Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM PETROLOGI

BATUAN SEDIMEN KARBONAT

DISUSUN OLEH :
MUHAMMAD AGUNG ANDIKA OKTAFIANSYAH
F1D114017

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN


JURUSAN TEKNIK KEBUMIAN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
2016

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

DASAR TEORI
Petrologi adalah bidang geologi yang berfokus pada studi mengenai batuan

dan kondisi pembentukannya. Ada tiga cabang petrologi, berkaitan dengan tiga tipe batuan, yaitu beku, metamorf, dan sedimen. Kata petrologi itu sendiri berasal
dari kata Bahasa Yunani petra, yang berarti batu. Petrologi batuan beku
berfokus pada komposisi dan tekstur dari batuan beku (batuan seperti granit atau
basalt yang telah mengkristal dari batu lebur atau magma). Batuan beku
mencakup batuan vulkanik dan plutonik. Petrologi batuan sedimen berfokus pada
komposisi dan tekstur dari batuan sedimen (batuan seperti batu pasir atau batu
gamping yang mengandung partikel-partikel sedimen terikat dengan matrik atau
material lebih halus). Petrologi batuan metamorf berfokus pada komposisi dan
tekstur dari batuan metamorf (batuan seperti batu sabak atau batu marmer yang
bermula dari batuan sedimen atau beku tetapi telah melalui perubahan kimia,
mineralogi atau tekstur dikarenakan kondisi ekstrim dari tekanan, suhu, atau
keduanya).
Petrologi memanfaatkan bidang klasik mineralogi, petrografi mikroskopis, dan
analisa kimia untuk menggambarkan komposisi dan tekstur batuan. Ahli petrologi
modern juga menyertakan prinsip geokimia dan geofisika dalam penelitan
kecenderungan dan siklus geokimia dan penggunaan data termodinamika dan
eksperimen untuk lebih mengerti asal batuan. Petrologi eksperimental
menggunakan perlengkapan tekanan tinggi, suhu tinggi untuk menyelidiki
geokimia dan hubungan fasa dari material alami dan sintetis pada tekanan dan
suhu yang ditinggikan. Percobaan tersebut khususnya berguna utuk menyelidiki
batuan pada kerak bagian atas dan mantel bagian atas yang jarang bertahan dalam
perjalanan kepermukaan pada kondisi asli.
(Suprapto. 2007)

BATUAN KARBONAT
Batuan karbonat adalah batuan dengan kandungan material karbonat lebih
dari 50% yang tersusun atas partikel karbonat klastik yang tersemenkan. Batuan
karbonat tidak hanya terdiri atas batugamping namun juga termasuk batuan lain
yang memiliki kandungan karbonat berupa mineral karbonat lebih dari 50%. Batu
karbonat pasti akan mengalami proses diagenesis. Proses diagenesis merupakan
perubahan yang terjadi pada sedimen secara alami, sejak proses pengendapan
awal hingga batas dimana metamorfisme akan terbentuk. Batas ini menentukan
dan menunjukan antara batas dimana batuan tersebut termasuk kedalam batuan
sedimen atau matamorf. Pada batuan karbonat, diagenesa merupakan proses
perubahan menuju batugamping atau dolomit yang lebih stabil.
A.

DIAGENESIS BATUAN KARBONAT


Secara umum batuan sedimen terendapkan pada laut dangkal namun juga ada

bebreapa yang terendpakan pada laut dalam sampai pada batas CCD. Faktor yang
menentukan karakteristik akhir produk diagenesa antara lain komposisi sedimen
mula-mula, sifat alami fluida interstitial dan pergerakannya, dan proses fisika,
kimia, maupun biologi yang bekerja selama diagenesa. Namun secara umum
batuan sedimen karbonat lebih banyak terbentuk akibat proses kimia dan proses
biologi atau biasa disebut dengan proses geokimia dan biogenetik. Proses-proses
diagenesis yang dialami oleh batuan karbonat meliputi.

Pelarutan (Dissolution)
Proses pelarutan merupakan proses diagenesis yang penting yang menyebabkan
meningkatnya porositas dan penipisan lapisan batuan sedimen terutama pada
batuan yang mudah larut seperti batuan karbonat dan evaporit. Proses ini dikontrol
oleh pH, Eh, temperature, tekanan parsial CO2, komposisi kimia dan ion strength.
Proses pelarutan juga dikontrol oleh porositas dan permiabilitas awal, kandungan
mineraL beserta sifat mineral yang ada dan ukuran butir sedimen.. Material yang
paling mudah larut dalam batupasir adalah semen kalsit, sehingga efek utama dari
proses pelarutan adalah penghilangan semen. Proses ini diesbut disementasi.
Mineral metastabil; yaitu mineral yang stengah stabil dan seteng tidak pada

batupasir seperti feldspar, fragmen batuan dan mineral berat, dapat juga
mengalami pelarutan.

Sementasi (Cementation)
Proses Sementasi adalah proses dimana butiran-butiran sedimen direkatkan oleh
material lain, dapat berasal dari air tanah atau hasil pelarutan mineral-mineral
dalam sedimen itu sendiri. Material semennya dapat berupa karbonat (CO3), silika
(Si), atau oksida (Fe). Sementasi dengan keluarnya air dari ruang pori-pori,
material yang terlarut di dalamnya mengendap dan merekatkan butiran-butiran
sedimen. Material semennya dapat merupakan karbonat (CaCO3), silica (SiO3),
oksida (besi) atau mineral lempung. Proses ini menyebabkan porositas sedimen
menjadi lebih kecil dari material semula. Proses ini lebih mengarah kepada proses
kimia.

Dolomitisasi (Dolomitization)
Dolomitisasi adalah perubahan limestone secara parsial maupun keseluruhan
menjadi dolomit. Dolomit mempunyai komposisi CaMg(CO3) 2 dan secara
kristalografi serupa dengan kalsit, namun lebih besar densitasnya, sukar larut
dalam air, dan lebih mudah patah (brittle). Secara umum, dolomit lebih porous
dan permeable dibandingkan batugamping. Saat sedimen terakumulasi, mineral
yang kurang stabil mengkristal kembali atau terjadi rekristalisasi, menjadi yang
lebih stabil. Proses ini umumnya terjadi pada batu gamping terumbu yang porous.
Mineral aragonite (bahan struktur koral hidup), lama-kelamaan berekristalisasi
menjadi bentuk polimorfnya, kalsit.

Aktivitas Mikroba (Microbial Activity)


Aktifitas organisme terjadi pada awal proses diagenesis segera setelah material
sedimen mengalami pengendapan. Aktifitas organisme akan mempercepat atau
memacu terjadi proses diagenesis lainnya. Organisme yang menyebabkan proses
ini dapat merupakan organisme yang sangat kecil (mikrobia) dimana aktifitas
jasad renik sangat berhubungan dengan proses dekomposisi material organik.
Proses dekomposisi material organik akan mempengaruhi pH sehingga

mempercepat terjadinya reaksi kimia dengan mineral penyusun sedimen. Aktifitas


mikrobia antara lain fermentasi, respirasi, pengurangan nitrat, besi, sulfat dan
pembentukan gas methana. Selain itu aktifitas organisme lainnya terjadi ketika
endapan sedimen berlangsung seperti burowing dan boring. Proses ini akan
membentuk kenampakan yang khas pada batuan sedimen yang disebut struktur
sedimen. Aktivitas mikroba ini dapat temasuk proses kimia maupun fisik.

Kompaksi Mekanik (Mechanical Compaction)


Proses kompaksi pada umumnya terjadi akibat terbebaninya lapisan akibat
sedimen yang berada di atasnya, sehingga menyebabkan hubungan antar butir
menjadi lebih dekat dan juga air yang terkandung dalam pori-pori lapisan tertekan
keluar. Kompaksi ini lebih banyak dipengaruhi oleh faktor tekanan. Dengan
demikian volume batuan sedimen yang terbentuk menjadi lebih kecil, namun
sangat kompak. Kompaksi merupakan proses penyusunan kembali butiran
sedimen sehingga menghasilkan hubungan antara butiran yang lebih rapat. Hasil
dari proses kompaksi adalah penurunan porositas dan permeablitas sedimen,
pengeluaran fluida dan pori antara butiran serta penipisan perlapisan.

Kompaksi Kimia (Chemical Compaction)


Perubahan kimia antara lain terdapat pada proses sementasi, authigenesis,
replacement, inverse, dan solusi. Proses sementasi menentukan kemampuan erosi
dan pengangkatan partikel oleh fluida. Banyak di antara mineral yang ada akan
hilang seiring proses yang ada terutama akibat erosi sehingga aka nada
penggantian mineral baru untuk mengganti kekosongan dari mineral yang hilang
tersebut.
(Ehlers. 1980)
Batuan karbonat adalah batuan sedimen yang mengandung mineral karbonat
lebih dari 50%. Sedangkan mineral karbonat adalah mineral mengandung CO3
dan satu atau lebih kation Ca, Mg, Fe, dan Mn. Pada umumnya, mineral karbonat
adalah kalsit (CaCO3) dan dolomit (CaMg (Co3)2). Batuan karbonat umumnya
terdiri atas batugamping (kalsit sebagai mineral utama) dan batudolomit

(dolostone). Umur batuan ini sangat bervareasi mulai dari pra-Kambrium sampai
Kuarter. Batuan karbonat pra-Kambrium dan Paleosen umumnya dikuasai oleh
batudolomit. Di alam batuan karbonat menempati 1/5 1/4 dari seluruh catatan
stratigrafi dunia. Sekitar 40 % dari minyak bumi dan gas dunia diambil dari
batuan karbonat. Reservoar karbonat di Timur Tengah merupakan salah satu
contoh reservoar karbonat dengan produksi migas yang besar. Sedimen karbonat,
yang dijumpai di dunia, kebanyakan terbentuk pada lingkungan laut dangkal dan
beberapa di antaranya terbentuk di daerah teresterestrial, tetapi laut dangkal tropis.
Indonesia merupakan daerah yang mempunyai sedimen karbonat melimpah.
B. PEMBENTUKAN SEDIMEN KARBONAT
Meskipun tidak semua, kebanyakan sedimen karbonat adalah hasil dari proses
kimia atau biologi yang hidup pada lingkungan laut bersih, hangat dan dangkal.
Secara umum, beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan akumulasi
maksimum sedimen karbonat adalah lingkungan yang mempunyai:
a.
b.
c.
d.
e.

kedalaman cukup, tidak terlalu dalam atau terlalu dangkal,


hangat, tidak terlalu panas atau terlalu dingin
kadar garam yang cukup, tidak terlalu tawar dan terlalu asin,
jernih, tidak terlalu banyak sedimen klastik darat, dan
makanan cukup, tetapi tidak terlalu banyak.

Berikut ini akan dibicarakan tiga faktor utama yang mengontrol produktivitas
sedimen karbonat: letak geografis dan iklim, cahaya dan salinitas.
1) Letak Geografis dan Iklim
Secara umum tata letak geografis dan iklim dapat mengontrol laju pertumbuhan
kehidupan penghasil sedimen karbonat. Daerah yang mempunyai latitud tinggi
mempunyai suhu dingin yang tentu saja menghambat pertumbuhan kehidupan
yang memerlukan kehangatan untuk hidup. Sedangkan daerah yang mempunyai
latitud rendah (tropis dan subtropis) mempunyai suhu keseharian hangat. Di
daerah ini berbagai kehidupan yang memproduksi sedimen karbonat akan tumbuh
lebih baik.
2) Penetrasi Cahaya

Penetrasi cahaya mengontrol distribusi organisme penghasil karbonat yang


membutuhkan cahaya untuk fotosintesis. Penetrasi cahaya dipengaruhi oleh
kedalaman air, latitud, dan kejernihan air. Radiasi cahaya menembus air, ini
diserap dengan cepat pada bagian atas laut. Setiap perubahan kedalaman 30-50 m,
intessitas cahaya berkurang 1% dari level cahaya permukaan. Batas kedalaman
pertumbuhan koral secara geografis bervariasi, pertumbuhan koral aktif di
Carribbean berkisar dari 40 sampai 60 m, sedangkan didaerah Indo-Pasifik hanya
15 sampai 90 m. Material klastik yang diangkut dari darat dan dikirim ke paparan
atau

cekungan

melalui

transportasi

sungai

dan/atau

angin

juga

akan

mempengaruhi penetrasi cahaya. Masuknya sedimen silisiklastik menghasilkan


partikel halus, lempung dan lanau tersuspensi, yang dapat menurunkan kejernihan
(transparansi) air dan fotosintesa. Hal ini tentu akan mengakibatkan terganggunya
pertumbuhan ganggang karbonat, yang merupakan penghasil utama sedimen
karbonat.
3) Salinitas (kadar garam)
Perbedaan dan kelimpahan biota menunjukkan semua faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan kalkareus. Pada kondisi laut terbuka yang normal, perubahan
salinitas dapat mengakibatkan hilangnya sejumlah jenis fauna yang tidak tahan
terhadap

perubahan

salinitas

ini.

Peningkatan

salinitas

menurunkan

keanekaragaman biota dan salinitas di atas 40% kebanyakan invertebrata


menghilang, meskipun ganggang kalkareous tetap akan memproduksi sedimen
terhadap waktu
.
C. KOMPOSISI
1) Komposisi Kimia
Unsur kimia utama batugamping dikuasai oleh kalsium, magnesium, karbon dan
oksigen. Kalium sebagai kation utama (Ca+2) dan magnesium (Mg+2); Fe, Mn
dan Zn umumnya sebagai kation yang berjumlah sedikit. Anion yang utama
adalah CO32-, namun anion seperti SO42- , OH-, F- dan Cl- dapat juga hadir
dalam jumlah yang terbatas. Unsur/elemen jejak (trace elemen) yang biasa
dijumpai pada batuan karbonat meliputi B, Ba, P, Mg, Ni, Cu, Fe, Zn, Mn, V, Na,
U, Sr, Pb, K. Konsentrasi elemen jejak tersebut tidak hanya dikontrol oleh
minerologi batuan, tetapi juga dikontrol oleh jenis dan kelimpahan relatif butiran

cangkang

fosil

dalam

batuan.

Banyak

organisme

menghimpun

dan

menggabungkan elemen jejak tersebut ke dalam struktur cangkangnya.


2) Komposisi Mineral
Mineral penyusun batuan karbonat terbagi dalam tiga kelompok utama: kelompok
kalsit, kelompok dolomit dan kelompok aragonit (Tabel VI.1). Di antara mineral
karbonat dalam Tabel VI.1, hanya kalsit, dolomit dan aragonit yang merupakan
mineral utama dalam batugamping dan dolomit (batudolomit). Aragonit bahkan
merupakan penyusun utama batuan karbonat yang berumur Kenozoikum dan
karbonat moderen. Siderit dan ankerit sering sebagai semen dan konkresi dalam
beberapa batuan sedimen, tetapi jarang sebagai penyusun utama dalam batuan
karbonat
3) Butiran
Komponen penyusun batuan karbonat moderen umumnya dibagi ke dalam dua
bagian dasar (lihat Gambar VI.1): butiran (grain) dan lumpur (mud). Butiran
adalah kerangka pada kebanyakan batuan karbonat yang terdiri dari endapan
cangkang organisme (skeletal) dan endapan partikel dan agregat anorganik.
Sehingga, butiran biasanya dibagi menjadi dua kelompok butiran, yaitu cangkang
dan noncangkang. Boggs (1992) menyebut butiran noncangkang ini dengan
sebutan litoklas atau klastika batuan. Butiran batuan karbonat dapat berukuran
dari ukuran pasir sampai dengan brangkal. Bentuk butiran karbonat juga sangat
bervareasi, mulai menyudut sampai membulat. Lumpur gamping (lime mud)
adalah batuan karbonat dengan butiran sangat halus, termasuk butiran dan
endapan kristalin yang ke duanya berukuran sangat halus. Karbonat ini setara
dengan serpih dan/atau batulempung pada endapan klastika. Lumpur gamping
(lime mud) laut terbentuk dari kehidupan bentonik yang mati dan meluruh,
detritusnya berasal dari partiel karbonat yang lebih besar, akumulasi biota
plantonik, dan pengendapan langsung dari air laut. Beberapa proses yang
dipercaya dapat menghasilkan lumpur gamping, di antaranya adalah aktivitas
angin, ombak dan pasang-surut dapat memecahan cangkang kehidupan menjadi
serpihan renik. Aktivitas binatang laut pemakan biota laut penghasil karbonat,
dapat merusak cangkang koral menjadi bagian yang sangat halus. Sedimen
karbonat ini kemudian mengalami proses pembatuan sehingga menjadi batuan

karbonat. Saat ini di lingkungan laut, beberapa sedimen karbonat membatu


menjadi batugamping pada atau hanya sedikit di bawah dasar laut. Sebagai contoh
dari proses ini adalah beachrocks (pembatuan sedimen pantai) yang biasanya
tersemen oleh aragonit dan Mg-kalsit berupa serabut atau seperti jarum. Dalam
karbonat purba, semen aragonit dan Mg-kalsit jarang dapat terekam dengan baik.
Hal ini disebabkan oleh ketidaksatabilan aragonit dan Mg-kalsit, yang dengan
mudah berubah menjadi kalsit. Butiran cangkang merupakan butiran yang sangat
dominan pada batuan karbonat Panerozoikum. Butiran ini dapat berupa cangkang
utuh dan/atau pecahan bagian dari suatu organisme dengan bentuk menyudut
sampai membulat. Sebagian besar cangkang itu dibentuk oleh aragonit, kalsit atau
Magnesian-kalsit. Komposisi ini dapat berubah karena proses diagenesa yang
dialami, sehingga sebagian mineral berubah menjadi mineral lain. Contohnya,
aragonit akan berubah menjadi kalsit pada proses diagenesa.
4) Butiran karbonat Non-Cangkang
Butiran non-cangkang adalah partikel-partikel yang berasal dari proses fisika,
kimia ataupun secara biologi dan butiran ini bukan bagian struktur organik.
Berdasarkan ciri-cirinya ada beberapa tipe butiran non-cangkang, sebagai berikut:
a. Litoklas
Litoklas (lithoclast), adalah fragmen sedimen pada batuan karbonat yang
merupakan hasil erosi, kemudian tertransportasi dan diendapkan dalam cekungan
karbonat. Disini ada dua jenis lithocklast, yaitu intraklas dan ekstraklas.
Ekstraklas, sering juga disebut limeclast , berasal dari luar cekungan karbonat,
sedangkan intraklas berasal dari dalam cekungan itu sendiri.
(1) Intraklast adalah kepingan batugamping atau pengerasan sedimen yang
berasal dari dalam cekungan pengendapan itu sendiri. Kepingan ini dapat
berupa beachrock, hardgrounds, atau stromatolite yang semi-terkonsolidasi.
Intraklasts mengandung partikel-partikel yang seumur dengan batuan
induknya (host rock) dan beberapa fabrik diagenetik dijumpai dalam
interklast yang berkaitan dengan lingkungan pengendapan sedimen induknya.
Interklast sangat sering dijumpai dalam karbonat. Mereka dapat terbentuk
akibat erosi dalam laut yang terletak pada alur pasang-surut, pantai, muka

terumbu dan dataran pasang-surut (tidal flat). Menurut Boggs (1992), ada dua
proses utama penyebab terbentuknya intraklas adalah:
1. erosi terhadap endapan pantai baru saja membatu (lithified beach-rock) di
dalam zona intertidal dan supratidal;
2. penghancuran dari telo (desication) pada supratidal, khususnya lumpur
gamping yang menghasilkan klastika lumpur gamping.
(2) Ekstraklast adalah kepingan batugamping yang berasal dari batugamping
yang telah membatu dan terletak diluar cekungan, kemudian tererosi dan
diangkut masuk ke dalam cekungan pengendapan. Kalau intraklas dapat
memberikan informasi tentang kondisi cekungan dimana batugamping itu
diendapkan, ekstraklas tidak dapat. Yang diberikan oleh ekstraklas adalah
informasi tentang batuan asalnya, yang mungkin jauh lebih tua.
(3) Coated grain (ooid, oncoid and cortoid)
Butiran terbungkus (coated grain) adalah butiran karbonat terdiri atas inti
(nuleus) yang dikelilingi oleh lapisan pembungkus yang disebut korteks
(cortex). Butiran terbungkus ini dibagi dalam ooid, onkolit dan kortoid.
b. Ooids
Ooids adalah butiran terbungkus berukuran pasir, berbentuk bundar sampai oval
dan pembungkusnya konsentris disekitar nukleus butiran (Gambar VI-2).
Pembungkus (coating) terdiri atas lapisan yang bervareasi ketebalannya (3-15
mikron). Intinya (nucleus). Nukleus mungkin berupa kepingan cangkang, peloid,
ooid yang lebih kecil, atau butiran lain seperti kuarsa dan feldspar. Pada umumnya
ooid berukuran lanau-pasir atau 0,1-2 mm, yang paling umum adalah 0,5-1 mm
(Boggs, 1992). Ooid yang berukuran >2 mm disebut pisoid. Batuan yang dibentuk
oleh ooid berukuran <2 mm disebut oolit, sedangkan batuan yang terbentuk oleh
pisoid (>2 mm) disebut pisolit. Dari data yang terbatas, pertumbuhan individu
ooids menunjukan mungkin sangat perlahan, data yang diperoleh di Bahama
menunjukan laju akumulasi hampir 1 m/1000 tahun (Boggs, 1992). Akumulasi
ooids berkembang baik pada platform dangkal di tropis-subtropis, dalam air
bergerak, biasanya kedalaman berkisar 0 dan 4 meter dan butiran digerakkan oleh
arus tidal, arus angin, dan gelombang. Pergerakan air mengeluarkan CO2 dari
larutan dalam air laut dan meningkatkan pengendapan caCO3. Disini kebanyakan
ooids yang terbentuk adalah aragonit ooids, dan sedikit terjadi Mg-kalsit ooids.
Aragonit ooids cenderung membentuk orentasi kristal tangensial, sedangkan Mg-

kalsit ooids membentuk struktur radial. Aragonit ooids menempati daerah energi
tinggi, sedangkan Mg-kalsit ooids cenderung lebih terkonsentrasi dalam
lingkungan energi rendah. Boleh jadi, energi hidroulik mengontrol mineralogi.
Berdasarkan lapisan pembungkus (cortex), ooid primer dapat dibagi menjadi:
1.
2.
3.
c.

Ooid dengan struktur tangensial ,


Ooid dengan struktur radial dan
Ooid mikritik atau mikrosparit.
Onkoid (Oncoid)

Onkoid adalah butiran terbungkus oleh lapisan yang lebih tidak beraturan dari
pada ooid. Pada umumnya onkoid berukuran <2 mm->10 mm. Onkoid dapat
terbentuk baik di lingkungan pengendapan laut maupun di darat. Peloid dan pelet
Istilah peloid digunakan untuk menggambarkan semua butiran yang dibentuk m,
denganpada aggregat karbonat kriptokristalin berukuran 20-60 mengabaikan
asal pembentukannya. Hal ini diperlukan karena sering asal aggregat ini tidak
jelas, tetapi untuk butiran dengan asalnya dari faecal origin, digunakan istilah
pelet. Peloid adalah ciri khusus pada lingkungan lagun, dan beberapa lingkungan
inner-shelf dangkal.
d. Lumpur Karbonat
Lumpur karbonat (carbonate mud) adalah batuan karbonat yang berbutir sangat
halus (<63 mikron), yang biasanya diidentifikasi mengunakan mikroskop. Di
bawah pengamatan mikroskop elektron, lumpur karbonat laut moderen dapat
dilihat kandungan kristal aragonit berbentuk jarum, butiran cangkang yang
kelihatannya sangat halus atau kepingan cangkang yang sangat kecil, seperti
coccoliths. Kebanyakan lumpur aragonit yang berbentuk jarum berasal dari
serpihan ganggang kalkareous yang mati, seperti Penicillus. Lumpur lainnya, yang
mana berbentuk butiran-nano berbentuk membundar tanggung, adalah tidak jelas
dari tanda-tanda organik. Ini mungkin diendapkan dari air laut.
D. KLASIFIKASI BATUAN KARBONAT
Klasifikasi batuan karbonat mempunyai banyak ragamnya. Sampai saat ini
belum ada satu klasifikasi yang dapat memuaskan semua fihak, seperti halnya
pada batuan klastika (seperti batupasir misalnya). Beberapa klasifikasi yang akan
disajikan di bawah ini merupakan klasifikasi yang lebih umum dipakai oleh para

ahli geologi. Secara konvensional batuan karbonat juga diklasifikasikan menurut


ukuran butiranya, seperti klasifikasi sedimen klastik berdasarkan skala ukuran
butir Wentworth. Batuan karbonat dengan ukuran butir >2 mm dinamakan
kalsirudit (disebut konglomerat pada sedimen non-karbonat), 63 mikron - 2 mm
disebut kalkarenit (disebut batupasir pada sedimen non-karbonat), dan yang
ukuran butirnya <63 mikron dinamakan kalsilutit (setara dengan batulempung).
Namun klasifikasi yang berdasarkan pemerian (discription) ini sudah lama
ditinggalkan. Para ahli geologi lebih senang dengan klasifikasi yang berdasarkan
asal (genetic) batuan atau paling tidak mengarahkan ke sana. Hal ini disebabkan,
dengan klasifikasi asal itu dapat diinterpretasikan bagaimana dan dimana proses
sedimentasi batuan berlangsung. Pada 1962 ada dua klasifikasi yang terkenal yang
diusulkan oleh R.L.Folk.
E. DIAGENESA
Setelah proses pengendapan berakhir, sedimen karbonat mengalami proses
diagenesa yang dapat menyebabkan perubahan kimiawi dan mineralogi untuk
selanjutnya mengeras menjadi batuan karbonat. Sedimen karbonat umumnya lebih
rentan

terhadap

pelarutan

(dissolution),

rekristalisasi

dan

replacement

dibandingkan mineral-mineral silikat. Sebagai contoh, lumpur aragonit dengan


mudah teralterasi (terubah) seluruh menjadi kalsit selama proses awal diagenesa
dan pembenan. Pada tahap berikutnya, kalsit mungkin digantikan seluruhnya atau
sebagian oleh dolomit pada proses dolomitisasi.
Regim Diagenesa Karbonat Secara umum tahapan diagenesa pada sedimen
karbonat seperti pada sedimen klastik, yaitu eodiagenesis pada pembebanan
dangkal, mesodiagenesis pada pembebanan dalam, dan telodiagenesis jika terjadi
pengangkat dan uproofing. Jadi, diagenesis menempati tiga atau realm utama ,
yaitu laut, meteorik, dan regim bawah permukaan.
1) Regim Laut
Meliputi dasar laut dan bawah permukaan laut sangat dangkal. Lingkungan
diagenetik ini dicirikan oleh temperatur dan salinitas air laut yang normal. Proses
diagenetik dasar pada lingkungan seperti ini meliputi bioturbasi sedimen,
modifikasi kerang karbonat dan butiran lainnya oleh pemboran organisme, dan

sementasi butiran dalam daerah air panas, terutama pada terumbu, beting pasir
tepi platform, dan endapan karbonat pantai.
2) Regim Meteorik
Regim ini terjadi dengan dua cara, yaitu : (1) oleh turunnya muka laut relatif, dan
(2) oleh cepatnya pengisian seimen pada cekungan karbonat dangkal. Batuan
karbonat yang lebih tua dapat juga masuk dalam regim ini oleh tahapan akhir
pengangkatan atau uproofing kompleks karbonat dengan pembebanan yang lebih
dalam (teladiagenesis). Regim meteorik dicirikan oleh hadirnya air tawar ; yang
meliputi zona tidak jenuh (pori-pori sedimen tidak terisi dengan air) diatas water
table, dan zona jenuh air dibawah water table. Air meteorik umumnya sangat
tinggi dimuati dengan CO2, sehingga secara kimiawi sangat agresif. Karenanya
aragonit dan kalsit magnesium tinggi lebih muda larut daripada kalsit, mereka
larut dengan mudah dalam air korosVIe. Sebaliknya, pelarutan (dissolution)
aragonit dan kalsit magnesium tinggi dapat menjenuhi air dalam kalsium karbonat
berkenan dengan kalsit, yang menyebabkan aragonit kalsitdiendapkan. Proses
dissolution - reprecipitation menyebabkan aragonit dan kalsit kalsium tinggi
kurang stabil sehingga digantikan oleh kalsit yang lebih stabil.
3) Regim Bawah Permukaan
Setelah periode awal diatas, sedimen karbonat secara berangsur terbebani kedalam
dan dalam regim ini terjadi peningkatan tekanan, temperatur tinggi, dan
perubahan fluida dalam pori-pori. Dibawah kondisi ini, sedimen karbonat
mengalami kompaksi fisik, kompaksi kimiawi, dan perubahan tambahan
kimiawi/mineralogi yang meliputi dissolution, sementasi, neomorphism, dan
replcement. Sipat-sipat aksak perubahan yang dialami selama diagenesa bawah
permukaan dalam tergantung pada kondisi khusus lingkungan pembebanannya,
seperti temperatur, komposisi fluida pori, dan pH.
(Anonim. 2010)

Skema Klasifikasi Folk (1959)

Klasifikasi Dunham (1962)

1.2.

TUJUAN PRAKTIKUM
Mengenal batuan sedimen karbonat dan tahapan-tahapan dalam
mendeskripsikan batuan sedimen karbonat.
Mengidentifikasi dan mendeskripsikan batuan sedimen karbonat secara
lengkap sesuai dengan pendeskripsian yang ada (warna, jenis batuan
sedimen karbonat, struktur, tekstur, genesa batuan, komposisi batuan dan
nama batuan).

1.3.

ALAT DAN BAHAN

1.3.1. ALAT

Komparator batuan sedimen karbonat


Lup
Alat Tulis
Lembar kerja

1.3.2. BAHAN

1.4.

Batuan sedimen karbonat


HCl

4 buah
0,5 M

PROSEDUR KERJA
Diikuti dan dimengerti penjelasan, arahan dan instruksi dari asisten
laboratorium saat menjelaskan tahap-tahap dalam identifikasi batuan

sedimen karbonat pada praktikum.


Disiapakan alat dan bahan praktikum petrologi untuk identifikasi batuan

sedimen karbonat.
Disiapkan alat seperti komparator batuan sedimen karbonat, lup dan
peralatan

tulis

seta

lembar

kerja

untuk

mempermudah

dalam

mengidentifikasi batuan sedimen karbonat pada praktikum.


Disiapkan empat buah batuan sedimen karbonat untuk dijadikan sampel
dalam identifikasi batuan sedimen karbonat.

Dilakukan identifikasi atau pendeskripsian pada batuan sedimen karbonat


yang telah ditentukan seperti warna, jenis batuan sedimen, struktur, tekstur
(ukuran butir, derajat pemilahan, derajat kebundaran dan kemas),

kompisisi mineral dan penamaan batuan.


Diteteskan HCl untuk membuktukan bahwa batuan tersebut merupakan
batuan sedimen karbonat kemudian lihat bentukan fisik batuan sedimen
karbonat yang diidentifikasi, lalu lakukan pendeskripsian sesuai dengan

urutan peidentifikasian.
Dipastikan setiap tahap dalam pendeskripsian sudah tepat, diusahakan

meminimalisir kesalahan yang terjadi dalam pendeskripsian.


Dituliskan dan dicatat setiap tahapan pendeskripsian batuan sedimen
karbonat dalam lembar kerja, kemudian sketsakan batuan ke dalam lembar
kerja yang telah ada.

2.2 PEMBAHASAN
Dari praktikum petrologi yang dilaksanakan oleh Program Studi Teknik
Pertambangan pada Senin, 01 Maret 2016 di Laboratorium Energi, Rekyasa dan
Material, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Jambi. Pada praktikum
petrologi yang membahas tentang Batuan Sedimen Karbonat. Didapatkan hasil
setelah pendeskripsian secara megaskopis dengan menggunakan komparator
batuan sedimen karbonat berupa empat batuan sedimen yang dideskripsikan. Dari
empat batuan sedimen tersebut dapat diidentifikasi bahwa batuan tersebut adalah
batuan sedimen karbonat dan sedimen klastik seperti batu gamping terumbu,
rijang, batu gamping dan batu gamping berfosil.
Secara megaskopis batu sedimen karbonat hampir mirip dengan batuan
sedimen pada umumnya yang membedakannya adalah batuan karbonat biasanya

sering berasosiasi dengan fosil atau terumbu. Hal inilah yang biasanya yang
membedakan batuan sedimen karbonat dengan batuan sedimen lain. Dan pembeda
yang lainnya adalah ketika batuan karbonat ditetetskan dengan HCl, permukaan
batuan akan mengalami pendidihan atau mengalami yang dikenal dengan istilah
ngejoss.
1. Batu Gamping Terumbu

Batuan yang pertama kali dideskripsikan adalah batuan karbonat klastik


yaitu batu gamping terumbu. Secara fisik batu ini terlihat berasosiasi dengan
terumbu karang pada permukaan batu gamping tersebut. Untuk secara detail
tentang terumbu apa yang berasosiasi dengan batu gamping tersebut tidak dapat
bisa dideskripsikan karena perlu pengujian melalui mikroskop melalui polarisasi
pada ilmu Petrografi. Dilihat secara kasat mata warna yang dominan putih pada
seluruh permukaan batuan terlihat begitu sangat jelas. Jenis batuan batu gamping
terumbu yang dideskripsikan adalah karbonat non klastik karena batuan ini
tersedimentasi dimana tempat batuan ini berasal tanpa adanya gangguan seperti
erosi. Struktur pada batu gamping terumbu ini merupakan struktur fosiliferous.
Karena terdapatnya fosil terumbu yang berasosiasi pada batu gamping tersebut.
Kemudian dilihat dari teksturnya, batuan ini tidak memiliki butir yang jelas
karena batu gamping terumbu merupakan jenis batuan sedimen karbonat yang non
klastik sehingga teksturnya tidak begitu terlalu jelas (amorf). Sedangkan
komposisi mineral batu gamping terumbu adalah monomineralik karbonat karena
hanya mengandung mineral yang bersifat karbonatan saja tanpa ada mineral
tambahan lain yang terkandung di dalamnya. Batu gamping terumbu bukan
merupakan bahan galian yang bisa ditambang karena asosiasi fosil terumbu yang
berada di batu gamping sehingga kandungan batu gamping yang ada terganggu
dengan adanya fosil terumbu didalamnya (pengotor).
2. Rijang

Pada deskripsi batuan kedua adalah batu sedimen non klastik, yaitu batu
rijang. Batu rijang ini bukan merupakan batuan sedimen karbonat karena pada
saat ditetes HCl tidak ada tanda-tanda reaksi kimia yang terjadi. Warna yang
terlihat dominan pada rijang adalah abu abu, meskipun pada umumnya rijang
berwarna hitam. Struktur pada batu rijang adalah masif, karena pada keselurahan
batu rijang kompak dan kokoh. Sedangkan tekstur yang dimiliki oleh rijang
adalah amorf. Hampir tidak ada sama sekali butiran yang terlihat dan ketika
disentuh dengan tangan rijang ini teksturnya seperti permukaan semen yang halus.
Sehingga rijang juga tidak memiliki ukuran besar butir, derajat pembundaran,
derajat pemilahan serta kemas. Komposisi mineral yang tergandung pada rijang
hanya ada silika yang biasa disebut dengan monomineralik Silika.

3. Batu Gamping

Pada pendeskripsian ketiga secara megaskopis, terlihat secara fisik batuan


tersebut memiliki adanya tekstur dengan adanya butiran pada batuan. Pada saat
ditetesi dengan HCl batu ini mengalami rekasi, sehingga batuan ini termasuk ke
dalam batuan sedimen karbonat klastik. Warna yang terlihat dominan pada batu
ini adalah warna putih seperti warna kapur. Karena merupakan batuan karbonat
klastik, maka pasti ada tekstur yang dapat dideskripsikan pada batu ini. Ukuran
besar butir pada batuan karbonatan ini adalah rudite >1mm. Pada bataun sedimen
rudite sama dengan pasir kasar atau pasir sedang. Derajat pembundaran yang

terlihat adalah rounded (membundar). Derajat pemilahannya buruk karena saat


ditetesi air ke permukaan batuan, batu ini sedikit lambat saat menyerap air ini
dipengaruhi dengan porositas yang kecil pada permukaan batuan. Kemas dari
batuan yang dideskripsikan adalah terbuka. Meskipun permukaannya tidak bisa
menyerap air dengan sempurna, tapi permukaannya tetap dapat menyerap.
Komposisi mineral yang terkandung pada batu sedimen karbonat klastik ini
adalah sparit karbonat. Dari pendeskripsian tersebut dapat dismpulkan bahwa batu
ini adalah batu gamping. Batu gamping adalah batuan sedimen karbonat yang
sering digunakan sebagai bahan pembuatan konstruksi bangunan seperti semen.
Pada permukaan batu gamping yang dideskripsikan terlihat warna hijau kegelapan
yang merupakan lumut dan hasil pelapukan dari batu gamping yang didapatkan.
4. Batu Gamping Berfosil

Pendeskripsian keempat merupakan batu gamping berfosil. Dimana terlihat


sangat jelas fosil kerang yang berada di permukaan batuan. Warna yang terlihat
secara fisik adalah abu-abu kehitaman. Jenis batuannya adalah karbonat klastik
dengan struktur yang masif. Batu gamping berfosil memiliki tekstur dengan
ukuran besar butir rudite >1mm. Kemudian derajat pembundarannya adalah
membundar dengan derajat pemilahan yang buruk dan kemas tertutup. Karena
tidak ada sama sekali air yang saat diteteskan menyerap pada batu gamping
berfosil. Komposisi mineral yang terkandung pada batu gamping berfosil berupa
fragmen dengan fosil kerang, matrik pasir sedang dan semen yang mengandung
karbonat. Batu gamping berfosil adalah batuan sedimen karbonat klastik yang
terendapakan bersamaan dengan fosil kerang sehingga batu gamping tersebut
dinamakan batu gamping berfosil.

BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN

Dapat mengenal batuan sedimen karbonat dan tahapan-tahapan dalam


mendeskripsikan batuan sedimen karbonat. Jadi, pada praktikum petrologi
mengenai batuan sedimen karbonat ini adalah mampu mengenali batuan
sedimen karbonat yang telah identifikasi seperti batu gamping terumbu,
rijang,

batu

gamping,

dan

batu

gamping

berfosil

sesuai

dengan

pendeskripsian secara megaskopis menggunakan komparator batuan sedimen


karbonat dan beberapa tetsan Hcl untuk membuktikan batuan tersebut adalah

batuan sedimen karbonat.


Mengidentifikasi dan mendeskripsikan batuan sedimen karbonat secara
lengkap sesuai dengan pendeskripsian yang ada (warna, jenis batuan sedimen
struktur, tekstur, genesa batuan, komposisi batuan dan nama batuan). Jadi,
praktikum petrologi ini adalah mampu mengidentifikasi batuan sedimen

karbonat seperti batu gamping terumbu, rijang, batu gamping dan batu
gamping berfosil secara rinci dari jenis batuan sampai dengan penamaan
batuan dengan pendeskripsian secara megaskopis yang tepat.

3.2 SARAN

Kepada asisten laboratorium praktikum petrologi secara keseluruhan sudah


hampir mendekati sempurna dalam segala hal. Akan tetapi, saya
menyarankan agar kedepannya aslab dapat mempersiapkan materi yang
akan dijelaskan lebih maksimal. Sehingga kami para praktikan dapat lebih
mengerti. Serta diberikan beberapa contoh pendeskripsian yang benar dan

tepat untuk satu contoh batuan saja.


Saya menyarankan agar kondisi praktikum tetap kondusif dan harmonis
sampai dengan praktikum petrologi selesai seperti praktikum sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2010.http://sedimentologiduaribusembilan.blogspot.co.id/2010/12/sedim
en-klastika-dan-karbonat.html. (Diakses Kamis, 04 Maret 2016, 20.07
WIB di Jambi)

Ehlers, E,G., Blatt,H. 1980. Petrology. W.H. Freeman Company. San Fransisco.
Suprapto. 2007. Panduan Praktikum Mineralogi Petrologi. Awan Poetih:
Yogyakarta

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai