Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Anak
Pengertian anak menurut UU No 39 tahun 2009, Anak adalah setiap
manusia yang berusia di bawah 18 tahun dan belum menikah, termasuk anak
yang

masih

dalam

kandungan

apabila

hal

tersebut

adalah

demi

kepentingannya http://id.shvoong.com/pengertian-anak/com. Yang dimaksud


anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun
dan belum kawin.
Pengertian anak sehat menurut Santoso (2004) Anak yang sehat akan
mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang normal dan wajar, yaitu
sesuai standar pertumbuhan fisik anak pada umumnya dan memiliki
kemampuan anak seusianya. Selain itu, anak yang sehat tampak senang, mau
bermain, berlari, berteriak, meloncat, memanjat, tidak berdiam diri saja.
Dengan uraian di atas dapat di simpulkan bahwa yang dikatakan anak
sehat adalah anak yang dapat tumbuh kembang dengan baik dan teratur,
jiwanya berkembang sesuai dengan tingkat umurnya, aktif, gembira,
makannya teratur, bersih, dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkunganya.
Setiap orang baik itu anak-anak, remaja dan dewasa sangat mengidamidamkan berat badan yang normal agar tercapai tingkat kesehatan yang
optimal. Dengan demikian berat badan yang normal maka akan memberikan
penampilan yang baik, dapat bergerak dengan lincah dan resiko sakit juga
rendah.
B. Overweight
1. Pengertian Overweight

Obesitas dan overweight, adalah dua istilah yang sering digunakan untuk
menyatakan adanya kelebihan berat badan. Overweight adalah kelebihan
berat badan dibandingkan dengan berat badan ideal yang dapat di
sebabkan oleh penimbunan jaringan lemak atau jaringan non lemak,
misalnya pada seorang atlit binaragawan kelebihan berat badan di
sebabkan oleh hipertrofi otot (Sjarif, 2011).
Menurut Hidajat dkk (2007) Overweight adalah istilah yang
digunakan untuk kelebihan berat badan, sedangkan Obesitas adalah
penimbunan jaringan lemak secara berlebihan akibat ketidak seimbangan
antara asupan energi (energy intake) dengan pemakaian energi (energy
expenditure).
Kegemukan (obesitas) berbeda dengan kelebihan berat badan
(overweight). Kegemukan dapat diartikan penimbunan lemak tubuh yang
berlebihan sehingga berat badan anak jauh diatas normal dan dapat
membahayakan kesehatan anak. Overweight adalah suatu keadaan berat
badan anak yang melebihi berat badan normal atau seharusnya. Dengan
demikian, anak yang menderita kegemukan pasti mengalami kelebihan
berat badan, tetapi anak yang mengalami berat badan belum tentu
menderita kegemukan (Agoes, 2003).
2. Etiologi
Menurut hukum termodinamik, overweight terjadi karena ketidak
seimbangan antara asupan energi dengan keluarga energi (energy
expenditures) sehinga terjadi kelebihan energi yang selanjutnya disimpan
dalam bentuk jaringan lemak. Kelebihan energi tersebut dapat
disebabkan oleh asupan energi yang tinggi atau keluarga energi yang

rendah. Asupan energi tinggi disebabkan oleh konsumsi makanan yang


berlebihan, sedangkan keluarga energi rendah disebabkan oleh
metabolisme tubuh, aktifitas fisis, dan efek termogenesis lebih rendah
dibandingkan dengan karbohidrat dan protein (Hidayati dkk, 2011).
3. Tanda dan gejala
a. Overweight
Secara klinis overweight dengan mudah dapat dikenali karena
mempunyai tanda dan gejala yang khas, antara lain wajah yang
membulat, pipi yang tembem, dagu rangkap, leher relative pendek,
dada

yang

membusung

dengan

payudara

yang

membesar

mengandung jaringan lemak, perut buncit diserta dinding perut yang


berlipit-lipit

serta kedua tungkai umumnya berbentuk X dengan

kedua pangkal paha bagian menempel dan bergesekan akibatnya


menyebabkan laserasi dan ulserasi yang dapat menimbulkan bau
yang kurang sedap. Pada anak lelaki, penis tampak kecil karena
tersembunyi dalam jaringan lemak suprapublik, hal yang seringkali
menyebabkan orang tua menjadi sangat khawatir dan segera
membawanya ke dokter (Hidayati dkk,2011).
4. Dampak Overweight
Dari segi kesehatan ada beberapa hal yang menyebabkan kegemukan
dapat menjadi masalah yaitu (Agoes, 2003):
a. Resiko terserang penyakit.
Anak yang mengalami kegemukan memiliki risiko tinggi
terserang berbagai penyakit. Berikut ini beberapa risiko penyakit
yang sering menyerang anak-anak yang menderita kegemukan:
1) Sering menderita lecet pada lipatan-lipatan kulit karena adanya
gesekan ketika melakukan aktivitas.

10

2) Anak mudah berkeringat, biasa disertai biang keringat dan jamur


pada lipatan kulit.
3) Gerakan anak menjadi lambat, sehingga dapat mengganggu
pertumbuhan dan perkembangan tulang dan sendi.
4) Kematangan seksual dapat terjadi lebih awal atau dini,
menstruasi bisa terjadi pada anak perempuan yang usianya < 9
tahun.
5) Terjadi infeksi saluran napas bagian bawah karena kegemukkan
mempengaruhi kapasitas paru-paru.
6) Perkembangan penyakit diabetes tipe 2 pada usia muda.
7) Berisiko terkena penyakit jantung koroner pada usia relatif muda.
8) Anak sering merasa mengantuk sehingga konsentrasi anak
berkurang, akibatnya prestasi belajar akan menurun.
9) Gemuk sejak usia balita akan beresiko kegemukan pada usia
remaja bahkan dewasa.
b. Resiko aspek psikologis
Selama beresiko tinggi terserang penyakit, kegemukkan pada
anak bisa berpengaruh pada aspek psikologisnya. Berikut ini
beberapa resiko psikologis akibat kegemukan.
1) Anak yang gemuk akan bergerak lebih lambat (kurang lincah)
dari teman seusianya dengan berat badan yang normal, sehingga
kurang merasa percaya diri dalam bersosialisas
2) Kegemukan pada anak balita dan berlanjut terus pada usia remaja
akan beresiko terjadinya gangguan psikologi seperti rasa rendah
diri atau kurang percaya diri karena adanya anggapan bahwa
orang gemuk tampak lebih menarik.
C. Faktor-faktor yang mempengaruhi Overweight

11

Soetjiningsih (2005) menyebutkan 3 faktor utama penyebab obesitas


adalah masukan energi yang melebihi dari kebutuhan tubuh, penggunaan
kalori yang kurang, dan faktor hormonal. Disamping itu obesitas juga
disebabkan oleh beberapa faktor predisposisi seperti faktor herediter, suku
bangsa, dan persepsi bayi gemuk adalah bayi sehat.
Admin (2009) secara garis besar membagi faktor penyebab overweight
pada anak menjadi 4 bagian yaitu, faktor lingkungan, faktor genetik, faktor
endokrin, dan metabolik programming. Berikut ini akan dipaparkan berbagai
faktor overweight yang dirangkum dalam berbagai sumber.
1. Faktor Keturunan
Tingginya angka obesitas pada orang tua yang memiliki anak
obesitas dipercaya bahwa faktof genetik menjadi faktor yang cukup
penting. Penelitian telah menunjukkan 60-70% remaja obesitas
mempunyai salah satu atau kedua orang tua yang juga obesitas. 40
remaja obesitas mempunyai saudara kandung yang juga obesitas
(Nurjanah 2009).
Parental fatness merupakan faktor genetik yang berperanan besar.
Bila kedua orang tua obesitas, 80% anaknya menjadi obesitas; bila salah
satu orang tua obesitas, kejadian obesitas menjadi 40% dan bila kedua
orang tua tidak obesitas, prevalensi menjadi 14%. Hipotesis Barker
menyatakan

bahwa

perubahan

lingkungan

nutrisi

intrauterin

menyebabkan gangguan perkembangan organ-organ tubuh terutama


kerentanan terhadap pemrograman janin yang dikemudian hari bersamasama dengan pengaruh diet dan stress lingkungan merupakan

12

predisposisi timbulnya berbagai penyakit dikemudian hari. Mekanisme


kerentanan genetik terhadap obesitas melalui efek pada resting metabolic
rate, thermogenesis non exercise, kecepatan oksidasi lipid dan kontrol
nafsu makan yang jelek, dengan demikian kerentanan terhadap obesitas
ditentukan secara genetik sedang lingkungan menentukan ekspresi
fenotipe (Hidiyawati 2009).
2. Faktor Psikologi
Sebuah pandangan populer adalah bahwa overweight bermula dari
masalah emosional yang tidak teratasi. Orang-orang gemuk haus akan
cinta kasih, seperti anak-anak yang menganggap makanan sebagai
simbol kasih sayang ibu, atau kelebihan makanan adalah sebagai
substansi untuk pengganti kepuasan lain yang tidak tercapai dalam
kehidupannya (www.e-psikologi.com).
Aspek psikologi dari orang tua juga dapat memicu terjadinya
kegemukan pada anak, misalnaya adanya anggapan bahwa anak yang
gemuk adalah anak yang sehat dan menunjukkan keadaan sosial
ekonomi. Disamping itu, anggapan bahwa mengkonsumsi fast food
menjadi bagian gaya hidup dan dapat meningkatkan gengsi sehingga
mereka cenderung membiarkan anak-anaknya menggemari bahkan
menjadi pola makan sehari-hari (Agoes, 2003).
Banyak anak-anak makan berlebih untuk merespon emosi negatif,
seperti kebosanan, kesedihan dan kemarahan. Dapat pula merupakan
respons terhadap rangsangan dari luar seperti iklan makanan atau
kenyataan bahwa ini adalah waktu makan (Moore, 2007).

13

Biasanya pada anak yang lebih besar, dimana baginya makanan


merupakan pengganti untuk mencapai kepuasan dalam memperoleh
kasih sayang (Soetjiningsih, 2005).
Pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Sukmawati pada anak SD
di Makassar tahun 2004, presentase anak yang beresiko lebih tinggi
(21,8 %) pada anak yang mengalami obesitas hanya (12%). Begitu juga
sebaliknya presentase anak yang tidak beresiko lebih tinggi (37,9%)
pada anak yang tidak obesitas dengan anak yang obesitas hanya (28,2%)
(Sukmawati, 2004).
3. Jenis Kelamin.
Apriadji (2006) mengatakan jenis kelamin merupakan faktor internal
yang menentukan kebutuhan gizi sehingga ada hubungan antara jenis
kelmin

dengan

status

gizi.

Anak

perempuan

biasanya

lebih

memperhatikan penampilan sehingga seringkali membatasi makanannya,


selain itu anak perempuan juga mempunyai kemampuan makanan dan
aktifitas fisik yang lebih rendah dari anak laki-laki. Namun penelitian
Troiano pada anak usia 6-11 tahun menemukan bahwa kejadian obesitas
pada anak laki-laki lebih besar dari pada anak perempuan, dan angka
tersebut terus mengalami kenaikan dari tahun ketahun.
4. Jumlah anggota dalam keluarga.
Jumlah anggota keluarga berperan pula dalam pertumbuhan, yaitu
pada keluarga kecil pertumbuhan anak lebih baik dibandingkan dengan
keluaga besar (Jose, 2002). Semakin besar jumlah anggota rumah tangga,
maka tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan pangan akan semakin
besar. Jumlah anggota keluarga memiliki pengaruh terhadap kebiasaan
makan anak.

14

5. Pola Makan
Pola makan adalah tingkah laku manusia dalam memenuhi
kebutuhannya akan makanan meliputi sikap, kepercayaan dan pemilihan
makanan dalam kelompok yang dapat memberikan dampak pada
distribusi makanan anggota keluarga (Khumaidi, 2004).
Ada dua pola makan tidak normal yang bisa terjadi penyebab
overweight yaitu makan dalam jumlah yang sangat banyak atau melebihi
kebutuhan (binge eating disorder) dan makan di malam hari (night
eating syndrome). Kedua pola makan ini biasanya dipicu oleh stres dan
kekecewaan. Binge eating disorder mirip dengan night eating syndrome
dimana orang makan dalam jumlah sangat banyak, bedanya pada binge
eating disorder hal ini tidak diikuti dengan memuntahkan apa yang telah
dimakan. Sebagai akibatnya kalori yang dikonsumsi sangat banyak. Pada
night eating syndrome, kurangnya nafsu makan dipagi hari digantikan
dengan makanan berlebihan, agitasi dan insomnia dimalam harinya
(Soetjiningsih, 2005).
Kenaikan berat badan dan lemak pada anak juga dipengaruhi oleh
lama makan, waktu pertama kali mendapat makan padat pada tahun
petama kehidupan. Peranan diet terhadap terjadinya obesitas sangat besar
terutama diet tinggi kalori yang berasal dari karbohidrat dan lemak
(Subardja D, 2002). Penyebab tersering, dan merupakan penyebab
langsung, bahkan pada anak obesitas yang benar-benar di sebabkan oleh
kelainan endokrin. Terlalu banyak makan bahkan jajan di luar
menyebabkan lingkaran setan pada obesitas, karena mengakibatkan

15

aktifitas berkurang, kemudian mengakibatkan obesitas semakin berat


(Short dkk, 2009).
6. Aktivitas fisik
Salah satu penelitian Iren (2009) tentang kurangnya aktivitas fisik
sehari-hari dipercaya menjadi salah satu faktor munculnya obesitas pada
seseorang. Suatu data menunjukkan bahwa aktifitas fisik anak-anak
menjadi turun. Anak-anak lebih cenderung bermain di dalam rumah
dibandingkan di luar rumah misalnya bermain gemas, computer maupun
media elektronik lain dan menonton televisi. Sebaliknya menonton
televisi akan menurunkan aktivitas dan keluaran energi karena mereka
menjadi jarang atau kurang berjalan, bersepeda dan naik-turun tangga.
Aktivitas fisik diketahui berperan penting untuk mencegah obesitas
dan memegang peranan terhadap distribusi lemak tubuh. Aktivitas fisik
yang memadai dapat menurunkan persentasi lemak tubuh yang
selanjutnya dapat mengurangi risiko menderita obesitas dan penyakit
kardiovaskuler (Anam, 2010).
7. Konsumsi Fast Food
Konsumsi fast food (makan cepat saji) yang banyak mengandung
energi dari lemak, karbohidrat, dan gula akan mempengaruhi kualitas diet
dan meningkatkan resiko obesitas. Meningkatnya konsumsi fast food
diyakini merupakan suatu masalah, karena obesitas meningkat pada
masyarakat yang keluarganya banyak keluar mencari makanan cepat saji
dan tidak mempunyai waktu lagi untuk menyiapkan makanan di rumah.
(WHO, 2010)
8. Pendapatan Keluarga

16

Penelitian di Europa menunjukkan bahwa anak kelompok sosial


ekonomi baik, mempunyai ukuran tubuh yang lebih baik dibandinkan
dengan anak dari keluarga buruh rendah.
Dalam penelitian Nurjanah juga menyebutkan bahwa orang tua
dengan penghasilan lebih sangat senang untuk membelanjakan makan
kaleng dan makana olahan pabrik bagi anak mereka, dengan kualitas
yang lebih baik, namun berdampak obesitas pada anak mereka.
(Nurjanah, 2009).
Meningkatnya kemampuan atau daya beli menyebabkan banyak
keluarga muda yang memanjakan anaknya, termasuk dalam pemberian
makanan yang berlebihan, khususnya tinggi kalori dan lemak (Agoes,
2003).
Tingkat sosial ekonomi yang meningkat membawa pengaruh
terhadap pola konsumsi mereka. Pendapatan keluarga yang meningkat
mengakibatkan mereka menjadi konsumtif. Bahkan dalam memilih
makanan apakah makanan berlemak atau berkarbohidrat tinggi
(Triratnawati, 2003).

9. Pekerjaan Ibu
Ada beberapa perbedaan dalam pembentukan kebiasaan makan bagi
anak-anak apabila ibu mereka disamping sebagai ibu rumah tangga
berperan juga sebagai pencari nafkah. Karena seorang ibu yang bekerja
sebagai pencari nafkah diluar rumah berarti sebagian dari waktunya akan
tersita, sehingga perannya dalam hal mempersiapkan makan terpaksa
dikerjakan oleh orang lain, demikian juga pemberian makanan terhadap

17

anak-anaknya. Seorang ibu yang bekerja hendaknya benar-benar


membagi waktu agar anak-anaknya tetap mendapat perhatian khusus
serta pekerjaan juga tidak terlantar (Suharjo, 2009).
D.

Cara Menentukan Obesitas Pada Anak


1. Antropometri
Overweight pada anak dapat dinilai melalui beberapa metode. Menurut
(Sjarif, 2011) berdasarkan antropometri, umumnya obesitas pada anak
ditentukan berdasarkan pengukuran sebagai berikut:
a. Berat Badan.
Ukuran ini merupakan yang terpenting, dipakai pada setiap
kesempatan memeriksa anak pada setiap kelompok umur. Berat
badan merupakan hasil peningkatan seluruh jaringan tulang, otot,
lemak, jaringan tubuh lainnya. Ukuran ini merupakan indikator
tulang yang terbaik pada waktu ini untuk keadaan gizi dan keadaan
tumbuh kembang.
b. Tinggi Badan.
Ukuran ini merupakan ukuran antropometrik kedua yang penting.
Perlu diketahui bahwa nilai TB meningkat terus, walaupun laju
tumbuh kembang berubah dari pesat pada masa bayi muda kemudian
melambat dan menjadi pesat lagi pada masa remaja.
c. Pengukuran lemak
Pengukuran langsung lemak subkutan dengan mengukur tebal
lipatan kulit (TLK). Terdapat empat macam pengukuran TLK yang
ideal untuk mendapatkan proporsi lemak tubuh yaitu TLK biseps,
triseps, subkapular, dan suprailiaka. Bila TLK triseps di atas sentil
ke-85, merupakan indicator obesitas.
2. Indeks Masa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI)

18

Pengukuran IMT adalah cara termudah untuk memperkirakan overweight


serta berkorelasi tinggi dengan masa lemak tubuh.
Kategori Overweight
:80 - 90 persentile
Kategori Normal
: < 80 persentile
3. Grafik pertumbuhan CDC 2000
Pada tahun 2000 Center for Disease Control (CDC) di Amerika Serikat
menerbitkan grafik pertumbuhan yang tersedia untuk anak lelaki dan
perempuan mulai dari umur 0 sampai 36 bulan untuk BB, PB, dan LK.
Disamping itu juga grafik berdasarkan umur dan BB/TB mulai umur 2
sampai 20 tahun umtuk BB,TB, dan IMT menurut umur dan BB/TB 2 x
10.000 (Hendarto dan Sjarif, 2011).

19

Anda mungkin juga menyukai