Disusun Oleh:
1.
2.
3.
4.
5.
Sona Ardhyan
Anggraito Agung Pambudi
Ulinnuha
Mujiyanto
Achsan Taufiqurrochman M
( 12/333009/TP/10390 )
( 14/363970/TP/10944 )
( 14/365915/TP/11072 )
( 14/365944/TP/11080 )
( 14/369582/TP/11142 )
Masyarakat
selalu
berhubungan
dengan masyarakat lain melalui berbagai
variasi hubungan yang saling berdampingan
dan dilakukan atas prinsip kesukarelaan
(voluntary), kesamaan (equality), kebebasan
(freedom), dan keadaban (civility).
Kemampuan
anggota-anggota
kelompok atau masyarakat untuk selalu
menyatukan diri dalam suatu pola hubungan
yang sinergis akan sangat besar pengaruhnya
dalam menentukan kuat tidaknya modal sosial
suatu kelompok tersebut.
Jaringan sosial dapat terbentuk secara
tradisional, misalnya atas dasar kesamaan garis
keturunan (lineage), pengalaman-pengalaman
sosial
turun-temurun
(repeated
social
experience), dan kesamaan kepercayaan pada
dimensi ketuhanan (religius beliefs), ada pula
yang dibangun berdasarkan orientasi dan
tujuan dengan pengelolaan organisasi yang
lebih modern.
Badaruddin
(2005),
menyatakan
dengan pelibatan warga dalam jaringan sosial
yang akan menjadi satuan sosial/organisasi
lokal, maka terciptalah apa yang disebut
dengan
kemampuan
warga
kolektif
mengalihkan kepentingan saya menjadi kita
terbangunlah kekompakan dan solidaritas antar
warga. Jaringan sosial terdiri dari lima unsur
yang meliputiadanya partisipasi, pertukaran
timbal balik, solidaritas, kerjasama dan
keadilan (Lubis, 2001).
b. Resiprocity (Hubungan Timbal Balik)
Modal sosial senantiasa diwarnai oleh
kecenderungan saling tukar kebaikan antar
individu dalam suatu kelompok atau antar
kelompok itu sendiri. Pola pertukaran ini
bukanlah sesuatu yang dilakukan secara
resiprokal seketika seperti dalam proses jual
beli, melainkan suatu kombinasi jangka
pendek dan jangka panjang dalam nuansa
altruism (semangat untuk membantu dan
mementingkan kepentingan orang lain).
Seseorang atau banyak orang dari suatu
kelompok memiliki semangat membantu yang
lain tanpa mengharapkan imbalan seketika.
Dalam konsep Islam, semangat
semacam ini disebut sebagai keikhlasan.
Semangat untuk membantu bagi keuntungan
orang lain. Imbalannya tidak diharapkan
seketika dan tanpa batas waktu tertentu.
Pada masyarakat, dan kelompokkelompok sosial yang terbentuk, yang
didalamnya memiliki bobot resiprositas kuat
Menentukan Tujuan
Kebutuhan yang ketiga adalah untuk
menentukan tujuan bersama. Setiap anggota
(warga) tidak akan tertarik dan memberikan
komitmen yang dibutuhkan apabila tidak
terlibat dalam perumusan tujuan. Proses
pengambilan keputusan akan menentukan
komitmen
warga
dalam
pelaksanaan
pemecahan masalah bersama.
d)
http://sulsel.litbang.pertanian.go.id/ind/index.p
hp?
option=com_content&view=article&id=
691:memahami-modal-sosial-dalampembangunanpertanian&catid=158:buletin-nomor-5tahun-2011&Itemid=257
http://www.kompasiana.com/ronigunawan/mo
dal-sosial-sebagai-modal-relevanmengentaskan-masalahkesehatan_550b024b8133117713b1e4ed
. Diakses pada tanggal 25 Oktober 2016
pukul 08.39 WIB.
Kimbal, Rahel Widiawati. 2015. Modal Sosial
dan Ekonomi Industri Kecil : Sebuah
Studi Kualitatif. Yogyakarta: Penerbit
Dee Publish.
Putnam, Robert.1993.Social Capital. Pricenton
University: Princenton
Soehadi, Agus W., dkk. 2011. Prasetia Mulia
EDC on Entrepreneurship Education.
Jakarta: Prasetia Mulya Publishing.
Suharto, Edy. 2007. Modal Sosial dan
Kebijakan
Publik.
Diakses
dari