Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
DISUSUN OLEH :
MUHAMMAD AGUNG ANDIKA OKTAFIANSYAH
F1D114017
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
DASAR TEORI
Petrologi adalah bidang geologi yang berfokus pada studi mengenai batuan
dan kondisi pembentukannya. Ada tiga cabang petrologi, berkaitan dengan tiga tipe batuan, yaitu beku, metamorf, dan sedimen. Kata petrologi itu sendiri berasal
dari kata Bahasa Yunani petra, yang berarti batu. Petrologi batuan beku
berfokus pada komposisi dan tekstur dari batuan beku (batuan seperti granit atau
basalt yang telah mengkristal dari batu lebur atau magma). Batuan beku
mencakup batuan vulkanik dan plutonik. Petrologi batuan sedimen berfokus pada
komposisi dan tekstur dari batuan sedimen (batuan seperti batu pasir atau batu
gamping yang mengandung partikel-partikel sedimen terikat dengan matrik atau
material lebih halus). Petrologi batuan metamorf berfokus pada komposisi dan
tekstur dari batuan metamorf (batuan seperti batu sabak atau batu marmer yang
bermula dari batuan sedimen atau beku tetapi telah melalui perubahan kimia,
mineralogi atau tekstur dikarenakan kondisi ekstrim dari tekanan, suhu, atau
keduanya).
Petrologi memanfaatkan bidang klasik mineralogi, petrografi mikroskopis, dan
analisa kimia untuk menggambarkan komposisi dan tekstur batuan. Ahli petrologi
modern juga menyertakan prinsip geokimia dan geofisika dalam penelitan
kecenderungan dan siklus geokimia dan penggunaan data termodinamika dan
eksperimen untuk lebih mengerti asal batuan. Petrologi eksperimental
menggunakan perlengkapan tekanan tinggi, suhu tinggi untuk menyelidiki
geokimia dan hubungan fasa dari material alami dan sintetis pada tekanan dan
suhu yang ditinggikan. Percobaan tersebut khususnya berguna utuk menyelidiki
batuan pada kerak bagian atas dan mantel bagian atas yang jarang bertahan dalam
perjalanan kepermukaan pada kondisi asli.
(Suprapto. 2007)
BATUAN KARBONAT
Batuan karbonat adalah batuan dengan kandungan material karbonat lebih
dari 50% yang tersusun atas partikel karbonat klastik yang tersemenkan. Batuan
karbonat tidak hanya terdiri atas batugamping namun juga termasuk batuan lain
yang memiliki kandungan karbonat berupa mineral karbonat lebih dari 50%. Batu
karbonat pasti akan mengalami proses diagenesis. Proses diagenesis merupakan
perubahan yang terjadi pada sedimen secara alami, sejak proses pengendapan
awal hingga batas dimana metamorfisme akan terbentuk. Batas ini menentukan
dan menunjukan antara batas dimana batuan tersebut termasuk kedalam batuan
sedimen atau matamorf. Pada batuan karbonat, diagenesa merupakan proses
perubahan menuju batugamping atau dolomit yang lebih stabil.
A.
bebreapa yang terendpakan pada laut dalam sampai pada batas CCD. Faktor yang
menentukan karakteristik akhir produk diagenesa antara lain komposisi sedimen
mula-mula, sifat alami fluida interstitial dan pergerakannya, dan proses fisika,
kimia, maupun biologi yang bekerja selama diagenesa. Namun secara umum
batuan sedimen karbonat lebih banyak terbentuk akibat proses kimia dan proses
biologi atau biasa disebut dengan proses geokimia dan biogenetik. Proses-proses
diagenesis yang dialami oleh batuan karbonat meliputi.
Pelarutan (Dissolution)
Proses pelarutan merupakan proses diagenesis yang penting yang menyebabkan
meningkatnya porositas dan penipisan lapisan batuan sedimen terutama pada
batuan yang mudah larut seperti batuan karbonat dan evaporit. Proses ini dikontrol
oleh pH, Eh, temperature, tekanan parsial CO2, komposisi kimia dan ion strength.
Proses pelarutan juga dikontrol oleh porositas dan permiabilitas awal, kandungan
mineraL beserta sifat mineral yang ada dan ukuran butir sedimen.. Material yang
paling mudah larut dalam batupasir adalah semen kalsit, sehingga efek utama dari
proses pelarutan adalah penghilangan semen. Proses ini diesbut disementasi.
Mineral metastabil; yaitu mineral yang stengah stabil dan seteng tidak pada
batupasir seperti feldspar, fragmen batuan dan mineral berat, dapat juga
mengalami pelarutan.
Sementasi (Cementation)
Proses Sementasi adalah proses dimana butiran-butiran sedimen direkatkan oleh
material lain, dapat berasal dari air tanah atau hasil pelarutan mineral-mineral
dalam sedimen itu sendiri. Material semennya dapat berupa karbonat (CO3), silika
(Si), atau oksida (Fe). Sementasi dengan keluarnya air dari ruang pori-pori,
material yang terlarut di dalamnya mengendap dan merekatkan butiran-butiran
sedimen. Material semennya dapat merupakan karbonat (CaCO3), silica (SiO3),
oksida (besi) atau mineral lempung. Proses ini menyebabkan porositas sedimen
menjadi lebih kecil dari material semula. Proses ini lebih mengarah kepada proses
kimia.
Dolomitisasi (Dolomitization)
Dolomitisasi adalah perubahan limestone secara parsial maupun keseluruhan
menjadi dolomit. Dolomit mempunyai komposisi CaMg(CO3) 2 dan secara
kristalografi serupa dengan kalsit, namun lebih besar densitasnya, sukar larut
dalam air, dan lebih mudah patah (brittle). Secara umum, dolomit lebih porous
dan permeable dibandingkan batugamping. Saat sedimen terakumulasi, mineral
yang kurang stabil mengkristal kembali atau terjadi rekristalisasi, menjadi yang
lebih stabil. Proses ini umumnya terjadi pada batu gamping terumbu yang porous.
Mineral aragonite (bahan struktur koral hidup), lama-kelamaan berekristalisasi
menjadi bentuk polimorfnya, kalsit.
(dolostone). Umur batuan ini sangat bervareasi mulai dari pra-Kambrium sampai
Kuarter. Batuan karbonat pra-Kambrium dan Paleosen umumnya dikuasai oleh
batudolomit. Di alam batuan karbonat menempati 1/5 1/4 dari seluruh catatan
stratigrafi dunia. Sekitar 40 % dari minyak bumi dan gas dunia diambil dari
batuan karbonat. Reservoar karbonat di Timur Tengah merupakan salah satu
contoh reservoar karbonat dengan produksi migas yang besar. Sedimen karbonat,
yang dijumpai di dunia, kebanyakan terbentuk pada lingkungan laut dangkal dan
beberapa di antaranya terbentuk di daerah teresterestrial, tetapi laut dangkal tropis.
Indonesia merupakan daerah yang mempunyai sedimen karbonat melimpah.
B. PEMBENTUKAN SEDIMEN KARBONAT
Meskipun tidak semua, kebanyakan sedimen karbonat adalah hasil dari proses
kimia atau biologi yang hidup pada lingkungan laut bersih, hangat dan dangkal.
Secara umum, beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan akumulasi
maksimum sedimen karbonat adalah lingkungan yang mempunyai:
a.
b.
c.
d.
e.
Berikut ini akan dibicarakan tiga faktor utama yang mengontrol produktivitas
sedimen karbonat: letak geografis dan iklim, cahaya dan salinitas.
1) Letak Geografis dan Iklim
Secara umum tata letak geografis dan iklim dapat mengontrol laju pertumbuhan
kehidupan penghasil sedimen karbonat. Daerah yang mempunyai latitud tinggi
mempunyai suhu dingin yang tentu saja menghambat pertumbuhan kehidupan
yang memerlukan kehangatan untuk hidup. Sedangkan daerah yang mempunyai
latitud rendah (tropis dan subtropis) mempunyai suhu keseharian hangat. Di
daerah ini berbagai kehidupan yang memproduksi sedimen karbonat akan tumbuh
lebih baik.
2) Penetrasi Cahaya
cekungan
melalui
transportasi
sungai
dan/atau
angin
juga
akan
perubahan
salinitas
ini.
Peningkatan
salinitas
menurunkan
cangkang
fosil
dalam
batuan.
Banyak
organisme
menghimpun
dan
terumbu dan dataran pasang-surut (tidal flat). Menurut Boggs (1992), ada dua
proses utama penyebab terbentuknya intraklas adalah:
1. erosi terhadap endapan pantai baru saja membatu (lithified beach-rock) di
dalam zona intertidal dan supratidal;
2. penghancuran dari telo (desication) pada supratidal, khususnya lumpur
gamping yang menghasilkan klastika lumpur gamping.
(2) Ekstraklast adalah kepingan batugamping yang berasal dari batugamping
yang telah membatu dan terletak diluar cekungan, kemudian tererosi dan
diangkut masuk ke dalam cekungan pengendapan. Kalau intraklas dapat
memberikan informasi tentang kondisi cekungan dimana batugamping itu
diendapkan, ekstraklas tidak dapat. Yang diberikan oleh ekstraklas adalah
informasi tentang batuan asalnya, yang mungkin jauh lebih tua.
(3) Coated grain (ooid, oncoid and cortoid)
Butiran terbungkus (coated grain) adalah butiran karbonat terdiri atas inti
(nuleus) yang dikelilingi oleh lapisan pembungkus yang disebut korteks
(cortex). Butiran terbungkus ini dibagi dalam ooid, onkolit dan kortoid.
b. Ooids
Ooids adalah butiran terbungkus berukuran pasir, berbentuk bundar sampai oval
dan pembungkusnya konsentris disekitar nukleus butiran (Gambar VI-2).
Pembungkus (coating) terdiri atas lapisan yang bervareasi ketebalannya (3-15
mikron). Intinya (nucleus). Nukleus mungkin berupa kepingan cangkang, peloid,
ooid yang lebih kecil, atau butiran lain seperti kuarsa dan feldspar. Pada umumnya
ooid berukuran lanau-pasir atau 0,1-2 mm, yang paling umum adalah 0,5-1 mm
(Boggs, 1992). Ooid yang berukuran >2 mm disebut pisoid. Batuan yang dibentuk
oleh ooid berukuran <2 mm disebut oolit, sedangkan batuan yang terbentuk oleh
pisoid (>2 mm) disebut pisolit. Dari data yang terbatas, pertumbuhan individu
ooids menunjukan mungkin sangat perlahan, data yang diperoleh di Bahama
menunjukan laju akumulasi hampir 1 m/1000 tahun (Boggs, 1992). Akumulasi
ooids berkembang baik pada platform dangkal di tropis-subtropis, dalam air
bergerak, biasanya kedalaman berkisar 0 dan 4 meter dan butiran digerakkan oleh
arus tidal, arus angin, dan gelombang. Pergerakan air mengeluarkan CO2 dari
larutan dalam air laut dan meningkatkan pengendapan caCO3. Disini kebanyakan
ooids yang terbentuk adalah aragonit ooids, dan sedikit terjadi Mg-kalsit ooids.
Aragonit ooids cenderung membentuk orentasi kristal tangensial, sedangkan Mg-
kalsit ooids membentuk struktur radial. Aragonit ooids menempati daerah energi
tinggi, sedangkan Mg-kalsit ooids cenderung lebih terkonsentrasi dalam
lingkungan energi rendah. Boleh jadi, energi hidroulik mengontrol mineralogi.
Berdasarkan lapisan pembungkus (cortex), ooid primer dapat dibagi menjadi:
1.
2.
3.
c.
Onkoid adalah butiran terbungkus oleh lapisan yang lebih tidak beraturan dari
pada ooid. Pada umumnya onkoid berukuran <2 mm->10 mm. Onkoid dapat
terbentuk baik di lingkungan pengendapan laut maupun di darat. Peloid dan pelet
Istilah peloid digunakan untuk menggambarkan semua butiran yang dibentuk m,
denganpada aggregat karbonat kriptokristalin berukuran 20-60 mengabaikan
asal pembentukannya. Hal ini diperlukan karena sering asal aggregat ini tidak
jelas, tetapi untuk butiran dengan asalnya dari faecal origin, digunakan istilah
pelet. Peloid adalah ciri khusus pada lingkungan lagun, dan beberapa lingkungan
inner-shelf dangkal.
d. Lumpur Karbonat
Lumpur karbonat (carbonate mud) adalah batuan karbonat yang berbutir sangat
halus (<63 mikron), yang biasanya diidentifikasi mengunakan mikroskop. Di
bawah pengamatan mikroskop elektron, lumpur karbonat laut moderen dapat
dilihat kandungan kristal aragonit berbentuk jarum, butiran cangkang yang
kelihatannya sangat halus atau kepingan cangkang yang sangat kecil, seperti
coccoliths. Kebanyakan lumpur aragonit yang berbentuk jarum berasal dari
serpihan ganggang kalkareous yang mati, seperti Penicillus. Lumpur lainnya, yang
mana berbentuk butiran-nano berbentuk membundar tanggung, adalah tidak jelas
dari tanda-tanda organik. Ini mungkin diendapkan dari air laut.
D. KLASIFIKASI BATUAN KARBONAT
Klasifikasi batuan karbonat mempunyai banyak ragamnya. Sampai saat ini
belum ada satu klasifikasi yang dapat memuaskan semua fihak, seperti halnya
pada batuan klastika (seperti batupasir misalnya). Beberapa klasifikasi yang akan
disajikan di bawah ini merupakan klasifikasi yang lebih umum dipakai oleh para
terhadap
pelarutan
(dissolution),
rekristalisasi
dan
replacement
sementasi butiran dalam daerah air panas, terutama pada terumbu, beting pasir
tepi platform, dan endapan karbonat pantai.
2) Regim Meteorik
Regim ini terjadi dengan dua cara, yaitu : (1) oleh turunnya muka laut relatif, dan
(2) oleh cepatnya pengisian seimen pada cekungan karbonat dangkal. Batuan
karbonat yang lebih tua dapat juga masuk dalam regim ini oleh tahapan akhir
pengangkatan atau uproofing kompleks karbonat dengan pembebanan yang lebih
dalam (teladiagenesis). Regim meteorik dicirikan oleh hadirnya air tawar ; yang
meliputi zona tidak jenuh (pori-pori sedimen tidak terisi dengan air) diatas water
table, dan zona jenuh air dibawah water table. Air meteorik umumnya sangat
tinggi dimuati dengan CO2, sehingga secara kimiawi sangat agresif. Karenanya
aragonit dan kalsit magnesium tinggi lebih muda larut daripada kalsit, mereka
larut dengan mudah dalam air korosVIe. Sebaliknya, pelarutan (dissolution)
aragonit dan kalsit magnesium tinggi dapat menjenuhi air dalam kalsium karbonat
berkenan dengan kalsit, yang menyebabkan aragonit kalsitdiendapkan. Proses
dissolution - reprecipitation menyebabkan aragonit dan kalsit kalsium tinggi
kurang stabil sehingga digantikan oleh kalsit yang lebih stabil.
3) Regim Bawah Permukaan
Setelah periode awal diatas, sedimen karbonat secara berangsur terbebani kedalam
dan dalam regim ini terjadi peningkatan tekanan, temperatur tinggi, dan
perubahan fluida dalam pori-pori. Dibawah kondisi ini, sedimen karbonat
mengalami kompaksi fisik, kompaksi kimiawi, dan perubahan tambahan
kimiawi/mineralogi yang meliputi dissolution, sementasi, neomorphism, dan
replcement. Sipat-sipat aksak perubahan yang dialami selama diagenesa bawah
permukaan dalam tergantung pada kondisi khusus lingkungan pembebanannya,
seperti temperatur, komposisi fluida pori, dan pH.
(Anonim. 2010)
1.2.
TUJUAN PRAKTIKUM
Mengenal batuan sedimen karbonat dan tahapan-tahapan dalam
mendeskripsikan batuan sedimen karbonat.
Mengidentifikasi dan mendeskripsikan batuan sedimen karbonat secara
lengkap sesuai dengan pendeskripsian yang ada (warna, jenis batuan
sedimen karbonat, struktur, tekstur, genesa batuan, komposisi batuan dan
nama batuan).
1.3.
1.3.1. ALAT
1.3.2. BAHAN
1.4.
4 buah
0,5 M
PROSEDUR KERJA
Diikuti dan dimengerti penjelasan, arahan dan instruksi dari asisten
laboratorium saat menjelaskan tahap-tahap dalam identifikasi batuan
sedimen karbonat.
Disiapkan alat seperti komparator batuan sedimen karbonat, lup dan
peralatan
tulis
seta
lembar
kerja
untuk
mempermudah
dalam
urutan peidentifikasian.
Dipastikan setiap tahap dalam pendeskripsian sudah tepat, diusahakan
2.2 PEMBAHASAN
Dari praktikum petrologi yang dilaksanakan oleh Program Studi Teknik
Pertambangan pada Senin, 01 Maret 2016 di Laboratorium Energi, Rekyasa dan
Material, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Jambi. Pada praktikum
petrologi yang membahas tentang Batuan Sedimen Karbonat. Didapatkan hasil
setelah pendeskripsian secara megaskopis dengan menggunakan komparator
batuan sedimen karbonat berupa empat batuan sedimen yang dideskripsikan. Dari
empat batuan sedimen tersebut dapat diidentifikasi bahwa batuan tersebut adalah
batuan sedimen karbonat dan sedimen klastik seperti batu gamping terumbu,
rijang, batu gamping dan batu gamping berfosil.
Secara megaskopis batu sedimen karbonat hampir mirip dengan batuan
sedimen pada umumnya yang membedakannya adalah batuan karbonat biasanya
sering berasosiasi dengan fosil atau terumbu. Hal inilah yang biasanya yang
membedakan batuan sedimen karbonat dengan batuan sedimen lain. Dan pembeda
yang lainnya adalah ketika batuan karbonat ditetetskan dengan HCl, permukaan
batuan akan mengalami pendidihan atau mengalami yang dikenal dengan istilah
ngejoss.
1. Batu Gamping Terumbu
Pada deskripsi batuan kedua adalah batu sedimen non klastik, yaitu batu
rijang. Batu rijang ini bukan merupakan batuan sedimen karbonat karena pada
saat ditetes HCl tidak ada tanda-tanda reaksi kimia yang terjadi. Warna yang
terlihat dominan pada rijang adalah abu abu, meskipun pada umumnya rijang
berwarna hitam. Struktur pada batu rijang adalah masif, karena pada keselurahan
batu rijang kompak dan kokoh. Sedangkan tekstur yang dimiliki oleh rijang
adalah amorf. Hampir tidak ada sama sekali butiran yang terlihat dan ketika
disentuh dengan tangan rijang ini teksturnya seperti permukaan semen yang halus.
Sehingga rijang juga tidak memiliki ukuran besar butir, derajat pembundaran,
derajat pemilahan serta kemas. Komposisi mineral yang tergandung pada rijang
hanya ada silika yang biasa disebut dengan monomineralik Silika.
3. Batu Gamping
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
batu
gamping,
dan
batu
gamping
berfosil
sesuai
dengan
karbonat seperti batu gamping terumbu, rijang, batu gamping dan batu
gamping berfosil secara rinci dari jenis batuan sampai dengan penamaan
batuan dengan pendeskripsian secara megaskopis yang tepat.
3.2 SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2010.http://sedimentologiduaribusembilan.blogspot.co.id/2010/12/sedim
en-klastika-dan-karbonat.html. (Diakses Kamis, 04 Maret 2016, 20.07
WIB di Jambi)
Ehlers, E,G., Blatt,H. 1980. Petrology. W.H. Freeman Company. San Fransisco.
Suprapto. 2007. Panduan Praktikum Mineralogi Petrologi. Awan Poetih:
Yogyakarta
LAMPIRAN