure
rate ) 85 95 %. Termasuk dalam staging ini adalah pasien dengan tumor yang
telah bermetastase ke daerah retroperitoneal yang berukuran tranversal kurang
dari 5 cm dengan staging N1-N3. Sebagai terapi pilihan tumor pada staging II
adalah radioterapi dengan angka kekambuhan kurang dari 5 % dengan 5-years
survival ratenya 70 92 %. Pada pasien dengan ukuran tumor di retroperitoneal

lebih dari 5 cm ( N3 ) kira-kira setengahnya akan bermetastase keluar regio


tersebut.
Perlu diperhatikan pasien-pasien dengan penyakit ginjal
tapal
kuda
( hourse shoe kidney ) dan inflammatory bowel disease maka terapi radiasi
merupakan kontraindikasi dan kemoterapi adalah terapi pilihan pada pasien
seminoma dengan kelainan ini. Obat-obat kemoterapi yang digunakan adalah
bleomycin, etoposide dan cisplatin ( BEP ).

Nonseminoma
Retroperitoneal lymph node dissection ( RPNLD ) merupakan tindakan
operasi yang standar dilakukan pada pasien dengan tumor nonseminoma stage
IIA dan IIB yang pada hasil pemeriksaan tumor marker ( AFP ) normal, jika
terdapat peningkatan kadarnya dalam darah dan timbul gejala dan tanda adanya
kelainan sistemik akibat metastase tumor maka terapi yang harus dilakukan
adalah pemberian kemoterapi primer yang terdiri dari bleomycin, etoposide dan
cisplatin ( BEP ), vinblastin, cyclophosphamide, dactinomicyn, bleomycin, dan
cisplatin
( VAB-6 ) dan cisplatin-etoptoside.
Cisplatin diberikan sebanyak dua siklus jika ditemukan :
Lebih dari 6 kelenjar getah bening terkena.
Terdapat massa tumor yang berukuran lebih dari 2 cm.
Adanya tumor di luar kelenjar getah bening.
Jika terjadi kekambuhan maka pemberian cisplatin dapat dilakukan sebanyak
3-4 siklus.

C.Penatalaksanaan tumor dengan staging III ( T1-T4, N0-N3, M1-M2, S0-S3 )


Seminoma
Penatalaksanaan seminoma staging tinggi ( high tumor burden ) yang meliputi
pasien dengan tumor yang telah mengalami penyebaran yang luas, ukuran tumor
yang besar, terdapat metastase ke viseral dan kelenjar supradiafragma termasuk
juga pasien yang masuk dalam staging IIC ( T1-T4, N0-N3, M1-M2, S0-S3 )
pemberian cisplatin dapat mengobati 60-70% pasien. Terdapat pembagian
seminoma pada staging ini berdasarkan respon terhadap pengobatan yaitu :
Seminoma dengan prognosis baik
Pasien ini memiliki kemungkinan sembuh yang tinggi dengan respon
terhadap terapi mencapai 88-95%. Regimen obat yang diberikan berupa
etoposide dan cisplatin sebanyak 4 siklus atau dapat diberikan BEP
sebanyak 3 siklus.
Seminoma dengan prognosis buruk
Pasien dengan respon yang buruk terhadap kemoterapi memiliki respon
rate sebesar 40% dan pasien ini dapat diberikan BEP sebanyak 4 siklus.

Nonseminoma
Pasien dengan massa tumor yang besar di daerah retroperitoneal ( lebih dari 3 cm
atau terdapat pada 3 slice CT-scan ) atau terdapat metastase maka terapi dengan
kemoterapi primer merupakan keharusan setelah dilakukan orchiektomi. Jika
hasil pemeriksan tumor marker normal dan pemeriksaan radiologi terlihat adanya
massa maka harus dilakukan tindakan reseksi karena massa tersebut 20%
merupakan sisa massa tumor, 40% adalah teratoma dan 40 % merupakan massa
tumor yang mengalami fibrosis. Beberapa ahli menganjurkan tetap perlu
dilakukan RPNLD karena lebih dari 10% kasus tetap ditemukan massa tumor,
walaupun hasil kemoterapi menunjukkan hasil yang sangat baik perlu dilakukan
evaluasi kadar tumor marker selama pemberian kemoterapi untuk mengetahui
respon tumor terhadap pengobatan. 3
Protokol Penatalaksanaan Tumor Testis Nonseminoma di FKUI/RSCM
STADI KGB
OPERASI
JENIS KEMOTERAPI
UM
I
Negatif
RPLND
BEP 2x bila Karsinoma
ipsilateral
Embrional, pT2,invasi
vaskuler
IIA
< 2 Cm
RPLND
BEP 2x
ipsilateral
IIB
2 5 Cm
RPLND
BEP 2x
ipsilateral
IIC
> 5 Cm
BEP 4x
III
Supraklavikula
BEP 4x
atau
mediastinum
IV
Ekstralimfatik
BEP 4x
Protokol Penatalaksanaan Tumor Testis Seminoma di FKUI/RSCM
STADIUM
PENATALAKSANAAN
I
Radioterapi ipsilateral
IIA
Radioterapi ipsilateral dan booster pada lesi
yang terlihat
IIB
Radioterapi ipsilateral dan booster pada lesi
yang terlihat
IIC
BEP 4x
III
BEP 4x
IV
BEP 4x

Orchiektomi radikal
Indakasi kecurigaan adanya tumor testis. Kecurigaan tumor testis apabila pada
pemeriksaan fisik ditemukan adanya massa yang irreguler yang berasal dari testis,
tidak terdapat keluhan nyeri. Kecurigaan ini harus dipastikan melalui pemeriksaan
Doppler ultrasonografi pada skrotum. Adanya tumor testis diperlihatkan oleh
gambaran hipoekoik yang hipervaskuler pada lesi intratestikuler. Tindakan ini
dilakukan untuk menentukan diagnosis histopatologi dan staging T.. Pada sedikit
kasus memang terjadi hal yang tidak diinginkan tetapi ini disebabkan oleh karena
tumor spillage, orchiectomy subtotal atau operasi melalui transscrotal ( whitmore,
1982 ).
Tindakan orchiectomy dilakukan dengan anestesi umum ataupun anestesi lokal
dan dapat dilakukan pada pasien-pasien rawat jalan. Pasien dalam posisi supine
dengan skrotum ditempatkan dalam medan operasi yang steril. Dilakukan insisi
oblique pada daerah inguinal kira-kira 2 cm diatas tuberculum pubicum dan
dapat diperlebar sampai ke skrotum bagian atas untuk mengangkat tumor yang
berukuran besar.
Insisi pada fasia Camper dan Scarpa sampai ke aponeurosis obliqus eksternus
dilanjutkan dengan menginsisi aponeurosis sesuai dengan arah seratnya sampai
mencapai anulus inguinalis internus.
Identifikasi nervus ilioinguinalis dan funikulus spermatikus setinggi anulus
inguinalis internus dibebaskan dan diisolasi dengan menggunakan klem
atraumatik atau turniket penrose 0,5 inchi.
Testis dan kedua tunika pembungkusnya dikeluarkan dari skrotum secara
tumpul dengan hati-hati, jika akan dilakukan biopsi atau subtotal orchiectomy,
pengeleluaran testis dari skrotum dilakukan sebelum membuka tunika vaginalis
dan menginsisi jaringan testis.
Orchiectomy radikal diakhiri dengan memasukkan funikulus spermatikus ke
dalam anulus inguinalis internus dan meligasi pembuluh darah vas deferen dan
funikulus spermatikus secara sendiri-sendiri.
Dilakukan irigasi pada luka dan skrotum dan hemostasis lalu dapat dilalukan
pemasangan protease testis.
Selanjutnya dilakukan penutupan aponeurosis muskulus obliqus eksternus
dengan benang prolene 2-0, fasia scarpa dijahit dengan benang absorbable dan
selanjutnya dilakukan penutupan kulit. Dressing dengan penekanan pada
skrotum dapat meminimalisasi terjadinya udema paska operasi.

Komplikasi orkiektomi radikal adalah :

Pendarahan, yang terlihat dengan adanya hematoma di skrotum atau


retroperitoneal.

Infeksi luka operasi.

Trauma pada nervus ilioinguinal yang mengakibatkan terjadinya hipoestesia


pada tungkai ipsilateral dan permukaan lateral skrotum.

Hasil dan Prognosis


Seminoma
Setalah dilakukaan orkiectomi radikal dan pemberian radiasi eksterna, maka pada
pasien seminoma stage I 5-years disease-fre surviva rate mencapai 95% dan 92-94%
pada seminoma stage IIA. Pada pasien dengan staging yang lebih tinggi yang telah
menjalani orkiektomi radikal yang diikuti dengan pemberian kemoterapi maka 5years disease-fre surviva rate nya 35-75%.

Figure 821. Approach for radical inguinal orchiectomy. The incision is shown in
the inset. The external oblique fascia is divided in line with its fibers down to the
external inguinal ring.

Nonseminoma
Pasien pada stage I yang menjalani orkiektomi radikal dan RPLND memiliki 5years disease-fre surviva rate yang tinggi mencapai 96-100%. Pada pasien stage II
dengan massa tumor yang kecil dan telah menjalani orkoiektomi radikal dan
kemoterapi 5-years disease-fre surviva rate nya mencapai 90% sedangkan pasien
pada stage ini tapi dengan massa tumor yang besar yang telah dilakukan orkiektomi
radikal diikuti dengan kemoterapi dan RPLND memiliki 5-years disease-fre surviva
rate sebesar 55-80%.
Tindak Lanjut
Pasien yang telah menjalani tindakan RPLND atau radioterapi memerlukan
pengamatan lanjutan setiap 3 bulan selama 2 tahun, lalu setiap 6 bulan selama 5
tahun selanjutnya setiap satu tahun. Pada setiap kunjungan haruslah dilakukan
pemeriksaan fisik pada sisa testis, abdomen dan kelenjar getah bening sekitarnya,
perlu pula dilakukan pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan kadar AFP, hCG
dan LDH. Selain itu perlu pula dilakukan pemeriksaan foto rontgen thorak dan
abdomen.
Evaluasi respon pengobatan menurut kriteria UICC (1987 ) :
1. Ukuran tumor yang dievaluasi paska pengobatan, berupa :
a.
Penurunan ukuran tumor dan atau ukuran metastase tumor, penurunan 2x
ukuran diameter yang saling tegak lurus dalam centimeter.
b.
Perbaikan yang tidak dapat diukur, rekalsifikasi lesi tulang osteolitik,
perkiraan penurunan ukuran lesi seperti pada massa abdomen.

Figure 822. After the cord has been controlled with a tightened Penrose drain or
rubber-shod clamp, the testicle is mobilized out of the scrotum using blunt
dissection.

2. Durasi remisi
Waktu yang diukur sejak mulai pengobatan sampai munculnya tumor baru
( ukuran tumor lebih dari 25% dari hasil 2x pengukuran diameter tumor ) ,
diukur sebelum dan sesudah pengobatan. Remisi dinyatakan dalam hari, minggu
dan bulan.

Algoritma penatalaksanaan seminoma dan


nonseminoma berdasarkan staging klinis

TUMOR TESTIS NON SEL GERMINAL


1. Tumor sel leydig
Tumor sel leydig adalah tumor testis non sel germinal meliputi 1-3% dari seluruh
tumor testis. 25% terjadi pada anak-anak, dangan 5-10% merupakan tumor
bilateral. Terdapat jenis yang jinak dan ganas.
Penyebab tumor jenis ini tidak diketahui dan tidak seperti pada tumor testis sel
germinal yang dihubungkan dengan kriptokidisme maka tumor sel leydig tidak
dikaitkan dengan kelainan tersebut. Tampak adanya lesi kecil yang berwarna
kekuningan tanpa adanya gambaran hemoragi dan nekrosis. Terdapat sel-sel
heksagonal yang granuler dengan sitoplasma yang berisi vakuola-vakuola lemak.
Temuan klinis yang dapat ditemukan pada penyakit ini berupa virilization pada
pasien usia pra pubertas dan merupakan suatu tumor jinak. Pada pasien dewasa
biasanya tidak bergejala meskipun pada 20-25% kasus terdapat adanya
ginekomastia dan tumor bersifat ganas pada 10% kasus. Pada pemeriksaan
laboratorium terdapat peningkatan kadar 17-ketosteroid serumdan urin dan juga
kadar estrogen. Pemeriksaan 17-ketosteroid penting untuk membedakan jenis
jinak dengan yang ganas, peningkatan 10-30 kali kadar enzim ini adalah pertanda
untuk tumor ganas dan indikasi untuk dilakukan RPLND.
Terapi inisial dari tumor ini adalah orchiektomi radikal. Peran kemoterapi untuk
tumor ini maih belum dapat ditentukan karena kasus tumor sel leydig sangatlah
jarang. Progonosis tumor sel leydig jenis jinak sangat baik sedangkan untuk jenis
yang ganas prognosisnya buruk.

2. Tumor sel sertoli


Tumor sel sertoli merupakan kasus yang sangat jarang, hanya meliputi kurang
dari 1% dari seluruh kasus tumor testis. Dari seluruh kasus tumor sel sertoli 10%
nya merupakan jenis ganas sedangkan sisanya merupakan lesi jinak. Pada lesi
jiank terlihat sel-sel dengan gambaran yang baik seperti pada sel leydig normal
sedangkan pada jenis ganas terlihat sel dengan batas-batas yang tidak jelas.
Secara mikroskopis tampak sel-sel yang heterogan yang merupakan campuran
dari sel epitel dan sel stroma. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya massa
tumor pada testis dan terjadi virilisasi pada penderita anak-anak. Pada 30%
kasus ditemukan adanya ginekomastia pada pasien dewasa.
Tindakan orchiektomi merupakan terapi awal untuk tumor ini dan RPLND
diindikasikan untuk jenis tumor ganas. Peran kemoterapi dan radioterapi untuk
tumor sel sertoli masih belum jelas.

3. Gonadoblastoma
Gonadoblastoma hanya meliputi 0,5% dari seluruh kasus tumor testis dan hampir
selalu ditemukan pada pasien dengan disgenesis testis. Penderita tumor ini
sebagian besar dijumpai pada usia dibawah 30 tahun.
Manifestasi klinis yang terlihat pada kelainan ini berkaitan dengan keadaan yang
mendasari timbulnya gonadoblastoma yaitu adanya disgenesis kelenjar gonad.

Hal yang penting diperhatikan bahwa 4/5 pasien gonadoblasoma secara fenotip
adalah wanita dan pada penderita pria murni biasanya menderita kriptokidisme
dan hipospadia.
Terapi pilihan untuk gonadoblastoma adalah orchiektomi radikal. Jika
ditemukan adanya disgenesis kelenjar gonad maka tindakan gonadektomi
kontralateral selain dari pengangkatan kelenjar gonad yang terkena merupakan
indikasi dari kelainan ini karena gonadoblastoma cenderung untuk mengenai
kedua testis.

Anda mungkin juga menyukai