Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2004, menyatakan bahwa 5
besar kanker di dunia adalah kanker paru-paru, kanker payudara, kanker
usus besar, kanker lambung, dan kanker hati. WHO mengestimasikan
bahwa 84 juta orang meninggal akibat kanker dalam rentang waktu 20052015. Survei yang dilakukan WHO menyatakan 8-9 persen wanita
mengalami kanker payudara. Hal itu membuat kanker payudara sebagai
jenis kanker yang paling banyak ditemui pada wanita setelah kanker leher
rahim.
Kanker payudara merupakan masalah besar di Indonesia maupun di negara
lain. Jumlah kasus baru di Amerika Serikat pada tahun 2003 mencapai
211.300 orang dan 39.800 pasien meninggal akibat kanker payudara pada
tahun yang sama. Kanker payudara di Indonesia berada di urutan kedua
sebagai kanker yang paling sering ditemukan pada perem-puan, setelah
kanker mulut rahim. Penelitian di Jakarta Breast Cancer pada April 2001
sampai April 2003 menunjukan bahwa dari 2.834 orang memeriksakan
benjolan di payudaranya, 2.229 diantaranya (78%) merupakan tumor
jinak, 368 orang (13%) terdiagnosis kanker payudara dan sisanya
merupakan infeksi dan kelainan bawaan payudara (Djoerban, 2003).
Berdasarkan Profil Kesehatan Republik Indonesia tahun 2008, 10
peringkat utama pe-nyakit neoplasma ganas atau kanker pasien rawat inap
di rumah sakit sejak tahun 2004- 2008 tidak banyak berubah. Tiga
peringkat utama adalah neoplasma ganas payudara disusul neoplasma
ganas serviks uterus dan neoplasma ganas hati dan saluran intra hepatik.
Kanker payudara terus meningkat selama 4 tahun tersebut dengan kejadian
5.297 kasus di tahun 2004, 7.850 kasus di tahun 2005, 8.328 kasus di
tahun 2006, dan 8.277 kasus di tahun 2007 (Depkes RI, 2008).

Kurkumin merupakan bagian terbesar pigmen kuning yang terdapat dalam


rimpang kunyit (Curcuma longa L.) yang memiliki berbagai aktivitas
biologis seperti antioksidan, antiinflamasi, dan antineoplastik. Oleh
penduduk Asia, utamanya India dan Indonesia zat warna kuning dari
kurkuma tersebut sering digunakan sebagai bahan tambahan makanan,
bumbu atau obat-obatan dan tidak menimbulkan efek toksik Cyang
merugikan (Meiyanto, 1999). Beberapa analog kurkumin pun telah
berhasil disintesis dan telah dilakukan pengujian dengan hasil yang cukup
menggembirakan. Beberapa analog kurkumin, seperti Pentagamavunon-0
(PGV-0) dan Pentagamavunon-1 (PGV-1) mempunyai efek kerja yang
lebih dibanding kurkumin. Berdasarkan pemantauan berbagai jurnal
mengenai agen ini menunjukkan adanya pengaruh senyawa kurkumin
sebagai terapi pada kanker payudara.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa penyebab terjadinya kanker payudara?
2. Bagaimana standar pengobatan kanker payudara?
3. Bagaimana efektivitas penggunaan kurkumin sebagai terapi pada
kanker payudara?
4. Bagaimana efektivitas penggunaan analog kurkumin (PGV-0 dan PGV1) sebagai terapi pada kanker payudara?
1.3

Tujuan dan Manfaat


Tujuan dari karya tulis ilmiah ini adalah sebagai berikut.
1. Menjelaskan penyebab terjadinya kanker payudara?
2. Menjelaskan standar pengobatan kanker payudara?
3. Menjelaskan efektivitas penggunaan kurkumin sebagai terapi pada
kanker payudara?

2. Mengetahui efektivitas penggunaan analog kurkumin (PGV-0 dan


PGV-1) sebagai terapi pada kanker payudara?
Adapun manfaatnya adalah untuk memberikan informasi penyebab terjadi,
dan standar pengobatan kanker payudara, serta efektivitas penggunaan
kurkumin dan analognya(PGV-0 dan PGV-1) sebagai terapi pada kanker
payudara. Selain itu dapat dijadikan dasar bagi pengembangan penelitian
mengenai kurkumin.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Kurkumin
Kurkumin merupakan senyawa polifenolik yang memberikan warna
kuning dan merupakan senyawa yang memiliki aktivitas farmakologi
seperti, melancarkan peredaran darah dan vital energi, menghilangkan
sumbatan, peluruh haid, antiradang, antibakteri, memperlancar
pengeluaran empedu, astringent dan antikanker (Aggarwal et al., 2005,
Widjayakusuma, 2005). Kandungan Kimia rimpang curcuma longa, L
antara lain, kurkumin, minyak atsiri (turmeron, felandren, zingiberen,
borneol, dll.), desmetoksikurkumin, tanin, dan lain-lain. Di dalam rimpang
curcuma longa, L terdapat senyawa kurkumin I, kurkumin II, dan
kurkumin III dengan kandungan masing-masing sebesar 77%, 17%, dan
3%.

2.1.1 Kurkumin Sebagai Antioksidan


Kurkumin yang diisolasi dari Curcuma longa (turmeric) sangat potensial
sebagai antioksidan yang diduga disebabkan oleh gugus fenolik dan 1,3diketon. Senyawa antioksidan alami polifenolik ini bersifat
multifungsional dan dapat berfungsi sebagai (1) penangkal radikal bebas
seperti superoksida dan radikal hidroksil, (2) pengkelat logam seperti besi
(Fe) (3) menghambat aktivitas enzim oksidatif seperti sitokrom p-450, dan
(4) peredam terbentuknya oksigen radikal (Majeed, et al., 1995). Aktivitas
antioksidan gugus fenolik ditunjukkan dengan adanya penghambatan lipid
peroksidasi dan penangkal radikal bebas seperti 1,1- diphenyl picryl
hydrazyl (DPPH) dan 2,2-azinobis (3-ethyl-benthiazoline-6-sulphonic
acid (ABTS+) (Venkatesan et al., 2003).
Penelitian terhadap pemberian kurkumin pada punggung mencit (Huang et
al.,1992) menunjukkan penghambatan pertumbuhan sel tumor kulit yang

terinduksi oleh benzo[a]piren atau DMBA (7,12-dimetilbenz[a]anthrasen).


Aktivitas antioksidan senyawa kurkumin dapat terjadi karena
pembentukan radikal bebas dihambat oleh senyawa kurkumin dengan cara
menekan aktivitas sitokrom p450 (isoenzim yang penting untuk
bioaktivasi awal pada benzo[a]pyrene) atau adanya spesies oksigen reaktif
dideaktivasi secara enzimatik oleh GST (glutathione S-transferase)
sehingga dapat menghambat aktivitas mutagenik dari benzo[a]pyrene
(Majeed, et al., 1995). Sifat kurkumin dapat menghambat lipid peroksidasi
yang terinduksi oleh berbagai agent selular atau zat asing sangat berperan
dalam mekanisme aktivitas kurkumin sebagai antiinflamasi,
antitumor dan aktivitas farmakologi lainnya.(Nurrochmad, 2004).

2.1.1 Kurkumin Sebagai inflamasi


Inflamasi merupakan proses yang sangat kompleks yang meliputi aktivitas
berbagai tipe sel dan mediator. Secara normal, cidera/kerusakan jaringan
atau adanya bahan asing menjadi pemicu kejadian yang melibatkan
partisipasi dari beberapa jenis enzim, mediator, cairan ekstravasasi,
migrasi sel, kerusakan jaringan dan mekanisme penyembuhan (Subagyo,
2005). Aktivitas antiinflamasi kurkumin dikaitkan dengan ekspresi
berlebih (overexpression) dari enzim siklooksigenase tipe 2 (COX-2)
terutama pada sel kanker kolon, kanker paru-paru dan kanker payudara
(Aggarwal et.al, 2005).
Proses inflamasi melibatkan banyak mediator kimia yang secara langsung
maupun tidak langsung berperan dalam terjadinya inflamasi. Prostanoid
termasuk prostaglandin, thromboxanes dan leukotriens merupakan
mediator lipid yang disalurkan lewat membran fosfolipid oleh aktivitas
beberapa jenis enzim antara lain fosfolipase A2, cyclooxygenase,
lipoxygenase dan enzim spesifik untuk sintesis prostanoid tertentu

(Subagyo, 2005). Dengan adanya penghambatan terhadap enzim COX,


maka produksi berlebih (overexpression) prostanoid dapat dicegah dan
akan mengurangi efek inflamasi atau mengurangi proliferasi sel kanker
dan mempercepat proses apoptosis (Nurrochmad, 2004; Soedjarwo, 2004).
Pada sel yang rusak terjadi aktivasi enzim fosfolipase A2 yang
bertanggung jawab pada pembentukan asam arakhidonat, dimana jenis
asam ini diketahui merupakan bentuk pendahulu (prekursor) dari beberapa
mediator inflamasi. Asam arakhidonat yang terbentuk selanjutnya menjadi
senyawa mediator melalui dua jalur utama yaitu jalur lipoksigenase dan
jalur siklooksigenase (Orbayinah et al., 2003). Aktivitas antiinflamasi dari
kurkumin selain melalui penghambatan enzim siklooksigenase (COX)
dapat juga melalui enzim lipoksigenase (LOX). Penghambatan enzim
LOX akan mengurangi produk LOX seperti 12 (S)-HETE (asam
hidroksieikosatetraenat) yang terbukti memacu penyebaran sel kanker dan
berpotensi merangsang terjadinya metastasis (Nurrohmad, 2004).

2.2

Kanker Payudara
Keganasan payudara merupakan penyebab kematian nomor dua setelah
keganasan mulut rahim. Kebanyakan penderita datang dengan stadium
lanjut (IIIA dan IIIB), 20,3 % pada stadium IV, sedangkan yang stadium
dini (I dan II) tidak ada atau sangat jarang (15 %). Banyak pendapat
mengenai timbulnya keganasan payudara diajukan oleh para ahli dan
peneliti, seperti adanya gen abnormal dan mutasi gen, tetapi penyebab
yang pasti belum diketahui sampai saat ini. Kelainan yang terdapat pada
payudara bias berupa benjolan padat, kistik yang tidak semua ganas.
Keganasan yang timbul berasal dari perkembangan jaringan epitel
payudara maupun jaringan ikat. (Cahyo Novianto, 2004)
Setiap tahun terdapat lebih dari 1,1 juta wanita penderita kanker payudara
yang baru dengan 410.000 kematian (1,6% dari seluruh kematian wanita di

dunia). Oleh karena itu, kanker payudara ini telah menjadi masalah urgent
dalam dunia kesehatan dengan pening-katan insidensi lebih dari 5% setiap
tahunnya (Anderson, et al., 2006).

2.2.1 Anatomi Payudara Normal


Untuk dapat mengenal perjalanan penyakit kanker payudara dengan baik
dan memahami dasar-dasar tindakan pengobatan pada kanker payudara
maka sangat penting mengetahui anatomi payudara itu sendiri. Menurut
Ramli (1994), payudara terletak pada hemitoraks kanan dan kiri dengan
batas-batas sebagai berikut:
1. Batas-batas payudara yang tampak dari luar:
- superior: iga II atau III
- inferior: iga VI atau VII
- medial: pinggir sternum
- lateral: garis aksilaris anterior

2. Batas-batas payudara yang sesungguhnya:

- superior: hampir sampai ke klavikula


- medial: garis tengah
- lateral: muskulus latissimus dorsi
Menurut Ramli (1994), vaskularisasi payudara terdiri dari:
1. Arteri
Payudara mendapat perdarahan dari:
a. Cabang-cabang ferforantes arteri mammaria interna. Cabang-cabang
I,II,III, dan IV dari arteri mammaria interna menembus dinding dada

dekat pinggir sternum pada interkostal yang sesuai,menembus


muskulus pektoralis mayor dan memberi perdarahan tepi medial
glandula mamma.
b. Rami pektoralis arteri thorako-akromialis. Arteri ini berjalan turun
di antara muskulus pektoralis mayor. Pembuluh ini merupakan
pembuluh utama muskulus pektoralis mayor. Setelah menembus
muskulus pektoralis mayor,arteri ini akan mendarahi glandula mamma
bagian dalam (deep surface).
c. Arteri thorakalis lateralis (arteri mammaria eksterna). Pembuluh
darah ini jalan turun menyusuri tepi lateral muskulus pektoralis mayor
untuk mendarahi bagian lateral payudara.
d. Arteri thorako-dorsalis. Pembulus darah ini merupakan cabang dari
arteri subskapularis. Arteri ini mendarahi muskulus latissimus dorsi
dan muskulus serratus magnus. Walaupun arteri ini tidak memberikan
pendarahan pada glandula mamma,tetapi sangat penting artinya.
Karena pada tindakan radikal matektomi,perdarahan yang terjadi
akibat putusnya arteri ini sulit di control,sehingga daerah ini di
namakan the bloody angle.

2. Vena
Pada daerah payudara terdapat 3 vena, yaitu:
a. Cabang-cabang perforantes vena mammaria interna.
Vena ini merupakan vena terbesar yang mengalirkan darah dari
payudara. Vena ini bermuara pada vena mammaria interna yang
kemudian bermuara pada vena innominata.
b. Cabang-cabang vena aksilaris yang terdiri dari vena thorakoakromialis, vena thorako-lateralis dan vena thorako-dorsalis.
c. Vena-vena kecil yang bermuara pada vena interkostalis.

Vena interkostalis bermuara pada vena vertebralis, kemudian bermuara


pada vena azygos (melalui vena-vena ini metastase dapat terjadi di
paru).

2.2.2. Struktur Payudara


Payudara terdiri dari berbagai struktur:
- parenkhim epitelial
- lemak, pembuluh darah, saraf, dan saluran getah bening
- otot dan fascia

Parenkim epitelial dibentuk oleh kurang lebih 15-20 lobus yang masingmasing mempunyai saluran tersendiri untuk mengalirkan produknya, dan
muara putting susu. Lobulus-lobulus ini merupakan struktur dasar dari
kelenjar payudara (Ramli,1994).

2.2.3 Biomolekuler Keganasan Payudara


Keganasan berkembang akibat mekanisme replikasi dan fungsi sel berubah
secara menyeluruh dimulai dari mutasi genetik yang menimbulkan
perubahan fenotip/ morfologi, kemudian muncul perubahan kebiasaan sel
yang akhirnya memacu timbulnya keganasan. Pada keganasan payudara
timbul Cell Cycle Dysregulation yang disebabkan oleh :
2
3
4

aktivitas onkogen Dari Mitogen Activated Protein Kinase (MAPK).


hiilangnya fungsi tumor supressor genes.
Mutasi gen p53 (onkogen) sebagai pemacu cell arrest atau apoptosis

sehingga fungsi pengaturan proliferasi mitotik dan meiotik menurun.


Mutasi overekspresi dari BRCA1 pada kromosom 17 dan BRCA2 pada
kromosom 13. Individu dengan BRCA1 dan BRCA2 positif memiliki resiko
keganasan 55%-85% semasa hidupnya.

Siklus sel makin cepat karena cell arrest (-).

2.2.4

Faktor Resiko Kanker Payudara

Beberapa factor resiko terhadap yang berpengaruh terhadap perkembangan


kanker payudara adalah sebagai berikut :
2.2.4.1. Usia
Usia merupakan factor resiko yang penting . pada usia 15-39 tahun
kemungkinan keganasan 59/100.000 dan makin meningkat sesuai
umur dan setelah 55-60 tahun menurun. Peneliti lain menggunakan
patokan usia 30 tahun dan resiko bertambah sesuai pertambahan
usia.
2.2. 4.2. Riwayat Kanker Payudara Pada Keluarga
Kanker payudara merupakan penyakit kanker familial (Sindroma Li
Fraumeni / LFS).Tujuh puluh lima persen dari sindroma tersebut
disebabkan adanya mutasi pada gen p53. Gen p53 merupakan gen
penekan tumor (suppressor gene). mutasi pada gen p53
menyebabkan fungsi sebagai gen penekan tumor mengalami
gangguan sehingga sel akan berproliferasi secara terus menerus tanpa
adanya batas kendali. Adanya gen BRCA1, BRCA2, EDHI 17B2,
CYP 17, C-erbB2, c-myc, cyclin-D1, HER2.
2.2. 4.3. Lama Menyusui
Kebiasaan menyusui berhubungan dengan siklus hormonal14,21.
Segera setelah proses melahirkan kadar hormon estrogen dan
hormon progesteron yang tinggi selama masa kehamilan akan
menurun dengan tajam. Kadar hormon estrogen dan hormon
progesteron akan tetap rendah selama masa menyusui. Menurunnya
kadar hormon estrogen dan

hormon progesteron dalam darah selama menyusui akan mengurangi


pengaruh hormone tersebut terhadap proses proliferasi jaringan
termasuk jaringan payudara 19,20,26. Terdapat hubungan doseresponse antara lama menyusui dengan kanker payudara, signifikan
berdasar uji X2 linier for trends.
2.2. 4.4 Penggunaan Kontrasepsi Oral
Lama pemakian kontrasepsi oral dengan kenaikan risiko kanker
payudara menunjukkan adanya hubungan dose-response berdasar uji
X2 linier for trends. Kandungan estrogen dan progesteron pada
kontrasepsi oral akan memberikan efek proliferasi berlebih pada
duktus ephitelium payudara. Berlebihnya proliferasi bila diikuti
dengan hilangnya kontrol atas proliferasi sel dan pengaturan
kematian sel yang sudah terprogram (apoptosis) akan mengakibatkan
sel payudara berproliferasi secara terus menerus tanpa adanya batas
kematian. Hilangnya fungsi kematian sel yang terprogram
(apoptosis) ini akan menyebabkan ketidakmampuan mendeteksi
kerusakan sel akibat adanya kerusakan pada DNA, sehingga sel-sel
abnormal akan berproliferasi secara terusmenerus tanpa dapat
dikendalikan
2.2.4.5 Umur Janin Pada Saat Aborsi.
Peningkatan risiko terkena kanker payudara dengan umur janin pada
saat aborsi signifikan berdasarkan uji X2 linier for trends. Selama
masa kehamilan plasenta akan memproduksi hormon estrogen dan
progesteron. Produksi hormon estrogen dan progesteron oleh
plasenta akan semakin meningkat sampai akhir masa kehamilan.
Walaupun sekresi hormon estrogen oleh plasenta berbeda dari sekresi
ovarium (hamper semua hormon estrogen yang dihasilkan plasenta
selama masa kehamilan adalah estriol, suatu estrogen yang relatif
lemah), tetapi aktivitas estrogenik total akan meningkat kira-kira 100

kali selama kehamilan. Tingginya kadar hormon estrogen


berpengaruh pada proses proliferasi jaringan termasuk jaringan
payudara 19,27. Pengaruh umur janin pada saat aborsi terhadap
kanker payudara selaras dengan beberapa penelitian lainya
2.2. 4.6 riwayat kanker payudara dan kanker ovarium
Wanita dengan riwayat kanker payudara sebelumnya kemungkinan
besar akan mendapatkan kanker payudara pada sisi yang lain, hal ini
terjadi karena payudara merupakan organ berpasangan yang dilihat
dari suatu sistem dipengaruhi oleh faktor-faktor yang sama . Wanita
yang memiliki riwayat pernah menderita kanker ovariu kemungkinan
akan terkena kanker payudara. Wanita dengan kanker payudara
menunjukkan hiperplasi korteks ovarium. Terdapat hubungan positif
antara kanker payudara dan kanker ovarium, keduanya dianggap
terjadi akibat adanya ketidakseimbangan hormon estrogen.
Peningkatan risiko terkena kanker payudara pada wanita yang pernah
menderita kanker ovarium diduga berhubungan dengan pengaruh
peningkatan hormon estrogen, dan wanita yang menderita atau
pernah menderita kelainan proliferatif memiliki peningkatan risiko
untuk mengalami kanker payudara.
2.2. 4.7 Pola Konsumsi Makanan Berserat
Frekuensi tinggi seseorang untuk mengkonsumsi makanan sumber
serat merupakan faktor protektif terhadap kejadian kanker payudara
Tidak signifikannya pengaruh frekuensi konsumsi makanan sumber
serat dikarenakan proporsi yang hampir sama antara kelompok kasus
dengan kelompok kontrol. Diet makanan berserat berhubungan
dengan rendahnya kadar sebagian besar aktivitas hormon seksual
dalam plasma, tingginya kadar sex hormone-binding globulin
(SHBG), serta akan berpengaruh terhadap mekanisme kerja
punurunan hormon estradiol dan testosteron. Penurunan hormon
tersebut kemungkinan berhubungan dengan risiko kanker yang

dipengaruhi oleh hormon termasuk kanker payudara. Penurunan


hormon estradiol akan berakibat pada menurunnya kecepatan proses
proliferasi yang dapat mencegah terjadinya kanker payudara 28.
Mekanisme pencegahan dengan diet makanan berserat
kemungkinnan terjadi akibat dari waktu transit dari makanan yang
dicernakan cukup lama diusus sehingga akan mencegah proses
inisiasi atau mutasi materi genetik didalam inti sel. Pada sayuran
juga didapatkan mekanisme yang multifactor dimana didalamnya
dijumpai bahan atau substansi anti karsinogen seperti karotenoid,
selenium dan tocopherol yang dapat mengurangi pengaruh bahanbahan dari luar dan akan memberikan lingkungan yang akan
menekan berkembangnya sel-sel abnormal.
2.2. 4.8 Pola konsumsi Makanan Berserat
Frekuensi tinggi seseorang untuk mengkonsumsi makanan sumber
serat merupakan faktor protektif terhadap kejadian kanker payudara
Tidak signifikannya pengaruh frekuensi konsumsi makanan sumber
serat dikarenakan proporsi yang hampir sama antara kelompok kasus
dengan kelompok kontrol. Diet makanan berserat berhubungan
dengan rendahnya kadar sebagian besar aktivitas hormon seksual
dalam plasma, tingginya kadar sex hormone-binding globulin
(SHBG), serta akan berpengaruh terhadap mekanisme kerja
punurunan hormon estradiol dan testosteron. Penurunan hormon
tersebut kemungkinan berhubungan dengan risiko kanker yang
dipengaruhi oleh hormon termasuk kanker payudara. Penurunan
hormon estradiol akan berakibat pada menurunnya kecepatan proses
proliferasi yang dapat mencegah terjadinya kanker payudara.
Mekanisme pencegahan dengan diet makanan berserat
kemungkinnan terjadi akibat dari waktu transit dari makanan yang
dicernakan cukup lama diusus sehingga akan mencegah proses
inisiasi atau mutasi materi genetik didalam inti sel. Pada sayuran

juga didapatkan mekanisme yang multifactor dimana didalamnya


dijumpai bahan atau substansi anti karsinogen seperti karotenoid,
selenium dan tocopherol yang dapat mengurangi pengaruh bahanbahan dari luar
dan akan memberikan lingkungan yang akan menekan
berkembangnya sel-sel abnormal
2.2. 4.9 Riwayat Paparan Pestisida
Paparan estrogen dari lingkungan yang berupa organochlorines
dalam pestisida dan industri kimia mungkin berperan pada kejadian
kanker payudara. Beberapa studi melaporkan terdapat peningkatan
kadar 1,1-dichloro 2,2-bis (p-chlorophenyl) ethylene (DDE) dan
polychlorinated biphenyls (PCBs) dalam darah pada penderita
kanker payudara. Adanya kandungan estrogen pada pestisida diduga
akan menyebabkan peningkatan proses proliferasi sel.
2.2. 4.10 Riwayat Berada di Medan Elektromagnetik
Medan elektromagnetik diduga meningkatkan risiko kejadian kanker
payudara tetapi tidak memberikan hasil yang konsisten. Beberapa
penelitian menunjukkan adanya kenaikan insidens kanker payudara
pada wanita yang tinggal dan bekerja di lingkungan medan
elektromagnetik. Tingginya insidens kanker payudara diduga ada
hubungannya dengan berkurangnya kadar melatonin yang dihasilkan
oleh glandula pinealis. Pada penderita kanker payudara kadar
melatonin dalam darah lebih rendah (20pg/ml) dibanding pada
wanita yang tidak menderita kanker payudara (70 pg/ml)40.
Rendahnya kadar melatonin diduga ada hubungannya dengan proses
karsinogenesis, tetapi tidak jelas bagaimana mekanismenya.
2.2. 4.11 UmurMenstruasi Pertama

Umur menstruasi yang lebih awal berhubungan dengan lamanya


paparan hormone estrogen dan progesteron pada wanita yang
berpengaruh terhadap proses proliferasi jaringan termasuk jaringan
payudara.
2.2. 4.12 Perokok Pasif
Untuk melihat pengaruh merokok terhadap kejadian kanker payudara
dilihat dari riwayat wanita sebagai perokok pasif. Wanita perokok
akan memiliki tingkat metabolism hormon estrogen yang lebih tinggi
disbanding wanita yang tidak merokok. Hormon estrogen ini
berpengaruh terhadap proses proliferasi jaringan payudara15,35.
Proliferasi yang tanpa batas akan mengakibatkan terjadinya kanker
payudara. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa perokok pasif
memiliki faktor risiko lebih besar terkena kanker payudara
disbanding wanita yang tidak merokok. Hasil penelitian ini tidak
selaras dengan penelitian Bennicke, et al dan Wakai.
2.2. 4.13 Kanker Ovarium Pada Keluarga
Seseorang akan memiliki risiko terkena kanker payudara lebih besar
bila anggota keluarganya ada yang menderita kanker payudara atau
kanker ovarium. Terdapat juga hubungan positif antara kanker
payudara dan kanker ovarium, keduanya dianggap terjadiakibat
adanya ketidak seimbangan hormone estrogen. Diperkirakan 15%
sampai dengan 20% kanker payudara dihubungkan dengan adanya
riwayat kanker pada keluarga. Keluargayang memiliki gen BRCA1
yang diturunkan memiliki risiko terkena kanker payudara lebih besar.

2.2. 4.13 Riwayat Kegemukan

Berat badan responden didasarkan atas persepsi dan perkiraan dari


responden, bukan berdasarkan hasil pengukuran. Hasil penelitian ini
selaras dengan penelitian Budiningsih (1995) bahwa obesitas tidak
berpengaruh terhadap kanker payudara, tetapi tidak sesuai dengan
penelitian Enger (1989) dan Colditz (1994) bahwa ada peningkatan
risiko terkena kanker payudara pada wanita dengan Body Mass
Index yang besar 18,35. Risiko pada kegemukan akan meningkat
karena meningkatnya sintesis estrogen pada timbunan lemak yang
berpengaruh terhadap proses proliferasi jaringan payudara.
2.2.5. Gejala Klinis Kanker Payudara
Gejala kanker payudara bisa dialami oleh laki-laki maupun perempuan,
tetapi kanker payudara sangat jarang pada pria dibandingkan dengan
wanita. Lebih dari 1 dari 10 perempuan cenderung menderita gejala kanker
payudara.
Gejala kanker payudara dapat terdeteksi ketika benjolan atau massa
tumbuh cukup besar, baik dirasakan atau dilihat pada mamografi. Gejala
kanker payudara sering belum terdeteksi sampai kanker itu sudah dalam
tahap lanjut, dan mungkin sudah metastasis ke daerah vital tubuh.Untuk
itu, penting bagi wanita memeriksakan diri secara teratur. Gambaran klinis
yang dapat ditemukan menurut Churchill (1990), yaitu:
1. Benjolan pada payudara, keras atau lembut.
2. Nyeri, yang bervariasi dengan siklus haid dan independen dari siklus
haid
3. Perubahan pada kulit payudara:
-

Skin dimpling
Skin ulcer
Peau d'orange

4. Gangguan puting:
-

Puting tertarik ke dalam


Eksim (ruam yang melibatkan puting atau areola, atau
keduanya)

Putting discharge.

2.2.6. Stadium Kanker Payudara


Menurut Sarwono (2008), stadium kanker payudara pada klasifikasi TNM
(T artinya tumor, N artinya nodule, M artinya metastase) dibedakan
menjadi:
-

TIS : Tumor in situ, ialah tumor sebelum invasi (tanpa ilfiltrasi),


seperti intraduktal kanker yang kecil. Pagets disease dari putting
susu tanpa teraba tumornya, hanya mengeluarkan benda-benda

seperti pasir.
T1 Tumor 2 cm atau kurang:
T1a tidak ada perlekatan/ilfiltrasi ke fasia pektoralis/otot

pektoralis.
T1b dengan perlekatan/ilfiltrasi ke fasia pektoralis/otot pektoralis.
T2 Tumor 2 cm-5 cm:
T2a tidak ada perlekatan ke fasia pektoralis atau otot pektoralis.
T2b dengan perlekatan ke fasia pektoralis atau otot pektoralis.
T3 Tumor lebih besar dari 5 cm:
T3a tanpa perlekatan ke fasia pektoralis atau otot pektoralis.
T3b dengan perlekatan ke fasia pektoralis atau otot pektoralis.
Perlekatan sedikit ke kulit (dimpling) atau retraksi putting susu

bisa saja timbul pada T1 T2 T3.


T4 Tumor dengan besarnya berapa saja tetapi dengan ilfiltrasi ke

dinding toraks atau kulit.


T4a dengan fiksasi ke dinding toraks.
T4b dengan edema, ilfiltrasi atau ulserasi kulit, atau kulit yang

berbiji-biji.
N = kelenjar limfe regional.
N0 tidak teraba kelenjar limfe di ketiak homolateral.
N1 teraba di ketiak homolateral kelenjar limfe yang dapat

digerakkan.
N1a kelenjar limfe yang di duga bukan anak sebar.
N1b kelenjar limfe yang diduga anak sebar.
N2 kelenjar limfe ketiak homolateral, berlekatan satu sama lain

(paket) atau melekat ke jaringan sekitarnya.


N3 kelenjar limfe infra-dan supraklavikular homolateral.
M = Anak sebar jauh

MO tidak ada anak sebar jauh.


M1 ada anak sebar jauh ditambah infiltrasi kulit sekitar payudara.
Tingkat T,N,M

Stadium I :
-

T1a NO (N1a) M0
T1b N0 (N1a) M0

Stadium II:
-

T0 N1b M0
T1a N1b M0
T1b N1b M0
T2a N0 (N1a) M0
T2b N0 (N1a) M0
T2a N1b M0

Stadium III: Setiap T3 dengan N apa saja, M0


-

T4 dengan N apa saja, M0


T dengan N2 M0
T dengan N3 M0
Stadium IV: Setiap T dengan N apa saja, M1

2.2.7. Diagnosis Kanker Payudara


Tahap klinis kanker payudara ditentukan terutama melalui pemeriksaan
fisik kulit, jaringan payudara, dan kelenjar getah bening (aksilaris,
supraklavicula, dan servikal). Namun, penentuan klinis metastasis kelenjar
getah bening aksila memiliki akurasi hanya 33%. Mamografi, x-ray dada,
dan intraoperativefindings (ukuran kanker primer, invasi dinding dada)
memberikan diagnosa yang lebih tepat, dan dilakukan pengobatan yang
terarah (Brunicardi, 2004).
Menurut Ramli (1994), diagnosis kanker payudara di perlukan :
1. Anamnesis yang lengkap :
- mengenai keluhan-keluhan
- perjalanan penyakit
- keluhan tambahan
- faktor-faktor resiko
2. Pemeriksaan fisik yang sistematis
3. Pemeriksaan penunjang

2.2.7.1. Anamnesis
Di dahului dengan pencatatan identitas penderita secara lengkap.
Keluhan utama penderita dapat berupa : massa tumor di payudara, rasa
sakit, cairan dari putting susu, retraksi putting susu, adanya eczema
sekitar areola, keluhan kulit berupa dimpling, kemerahan, ulserasi atau
adanya peau dorange, atau keluhan berupa pembesaran di kelenjar getah
bening aksila. Biasanya kanker payudara mempunyai cirri dengan batas
yang irregular umumnya tanpa rasa nyeri,tumbuh progresif cepat
membesar (Ramli,1994).
2.2.7.2 Pemeriksaan fisik
Karena organ payudara di pengaruhi oleh factor hormonal antara lain
estrogen dan progesterone maka sebaiknya pemeriksaan payudara di
lakukan di saat pengaruh hormonal ini seminimal mungkin, yaitu setelah
mestruasi lebih kurang satu minggu dari hari pertama mestruasi. Dengan
pemeriksaan fisik yang baik dan teliti, ketepatan pemeriksaan untuk
kanker payudara secara klinis cukup tinggi (Ramli,1994).
Teknik pemeriksaan
Penderita di periksa dengan badan bagian atas terbuka:
1. Posisi tegak (duduk)
Penderita duduk dengan posisi tangan bebas ke samping,pemeriksa
berdiri di depan dalam posisi yang lebih kurang sama tinggi. Pada
inspeksi di lihat: simetri payudara kiri-kanan, kelainan papila, letak
dan bentuknya, adakah retraksi puting susu, kelainan kulit, tandatanda radang,peau dorange, dimpling, ulserasi, dan lain-lain.
2. Posisi berbaring
Posisi berbaring dan di usahakan agar payudara jatuh tersebar rata di
atas lapangan dada,jika perlu bahu/punggung di ganjal dengan bantal
kecil pada penderita yang payudara nya besar.palpasi ini di lakukan
dengan mempergunakan falang distal dan falang medial jari II, III,

dan IV, dan di kerjakan secara sistematismulai dari cranial setinggi iga
ke-2 sampai ke distal setinggi iga ke-6, dan pemeriksaan daerah
sentral subareolar dan papil. Terakhir diadakan pemeriksaan kalau ada
cairan keluar dengan menekan daerah sekitar papil.
3. Menetapkan keadaan tumornya a. Lokasi tumor menurut kwadran di
payudara atau terletak di daerah sentral (subareola dan di bawah
papil). Payudara di bagi atas empat kwadran, yaitu kwadran atas,
lateral bawah, medial atas dan bawah serta di tambah satu daerah
sentral.
b. Ukuran tumor,konsistensi,batas-batas tumor tegas atau tidak tegas.
c. Mobilitas tumor terhadap kulit dan muskulus pektoralis atau
dinding dada.
4. Memeriksa kelenjar getah bening regional aksila, yang di raba
kelompok kelenjar getah bening:
mammaria eksterna, di bagian anterior dan di bawah tepi muskulus
pektoralis aksila
subskapularis di posterior aksila
sentral di bagian aksila
apikal di ujung atas fossa aksila
Pada perabaan di tentukan besar, konsistensi, jumlah, apakah berfiksasi
atau tidak.
5. Organ lain ikut di periksa adalah hepar,lien untuk mencari metastasis
jauh,juga tulang-tulang utama, tulang belakang.

2.8.3. Pemeriksaan penunjang kanker payudara


1. Mammografi
Suatu tehnik pemeriksaan soft tissue teknik. Untuk melihat tanda primer
berupa fibrosis reaktif, comet sign, adanya perbedaan yang nyata ukuran

klinik dan rontgenologik dan adanya perbedaan yang nyata ukuran klinik
dan rontgenologik dan adanya mikrokalsifikasi. Tanda sekunder berupa
retraksi, penebalan kulit, bertambahnya vaskularisasi, perubahan posisi
papila dan areola. Mammografi ini dapat mendeteksi tumor-tumor yang
secara palpasi tidak teraba, jadi sangat baik untuk diagnosis dini dan
screening.
2. Ultrasonografi
Dengan pemeriksaan ini hanya dapat membedakan lesi solid dan kistik,
pemeriksaan lain dapat berupa: termografi, xerografi.
Pemeriksaan lain seperti:
- thoraks foto
- bone screening/born survey
- USG abdomen/liver
2.8.4. Penatalaksanaan Kanker Payudara
Penatalaksanaan kanker payudara dilakukan dengan serangkaian
pengobatan meliputi : 1) pembedahan, 2) kemoterapi, 3) terapi
hormon, 4) terapi radiasi dan 5) terapi imunologi (antibodi).
Pengobatan ini ditujukan untuk memusnahkan kanker atau
membatasi perkembangan penyakit serta menghilangkan gejalagejalanya. Keberagaman jenis terapi ini mengharuskan terapi
dilakukan secara individual (WHO, 2003).
1) Pembedahan
Tumor primer biasanya dihilangkan dengan pembedahan. Prosedur
pembedahan yang dilakukan pada pasien kanker payudara tergantung
pada tahapan penyakit, tumor, umur dan kondisi kesehatan pasien
secara umum. Ahli bedah dapat mengangkat tumor (lumpectomy),
mengangkat sebagian payudara yang mengandung sel kanker atau
pengangkatan seluruh payudara (mastectomy). Untuk meningkatkan
harapan hidup, pembedahan biasanya diikuti dengan terapi tambahan
seperti radiasi,hormon atau kemoterapi.

2) Terapi Radiasi
Terapi radiasi dilakukan dengan sinar-X dengan intensitas tinggi
untuk membunuh sel kanker yang tidak terangkat saat pembedahan.
3) Terapi Hormon
Terapi hormonal dapat menghambat pertumbuhan tumor yang peka
hormon dan dapat dipakai sebagai terapi pendamping setelah
pembedahan atau pada stadium akhir.
4) Kemoterapi
Obat kemoterapi digunakan baik pada tahap awal ataupun tahap
lanjut penyakit (tidak dapat lagi dilakukan pembedahan). Obat
kemoterapi bisa digunakan secara tunggal atau dikombinasikan.
Salah satu diantaranya adalah Capecitabine, obat anti kanker oral
yang diaktivasi oleh enzim yang ada pada sel kanker, sehingga hanya
menyerang sel kanker saja.
5) Terapi Imunologik
Sekitar 15-25% tumor payudara menunjukkan adanya protein
pemicu pertumbuhan atau HER2 secara berlebihan dan untuk pasien
seperti ini, trastuzumab, antibodi yang secara khusus dirancang
untuk menyerang HER2 dan menghambat pertumbuhan tumor, bisa
menjadi pilihan terapi. Pasien sebaiknya juga menjalani tes HER2
untuk menentukan kelayakan terapi dengan trastuzumab.
2.10. Prognosis Kanker Payudara
Menurut Ramli (1994), prognosis kanker payudara di tentukan oleh:
1. Staging (TNM)
Semakin dini semakin baik prognosisnya
Stadium I : 5-10 tahun 90-80 %
Stadium II : 70-50 %
Stadium III : 20-11 %
Stadium IV : 0 %
Untuk stadium 0 (in situ)

2.3. Aktivitas Anti-proliferasi Dan Pemacu Apoptosis Kurkumin


Dasar molekuler genetik sel kanker, melibatkan dua kelompok gen yaitu
proto-onkogen/onkogen dan anti-onkogen atau gen penekan tumor yang
masing-masing secara langsung maupun tidak langsung memicu dan
menghambat proliferasi sel (Ahmad, 2005). Pada mamalia, proliferasi sel
kanker diatur oleh protein-protein yang dikode oleh kedua kelompok gen
tersebut. Dua jenis gen ini mempunyai fungsi yang antagonisistik dan bila
tidak terjadi kesetimbangan diantara keduanya akan mengakibatkan gen
rusak atau mengalami mutasi yang dapat memicu berkembangnya sel
kanker (Suryohudoyo, 2004).
Induksi apoptosis oleh kurkumin pada sel kanker payudara jenis
MDA-MB 468 melalui aktivitas Akt/PKB (protein kinase B) . Inhibisi
PKB dapat mencegah inaktivasi protein Bad, salah satu protein proapoptosis. Induksi apoptosisapoptosis oleh protein Bad melalui jalur
Mitochondrial dengan melepas Cytochrome C sehingga mengaktifkan
Caspase 9, sebagai eksekutor utama pada proses apoptosis. ( Meiyanto E.
et al )
Choudhuri et al (2002) melaporkan hasil penelitiannya menggunakan sel
kanker payudara jenis MCF-7 secara invitro mendapatkan bahwa
kurkumin dapat meningkatkan ekspresi gen p53 yang berfungsi sebagai
protein pro-apoptosis.
Salah satu titik tangkap pengobatan kanker khususnya kanker payudara
adalah dengan menghambat aktivitas estrogen pada reseptor estrogen alfa
(ER). Senyawa-senyawa yang mampu menghambat aktivitas estrogen
pada reseptornya disebut SERMs (Selective Estrogen Receptor
Modulator). Kurkumin telah terbukti memiliki efek antiestro-gen melalui
kemampuannya menghambat kanker payudara MCF-7 yang diinduksi oleh
E2 eksogen dan pada dosis tingginya menghambat ekspresi pS2 dan TGF-

yang merupakan downstream ER (Verma, et al., 1998; Shao, et al.,


2002)..
Dalam penelitian yang lain, dibuktikan bahwa secara in vitro, kurkumin
pada sel kan-ker payudara mampu menghambat Reactive Oxygen Species
(ROS) dan jalur c-Jun NH(2)-terminal kinase (JNK) yang akan
menginduksi terjadinya apoptosis sampai 70 % (Somasundaram et al.,
2003).
Aktivitas antiinflamasi dari kurkumin selain melalui penghambatan enzim
siklooksigenase (COX) dapat juga melalui enzim lipoksigenase (LOX).
Penghambatan enzim LOX akan mengurangi produk LOX seperti 12 (S)HETE (asam hidroksieikosatetraenat) yang terbukti memacu penyebaran
sel kanker dan berpotensi merangsang terjadinya metastasis (Nurrohmad,
2004).
2.3. Aktivitas Anti-proliferasi Dan Pemacu Apoptosis Analog Kurkumin
Pentagamavunon-0 (2,5-bis-(4-hidroksi-3-metoksi)-benzilidinsiklopentanon), dikenal sebagai PGV-0, merupakan analog kurkumin.
Hasil uji sitotoksisitas PGV-0 terhadap sel kanker payudara diperoleh nilai
IC50 10,91 M. PGV-0 terbukti pula mampu memacu terjadinya apoptosis
pada pengamatan DNA fragmentation assay dan analisis double staining.
Pengamatan Immunositokimia. PGV-0 terbukti mampu menurunkan level
ekspresi Bcl-2 dan meningkatkan level ekspresi BAX protein. Penelitian
ini menyimpulkan bahwa PGV-0 mampu memacu terjadinya apoptosis sel
T47D melalui aktivasi caspase 3. ( Meiyanto E. et al )
Metastasis tumor merupakan penyebab kematian utama pada penderitanya.
Angiogenesis diperlukan oleh sel tumor untuk dapat bermetastasis secara
efektif. Senyawa 17 -estradiol diketahui dapat menstimulasi proliferasi
dan angiogenesis pada sel kanker payudara yang mengekspresikan
reseptor estrogen (ER), T47D (sel kanker payudara). Pentagamavunon-1
atau PGV-1 [2,5-bis(4-hidroksi-3,5-dimetilbenzilidin) siklopentanon]

merupakan analog kurkumin [1,7-bis-(4-hidroksi-3-metoksifenil)- 1,6heptadiena-3,5-dion]. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek
sitotoksik dan antiangiogenik PGV-1 dibandingkan dengan kurkumin pada
sel T47D yang diinduksi 17 -estradiol 10-8 M. Hasil penelitian
menunjukkan nilai IC50 PGV-1 adalah 3,16 M lebih bersifat sitotoksik
dibanding kurkumin (IC50 = 19,05 M). Ekspresi protein diamati
menggunakanmetode imunositokimia. PGV-1 5 M dan kurkumin 20 M
menurunkan ekspresi VEGF dan COX-2. Hasil tersebut membuktikan
bahwa PGV-1 memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai senyawa
antiangiogenesis. ( Meiyanto E. et al , 2006)
Hasil penelitian lain menunjukkan adanya kemampuan kurkumin dan
analognya sebagai Selective Progesterone Receptor Modulators (SPRMs)
dalam penghambatan interaksi hormon progesteron dengan reseptornyaa,
yang diketahui dapat menginduksi proliferasi sel sehingga dapat memacu
kanker. (Pebriana R.B.)

BAB II
METODOLOGI
3.1.

Kerangka Berpikir
Sel Payudara
Normal

Carcinogenic :
- ROS
- estrogen
- progesteron
- etc.

Mutas
i

Sel Kanker

Aktivitas anti proloferatif


dan anti angiogenik
kurkumin dan analognya
Apoptosis sel kaker

3.2. Metode Penulisan


Metode yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah metode studi
pustaka. Semua sumber informasi disadur melalui beberapa literatur, seperti
buku, jurnal, skripsi, makalah, dan internet.
3.3.

Teknik Pengumpulan Data


Data atau informasi yang telah dikumpulkan melalui studi pustaka
dimasukkan ke dalam karya tulis ilmiah ini secara selektif dan dianggap dapat
menjawab rumusan masalah. Kemudian data dan informasi tersebut dianalisis
dan disistesis untuk mendapatkan kesimpulan yang valid.

BAB IV
ANALISIS DAN SINTESIS
4.1
4.2
4.3
4.4

Penyebab terjadinya kanker payudara.


Faktor resiko kanker payudara .
Penatalaksanaan kanker payudara
Efektivitas penggunaan kurkumin dan analognya sebagai terapi pada
kanker payudara

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.

Kesimpulan

Kurkumin merupakan bagian terbesar pigmen kuning yang terdapat dalam


rimpang kunyit (Curcuma longa L.) yang memiliki berbagai aktivitas biologis
seperti antioksidan, antiinflamasi, dan antineoplastik. Berdasarkan penelitianpenelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa kurkumin dan beberapa
analognya bersifat sitotoksik pada kanker payudara .
5.2.

Saran

Penulis menyadari banyaknya kekurangan pada karya tulis ini. Hal ini disebabkan
karena kurangnya referensi-referensi yang dapat dijadikan rujukan. Oleh karena
itu dibutuhkan penelitian-penelitian lebih lanjut tentang pengaruh kurkumin pada
kanker sebelum benar-benar dijadikan terapi pada payudara.

DAFTAR PUSTAKA
Novianto, C. 2004. Akurasi Pemeriksaan Klinis, Ultrasonogravi Payudaradan
Sitologi Biopsiaspirasi Dalam Menegakkan Diagnosis Keganasan
Payudara Stadium Dini. Semarang.
Putra, I.G.N. Saskara, dkk. 2008. Kurkumin Dan Analognya Sebagai Selective
Estrogen Receptor Modulators (SERMS): Kajian Berdasarkanmetode
Docking Pada Receptor Estrogen Alfa. Yogyakarta
Pebriana, R.B.,dkk. Docking kurkumin dan senyawa analognya pada reseptor
progesterone: studi interaksinya sebagai selective progesteron receptor
modulators (SPRMS). Yogyakarta
Ahmad, Ahyar, Rauf Patong. Aktivits Antikanker Senyawa Bahaan Alam
Kurkumin Dan Analognya Pada Tingkat Molekuler. Makassar
Dai, Muhammad, dkk. 2011. Pentagamavunon-1 menghambat siklus sel
T47Dterinduksi caspase inhibitor Z-VAD-Fmk pada fase G2-M. Surakarta
Meiyanto, edy,dkk. 2007. PGV-0 Induces apoptosis on T47D breast cancer cell
line through caspase-3 activation. Yogyakarta
Meiyanto, edy, dkk. 2006. PGV-1 menurunkan eksresi factor angiogenesis
(VEGV dan COX-2) pada sel T47D terinduksi estrogen. Yogyakarta
Indrati, rini, dkk. Factor-faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian kanker
payudara wanita. Semarang

Aggarwal, bharat B. 2005. Curcumin Suppresses the Paclitaxel-Induced Nuclear


Factor-KB Pathway in Breast Cancer Cells and Inhibits Lung Metastasis of
Human Breast Cancer in Nude Mice.
Choudhuri, tathagata, dkk. 2002. Curcumin induces apoptosis in human breast
cancer cells through p53-dependent Bax induction. India
Somasundaram, S, dkk. 2002. Dietary Curcumin Inhibits Chemotherapy-induced
Apoptosis in Models of Human Breast Cancer.
Nurrachmad, arief. 2004. REVIEW: Pandangan Baru Kurkumin dan Aktivitasnya
sebagai Antikanker. Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai