Anda di halaman 1dari 12

TUGAS

MATA KULIAH MANAJEMEN SUMBERDAYA


PAPER
MODAL SOSIAL
TAHUN AJARAN 2016/2017

Disusun Oleh:
1.
2.
3.
4.
5.

Sona Ardhyan
Anggraito Agung Pambudi
Ulinnuha
Mujiyanto
Achsan Taufiqurrochman M

( 12/333009/TP/10390 )
( 14/363970/TP/10944 )
( 14/365915/TP/11072 )
( 14/365944/TP/11080 )
( 14/369582/TP/11142 )

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2016
1. Sejarah Modal Sosial

Konsep modal sosial muncul dari


pemikiran bahwa anggota masyarakat tidak
mungkin dapat secara individu mengatasi
berbagai masalah yang dihadapi. Diperlukan
adanya kebersamaan dan kerjasama yang baik
dari segenap anggota masyarakat yang
berkepentingan untuk mengatasi masalah
tersebut.
Pemikiran seperti inilah yang pada
awal abad ke 20 mengilhami seorang pendidik
di Amerika Serikat bernama Lyda Judson
Hanifan untuk memperkenalkan konsep modal
sosial pertama kalinya. Dalam tulisannya
berjudul 'The Rural School Community Centre'
yang mengatakan modal sosial bukanlah
modal dalam arti biasa seperti harta kekayaan
atau uang, tetapi lebih mengandung arti kiasan,
namun merupakan aset atau modal nyata yang
penting dalam hidup bermasyarakat.
Menurut Hanifan, dalam modal sosial
termasuk kemauan baik, rasa bersahabat,
saling simpati, serta hubungan sosial dan
kerjasama yang erat antara individu dan
keluarga yang membentuk suatu kelompok
sosial.
Sekalipun Hanifan telah menggunakan
istilah modal sosial hampir seabad yang lalu,
istilah tersebut baru mulai dikenal di dunia
akademis sejak akhir tahun 1980an. Pierre
Bourdieu,
seorang
sosiolog
Perancis
kenamaan, dalam sebuah tulisan yang berjudul
The
Forms
of
Capital
(1986)
mengemukakan bahwa untuk dapat memahami
struktur dan cara berfungsinya dunia sosial
perlu dibahas modal dalam segala bentuknya,
tidak cukup hanya membahas modal seperti
yang dikenal dalam teori ekonomi. Penting
juga diketahui bentuk-bentuk transaksi yang
dalam teori ekonomi dianggap sebagai nonekonomi karena tidak dapat secara langsung
memaksimalkan keuntungan material.
Seperti telah disebut di atas, istilah
social capital sudah diperkenalkan Lyda
Judson Hanifan dalam sebuah tulisan tentang
keberhasilan
seorang
kepala
sekolah
membangun rasa kebersamaan dalam sebuah
komunitas masyarakat, sehingga kemajuan
tidak hanya dicapai oleh anak didik tetapi juga
oleh warga masyarakat dalam berbagai bidang
kehidupan. Dalam tulisan tersebut Hanifan
bukan hanya sekedar memperkenalkan istilah
dan memberi definisi terhadap istilah tersebut
tetapi juga jelas menunjukkan suatu pemikiran
yang
konseptual
tentang
strategi
pengembangan
modal
sosial
dalam

masyarakat. Pendekatan terhadap masalah


yang ditunjukkannya memang kelihatan lebih
bersifat praktis dan sederhana sehingga mudah
dipahami oleh kalangan pembaca pada
umumnya. Sementara pemikiran Bourdieu ini,
karena sebelumnya disampaikan dalam bahasa
Perancis dan lebih bersifat gagasan filosofis
dan teoritis, hanya terbatas dikenal di kalangan
akademisi, tidak menjangkau kalangan
pembaca yang lebih luas. Oleh karena itu
konsep modal sosial yang digagasnya tetap
tinggal sebagai bahan wacana di dunia
perguruan tinggi.
Sementara Pierre Bourdieu lebih
menekankan pada pemahaman teoritik James
Coleman menuangkan gagasan pemikiran
tentang modal sosial berdasarkan hasil-hasil
penelitian (Coleman : 1988, 1990) dan disusul
kemudian oleh tulisan-tulisan Robert Putnam
(1983, 1985) dan Francis Fukuyama (1995).
Melalui tulisan-tulisan mereka konsep modal
sosial mulai mendapat perhatian besar dari
berbagai kalangan. Baik sebagai sebuah
pendekatan teoritis yang baru untuk
memahami dinamika suatu masyarakat
maupun sebagai alat yang efektif untuk
membantu percepatan perbaikan kondisi
ekonomi, terutama pada masyarakat di negaranegara berkembang.
Coleman dalam sebuah tulisan yang
berjudul Social Capital in the Creation of
Human Capital (1988) memperkenalkan
modal sosial sebagai sarana konseptual untuk
memahami orientasi teoritis tindakan sosial
dengan mengaitkan komponen-komponen dari
perspektif sosiologi dan ekonomi. Dengan
cara demikian ia menggunakan prinsip-prinsip
dalam ilmu ekonomi untuk menganalisis
proses sosial. Coleman membahas bagaimana
modal sosial terbentuk dan menyoroti modal
sosial dalam tiga bentuk yang berbeda.
Dengan menggunakan data yang
berasal dari sebuah penelitian mengenai siswa
di
sebuah
sekolah
menengah,
ia
menggambarkan bagamana modal sosial
(social capital) berperan dalam menciptakan
modal manusia (human capital) dengan cara
memperlihatkan apa yang berlangsung dalam
keluarga dan masyarakat dalam proses
perkembangan pendidikan anak-anak. Sebuah
contoh yang jelas dalam hal ini adalah
bagaimana pentingnya keterlibatan orang tua
murid dan para guru dalam wadah POMG
untuk bersama-sama membahas langkah-

langkah terbaik guna meningkatkan kemajuan


anak didik.
2. Definisi Modal Sosial
Fukuyama (1995) mendefinisikan
modal sosial adalah kemampuan yang timbul
dari adanya kepercayaan (trust) dalam sebuah
komunitas. Suharto (2007) mengartikan modal
sosial sebagai sumberdaya (resource) yang
timbul dari adanya interaksi antara orangorang dalam komunitas. Pengukuran modal
sosial sering dilakukan melalui hasil interaksi
tersebut, seperti; terpeliharanya kepercayaan
antar warga masyarakat. Interaksi dapat terjadi
dalam skala individual maupun institusional.
Dalam skala individual, interaksi
terjadi pada relasi intim antara individu yang
menghasilkan ikatan emosional. Dalam skala
institusional, interaksi terjadi pada saat
beberapa organisasi memiliki kesamaan visi
dan tujuan.
Modal sosial adalah konsep yang
muncul dari hasil interaksi di dalam
masyarakat dengan proses yang lama.
Meskipun interaksi terjadi karena berbagai
alasan, orang-orang berinteraksi, berkomunikasi, dan kemudian menjalin kerjasama pada
dasarnya dipengaruhi oleh keinginan untuk
berbagi cara untuk mencapai tujuan bersama
yang tidak jarang berbeda dengan tujuan
dirinya sendiri. Keadaan ini terutama terjadi
pada interaksi yang berlangsung relatif lama.
Interaksi semacam ini melahirkan modal
sosial; berupa ikatan-ikatan emosional yang
menyatukan orang untuk mencapai tujuan
bersama, yang kemudian menumbuhkan
kepercayaan dan keamanan yang tercipta dari
adanya relasi yang relatif panjang.
Modal sosial akan tumbuh dan
berkembang kalau digunakan bersama dan
akan mengalami kepunahan kalau tidak
dilembagakan secara bersama. Oleh karena itu,
pewarisan nilai modal sosial dilakukan melalui
proses
adaptasi,
pembelajaran,
serta
pengalaman dalam praktek nyata (bukan
pewarisan genetik)
3. Konsep Modal Sosial
Konsep modal sosial dikemukakan
pertama kali oleh Lyda Judson Hanifan pada
tahun 1916, yang membicarakan faktor
substansi dalam kehidupan masyarakat yang
nyata antara lain berupa niat baik, rasa simpati,
perasaan persahabatan, dan interaksi sosial

yang membentuk sebuah unit sosial (Fisher, et


al, 2002)
Menurut Bell and Kilpatrick (2000),
modal sosial merupakan salah satu bentuk
modal karena terdapat sumberdaya atau aset
yang dapat diinvestasikan dan di masa akan
datang diharapkan menghasilkan, yang dapat
digunakan untuk beragam tujuan. Pada arah
individual modal sosial merupakan aset
personal yang melekat pada diri seseorang
yang melakukan hubungan sosial.
Menurut Lin (2001) modal sosial pada
tingkat individual adalah kemampuan individu
mengakses dan memanfaatkan sumberdaya
yang melekat dalam jaringan sosial untuk
pencapaian tujuan terentu. Modal sosial
sebagai investasi dalam
jaringan sosial dan individu yang terlibat
dalam jejaring sosial dapat menghasilkan
keuntungan.
Dimensi struktural modal sosial adalah
konfigurasi impersonal dari keterkaitan antara
orang-orang dan unit-unit (Nahapiet and
Ghoshal, 1998). Dimensi struktural sebagai
manifestasi dari ikatan-ikatan interaksi sosial
yang menunjuk pada pola hubungan antar
aktor atau pelaku yang meliputi siapa yang
berhubungan
dan
bagaimana
pola
hubungannya.
Unsur-unsur
dimensi
struktural
meliputi: (1) ikatan jaringan (network ties)
menyangkut jumlah/ ukuran jaringan, (2)
konfigurasi jaringan (network configuration)
mengenai arah jaringan dan (3) organisasi
yang terlibat (appropriable organization).
Melalui komunikasi dalam jaringan, terjadilah
pertukaran
informasi
dan
pengalihan
pengetahuan antar anggota jaringan. Ikatan
jaringan adalah jumlah dan bentuk kerjasama
yang dilakukan dan menimbulkan harapan
terjadinya pertukaran pengetahuan/ teknologi
atau pertukaran dalam bentuk lainnya.
Konfigurasi jaringan menggambarkan
cara membangun kerjasama, mekanisme serta
siapa yang menjadi inisiator, sehingga terlihat
bagaimana kondisi penciptaan pengetahuan
dan pertukaran pengetahuan. Organisasi yang
terlibat adalah organisasi atau pelaku
kerjasama yang berpartisipasi dalam jaringan.
4. Unsur - Unsur Modal Sosial
Menurut Blakeley dan Suggate (1977),
dalam Suharto (2007), unsur-unsur modal
sosial adalah :

a) Kepercayaan:Tumbuhnya sikap saling


percaya antar individu dan antar institusi
dalam masyarakat
b) Kohesivitas:Adanya hubungan yang erat
dan padu dalam membangun solidaritas
masyarakat
c) Altruisme:Paham yang mendahulukan
kepentingan orang lain. Perasaan tidak
egois dan tidak individualitik yang
mengutamakan kepentingan umum dan
orang lain di atas kepentingan sendiri.
d) Gotong-royong: Sikap empati dan
perilaku yang mau menolong orang lain
dan bahu membahu dalam melakukan
berbagai upaya untuk kepentingan
bersama
e) Jaringan,
dan
kolaborasi
sosial.
Membangun hubungan dan kerjasama
antar individu dan antar institusi baik di
dalam komunitas sendiri/ kelompok
maupun di luar komunitas/ kelompok
dalam
berbagai
kegiatan
yang
memberikan manfaat bagi masyarakat.
Lubis (2006), menyimpulkan dari
beberapa sarjana yang mendefinisikan modal
sosial, bahwa unsur-unsur pokok modal sosial
mencakup 3 hal, yaitu : (1) Kepercayaan/
Trust (kejujuran, kewajaran, sikap egliter,
toleransi, dan kemurahan hati), (2) Jaringan
sosial/Social
Networks
(partisipasi,
resprositas, solidaritas, kerjasama), dan (3)
Pranata/Institution.
Sementara Putnam menyatakan modal
sosial sebagai institusi sosial yang melibatkan
jaringan (networks), norma-norma (norms)
dan kepercayaan sosial (social trust) yang
mendorong pada sebuah kolaborasi sosial
untuk kepentingan bersama.
Adapun unsur-unsur modal sosial,
yaitu :
a. Jaringan Sosial
Modal Sosial tidak dibangun hanya oleh satu
individu,
melainkan
terletak
pada
kecenderungan yang tumbuh dalam suatu
kelompok untuk bersosialisasi sebagai bagian
penting dari nilai-nilai yang melekat. Modal
Sosial akan kuat tergantung pada kapasitas
yang ada dalam kelompok masyarakat untuk
membangun sejumlah asosiasi berikut
membangun jaringannya. Salah satu kunci
keberhasilan membangun modal sosial terletak
pula pada kemampuan sekelompok orang
dalam suatu asosiasi atau perkumpulan dalam
melibatkan diri pada suatu jaringan sosial.

Masyarakat
selalu
berhubungan
dengan masyarakat lain melalui berbagai
variasi hubungan yang saling berdampingan
dan dilakukan atas prinsip kesukarelaan
(voluntary), kesamaan (equality), kebebasan
(freedom), dan keadaban (civility).
Kemampuan
anggota-anggota
kelompok atau masyarakat untuk selalu
menyatukan diri dalam suatu pola hubungan
yang sinergis akan sangat besar pengaruhnya
dalam menentukan kuat tidaknya modal sosial
suatu kelompok tersebut.
Jaringan sosial dapat terbentuk secara
tradisional, misalnya atas dasar kesamaan garis
keturunan (lineage), pengalaman-pengalaman
sosial
turun-temurun
(repeated
social
experience), dan kesamaan kepercayaan pada
dimensi ketuhanan (religius beliefs), ada pula
yang dibangun berdasarkan orientasi dan
tujuan dengan pengelolaan organisasi yang
lebih modern.
Badaruddin
(2005),
menyatakan
dengan pelibatan warga dalam jaringan sosial
yang akan menjadi satuan sosial/organisasi
lokal, maka terciptalah apa yang disebut
dengan
kemampuan
warga
kolektif
mengalihkan kepentingan saya menjadi kita
terbangunlah kekompakan dan solidaritas antar
warga. Jaringan sosial terdiri dari lima unsur
yang meliputiadanya partisipasi, pertukaran
timbal balik, solidaritas, kerjasama dan
keadilan (Lubis, 2001).
b. Resiprocity (Hubungan Timbal Balik)
Modal sosial senantiasa diwarnai oleh
kecenderungan saling tukar kebaikan antar
individu dalam suatu kelompok atau antar
kelompok itu sendiri. Pola pertukaran ini
bukanlah sesuatu yang dilakukan secara
resiprokal seketika seperti dalam proses jual
beli, melainkan suatu kombinasi jangka
pendek dan jangka panjang dalam nuansa
altruism (semangat untuk membantu dan
mementingkan kepentingan orang lain).
Seseorang atau banyak orang dari suatu
kelompok memiliki semangat membantu yang
lain tanpa mengharapkan imbalan seketika.
Dalam konsep Islam, semangat
semacam ini disebut sebagai keikhlasan.
Semangat untuk membantu bagi keuntungan
orang lain. Imbalannya tidak diharapkan
seketika dan tanpa batas waktu tertentu.
Pada masyarakat, dan kelompokkelompok sosial yang terbentuk, yang
didalamnya memiliki bobot resiprositas kuat

akan melahirkan suatu masyarakat yang


memiliki tingkat modal sosial yang tinggi. Ini
akan juga terefleksikan dengan tingkat
keperdulian sosial yang tinggi, saling
membantu dan saling memperhatikan. Pada
masyarakat yang demikian, permasalahan
sosial akan lebih memungkinkan mudah untuk
diatasi atau dapat diminimalkan. Keuntungan
lain, masyarakat tersebut akan lebih mudah
membangun diri, kelompok dan lingkungan
sosial serta fisik mereka secara mengagumkan.
c. Trust (Kepercayaan)
Trust atau rasa percaya (mempercayai) adalah
suatu bentuk keinginan untuk mengambil
resiko dalam hubungan-hubungan sosialnya
yang didasari oleh perasaan yakin bahwa yang
lain akan melakukan sesuatu seperti yang
diharapkan dan akan senantiasa bertindak
dalam suatu pola tindakan yang saling
mendukung, paling tidak, yang lain tidak akan
bertindak merugikan diri dan kelompoknya
(Putnam, 2002). Dalam pandangan Fukuyama
(2002), trust adalah sikap saling mempercayai
di
masyarakat
yang
memungkinkan
masyarakat tersebut saling bersatu dengan
yang lain dan memberikan kontribusi pada
peningkatan modal sosial.
Berbagai tindakan kolektif yang di
dasari atas rasa saling mempercayai yang
tinggi
akan
meningkatkan
partisipasi
masyarakat dalam beragam bentuk dan
dimensi terutama dalam konteks membangun
kemajuan bersama. Kehancuran rasa saling
percaya dalam masyarakat akan mengundang
hadirnya berbagai permasalahan sosial yang
serius. Masyarakat yang kurang memiliki
perasaan saling mempercayai akan sulit
menghindari berbagai situasi kerawanan sosial
dan ekonomi yang mengancam. Semangat
kolektivitas
tenggelam dan partisipasi
masyarakat
untuk
membangun
bagi
kepentingan kehidupan yang lebih baik akan
hilang. Lambat laun akan mendatangkan biaya
tinggi bagi pembangunan karena masyarakat
cenderung bersikap apatis dan hanya
menunggu apa yang diberikan oleh
pemerintah. Jika rasa saling mempercayai
telah luntur maka yang akan terjadi adalah
sikap-sikap menyimpang dari nilai dan norma
yang berlaku.
Qianhong Fu membagi tingkatan trust
pada tingkatan individual, tingkatan relasi
sosial dan pada tingkatan sistem sosial. Pada
tingkatan relasi sumber, trust berasal dari

adanya nilai-nilai yang bersumber dari


kepercayaan agama yang dianut, kompetensi
seseorang dan keterbukaan yang telah menjadi
norma di masyarakat. Pada tingkat institusi
sosial, trust merupakan atribut kolektif untuk
mencapai tujuan-tujuan kelompok (Hasbullah,
2006). Saling percaya akan kemauan baik dan
kesedian untuk saling membantu antara satu
dengan yang lainnya merupakan modal sosial.
d. Norma Sosial dan Nilai-Nilai
Norma sosial akan sangat berperan
dalam mengontrol bentuk-bentuk perilaku
yang tumbuh dalam masyarakat. Pengertian
norma itu sendiri adalah sekumpulan aturan
yang diharapkan, dipatuhi dan diikuti oleh
anggota masyarakat pada suatu entitas sosial
tertentu.
Norma-norma
ini
biasanya
terinstusionalisasi dan mengandung sanksi
sosial yang dapat mencegah individu berbuat
sesuatu yang menyimpang dari kebiasaan.
Aturan kolektif tersebut biasanya tidak tertulis
tapi dipahami oleh setiap anggota masyarakat
dan menentukan pola tingkah laku yang
diharapkan dalam hubungan sosial.
Aturan-aturan kolektif ini, misalnya,
bagaimana cara menghormati orang tua,
menghormati pendapat orang lain, norma
untuk hidup sehat, norma tidak mencurigai
orang lain, dan sebagainya. Jika di dalam suatu
komunitas, asosiasi, atau kelompok, norma
tersebut tumbuh, dipertahankan dan kuat akan
memperkuat masyarakat itu sendiri. Itulah
alasan rasional mengapa norma merupakan
salah satu unsur modal sosial.
Nilai adalah suatu yang telah turun
temurun dianggap benar dan penting oleh
anggota masyarakat. Misalnya, nilai harmonis,
prestasi, kerja keras, kompetisi dan lainnya
merupakan contoh-contoh nilai yang sangat
umum dikenal dalam masyarakat. Nilai
senantiasa memiliki kandungan konsekuensi
yang ambivalen. Nilai harmonis misalnya yang
oleh banyak pihak dianggap sebagai pemicu
keindahan dan kerukunan hubungan sosial
yang tercipta, tetapi disisi lain dipercaya pula
bisa menimbulkan suatu kenyataan yang
menghalangi kompetisi dan produktivitas.
Pada kelompok masyarakat yang
mengutamakan nilai-nilai harmonis, biasanya
tercipta suasana yang rukun, indah, namun
dalam kaitannya dengan diskusi pemecahan
masalah, tidak produktif. Modal sosial yang
kuat juga sangat ditentukan oleh konfigurasi
yang tercipta pada suatu kelompok

masyarakat. Jika suatu kelompok memberikan


bobot tinggi pada nilai-nilai kompetensi,
pencapaian, keterusterangan dan kejujuran,
maka
kelompok
masyarakat
tersebut
cenderung jauh lebih cepat berkembang dan
maju dibandingkan pada kelompok masyarakat
yang senantiasa menghindari keterusterangan,
kompetisi dan pencapaian.
Francis Fukuyama (dalam Hasbullah,
2006)
berargumentasi
bahwa
agama
merupakan salah satu sumber utama modal
sosial. Perkumpulan-perkumpulan keagamaan
sangat potensial untuk menghadirkan dan
membangun suatu bentuk dan ciri tertentu dari
modal sosial. Ajaran agama merupakan salah
satu sumber nilai dan norma yang menuntut
perilaku masyarakat. Agama menjadi sumber
utama inspirasi, energi sosial serta yang
memberikan ruang bagi terciptanya orientasi
hidup penganutnya.
Tradisi yang telah berkembang secara
turun temurun juga sebagai sumber terciptanya
norma-norma dan nilai, serta hubunganhubungan rasional. Tatanan yang terbangun
merupakan produk kebiasaan yang turun
temurun, dan kemudian membentuk kualitas
modal sosial.
e. Pranata Sosial
Pranata sosial merupakan salah satu
unsur penting dari modal sosial selain dari
kepercayaan dan jaringan sosial. Pranata atau
lembaga adalah sistem-sistem yang menjadi
wahana
yang
memungkinkan
warga
masyarakat itu untuk berinteraksi menurut
pola-pola resmi (Soekanto, 2003). Di dalam
pranata, warga masyarakat dapat berinteraksi
satu sama lain, tetapi sudah diikat oleh aturanaturan yang telah disepakati bersama. Pranata
sosial ini sangat bermacam bentuknya, mulai
dari yang tradisional seperti masyarakat adat,
sampai pada pranata yang modern seperti
partai politik, koperasi, perusahaan, perguruan
tinggi dan lain-lain.
Menurut Koentjaraningrat (2005) ada
8 (delapan) tipe dari pranata sosial, yaitu:
1.Pranata yang berfungsi untuk memenuhi
keperluan kehidupan kekerabatan yang sering
disebut domestic institution.
2.Pranata-pranata yang berfungsi untuk
memenuhi keperluan manusia untuk mata
pencaharian hidupnya.
3. Pranata yang berfungsi memenuhi keperluan
pendidikan.

4. Pranata yang berfungsi memenuhi keperluan


ilmiah manusia, atau sering disebut scientific
institution.
5. Pranata yang berfungsi memenuhi keperluan
manusia untuk menghayatkan rasa keindahan.
6. Pranata yang berfungsi memenuhi keperluan
manusia untuk berbakti kepada Tuhan.
7. Pranata yang berfungsi memenuhi keperluan
manusia untuk mengatur keseimbangan
kekuasaan dalam masyarakat.
8. Pranata yang berfungsi memenuhi keperluan
fisik dan kenyamanan hidup manusia.
Menurut Lesser (2000), modal sosial
ini sangat penting bagi komunitas karena
beberapa hal berikut :
1. memberikan kemudahan dalam mengakses
informasi bagi anggota komunitas;
2. menjadi media power sharing atau
pembagian kekuasaan dalam komunitas;
3. mengembangkan solidaritas;
4. memungkinkan mobilisasi sumber daya
komunitas;
5. memungkinkan pencapaian bersama; dan
6. membentuk perilaku kebersamaam dan
berorganisasi komunitas.
Kebersamaan, solidaritas, toleransi, semangat
bekerjasama,
kemampuan
berempati,
merupakan modal sosial yang melekat dalam
kehidupan bermasyarakat. Hilangnya modal
sosial tersebut dapat dipastikan kesatuan
masyarakat, bangsa dan negara akan terancam,
atau paling tidak masalah-masalah kolektif
akan sulit untuk diselesaikan. Kebersamaan
dapat meringankan beban, berbagi pemikiran,
sehingga dapat dipastikan semakin kuat modal
sosial, semakin tinggi daya tahan, daya juang,
dan kualitas kehidupan suatu masyarakat.
Tanpa adanya modal sosial, masyarakat sangat
mudah diintervensi bahkan dihancurkan oleh
pihak luar.
Sementara menurut Putnam (dalam
Ikhsan, 2007) menyatakan bahwa dampak
positif dari penerapan dan pengembangan
modal sosial, adalah :
a. menumbuhkan semangat charity (amal)
b. memicu volunteerism (kesukarelawanan)
c. membangun civil involvement (keterlibatan
warga).
5. Modal Sosial Sebagai Kebijakan
Gagasan mengenai modal sosial segera
membawa dampak bagi dunia. Karakter
interdisipliner konsep tersebut banyak
berkoalisi dengan sejumlah ilmuwan dengan

keahlian akademik yang beragam, dan tentu


saja mereka pun memusatkan perhatian pada
isu-isu yang melibatkan pembuat kebijakan.
Implikasi kebijakan modal sosial juga
dikembangkan di Bank Dunia ketika
merumuskan kebijakan tentang pembangunan
berkelanjutan. Selanjutnya, diimplementasikan
Bank Dunia di dalam program pengurangan
kemiskinan, yang menekankan pembangunan
yang didorong oleh komunitas, partisipasi
kelompok komunitas dalam pengambilan
keputusan, pembangunan kapasitas organisasi
lokal, dan seleksi proyek sesuai keinginan
lokal. Gagasan dan bahasa modal sosial
menjadi landasan utama bagi dialog antara
pembuat kebijakan dengan akademisi.
Inkeles (2001) mencoba mengukur
modal sosial dalam skala yang lebih besar,
yaitu dalam populasi nasional atau negara.
Bukti-bukti yang ia temukan dari sebanyak 40
negara sebagai sampelnya menunjukkan
bahwa negara dengan tingkat individualisme
yang tinggi, pendapatannya yang rendah dan
kebebasan yang tertekan, sedangkan negaranegara dengan nilai-nilai sosial yang positif
memiliki pertumbuhan ekonomi yang cukup
tinggi dan pemerintahan demokratis yang
stabil. Nilai-nilai sosial yang positif dalam
sebuah negara yang ia maksudkan dapat dilihat
dari besarnya tingkat kepercayaan dalam
masyarakat dan organisasi-organisasi sosial
yang eksis.
Dari apa yang dikemukakan Inkeles
(2001) terlihat bahwa negara dengan tingkat
modal sosial yang tinggi mampu mendorong
ke arah tingginya tingkat pertumbuhan
ekonominya dan kestabilan demokrasinya.
Modal sosial tersebut banyak ditemukan dalam
komunitas yang antar masyarakatnya terjalin
komunikasi dan interaksi, baik melalui
organisasi
maupun
asosiasi-asosiasi.
Sedangkan di dalam masyarakat individualistis, dengan interaksi sosial yang jarang,
modal sosial tidak optimal, kecuali melalui
institusi-institusi formal yang memang secara
resmi sudah diikat oleh aturan-atuaran baku.
Modal sosial memang menciptakan
manfaat bagi anggota jaringan, karena merujuk
pada faktor-faktor yang membantu individu
dan kelompok bekerja sama untuk mencapai
tujuan bersama. Namun jika modal sosial
memunculkan hasil yang diharapkan, ia pun
dapat menghasilkan keburukan sosial. Jika hal
ini mendorong kerja sama timbal balik bagi
manfaat anggotanya, maka modal sosial pada

prinsipnya cenderung mendorong kerja sama


bagi tujuan-tujuan positif dan negatif.
Fukuyama pun membicarakan potensi
merusak modal sosial. Kendati studi awalnya
tentang ekonomi kepercayaan berpandangan
bahwa modal sosial tidak sekadar kebaikan
publik namun juga demi kebaikan publik,
kemudian ia mengakui kelemahan pendekatan
ini. Semakin luas radius kekuasaan
menjangkau ke luar anggota kelompok,
eksternalitas semakin menyenangkan dan
positif, semakin radius kepercayaan dibatasi
pada anggota kelompok sendiri, semakin besar
kemungkinan eksternalitas negatifnya.
6. Modal Sosial dan Ketimpangan
Modal sosial dapat mendorong
ketimpangan terutama karena akses terhadap
tipe jaringan yang berbeda terdistribusikan
secara sangat tidak merata. Setiap orang dapat
menggunakan koneksi mereka sebagai cara
untuk mewujudkan kepentingannya, namun
beberapa koneksi yang dibangun beberapa
orang lebih berharga daripada koneksi yang
dibangun orang lain.
Mereka yang secara relatif tinggi
modal finansial dan modal budayanya juga
cenderung tinggi dalam modal sosial. Namun
kendati level jalinan hubungan secara umum
bisa lebih tinggi di kalangan orang kaya dan
berpendidikan, pola ini tidak terlalu tetap. Data
survei di Amerika cenderung menyatakan
bahwa seluruh level keanggotaan asosiasonal
di kalangan warga kulit hitam amerika lebih
tinggi daripada kulit putih, terutama karena
tingginya
tingkat
afiliasi
keagamaan
dikalangan warga amerika keturunan afrika.
Bagi Bourdieu, modal sosial benarbenar bentuk superior dari kemunduran dan
kemajuaan diri secara timbal balik. Hal ini
benar-benar positif bagi anggota jaringan,
namun
mendorong
dan
mereproduksi
ketimpangan dan kedudukan istimewa pada
dunia yang lebih luas.
Diskusi tentang modal sosial dan
ketimpangan ini menegaskan bahwa jaringan
dapat membantu melestarikan kedudukan
istimewa dan mempertahankan nasib malang.
7. Efek Buruk Modal Sosial
Modal sosial yang menjembatani juga
dapat memiliki sisi gelap, dapat menimbulkan
ketimpangan, dan bisa menjalankan tujuantujuan yang buruk. Bagi Warren, faktor utama
yang menentukan apakah modal sosial

berfungsi secara positif atau secara negatif


bagi masyarakat luas adalah konteksnya. Lebih
jauh lagi, pertanyaan apakah modal sosial
mengandung sisi buruk atau tidak, bisa jadi
merupakan fungsi nilai dan gaya hidup yang
dijalankan oleh komunitas tertentu.
Kita tidak dapat melihat jalinan
hubungan sebagai sesuatu yang senantiasa
positif. Modal sosial sebagai sebuah konsep
dituduh sangat normatif. Citra yang melekat
padanya dalam perdebatan terkini bersifat
positif, dan beberapa orang pendukungnya
cenderung mengabaikan bukti yang sangat
berlawanan dengan klaim-klaim mereka.
Dalam kasus yang ekstrem, semangat
kolektivitas
tenggelam dan partisipasi
masyarakat
untuk
membangun
bagi
kepentingan kehidupan yang lebih baik akan
hilang. Trust akan kehilangan daya optimalnya
ketika mengabaikan salah satu spektrum
penting yang ada di dalamnya, yaitu rentang
rasa mempercayai (the radius of trust). Pada
kelompok, asosiasi atau bentuk-bentuk group
lainnya yang berorientasi inward looking
cenderung memiliki the radius of trust sempit.
Kelompok ini kemungkinan akan memiliki
kesempatan yang
lebih kecil
untuk
mengembangkan modal sosial yang kuat dan
menguntungkan (Hasbullah, 2006).
8. Cara Membangun Kepercayaan
Menurut Anonim2 (2011) kepercayaan
tidak akan tercapai dengan sendirinya, tetapi
memerlukan proses untuk membangun
kepercayaan secara terus menerus. Untuk
menumbuhkan kepercayaan setiap kelompok
(komunitas) paling tidak membutuhkan 4 hal
yang mendasar, yaitu :
a) Penerimaan
Sejak awal hubungan, setiap orang
membutuhkan jaminan bahwa mereka diterima
sepenuhnya, termasuk rasa aman untuk
mengemukakan pendapat dan berkontribusi
dalam kegiatan kelompoknya. Membutuhkan
suasana saling menghargai untuk tumbuhnya
penerimaan dalam kelompok, sehingga
kelompok tersebut akan tumbuh menjadi
komunitas yang kuat.
Dalam perkembangan ikatan sosial
sebuah komunitas, saling mengenal dengan
baik merupakan awal dari tumbuhnya
komunitas tersebut, kepercayaan tidak akan
tumbuh terhadap orang baru dengan begitu
saja, perlu pembuktian dalam sikap dan

perilaku masingmasing dalam waktu yang


relatif lama. Sikap dan perilaku yang
berdasarkan kepada nilainilai universal yang
diyakini sebagai nilai yang berlaku di seluruh
tempat di dunia seperti jujur, adil, kesetiaan,
saling melindungi di antara sesama semua
warga komunitas. Apabila salah satu warga
melakukan kecurangan, maka kepercayaan
terhadap orang tersebut otomatis akan luntur.
b)

Berbagi Informasi dan Kepedulian


Setiap orang yang berhubungan dalam
satu komunitas, agar bisa memecahkan
masalah bersama, membutuhkan informasi
mengenai :
Kehidupan, pengalaman, gagasan, nilai
masingmasing.
Masalahmasalah yang dianggap penting
dalam kehidupan mereka.
Untuk
menumbuhkan
kepercayaan,pertukaran
informasi yang
diberikan di antara warga haruslah informasi
yang jujur dan terbuka. Informasi yang
diberikan tidak akan berarti apabila dalam
hubunganhubungan tadi tidak didasari
kepedulian. Setiap warga yang berhubungan
dalam masyarakat akan menggunakan dan
terlibat untuk memecahkan masalah di
lingkungannya apabila ada kepedulian di
antara mereka. Apabila warga masyarakat
mempunyai kemampuan dan kemauan saling
berbagi, saling peduli , maka kepentingan
kepentingan individu akan mengalah kepada
kepentingankepentingan komunitas.
c)

Menentukan Tujuan
Kebutuhan yang ketiga adalah untuk
menentukan tujuan bersama. Setiap anggota
(warga) tidak akan tertarik dan memberikan
komitmen yang dibutuhkan apabila tidak
terlibat dalam perumusan tujuan. Proses
pengambilan keputusan akan menentukan
komitmen
warga
dalam
pelaksanaan
pemecahan masalah bersama.
d)

Pengorganisasian dan Tindakan


Pada tahap awal dalam menentukan
tujuan yang hendak dicapai oleh seluruh
anggota (warga masyarakat), memastikan ada
yang akan bertanggung jawab untuk
menggerakan semua kegiatan untuk mencapai
tujuan, untuk itu diperlukan seorang atau
sekelompok pemimpin. Dalam organisasi,
kelompok, atau komunitas warga masyarakat
peranan sikap dan perilaku pemimpin sangat

dominan untuk menumbuhkan kepercayaan


anggotanya. Perilaku pemimpin yang jujur,
adil, peduli dan melindungi
anggotanya
(warga), akan menumbuhkan kepercayaan dari
semua unsur komunitasnya.
Berbagai tindakan kolektif yang
didasari atas rasa saling mempercayai yang
tinggi
akan
meningkatkan
partisipasi
masyarakat dalam berbagai ragam bentuk dan
dimensi terutama dalam konteks membangun
kemajuan bersama. Kehancuran rasa saling
percaya dalam masyarakat akan mengundang
hadirnya berbagai problematika sosial yang
serius. Masyarakat yang kurang memiliki
perasaan perasaan saling mempercayai akan
sulit menghindari berbagai situasi kerawanan
sosial dan ekonomi yang mengancam.
9. Hubungan Modal Sosial dengan
Pendidikan, Perilaku Masyarakat,
Ekonomi, Kesehatan, dan Isu Lain
Istilah lain yang dipakai dalam modal
sosial adalah modal hubungan. Ada tiga jenis
hubungan sosial yang perlu diperhatikan
secara seimbang, yaitu hubungan dalam
jejaring yang tertutup dan erat yang
menghasilkan kepercayaan, hubugan yang
longgar yang memberikan akses kepada
informasi, kesempatan, dan sumber daya baru,
dan hubungan dengan pengambil keputusan di
masyarakat. Hubungan jenis yang terakhir
dimaksudkan untuk mendapatkan perijinan
dan kesempatan untuk memanfaatkan peluang.
(Soehadi dkk, 2011)
A. Modal Sosial dan Pendidikan
Keterkaitan unsur modal sosial dalam
pendidikan berkualitas di sekolah adalah
sebagai berikut: kepercayaan warga sekolah
dan masyarakat menciptakan hubungan yang
solid, sehingga mendorong untuk saling
bekerjasama
dan
berpartisipasi
dalam
mencapai tujuan. Sementara itu pranata yang
ada dapat memperkuat kepercayaan dan
jaringan sosial karena digunakan sebagai
pedoman dan tata sosial dalam beperilaku dan
menjalin hubungan. (Fatmawati, 2014)
B. Modal Sosial dan Perilaku Masyarakat
Ada hubungan anara modal sosial dengan
tingkat keuntungan signifikan dan secara
kualitatif teridentifikasi. Para pengusaha UMK
mendapatkan keuntungan atau kemudahan
berusaha karena hubungan yang baik dengan

keluarga, dengan sesama pengusaha, dan


dengan pemilik order atau pemesan produk
dan jasa. Modal sosial internal atau bonding
sebagai modal awal yang dimiliki oleh
pengusaha dan social bonding didapat dari
keluarga, kerabat yang mempunyai hubungan
yang erat. Dengan modal social bonding,
pengusaha menciptakan modal sosial eksternal
(bridging).
Modal sosial internal sebagai jembatan
untuk memiliki modal sosial bridging. Secara
metode kualitatif ditemukan hubungan antara
relasi, pelanggan, dan pemasok bahan baku
dengan
pengusaha
yang
sebelumnya
merupakan jaringan keluarga atau kerabatnya.
Modal sosial eksternal berpengaruh lebih besar
dalam menciptakan keuntungan dibandingkan
dengan modal sosial internal. Temuan statistik
ini menunjukkan bahwa relasi keluarga dan
kerabat lebih terbatas dibandingkan relasi yang
lebih luas. Hubungan interaksi di luar keluarga
dan kerabat sangat potensial dalam
membangun usaha walaupun semuanya
dimulai dari keluarga dan kerabat. (Kimbal,
2015)
C. Modal Sosial dan Ekonomi
Penelitian yang menelusuri peran
keluarga dalam penciptaan modal manusia &
modal sosial dan mempelajari dampaknya bagi
proses usaha yang memengaruhi keuntungan
dan pertumbuhan perusahaan yang baru.
Melalui pendekatan kualitatif, para peneliti
menemukan bahwa para wirausaha dari
kelompok-kelompok yang berasal dari sosial
ekonomi yang lebih tinggi memiliki
pengalokasian modal yang tinggi pula,
sehingga mereka bisa bertahan dengan
usahanya dibandingkan dengan kelompok
yang berasal dari sosial ekonomi tingkat
bawah.
Secara signifikan kelompok usaha
tingkat atas, kegiatan mereka ditunjang oleh
persediaan modal yang cukup tinggi.
Akibatnya, pengusaha-pengusaha dari kelas
sosial ekonomi yang lebih tinggi memiliki
akses pada dukungan bisnis yang lebih efektif
dan jaringan yang lebih luas. Kesimpulan
menunjukkan bahwa para pengusaha yang
memiliki persediaan sumber daya modal yang
lebih
besar
akan
bisa
lebih
baik
mempertahankan dan menumbuhkan bisnis
mereka dibandingkan dengan pengusaha yang
berada di kalangan bawah yang modalnya
hanya kecil atau pas-pasan. (Kimbal, 2015)

D. Modal Sosial dan Kesehatan


Sebuah kepastian bahwa yang
namanya globalisasi juga mengikutsertakan
aspek kesehatan dan hal-yang berkaitan
dengan
kesehatan
tersebut
dalam
permainannya. Maka wajar bila kesehatan juga
ikut terkena dampak perputaran globalisasi.
Sebagai contoh dalam sebuah bukunya yang
berjudul Saatnya Dunia Berubah, Tangan
Tuhan di balik Virus Flu Burung mantan
menteri kesehatan Siti fadilah Supari
mengungkap tabir dibalik terjadinya flu
burung di belahan bumi asia termasuk
Indonesia yang ternyata dimanfaatkan
sebagian
pihak
untuk
mendapatkan
keuntungan dengan mengomersilkan vaksin
virus tersebut.Vaksin diambil dan diolah dari
sampel virus negara terjangkit lalu ketika
vaksin sudah ada dijual dengan harga yang
cukup tinggi, sehingga negara terjangkit yang
tergolong kurang mampu tidak mendapat akses
terhadap vaksinnya, padahal saat itu flu
burung merupakan masalah serius dan bersifat
pandemi (global).
Termasuk
juga
liberalisasi
perdagangan dalam makanan yang dilakoni
oleh FAO dan WTO yang ternyata bila kita
telusuri lebih dalam dan sistematis secara
global mengakibatkan melemahnya ketahanan
pangan suatu negara dengan aturan ataupun
naskah kebijakan yang terbangun, sehingga tak
jarang negara-negara yang mengalami
kelemahan dalam ketahanan pangan akan
memunculkan fenomena gizi buruk. Lagi-lagi
kesehatan terkena imbasnya.
E. Modal Sosial dan Isu Lain
Tidak hanya sampai disitu, bila kita
coba analisis secara mendalam masalah
kesehatan yang ada di negara kita, baik
masalah kesehatan yang disebabkan kesalahan
manajemen, perilaku masyarakat, maupun
berbasis lingkungan, juga dipengaruhi oleh
jaring jaring neoliberalisme, hingga tak
jarang karena jeratan kebijakan-kebijakan,
kurangnya ketersediaan modal menjadi akar
masalah yang menyebabkan masalah itu masih
menjadi masalah hingga saat ini.
Masyarakat kita adalah masyarakat
yang terkenal akan budaya gotong royong
yang menandakan bahwa jaringan di
masyarakat cukup kuat, taat akan normanorma lokal, kemudian kepercayaan social
yang kuat yang ditandai dengan adanya
organisasi-organisasi
lokal
bentukan

masyarakat yang sudah ada sejak lama. Ini


adalah sebuah modal sosial yang sebenarnya
sangat potensial untuk terus dikembangkan
dalam mengatasi permasalahan di masyarakat
termasuk masalah kesehatan.
Bagaimana
menghidupkan
dan
menggerakkan semuanya adalah solusi untuk
masalah yang lebih global. Modal sosial
adalah modal yang besifat bottom up, tidak
hirarkis, dan berdasarkan pada interaksi yang
saling menguntungkan, karena ini bukanlah
produk kebijakan dari pemerintah akan tetapi
murni dari masyarakat. Melalui modal ini,
kemandirian masyarakat akan terbangun
sehingga apa yang akan dilakukan di
masyarkat menjadi sangat kontekstual, dan
relevan dengan masalah yang ada, sehingga
solusi-solusi hasil dari pengalaman empiris
menjadi sesuatu yang klop dengan kebutuhan
dan kesanggupan masyarakat. Cara ini
(mengembangkan modal sosial) adalah cara
yang relevan saat ini untuk mengatasi masalah
kesehatan masyarakat kita saat ini, karena
sudah sangat mengakar dan menjalar di
masyarakat.
Sumber daya yang akan digunakan
untuk biaya produksi akan sangat tergantung
kebutuhan dan ketersediaan.Sebenarnya cara
ini sudah sering diterapkan untuk mengatasi
masalah-masalah kesehatan oleh lembagalembaga non pemerintah baik asing maupun
lokal dan juga lembaga pemerintah, bahkan
sampai saat ini masih bergulir, tetapi masalah
kesehatan tersebut tetap masih menjadi
masalah. Masyarakat akan mengembangkan
modal sosialnya saat program bergulir
sehingga masyarakat yang tidak pernah peduli
menjadi sangat peduli terhadap masalah yang
ada, tetapi pasca program tidak lagi berjalan
yang terjadi adalah kelesuan di masyarakat.
Inilah problem yang ada saat ini di masyarakat
kita.
Mungkin juga karena paparan konsep
neoliberalisme yang terus terekam dan
menjadi mindset di masyarakat, menjadikan
masyarakat berpikir dengan pola materialisme
berorientasi pragmatisme, kalau tidak ada
untung pada masyarakat maka tidak akan jadi
alternatif.
Maka ketika modal social akan
dihidupkan dan dikembangkan dimasyarakat,
yang paling awal harus ditanamkan adalah
pola pikir yang benar dan tepat memandang
sesuatu, modal itu sudah ada pada masyarakat
kita walau hanya tataran norma, itulah yang

perlu dikuatkan bila modal itu akan digunakan,


karena bila fase ini tidak dilakukan, program
yang akan dilakukan adalah program yang
reaktif belaka, tidak terwariskan untuk
generasi-generasi berikutnya. Ini adalah
tanggung jawab semua peduli pada kesehatan
dan kemandirian bangsa, untuk benar-benar
menghujamkan dalam kesadaran masyarakat
bahwa kita punya modal besar untuk mandiri
dan mengatasi masalah kita sendiri.
10. Aplikasi Modal Sosial Di Berbagai
Komunitas Tradisional & Modern
Komunitas Tradisional seperti sistem
arisan yang populer dalam masyarakat di
banyak negara Asia Tenggara, termasuk
Indonesia. Sistem arisan yang dilakukan oleh
sekelompok orang yang memiliki hubungan
pertemanan, tetangga atau kekerabatan
merupakan sebuah contoh yang jelas tentang
bagaimana pentingnya arti kepercayaan,
norma & nilai sosial, serta sopan santun yang
masih kuat menjadi tolak ukur untuk menjalin
hubungan sosial dengan masyarakat pedesaan.
Dalam Komunitas Modern, media
jaringan internet menjadi bentuk komunikasi
untuk melakukan hubungan tanpa melihat dari
jarak ataupun waktu sehingga memudahkan
dalam berkomunikasi dan bertukar informasi.
Contohnya,
ketika
hendak
melakukan
pemasaran meja atau kursi tidak perlu
pelanggan datang ke galeri tetapi cukup
melihat
lewat
website
yang
sudah
menyediakan konten meja atau kursi yang
diinginkan.
11. Kesimpulan
Dari pemaparan tentang modal sosial,
dapat disimpulkan bahwa :
1. Manusia sebagai mahluk sosial tidak
dapat
hidup
sendiri,
melainkan
membutuhkan
orang
lain
untuk
berinteraksi, beraktivitas dan mencukupi
kebutuhan hidupnya. Modal sosial adalah
suatu
konsep
kepercayaan
dan
kebersamaan yang dibangun oleh suatu
komunitas/ kelompok untuk mencapai
tujuan tertentu.
2. Modal sosial terdiri dari unsur unsur
berupa : kepercayaan, kohesivitas,
altruisme, gotong-royong dan jaringan
sosial, hubungan timbal-balik, norma &
nilai serta pranata sosial.

3. Modal sosial terbentuk dan berkembang


di masyarakat tradisional maupun modern
dengan bermacam media. Hubungan ini
dapat membuat situasi yang positif (saling
memiliki, menolong, dsb) ataupun negatif
(saling serang antar kelompok) tergantung
konteks dan cara mengelola dari anggota
masyarakat.
Daftar Pustaka
Ancok, Djamaludin, Konsep Modal Manusia,
http://ancok.staff.ugm.ac.id/h18/konsep-modal-manusia.html
Anonim1.2011.Kepercayaan, Modal Sosial,
Cegah Bencana.Dalam http://nasional
Kompas.com. Diakses pada tanggal 26
Oktober 2016 pukul 17.23 WIB.
Anonim2.
2011.
Modal
Sosial.http://
ovalhanif.wordpress.com. Diakses pada
tanggal 26 Oktober 2016 pukul 17.43
WIB.
Coleman, J.S. 1988. Social capital in the
creation of human capital. Dalam Jurnal
The American Journal of Sociology Vol.
94
Cox, Eva.1995. A Truly Civil Society. ABC
Books. Sydney.
Fatmawati, Widyansari. 2014. Modal Sosial
Dalam Pendidikan Berkualitas Di
Sekolah
Dasar
Muhammadiyah
Mutihan. S2 Thesis. Yogyakarta: UNY.
Fauzan, Mohammad. 2012. Peningkatan
Kinerja Dosen Berbasis Modal Sosial
dan Dukungan Organisasional Di PTS
Kota Semarang. Dalam Jurnal Bisnis
dan Ekonomi (JBE) hlm. 188
202Fukuyama, Francis. 1999. The End
of History and The Last Man:
Kemenangan
Kapitalisme
dan
Demorasi Liberal. Yogyakarta: Penerbit
Qalam
Field, John (penerjemah : Nurhadi). 2010.
Modal Sosial. Yogyakarta : Kreasi
Wacana
Fukuyama, Francis.1995.The end of History
and the last man. Free Press. New York.
Hasbullah, Jousairi. 2006. Social Capital
(Menuju Keunggulan Budaya Manusia
Indonesia). Jakarta : MR-United Press.
Hotibin. 2012. Menguatkan Modal Sosial
Masyarakat(Merefleksi
Pentingnya
WKSBM). Sosialisasi dan Pembekalan
Teknis WKSBM. Bontang : Dinas Sosial
dan Tenaga Kerja Kota Bontang.

http://sulsel.litbang.pertanian.go.id/ind/index.p
hp?
option=com_content&view=article&id=
691:memahami-modal-sosial-dalampembangunanpertanian&catid=158:buletin-nomor-5tahun-2011&Itemid=257
http://www.kompasiana.com/ronigunawan/mo
dal-sosial-sebagai-modal-relevanmengentaskan-masalahkesehatan_550b024b8133117713b1e4ed
. Diakses pada tanggal 25 Oktober 2016
pukul 08.39 WIB.
Kimbal, Rahel Widiawati. 2015. Modal Sosial
dan Ekonomi Industri Kecil : Sebuah
Studi Kualitatif. Yogyakarta: Penerbit
Dee Publish.
Putnam, Robert.1993.Social Capital. Pricenton
University: Princenton
Soehadi, Agus W., dkk. 2011. Prasetia Mulia
EDC on Entrepreneurship Education.
Jakarta: Prasetia Mulya Publishing.
Suharto, Edy. 2007. Modal Sosial dan
Kebijakan
Publik.
Diakses
dari

http://sosialkultur.com pada 26 Oktober


2016 pukul 11.49 WIB.
Syahra, Rusydi. 2003. Modal Sosial: Konsep
dan Aplikasi. Dalam Jurnal Masyarakat
dan Budaya, Volume 5 No. 1.

Anda mungkin juga menyukai