Analisis Daya Saing Dan Strategi Industri Nasionak Di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN Dan Perdagangan Bebas PDF
Analisis Daya Saing Dan Strategi Industri Nasionak Di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN Dan Perdagangan Bebas PDF
WORKING PAPER
Masagus M. Ridhwan
Gunawan Wicaksono
Linda Nurliana
Pakasa Bary
Fenty Tri Suryani
Redianto Satyanugroho
September, 2015
Kesimpulan, pendapat, dan pandangan yang disampaikan oleh penulis
dalam paper ini merupakan kesimpulan, pendapat, dan pandangan penulis
dan bukan merupakan kesimpulan, pendapat, dan pandangan resmi Bank
Indonesia.
Adalah Peneliti Ekonomi di Grup Riset Ekonomi (GRE), Departemen Kebijakan Ekonomi
dan Moneter (DKEM), Bank Indonesia. Pandangan dalam paper ini merupakan
pandangan penulis dan tidak merefleksikan pandangan DKEM atau Bank Indonesia.
Penulis menyampaikan penghargaan kepada Bpk. Solikin M. Juhro, Bpk. Yoga Affandi,
I. PENDAHULUAN
akhir
tahun
2015
meskipun
prosesnya
telah
dimulai
sejak
hubungan dagang internasional itu tentu akan sangat relevan dengan tugas Bank
Indonesia dalam rangka stabilitas makroekonomi domestik, khususnya inflasi dan
nilai tukar.
Defisit transaksi berjalan Indonesia yang telah terjadi sejak akhir tahun
2011 hingga periode berjalan sangat dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu
faktor domestik: masalah struktural pada industri dan perdagangan, dan faktor
eksternal: shock global. Struktur ekspor Indonesia saat ini didominasi oleh
industri pengolahan berbasis sumber daya alam (SDA) yang kinerjanya bergantung
pada harga komoditas. Berakhirnya commodity super cycle dan perlambatan
ekonomi dunia menyebabkan turunnya harga komoditas yang berdampak negatif
terhadap ekspor Indonesia.
demografi, dan mempunyai letak geografis yang strategis. Selain itu, Indonesia
juga
dapat
mengoptimalkan
momentum
the
rise
of
Asia
untuk
ikut
mengembangkan ekonominya.
Dalam
mengatasi
berbagai
permasalahan
di
atas
dan
untuk
yang
pada
akhirnya
dapat
menjadi
sumber
devisa
secara
fundamental.
Studi terkait MEA telah banyak dilakukan sebelumnya, baik dilakukan
Bank Indonesia maupun eksternal. Penelitian sebelumnya oleh Nugroho dan
Yanfitri (2011) yang menganalisis dampak liberalisasi di sektor barang, jasa,
modal, dan investasi menyimpulkan bahwa daya saing Indonesia lemah sehingga
terdapat kemungkinan Indonesia menjadi pihak yang dirugikan dari MEA. Salah
satu studi ERIA menyebutkan bahwa MEA akan memberikan manfaat bagi semua
anggota meskipun besarnya tidak sama. Indonesia tetap tumbuh, tetapi lebih
rendah jika dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Survei yang dilakukan
oleh
BCG
(2014)
menunjukkan
bahwa
perusahaan
Indonesia
cenderung
tingkat persaingan yang tinggi sehingga negara yang memiliki daya saing tinggi di
ekspor, umumnya juga lebih unggul pada faktor domestik. Hal itu sejalan dengan
hubungan timbal balik antara perdagangan dan produktivitas. Pelaku usaha yang
produktif
menjadi
eksportir
dan
akan
semakin
produktif
dengan
adanya
permintaan dari pasar ekspor. Lebih lanjut, Reis dan Farole (2012) menyatakan
bahwa hambatan utama negara berkembang untuk bersaing dalam perdagangan
internasional umumnya bersifat behind the border, yaitu faktor internal dalam
suatu negara seperti logistik, bea cukai, pembiayaan, kondisi faktor produksi, dan
kurangnya kompetisi.
Studi mengenai perdagangan tidak akan terlepas dari studi mengenai
industri dan investasi mengingat eratnya hubungan ketiga hal ini dalam
menentukan daya saing suatu negara, terlebih dalam pola perdagangan global
value chain (GVC) saat ini. Studi tersebut selanjutnya akan menjadi masukan
dalam merumuskan kebijakan industri, perdagangan, dan investasi sebagai
strategi nasional dalam menyambut MEA 20152025.
mengenai pendahuluan
dan
tujuan
dari penelitian
ini, kemudian
dilanjutkan dengan Bab 2 yang berisi studi literatur yang pernah dilakukan. Pada
Bab 3 diuraikan metode dan data yang digunakan dalam riset ini. Hasil empiris,
analisis, dan
konsep
Masyarakat
Ekonomi
ASEAN
(ASEAN
Economic
Community) atau MEA yang merupakan perwujudan pasar tunggal bagi negara
negara anggota ASEAN. Selain itu, pembentukan MEA diharapkan mendorong
terwujudnya kesatuan basis produksi ASEAN yang didukung oleh aliran bebas
barang, jasa, tenaga kerja, dan modal (investasi). MEA diharapkan menjadi
kawasan ekonomi yang berdaya saing tinggi, kawasan dengan pembangunan yang
merata, dan terintegrasi dengan ekonomi global. Pasar tunggal ASEAN dapat
menjadi peluang bagi perekonomian Indonesia, dan negara-negara ASEAN lainnya,
untuk mendorong aktivitas dan pertumbuhan ekonomi yang dapat meningkatkan
kesejahteraan hidup bangsa Indonesia.
Dalam Cetak Biru MEA 2015 terdapat empat tujuan pilar utama MEA yang
ingin dicapai dan memiliki keterkaitan erat satu sama lain. Pertama, pembentukan
pasar tunggal dan basis produksi. Tujuan ini akan menciptakan terjadinya aliran
bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja, serta aliran modal yang lebih bebas
antarnegara di kawasan. Sebagai tahap awal disepakati dua belas sektor kerja
prioritas yang mewakili lebih dari 50% perdagangan intra-ASEAN, yaitu (1)
pengolahan agro, (2) industri berbasis karet, (3) industri berbasis kayu, (4)
penerbangan, (5) otomotif, (6) elektronik, (7) teknologi komunikasi informasi, (8)
perikanan, (9) kesehatan, (10) logistik, (11) tekstil, serta (12) pariwisata. Indonesia
menjadi negara koordinator untuk sektor otomotif dan industri berbasis kayu.
Tercapainya tujuan tersebut akan mentransformasikan berbagai keragaman
karakteristik di kawasan menjadi peluang bisnis yang dapat menjadikan ASEAN
lebih dinamis dan kuat dalam global supply chain. Terbentuknya pasar tunggal
akan memfasilitasi terbangunnya jejaring produksi di dalam kawasan dan
meningkatkan kapasitas ASEAN sebagai pusat produksi global atau bagian dari
global supply chain.Untuk mencapai tujuan tersebut, setiap negara anggota ASEAN
dituntut untuk meliberalisasi atau membuka pasar domestiknya.
Kedua,
kawasan
ekonomi
yang
kompetitif.
Tujuan
itu
merupakan
kesenjangan
pembangunan
di
antara
negaranegara
anggota,
terutama antara negara ASEAN-5 dan Brunei, Cambodia, Myanmar, Laos, dan
Vietnam. Keempat, terintegrasinya
ketiga tujuan di atas diharapkan pasar ASEAN semakin menarik bagi penanaman
modal asing dan industri ASEAN dapat semakin kompetitif di global supply chain.
Dalam upaya pencapaian tujuan itu, dilakukan pendekatan yang koheren dalam
hubungan ekonomi eksternal ASEAN dengan mitra dagang seperti ASEAN+1
(ASEAN+Tiongkok, ASEAN+India, ASEAN+Jepang) atau ASEAN++ (ASEAN+3, EAS)
pemimpin
Ringkasan Studi
Framework analisis perdagangan
dengan dua pendekatan:
internasional
10
Tabel 1. (lanjutan)
Penelitian
Munandar, et al (2007)
Integrasi Ekonomi
Regional, Mobilitas Faktor
Produksi Serta Peran
Ringkasan Studi
Aplikasi
pendekatan
equal
share
relationship
ASEAN
untuk
mengetahui
dampak
Otoritas Moneter
Nugroho dan Yanfitri (2011)
Potensi Dampak
Pembentukan Pasar
Perekonomian Indonesia
perekonomian Indonesia.
11
daya
saing
(TCD)
sebagian
besar
merujuk
pada
Trade
ekspor
juga
merupakan
indikator
efisiensi
sektor
industri
saat
menghadapi kompetisi lebih ketat (akibat liberalisasi) dan lebih intensif (akibat
penurunan
biaya
pertumbuhan,
transportasi).
perubahan
Sepanjang
struktural,
serta
industri
tetap
pertumbuhan
menjadi
teknologi
mesin
dan
melalui
berbagai
macam
pendekatan
serta
pengolahan
data
sekunder.
2. Diagnostik daya saing (competitiveness diagnostics) adalah diagnostik yang
bertujuan untuk menganalisis daya saing, termasuk faktorfaktor yang
berkontribusi terhadap kinerja ekspor seperti pada tahap 1. Diagnostik
12
dilakukan
dengan
pendekatan
kuantitatif
(analisis
data
sekunder)
dan
13
Intensive Margin
Pertumbuhan ekspor dalam dimensi ini tercipta dengan menjual produk
yang sama pada pasar yang sama. Peningkatan intensive margin dapat tercipta
melalui spesialisasi, baik pada antarproduk (across) maupun dalam produk
(within). Dimensi ini secara umum mengevaluasi tingkat, pertumbuhan, dan
pangsa pasar ekspor yang terjadi saat ini (existing). Hasil analisis intensive
margin dapat menunjukkan posisi perdagangan Indonesia dibandingkan
dengan negaranegara peersnya jika dilihat berdasarkan nilai atau volume
ekspornya.
Ada
beberapa
indikator
yang
dianalisis
seperti
rasio
nilai
Extensive Margin
Untuk negara berkembang, dimensi ini kritikal untuk mendorong ekspor
dan penciptaan lapangan kerja. Extensive margin berarti menjual produk baru
atau menjual produk yang ada saat ini (existing) ke pasar yang baru. Struktur
ekspor yang semakin terdiversifikasi akan mengurangi kerentanan akan
demand shocks dan pergerakan harga di luar negeri. Diversifikasi ekspor juga
penting sebagai indikasi arah pertumbuhan pada masa mendatang. Export
diversification melihat konsentrasi dan variasi produk dan pasar dari ekspor
suatu negara, tingkat kesesuaian portofolio ekspor suatu negara dengan
produk dan pasar dunia yang berkembang, dan evolusi pasar dari ekspor
spesifik (sukses atau tidak).
3.
Quality Margin
Dimensi ini mengevaluasi produk-produk ekspor berdasarkan kualitas
dan kecanggihannya. Produk yang mengandung nilai tambah lebih tinggi dari
sisi orisinalitas (ingenuity), skill, dan teknologi akan memiliki harga yang lebih
tinggi di pasar. Dengan demikian peningkatan (upgrading) kualitas produk
menjadi sumber yang pasti bagi pertumbuhan ekspor dan ekonomi. Dimensi
ini diukur dengan menganalisis teknologi, pendapatan, factor contents dari
ekspor untuk menentukan tingkat kecanggihan dan nilai produk, serta product
space untuk mengidentifikasi sektor tempat suatu negara memiliki atau
kehilangan keunggulan.
14
4.
Sustainability Margin
Agar ekspor baru dapat bertahan dan memberikan pertumbuhan jangka
panjang, diperlukan daya tahan sebagian besar perusahaan yang dapat
memanfaatkan kesempatan dan mengatasi hambatan pada tahun-tahun awal.
Sustainability margin of new exporter mengevaluasi survival rate dari barangbarang yang diekspor, baik barang baru maupun barang yang sudah lama
diekspor. Selain itu, pada tahap ini dilihat juga pertumbuhan dan survival rate
dari hubungan ekspor, intensitas faktor ekspor, dan perbandingan tingkat
endowment nasional. Bentuk partisipasi perusahaan dan survival pada sektor
ekspor membantu mengidentifikasi faktor utama (biaya entry, faktor, teknologi,
dan efisiensi) yang menjadi hambatan utama terhadap daya saing.
Analisis kinerja perdagangan dilakukan dengan 4 tahapan, yaitu sebagai
berikut.
a.
Pemilihan peer countries bertujuan sebagai benchmark dari kinerja negara yang
diukur. Umumnya peer countries meliputi kombinasi antara negara tetangga,
negara dengan ukuran, pertumbuhan ekonomi, struktur yang sama, dan
negara kompetitor.
b.
Pengumpulan dan kompilasi data, baik cross section maupun time series.
c.
d.
Akses Pasar
Akses pasar merupakan sebuah konsep yang membahas kebijakan
perdagangan yang dapat memfasilitasi atau membatasi eksportir untuk masuk
dan menjaga daya saingnya di pasar. Dalam market access dilihat faktorfaktor
yang menghambat penjualan barang ekspor, seperti hambatan tarif dan
hambatan nontarif. Gambar 5 mengilustrasikan cakupan dari analisa market
access.
15
3.
unuk
mengatasi
kegagalan
pasar
(market
failures,
seperti
dimensi
tersebut
membentuk
kinerja
ekspor
melalui
b.
biaya faktor dan transaksi yang menentukan daya saing produksi dari tingkat
pabrik; dan
c.
16
3.2 Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini berfrekuensi tahunan dari
periode tahun 2000 hingga 2014, tergantung ketersediaan data. Tabel di bawah ini
menunjukkan datadata yang digunakan secara umum serta sumber datanya.
Mengingat jenis data yang digunakan sangat beragam, detil penggunaan data akan
dijelaskan lebih lanjut pada bagian analisis.
Tabel 1. Data
Variabel
Sumber Data
Bank.
World Development
Bank.
Enterprise Surveys,
World Bank.
Bank.
Global competitiveness
17
ekspor
Indonesia
mengindikasikan
bahwa
industri
Indonesia
Keterangan
Keterbukaan perdagangan Indonesia turun
dibandingkan awal tahun 2000, dengan
pertumbuhan ekspor sebagian besar produk dan
pasar yang lebih rendah dari perdagangan dunia.
Extensive Margin
18
Tabel 2. (lanjutan)
Permasalahan Utama Ekspor
Quality Margin
Keterangan
Indonesia tertinggal pada ekspor produk high tech
dan sedikit unggul pada primary products. Selain
itu,
bila
dibandingkan
selama
1020
tahun
Keterangan:
peers-nya. Tingkat
keterbukaan
Indonesia
pada
tahun
20092013
dibandingkan tahun 20042008 menurun dari 60% ke 50%. Angka itu lebih
rendah dibandingkan peers seperti Vietnam (150%) dan Filipina (65%) yang juga
mengalami tren peningkatan jika dibandingkan dengan periode sebelumnya
(Vietnam dan India).
19
Sumber: WDI, WITS Worldbank, diolah
Sumber: WITS Worldbank, diolah
20
periode
tahun
20092012,
Tiongkok
dan
Vietnam
menunjukkan
pertumbuhan ekspor yang cukup tinggi berdasarkan nilai dan volume ekspornya.
Meskipun berdasarkan export volume index, Indonesia berada pada posisi terakhir,
tetapi nilai barang ekspor Indonesia relatif moderat.
Jika
dilihat
dari
pasar
tujuan
ekspornya,
pasar
ekspor
Indonesia
terkonsentrasi ke Tiongkok dan Jepang dengan pangsa 20% dan 18% dari total
ekspor. Malaysia, Thailand, dan Filipina juga menjadikan Tiongkok sebagai negara
tujuan ekspor utamanya dengan indeks intensitas perdagangan yang lebih tinggi
dibandingkan Indonesia.
Indikator trade intensity index (Gambar 10) menunjukkan tingkat intensitas
ekspor dari suatu negara ke negara mitra dagangnya. Indeks itu digunakan untuk
melihat apakah sebuah negara mengekspor lebih banyak ke mitra dagangnya
dibandingkan dengan ekspor dunia ke negara tersebut. Trade intensity index
menggunakan logika yang sama dengan RCA, tetapi untuk pasar bukan produk.
Jika trade intensity index > 100, hal itu mengindikasikan bahwa hubungan dagang
antara negara dan lebih intensif jika dibandingkan dengan ratarata dunia ()
dengan negara-. Indonesia memiliki intensitas perdagangan yang tinggi ke Jepang
dibandingkan dengan negara Eropa dan Amerika. Pola itu relatif sama dengan
negara berkembang lainnya, kecuali Vietnam yang memiliki trade intensity yang
tinggi ke USA.
21
Nilai
indeks
yang
tinggi
mengindikasikan
kedua
negara
pasar
ekspor
bagi
negara
peersnya.
Sementara
itu,
trade
perdagangan
dunia
untuk
produk
tersebut.
Negara
dengan
Sementara
itu,
pertumbuhan
di
bawah
pertumbuhan
dunia
22
Sumber: WITS Worldbank, diolah
Sumber: WITS Worldbank, diolah
Sumber: WITS Worldbank, diolah
mineral
fuels.
Untuk
beberapa
produk
manufaktur,
Indonesia
23
lebih rendah dari pertumbuhan impor mitra dagang dari ROW. Pasar dimana
Indonesia meningkatkan pangsanya adalah Tiongkok dan India. Sementara
Vietnam (Gambar 14) justru meningkatkan pangsanya di hampir seluruh mitra
dagangnya dengan pangsa ekspor terbesar ke USA.
lainnya
adalah
jangkauan
ekspor.
Pertumbuhan
ekonomi
umumnya disertai dengan adanya produk baru dan kematangan ekonomi ditandai
dengan kemampuan negara tersebut untuk memelihara hubungan dagang.
Indikator jangkauan ekspor menginformasikan kelahiran, survival, dan kematian
produk serta nilai dan jumlah pasarnya. Tingkat kematian yang tinggi pada
beragam
sektor
mengindikasikan
volatilitas
ekonomi;
sedangkan
jika
Mitra dagang dihitung apabila telah terjadi ekspor minimal satu barang dengan nilai
minimum 10,000 USD dan jumlah produk dihitung apabila setidaknya dikirim ke satu
negara dengan nilai setidaknya 10,000 USD.
2
24
dengan Tiongkok (Lampiran-Gambar 52), yaitu produk yang mencapai lebih dari
10 pasar adalah sebanyak 4.123 (2010) dan meningkat menjadi 4.133 (2013) yaitu
sekitar 8788% dari total 4.687 produk yang survive. Selain itu, tingkat kematian
produk Indonesia cukup tinggi dibandingkan peers (Tabel 3) dengan surviving
product bernilai tinggi adalah natural resourcesbased goods (Tabel 4).
Sumber: WITS Worldbank, diolah
Indonesia
Malaysia
Thailand
Filipina
Vietnam
Cina
India
2010-2013
Suriviving Product New
Product Death Product
3906
311
308
4168
241
247
4455
132
217
1990
403
887
3242
285
487
4687
99
59
4655
137
128
25
mengukur apakah suatu negara big player pada produk yang diekspornya (pangsa
suatu negara pada produk yang diekspornya di perdagangan dunia) dan EM
mengukur seberapa penting barang yang diekspornya secara global (ekspor ragam
portofolio relatif terhadap semua ekspor dunia). Untuk Hummels-Klenov pasar, IM
mengindikasikan apakah suatu negara big player pada pasar ekspornya dan EM
mengukur seberapa penting pasar ekspornya secara global. Dalam satu dekade
(Gambar 16 dan Gambar 17) Indonesia mengalami peningkatan moderat dan
hanya lebih baik dari Filipina dalam meningkatkan pangsanya di produk dan
pasar ekspor-nya. Vietnam terlihat signifikan meningkatkan prduk dan pasar yang
bernilai secara global (EM) dan Tiongkok terlihat paling berhasil meningkatkan
perannya pada produk dan pasar ekspornya (IM).
Sumber: WITS Worldbank, diolah
26
komponen
teknologi
dimungkinkan
menggunakan
SITC
digit
Sumber: WDI, WITS World Bank, diolah
Sumber: WDI, WITS World Bank, diolah
EXPY diukur dari proporsi ekspor atas PRODY masingmasing produk dan PRODY
merupakan tingkat kecanggihan suatu produk yang diukur dari pendapatan per kapita
negara (pada PPP) pengekspor utama produk tersebut di dunia.
27
Sumber: WDI, WITS World Bank, diolah
Gambar 19. Tingkat Kecanggihan Produk Ekspor dan PDB Per Kapita
komparatif
pada
mesin
dan
elektronik
yang
kemudian
4Konsep
product space mengacu pada Hidalgo et. al. (2007) yang dipetakan dengan product
space
explorer
(http://www.chidalgo.com/productspace/data.htm)
dan
Cytoscape
(www.cytoscape.org). Data RCA dihitung menggunakan data ekspor UN Comtrade dari
World Integrated Trade Solution, World Bank.
28
Sumber: Perhitungan peneliti dengan Cytoscape dan Product Space Explorer, sumber
data ekspor dari WITS.
Indonesia
Jepang
Thailand
Malaysia
Penurunan furniture
Tiongkok
Sumber: Perhitungan peneliti dengan Cytoscape dan Product Space Explorer, sumber data
ekspor dari WITS.
Mengikuti Reis dan Farole (2012), relative quality diproksikan dari rasio unit price suatu
produk terhadap unit price peers pada percentile 90. Asumsinya adalah saat suplai
kompetitif, harga yang tinggi umumnya terkait dengan kualitas = diferensiasi produk yang
lebih tinggi. Kategori produk menggunakan HS 6 digit.
5
29
quality dari produk Indonesia yang tertinggi (dibandingkan peers) adalah crane
lorries, lifting machinery, dan tower cranes.
Lebih lanjut, pada gambar dibawah, dapat diketahui produk ekspor dengan
pangsa pasar tinggi, tetapi kualitas rendah, yaitu natural gas dan nickel. Copper
mempunyai pangsa pasar tinggi dengan kualitas tinggi. Selain itu, produk yang
mempunyai pangsa pasar rendah, tetapi kualitas tinggi adalah crane lorries dan
lifting machinery. Lebih lanjut, antara tahun 2010 ke 2013 terdapat peningkatan
pangsa pasar dan kualitas pada crane lorries, pesawat, dan natural gas. Sementara
itu, terdapat penurunan pangsa pasar pada tower crane.
Gambar 21. Posisi Pangsa Pasar dan Relative Quality Produk Ekspor
hubungan
produk-partner
serta
menjelaskan
faktorfaktor
yang
30
Perubahan pada arus ekspor dapat terjadi sepanjang dua margin yang
berbeda, yaitu intensif dan ekstensif. Intensive margin meliputi perubahan pada
arus perdagangan saat ini (existing) yang dapat dibagi lagi menjadi peningkatan,
penurunan, dan kepunahan (extinction). Extensive margin meliputi penambahan
arus perdagangan baru yang mungkin terjadi karena pengenalan produk baru
(introduction of a new product), masuk ke pasar baru (entry into new market), atau
diversifikasi produk dengan mitra dagang saat ini. Indikator decomposition of export
growth along margins of trade mendekomposisi semua pertumbuhan perdagangan
menjadi salah satu dari tujuh kategori eksklusif sesuai dengan margin tersebut.
Suatu negara yang sudah mengekspor ke berbagai pasar dan telah sangat
terdiversifikasi portofolio ekspornya mungkin memiliki potensi terbatas untuk
ekspansi pada extensive margin. Bahkan, untuk negaranegara berkembang,
extensive margin umumnya menyumbang tidak lebih dari 20% pertumbuhan
ekspor (Brenton dan Newfarmer, 2009). Sementara itu, bagi eksportir yang telah
mature, pertumbuhan umumnya terjadi pada intensive margin.
Dari Gambar 53 (Lampiran) dapat dilihat keenam negara menghadapi
tantangan persaingan yang kompetitif dalam produk dan pasar tradisional dengan
31
70
50
50
30
30
30
10
10
-10
-10
Indonesia
90
Intensive
Margin
50
70
50
30
2.73
-0.09
-0.47
10
2.73
Extinction of exports of
old products in old
markets
-10
Increase of new products
in new markets
-9.15
Fall of old products in old
markets
0.96
-0.53
Extinction of exports of
old products in old
markets
Introduction of old
products in new markets
-10
0.96
10
97.83
70
70
97.27
Extensive
Margin
90
90
110
Introduction of old
products in new markets
108.73
90
99.05
110
Vietnam
ekspor besarnya berada relatif lebih dekat dengan faktor pendukungnya. Hal itu
dapat mengindikasikan kelangsungan ekspor produkproduk di Thailand akan
lebih bertahan lama.
32
Sumber: WITS World Bank, diolah
Sumber: WITS World Bank, diolah
33
Keterangan
Incentive Framework
Kebijakan
FDI
dibandingkan
Indonesia
peers.
Dari
paling
sisi
tertinggal
kebijakan
dan
Keterangan:
34
Ratarata tarif bea masuk untuk barang impor yang diterapkan oleh
Indonesia berkisar antara 5%10%. Negaranegara maju tujuan ekspor, seperti
USA dan Jepang menerapkan tarif bea masuk barang impor <5%. Amerika,
Jepang, Tiongkok, Korea, India, dan Eropa memberlakukan tarif bea masuk yang
tinggi untuk produkproduk pertanian, berkisar antara 5%35%. Di Indonesia,
tarif bea masuk untuk produk pertanian relatif sama dengan produkproduk nonpertanian.
Beberapa
negara
di
kawasan,
seperti
Thailand
dan
Vietnam
memberlakukan tarif bea masuk yang lebih tinggi untuk produk pertanian.
Bilateral trade arrangement antara Indonesia dan beberapa negara tujuan ekspor
menyebabkan produkproduk Indonesia bisa mendapatkan tarif bea masuk yang
lebih rendah. Jika dibandingkan dengan negaranegara kawasan, tarif bea masuk
yang berlaku di Indonesia dan Filipina tergolong paling rendah, terutama untuk
produkproduk impor dari negaranegara Asia Tenggara. Eropa memberlakukan
non-tariff measures yang cukup tinggi, terutama dalam bentuk TBT dan SPS. Oleh
karena itu, respon yang krusial adalah membentuk trade agreement dengan Eropa
untuk mengeliminasi non-tariff measures tersebut.
35
komplementer
dengan
Indonesia.
Sebagai
salah
satu
implikasi,
berdasarkan hasil FGD dengan pelaku usaha, beberapa perusahaan asing lebih
memilih melakukan ekspansi ke Vietnam daripada ke Indonesia karena negara
Vietnam mempunyai keunggulan dalam hal akses pasar. Indonesia juga akan
berisiko terkena dampak negatif trade diversion atas RTA yang tidak diikuti.
rendah
dibandingkan
peers
(Gambar
27)
karena
hanya
sektor
pertambangan, minyak dan gas, serta listrik dan perbankan yang keterbukaan
36
terhadap investasi asing lebih tinggi daripada ratarata. Sementara itu, dari sisi
kebijakan dan institusi domestik, kemudahan berusaha Indonesia terendah di
ASEAN dan jika dibandingkan dengan peers-nya menurun dalam 10 tahun
terakhir (Gambar 28) meskipun terjadi peningkatan dibandingkan tahun 2014
(peringkat 120). Beberapa aspek jauh lebih rendah dari peers seperti starting a
business, registering property, enforcing contracts, dan paying taxes (Gambar 29).
Sumber: Doing Business, diolah
37
memperoleh
on-the-job
training
formal.
Lebih
lanjut,
hasil
FGD
38
compliance
atas
produk
ekspor
dan
proses
industri;
(3)
kurangnya
penggunaan lisensi teknologi; (4) listrik yang bermasalah; serta (5) regulasi tidak
tepat sasaran.
Sumber: World Bank
Sumber: Ookla Net Index
Sumber: Enterprise Surveys, World Bank
39
40
ditambah
dengan
kurangnya
monitoring
dan
penegakan
peraturan
Sumber: WDI, diolah
b. Inovasi
Industri di Indonesia perlu terus meningkatkan kualitas produk dan daya
tambah agar dapat mempertahankan daya saing dalam jangka panjang. Untuk
mencapai hal tersebut bergantung pada kapasitas inovasi dari sektor industri
masingmasing. Gambar 37 dan Gambar 38 menunjukkan kesenjangan (gap)
yang terjadi pada kapasitas inovasi Indonesia, baik pada tingkat nasional
maupun perusahaan. Alokasi anggaran untuk riset dan penelitian di Indonesia
lebih rendah jika dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Kebanyakan
industri di Indonesia masih mengandalkan pembeli internasional untuk
memberikan persyaratan spesifikasi desain dan teknik sehingga hanya
memproduksi sesuai dengan spesifikasi. Hal itu membatasi kemampuan
potensial sektor industri untuk dapat menciptakan inovasi dan bergabung pada
Global Production Networks (GPN). Bahkan, proses replikasi produk pun tidak
selamanya berhasil dilakukan oleh industri di Indonesia karena persyaratan
presisi yang begitu ketat dan rendahnya toleransi yang diperbolehkan.
Kurangnya perhatian terhadap kualitas dan desain berhubungan erat dengan
rendahnya tingkat kecanggihan suatu perusahaan. Banyak perusahaan yang
telah berdiri sejak tahun 1980-an merasa telah nyaman dan tidak merasa perlu
mengambil risiko
untuk
mendorong
inovasi desain
industri. Walaupun
41
6.00
5.2
5.00
4.00
4.3
3.7
2006-2007
5.15.2
4.0
2014-2015
4.4 4.3
4.1
3.4
3.6
3.9
3.23.3
3.00
2.00
1.00
Sumber: WDI, diolah
0.00
China
India
Vietnam
42
Komunitas
Petrokimia
Banten.
Pendirian
akademi
tersebut
membangun
pusat-pusat pelatihan
dan
pendidikan
terlihat dari
43
Sumber: GIPB 2009 Summary Report (World Bank)
secara
rutin
menghadiri
pameran
perdagangan,
forumforum
merupakan
kawasan
yang
dipersiapkan
dan
yang
memiliki
44
Jumlah KEK Indonesia relatif setara dengan negara peers meskipun jika
dibandingkan dengan luas wilayah, jumlah itu masih relatif kecil. Selain itu,
pengembangan kawasan ekonomi/industri di Indonesia masih terbatas. Hal itu
disebabkan, antara lain, oleh beberapa faktor berikut.
(1) Dukungan infrastruktur yang masih terbatas (energi, konektivitas, dll.).
Beberapa KEK yang didirikan berada jauh dari infrastruktur pendukungnya
seperti pelabuhan. Seyogianya, pendirian KEK dilakukan beserta dengan
pendirian infrastruktur pendukung.
(2) Kurangnya fungsi pemantauan (monitoring) dan pengelolaan yang efektif
akan manajemen kawasan serta relatif minimnya promosi zona ekonomi
tersebut.
Berikut
ini
merupakan
beberapa
hambatan
yang
disarikan
45
yang
mendukung
pengembangan
sektor
industri
dan
usaha
mengharapkan
adanya
penambahan
jumlah
trade
hambatan
dalam
implementasinya
(menemui
jalan
buntu).
lebih
banyak
upaya
memperkenalkan
dan
mempermudah
kebutuhan
industri
dan
ketersediaan
tenaga
kerja
domestik.
46
d. Aturan perpajakan
Aturan perpajakan Indonesia merupakan salah satu hambatan yang
cukup besar perannya dalam sektor industri dan perdagangan di Indonesia.
Salah satunya adalah PPN berganda dan restitusi pajak yang memerlukan
waktu lama sebagai keluhan utama pelaku usaha di lapangan.
e. Koordinasi Pemerintah Pusat (Pempus), Pemerintah Daerah (Pemda), maupun
dengan pelaku usaha
Kendala birokrasi dan koordinasi, baik antarkementerian maupun
pempus dan pemda, terutama dengan pelaku usaha masih menjadi kendala
yang signfikan dalam mewujudkan industri yang berdaya saing tinggi. Proses
keberhasilan pengembangan sektor industri bergantung pada perencanaan dan
pengembangan sektor-sektor industri yang dicanangkan oleh pemerintah,
termasuk infrastruktur yang diarahkan untuk mendukung penanganan dan
perkembangan sektor industri tersebut.
added
atau
memiliki
produktivitas
impor
yang
tinggi
(kemampuan
Analisis Triangular Trade dan Rantai Nilai di Asia dengan Fokus pada Indonesia sebagai
Masukan dalam Penyusunan Strategi Nasional Indonesia di Era Masyarakat Ekonomi
ASEAN oleh Rakhman dkk. (2015).
47
Dari sisi investasi, (Tabel 10) dapat dilihat bentuk FDI yang berbeda
antarnegara ASEAN. Di Thailand FDI mendorong ekspor; di Indonesia FDI
mendorong penyerapan tenaga kerja dan memasok permintaan domestik; di
Vietnam FDI mendorong investasi modal, ekspor, dan penyerapan tenaga kerja;
dan di Malaysia FDI berdampak pada ekspor dengan penyerapan tenaga kerja yang
lebih terampil (sektor skill-intensive). Hal itu menguatkan temuan analisis kinerja
perdagangan bahwa Indonesia belum menjadi lokasi pilihan untuk menjadi
industri yang berorientasi ekspor, tetapi cenderung menjadi pasar yang ditandai
dengan daya saing internal yang lemah dan tipe investasi yang masuk yang lebih
bertujuan memasok permintaan domestik.
Sumber: Rakhman et al (2015)
USD4.85
USD69.39
809.40
Vietnam
USD10.80
USD107.81
896.36
Malaysia
USD3.48
USD122.25
388.96
Thailand
USD6.10
USD204.24
709.25
48
untuk
keluar
dari
lower
income
country
umumnya
merupakan
4.2.1 Tiongkok
Dalam kurun waktu 30 tahun terakhir, Tiongkok berhasil bertransformasi
dari perekonomian tertutup berbasis sumber daya alam dan agrikultur menjadi
negara dengan PDB riil terbesar di dunia pada tahun 2014 (PDB PPP) yang
berbasis manufaktur dan berorientasi ekspor. Reformasi di Tiongkok meliputi tiga
aspek, yaitu transformasi struktural, liberalisasi ekonomi, dan transisi institusi.
49
alur
learning
and
innovation
untuk
mengeksplorasi
comparative
advantage.
menguatkan.
menegaskan
bahwa
Strategi
suatu
pengembangan
negara
tidak
industri
dapat
CAF
tumbuh
pada
di
luar
dasarnya
tahapan
endowment structure. Terdapat dua endowment yaitu modal dan tenaga kerja.
Modal (capital) harus terakumulasi lebih cepat dari pertumbuhan tenaga kerja dan
SDA. Akumulasi modal dapat diperoleh melalui investasi asing dalam bentuk FDI.
50
FDI tidak hanya membawa akses pasar terkait produk dan pesanan, tetapi juga
memungkinkan terjadi transfer teknologi yang mendorong peningkatan struktur
tenaga kerja. Seiring pertumbuhan struktur endowment tersebut, struktur
industri/teknologi juga akan meningkat melalui proses belajar dan akumulasi
pengetahuan. Secara khusus relokasi tenaga kerja dan pertumbuhan human
capital akan tercipta pada sektor ketika harga telah terliberalisasi dan terdapat
comparative advantage. Secara bertahap industrial upgrading Tiongkok berlangsung
seperti paparan berikut.
a.
yang
sesuai dengan
comparative advantage
Tiongkok pada waktu itu, yaitu saat ekspor TPT melampaui ekspor minyak
mentah.
b. 1995: Transformasi Tiongkok dari eksportir industri labor intensive menjadi
nontraditional labor intensive, yaitu saat ekspor mesin dan elektronik
melampaui TPT.
c. 2001: Transformasi Tiongkok menjadi eksportir produk baru yang memiliki
kecanggihan tinggi (high tech) yang didorong saat Tiongkok masuk sebagai
anggota WTO.
2.
3.
dengan
investor
asing
dan
melakukan
ekspor,
serta
(3)
menjadikan Tiongkok sebagai bagian dari global supply chain dan pusat
manufaktur. Untuk mencapai strategi tersebut, program yang dilakukan
51
pada
pemerintah
daerah
sehingga
mendorong
pemda
untuk
mereformasi daerahnya agar lebih terbuka pada perdagangan dan investasi, (c)
menyediakan insentif untuk FDI, ekspansi ekspor, dan pertumbuhan sektor
swasta, serta (d) memprioritaskan investasi pada high-tech firms, managerial
know-how, dan talent.
4.
Kebijakan
peningkatan
human
capital
untuk
mendorong
pertumbuhan
serta
kurangnya
skema
insentif.
Untuk
menjawab
berbagai
52
institusi
dan
efektivitas
leadership
implementasi
menjadi
aspek
strategi
sentral
secara
yang
umum
akan
karena
53
masyarakat dalam
perumusan kebijakan publik dan kerja sama pembangunan (a.l. kerja sama
antara pemerintah dan swasta dalam pembangunan infrastruktur); serta (6)
pelayanan publik yang mendukung industri (call center, resource sharing, dan
konsultasi publik).
memperbaiki
promosi
ekspor,
diperlukan
revitalisasi
peran
Indonesia Trade Promotion Center (ITPC) sebagai marketer yang dikelola secara
profesional. Selain itu, diperlukan promosi dagang yang lebih intensif dan
permanen, antara lain dengan pembukaan outlet di ruang publik.
b. Fasilitasi Investasi
Selain penguatan koordinasi institusi (BKPM dan BKPMD), peningkatan
fasilitasi investasi juga dapat dilakukan dengan integrasi pelayanan terpadu
satu pintu (PTSP) pusat dan daerah sehingga terdapat standar yang sama
dalam pelayanan perizinan.
c. Kawasan industri
Dalam pembangunan kawasan industri, terdapat dua hal yang patut
diperhatikan, yaitu (1) pembangunan kawasan industri di luar Pulau Jawa
berorientasi pada bisnis dan pemerataan (KEK); (2) penyediaan lahan oleh
pemerintah
untuk
Nusantara/KBN)
pengembangan
yang
terintegrasi
kawasan
industri
dengan
dukungan
(Kawasan
Berikat
konektivitas
dan
infrastruktur.
d. Insentif fiskal
Beberapa insentif fiskal dapat dilakukan untuk mendorong perdagangan
dan investasi, antara lain berupa (1) penerapan insentif perpajakan bagi
industri berorientasi ekspor; (2) penghilangan hambatan kebijakan perpajakan
yg memperberat industri; dan (3) penyelesaian restitusi pajak yang lebih cepat
dan efisien.
54
upaya
pengendalian
inflasi
secara
lebih
intensif
dan
menyeluruh. Selain itu, kestabilan nilai tukar rupiah perlu dijaga dengan
bauran kebijakan.
upaya
dapat
dilakukan
untuk
meningkatkan
sistem
pendidikan, antara lain ialah (i) melakukan kebjakan pro dan insentif yang
tinggi untuk menjadi tenaga terampil (tamatan nonuniversitas), misalnya
dengan gratis biaya pendidikan D1, D2, D3 di bidang teknik; (ii) membangun
paradigma positif terhadap tenaga kerja terampil; (iii)
mengarahkan talent
pooling mulai dari SMA/sederajat; (iv) mendorong hubungan universitasindustri dengan adopsi kurikulum yang aplikatif dengan kebutuhan industri,
termasuk
magang;
(v)
menyediakan
beasiswa
pascasarjana
untuk
55
keahlian tenaga kerja; (2) pendirian serikat buruh harus mendapat izin formal
dari
pemerintah
pusat
dan
daerah;
dan
(3)
regulasi
khusus
yang
Reformasi
infrastruktur
menjadi
salah
satu
solusi
untuk
konektivitas
dapat
ditempuh,
antara
lain,
dengan
(1)
pengalihan logistik dari jalan darat ke kereta dan angkutan laut (short sea
shipping) dengan menambah jumlah stasiun dan pelabuhan; (2) peningkatan
akses jalan dari kawasan industri ke pelabuhan untuk mempercepat waktu
tempuh dan menurunkan biaya transportasi; (3) pembangunan infrastruktur
(antara lain trans Java highway, perbaikan jalan, aerocity, logistics center,
fasilitas kargo udara, pengembangan kawasan pelabuhan, dan broadband);
serta (4) sistem informasi antarpenyedia logistik yang terintegrasi.
b.
c.
d.
Regulasi pendukung
Regulasi pendukung terutama meliputi (1) penguatan status hukum
transportasi dan logistik dari Perpres No. 26 Tahun 2012 tentang Sislognas
56
Technological improvement
Untuk mengembangkan teknologi, hal yang perlu dilakukan ialah (1)
revitalisasi mesin yang digunakan oleh industri; (2) adopsi/modifikasi dan
penciptaan teknologi baru yang difasilitasi oleh pemerintah.
b.
c.
Business services
Di sisi lain untuk peningkatan efisiensi teknis, perlu dikeluarkan
kebijakan untuk mendorong/memberikan insentif bagi peningkatan business
service provider (a.l. supply chain, marketing, dan accounting, dan lainlain).
d.
57
sama
perdagangan
(TA)
berguna
untuk
memfasilitasi
perusahaan agar lebih kompetitif di pasar yang lebih besar, menarik FDI,
7
58
Indonesia
Filipina
Thailand
Malaysia
Vietnam
Jepang
Pakistan
Australia
Konsultasi
Chile
JSG**
India
Akan
negosiasi
New
Zealand
Turki
JSG
Korea
Perundingan
berhenti
Eropa
Wacana
Peru
Tiongkok
Tunisia,
JSG
Mesir
TPP
*) Tidak tersedia informasi
59
Dengan Amerika Serikat, Indonesia memiliki GSP untuk beberapa produk manufaktur,
perhiasan, karpet, produk pertanian, kimia, dan produk plastik serta karet.
8
60
b.
Sertifikasi/Standardisasi
Penetapan standar nasional yang sesuai dengan standar internasional
serta penguatan infrastruktur standardisasi Indonesia, antara lain, berupa
laboratorium uji berstandar internasional.
c.
Sistem informasi/repository
Pembangunan dan updating sistem informasi mengenai FTA yang
lengkap, transparan, dan dapat diakses dengan mudah.
d.
kebijakan industri saat ini terkait strategi di atas karena tidak terlalu terkait
dengan pembahasan dalam riset ini, secara khusus dapat dilihat pada lampiran.
Menurut jangka waktu (timing) penerapan, strategi nasional dapat dibagi
menjadi jangka pendek, jangka menengah, serta jangka panjang. Detil atas hal ini
dijelaskan lebih lanjut pada Gambar 44.
61
JANGKA PENDEK
Faktor Institusi dan Leadership
Debirokratisasi, Penempatan sesuai kompetensi, Manajemen pemerintahan serta
mekanisme umpan balik
SDM dan ketenagakerjaan
Gratis pendidikan D1/D2/D3 (teknik), talent pooling mulai dari SMA, Insentif training
untuk industri, Merger serikat buruh, Regulasi khusus TKA
Skema insentif trade & investment
Revitalisasi peran ITPC (Indonesia Trade Promotion Center), insentif perpajakan untuk
industri ekspor, Menghilangkan hambatan perpajakan, restitusi pajak yang efisien
JANGKA MENENGAH
Faktor Institusi dan Leadership
Penyamaan visi/persepsi, leadership, Penegakan hukum, Sinergi (antar sektor, antar
daerah, perencanaanpengendalian, Kemitraan dengan swasta & masyarakat
SDM dan ketenagakerjaan
Kurikulum beasiswa, pengajar & fasilitas risetsains aplikatif untuk industri, izin utk
universitas asing, Alokasi anggaran training, Standarisasi kompetensi kerja
Skema insentif trade & investment
Promosi dagang intensif dan permanen, Integrasi institusi (BKPMBKPMD, PTSP Pusat
daerah, lahan yg terintegrasi dengan infrastruktur, Integrasi daerah huluhilir, Bauran
kebijakan untuk stabilitas makro
Infrastruktur
Akses jalan kawasan industri, Sistem informasi logistik, utilitas yang sustainable,
Koordinasi dalam barang impor
Technical efficiency
Revitalisasi mesin, fasilitas R&D untuk publik, sistem informasi riset, Insentif fiskal
untuk R&D, pengembangan networking, insentif pendirian business service provider,
Mempermudah hak cipta /paten, Penegakan hukum
Akses pembiayaan
Social responsibility bagi industri besar untuk industri pemula, industri untuk masuk
ke pasar modal dan obligasi
Akses pasar
Grand strategy FTA, Kolaborasi pemerintahpengusaha, standar nasional=internasional,
infrastruktur standarisasi
JANGKA PANJANG
Infrastruktur
Pengalihan logistik ke kereta dan angkutan laut, Pembangunan infrastruktur,
Peningkatan moda transportasi logistik
Akses pasar
Perluasan pasar ekspor, Optimalisasi eksportir untuk CIF (cost, insurance & freight)
62
V. SIMPULAN
BAB V KESIAN DAN SARAN
Adapun kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Hasil analisis kinerja perdagangan menunjukkan bahwa ekspor Indonesia
memiliki permasalahan dalam keempat dimensinya (extensive, intensive, quality
dan sustanaibility). Ekspor Indonesia cenderung mengalami kemunduran dari
seluruh aspek, terutama dari sisi kualitas yang saat ini berbasis pada resource
based dengan nilai tambah yang rendah serta intensitasyang semakin menurun.
Jika dibandingkan dengan negara kawasan, kinerja ekspor Indonesia tertinggal
dari Malaysia dan Thailand. Sementara itu, Vietnam mencapai peningkatan
kinerja yang signifikan dalam satu dekade terakhir.
2. Diagnostik daya saing mengidentifikasi permasalahan melemahnya daya saing
Indonesia yang terutama bersumber dari tenaga kerja (skill set), tidak
kondusifnya lingkungan bisnis, dan rumitnya birokrasi terkait kebijakan dan
institusi domestik, biaya produksi dan logistik yang tinggi, serta lemahnya
market access (nonitariff measures dan FTA).
3. Hasil FGD mengonfirmasikan temuan dari Competitiveness Diagnostics yang
menjadi
perhatian
utama
dunia
usaha
adalah
regulasi
dan
kebijakan
(kemampuan
mengekspor
setelah
mengimpor
tinggi).
Kemampuan
Indonesia terlibat dalam salah satu aktvitas di rantai nilai global akan lebih
banyak ditentukan oleh kemampuan daya saing Indonesia untuk menjadi
location of choice pada berbagai tahapan produksi. Analisis FDI menunjukkan
bahwa FDI di Indonesia bersifat mendorong penyerapan tenaga kerja dan
memasok permintaan domestik.
63
5. Studi terhadap
strategi negara
lain
dalam
mengembangkan
industrinya
dengan
tulang
punggungnya
adalah
industri
manufaktur
peran
pemerintah
sebagai
fasilitator
bagi
kegiatan
usaha
dan
analisis
daya
saing
dan
ketersediaan
services
pendukung
64
DAFTAR PUSTAKA
Anggara, Sondang, 2014. ASEAN Economic Community 2015: Kesiapan Nasional
dalam Liberalisasi Perdagangan Barang dan Jasa dalam AEC 2015.
Anglingkusumo, R., Anugrah, D. F., Fridayanti, Y. dan Hendharto, H. S. (2014).
Perubahan Struktural dalam Perekonomian Global dan Dampaknya pada
Perekonomian Indonesia melalui Jalur Perdagangan. Working Paper No.
LHP/4/DKEM/2014, Bank Indonesia.
Bank Indonesia, 2014. Progress, Challenges, And Opportunities of the AEC 2015:
Indonesias Perspective. Presented on Indonesian Scholars International
Convention 2014 , Oxford, 2526 October 2014.
Bosch, Peter et al, 2012. The Future of Manufacturing Opportunities to drive
economic growth A World Economic Forum Report in collaboration with
Deloitte Touche Tohmatsu Limited.
Cahyadi, G., Kursten, B., Weiss, M., Yang, G., Singapores Economic
Transformation, Global Urban Development Singapore Metropolitan
Economic Strategy Report, June 2004.
Chin, Vincent, Michael Meyer, Evelyn Tan, and Bernd Waltermann, 2014. Winning
in ASEAN How Companies Are Preparing for Economic Integration. Part of the
Winning with Growth series #bcgGrowth.
Civil Service College (CSS), Trade Facilitation & Internationalisation, March 2015,
Singapore.
Das, Sanchita Basu et al, 2013. The ASEAN Economic Community a Work in
Progress: Asian Development Bank.
Deloitte, 2014. The ABC of AEC to 2015 and beyond. Deloitte.
Departemen Perdagangan, 2011. Menuju ASEAN Economic Community 2015.
Farole, T. And Winkler, D., Export Competitiveness in Indonesias Manufacturing
Sector, The World Economic Forum, 2012.
Goh, A.L., Towards an InnovationDriven Economy through Industrial Policy
Making: An Evolutionary Analysis of Singapore, The Innovation Journal: The
Public Sector Innovation Journal, Volume 10(3), article 34, 2011.
Hatzichronoglou, T. (1997), Revision of the High Technology Sector and Product
Classification, OECD Science, Technology and Industry Working Papers,
1997/02, OECD Publishing.
Hausmann, R., J. Hwang, and D. Rodrik. 2007. What You Export Matters.
Journal of Economic Growth, Vol. 12, No. 1, pp. 125.
Hidalgo, C. A., Klinger, B., Barabasi, A. L., dan Hausmann, R. (2007). The Product
Space Conditions the Development of Nations, Science, Vol. 317 no.
5837 pp. 482487.
65
66
Harvard
University,
67
2.
deregulasi
dan
debirokratisasi
peraturan
untuk
mempermudah
Paket
Kebijakan
pertumbuhan
Ekonomi
ekonomi
Jilid
melalui
III
ditujukan
penurunan
harga
untuk
bahan
meningkatkan
bakar
untuk
daya
saing,
perluasan
wirausaha
penerima
KUR,
serta
5.
6.
7.
21 bagi karyawan perusahaan s.d. penghasilan 50 juta rupiah per tahun yang
lebih 50% produknya dieskpor.
8.
Paket Kebijakan Ekonomi Jilid VIII yang pada saat penulisan laporan ini masih
baru berupa rencana yang akan diarahkan bagi peningkatan kualitas produk
menghadapi daya saing pada Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).
Secara umum apabila semua paket kebijakan itu dapat terlaksana dengan
baik segera dan sesuai dengan harapan, paket kebijakan tersebut akan sangat
bermanfaat dalam meningkatkan daya saing Indonesia dan memicu pertumbuhan
ekonomi yang lebih tinggi dan berkelanjutan. Namun, konteks paket kebijakan
lebih bersifat jangka pendek dan hulu (dalam rangkaian proses membuka usaha)
sehingga masih perlu dilengkapi dengan kebijakan lainnya yang bersifat jangka
panjang dan lebih bersifat hilir.
Paket kebijakan
memperbaiki
iklim
investasi,
dan
mendorong
meningkatkan
pengadaan
konsumsi,
infrastruktur.
Peningkatan konsumsi dapat tercapai melalui penurunan harga bahan bakar dan
kebijakan peningkatan kesejahteraan pekerja (penentuan upah minimum dan
harga rumah/rusunami untuk buruh). Peningkatan investasi dapat terjadi melalui
prosedur
investasi
yang
semakin
cepat,
kepastian
bahan
baku
industri,
itu,
pembangunan
kawasan
logistik
berikat
diharapkan
dapat
mempermudah proses distribusi barang, baik dari sisi input maupun output-nya.
Namun, semua kebijakan dimaksud tidak akan efektif apabila tidak dapat
dilaksanakan secara efektif dan efisien. Untuk itu, dibutuhkan perangkat
pelaksana yang tidak saja trampil, tetapi juga punya integritas, bertanggung jawab
dan berkinerja tinggi. Pengelolaan SDM untuk memenuhi hal tersebut menjadi
suatu keharusan di samping prinsip-prinsip leadership yang berintegritas dan
bertanggungjawab
yang
sangat
diperlukan
pada
semua
lapisan
birokrasi
pemerintah.
69
dilakukan
khususnya
untuk
perspektif
jangka
panjang,
seperti
pengembangan SDM dan yang bersifat hilir seperti masalah lahan untuk industri.
Secara ringkas beberapa usulan rekomendasi kebijakan antara lain adalah sebagai
berikut.
1.
2.
3.
4.
Regulasi ketenagakerjaan yang juga memungkinkan free entry dan free exit
yang lebih mudah.
5.
Regulasi terkait tenaga kerja asing (TKA) dalam rangka investasi dan
peningkatan nilai tambah industri yang disesuaikan dengan kebutuhan dan
kondisi TK domestik.
70
6.
Faktor leadership yang nyata dan bertanggung jawab serta memberikan contoh
yang mulia, jauh dari nilai-nilai tercela seperti korupsi, penggelapan, dan
ketidakefisienan.
7.
Penentuan strategi dalam rangka free trade agreement (FTA) yang akan
menguntungkan secara agregat bagi Indonesia dan berdampak positif bagi
daya saing Indonesia di pasar ekspor.
8.
Sistem informasi yang lengkap dan mudah diakses baik oleh pengusaha,
birokrat, akademisi maupun masyarakat umum yang memuat informasi dan
persyaratan yang dibutuhkan untuk ekspor produk tertentu. Kenyataan
bahwa sebagian besar kesepakatan perdagangan intra-ASEAN dan FTA lainnya
masih belum banyak dimanfaatkan pengusaha Indonesia memberikan sinyal
bahwa informasi dan birokrasi bagi pemenuhan ketentuan ekspor itu masih
rumit
dan
memakan
biaya.
Selain
sistem
informasi
harus
terdapat
menengah
yang
berusaha
memanfaatkan
peluang
pasar
akibat
Terlepas dari semua itu, pelaksanaan semua insentif dan paket kebijakan
tersebut haruslah konsisten dan bukan hanya sebatas retorika sehingga akan
terdapat hasil nyata dari segala kemudahan yang semestinya diberikan melalui
berbagai paket kebijakan itu.
71
pada
produktivitas
modal, dan
pasar
yang
kurang
kompetitif,
yang
dalam
beberapa
kasus
72
mungkin
suatu
negara
dapat
mengekspor
tanpa
mengakumulasi
ganti
dari
subsidi
terhadap
sektor
swasta;
(2)
menghindari
ketidakseimbangan eksternal dengan promosi ekspor dan menjaga nilai tukar yang
kompetitif; dan (3) berhasil melakukan desain proteksi dan promosi ekspor yang
mendorong proses pembelajaran teknologi dan akumulasi pengetahuan.
Sebagaimana sejumlah negara berkembang lain di Asia, Indonesia juga
menempuh jalur kebijakan industrialisasi dalam bentuk substitusi impor pada
tahap awal proses industrialisasinya. Namun, berbeda dengan Korea, kebijakan SI
di Indonesia tidak berhasil menciptakan struktur industri yang kompetitif.
Perbedaannya adalah kebijakan SI Korea--yang diterapkan secara selektif pada
industri tertentu--terintegrasi dengan kebijakan lainnya seperti perdagangan,
sumber daya manusia, dan teknologi. Sementara itu, kebijakan selektif di
Indonesia tersebut tidak dibarengi dengan kebijakan komplementer dalam
perdagangan, SDM, dan teknologi (Kim, 2004).
Kebijakan SI diterapkan pemerintah pada tahun 70-an, terutama setelah oil
boom. Pada masa itu pemerintah menerapkan kebijakan industri SI yang dibiayai
dari
devisa
berlimpah
dari
minyak.
Tujuan
kebijakan
tersebut
adalah
memproduksi sendiri produk yang selama ini harus diimpor sehingga bisa
menghemat devisa. Dalam perspektif industri kebijakan tersebut bertujuan untuk
membangun kapasitas industri berat nasional berbasiskan proyek besar SDA.
Kebijakan industri itu diwarnai dengan proteksi yang tinggi serta pembangunan
industri berat yang justru bertentangan dengan keunggulan komparatif Indonesia,
yaitu industri berbasiskan tenaga kerja murah (Basri, 2001 sebagaimana
73
Damayanthi, 2008). Beberapa industri yang didorong pada masa itu adalah baja,
gas alam, kilang minyak, dan aluminium melalui kredit lunak dari bankbank
BUMN.
Jatuhnya harga minyak di pasar dunia pada tahun 1982 dan 1986 serta
ambruknya nilai tukar dollar AS pascaPlaza Accord menyebabkan pemerintah
harus mencari sumber pembiayaan dalam
74
waktu
itu
adalah
Indonesia
tidak
bisa
selamanya
proses
industrialisasi,
perlu
kebijakan
lintas
sektoral
yang
saling
75
sektor
lain
(perdagangan,
SDM,
dan
teknologi).
Contohnya
kebijakan
pengembangan
industri
teknologi
selalu
disertai
dengan
jangka
panjang
yang
kebijakan
SDM
dikoordinasikan
dan
dalam
76
77
paling
lazim.
Industri
tersebut
merupakan
batu
loncatan
untuk
pembangunan nasional dan sering kali berperan sebagai industri pemula bagi
negara yang terlibat dalam industrialiasi yang berorientasi ekspor karena biaya
tetap yang rendah dan penekanan pada manufaktur padat karya. Secara historis,
ekspansi global industri pakaian didorong oleh kebijakan perdagangan. Industri
pakaian merupakan salah satu industri yang paling dilindungi dari semua
industri, mulai dari subsidi pertanian pada bahan input (kapas, wol, dan rayon)
serta sejarah panjang kuota berdasarkan general agreement on tariff and trade
dalam MFA dan perjanjian penerusnya di bawah WTO, The Agreement on Textiles
and Clothing (ATC).
Struktur dari rantai nilai pakaian (apparel value chain) dapat digambarkan
seperti smile curve yaitu aktivitas yang bernilai tambah tertinggi berada di tahap
praproduksi (R&D dan desain) dan pascaproduksi (pemasaran merk, logistik, dan
jasa) dari proses produksi. Produksi aktual dari pakaian, yaitu penciptaan
pekerjaan banyak terjadi, telah menjadi sangat kompetitif, terkonsentrasi, dan
selalu terpapar tekanan beban biaya. Tahap-tahap utama dari peningkatan
ekonomi (economic upgrading) dalam rantai nilai pakaian adalah sebagai berikut.
1.
2.
3.
4.
karena
berbagai
keuntungan,
termasuk
perjanjian
perdagangan
yang
78
menguntungkan, buruh kerja upah murah, dan faktor kedekatan dengan pasar.
Untuk masuk ke tingkatan segmen rantai nilai yang lebih tinggi, berbagai faktor
lainnya perlu dipertimbangkan. Faktor-faktor tersebut di antaranya keberadaan
industri tekstil domestik atau regional; produsen tekstil dan pakaian yang besar di
suatu
negara;
komitmen
yang
kuat
terhadap
pertumbuhan
industri
dari
pemerintah dan sektor swasta dibutuhkan dalam hal peningkatan desain dan
merk agar dapat mengembangkan bakat yang dibutuhkan dan mendirikan merk
nasional.
Meskipun industri pakaian global telah berkembang secara cepat sejak awal
tahun 1970-an dan telah disediakan lapangan kerja bagi puluhan juta pekerja di
beberapa negara kurang berkembang di dunia, industri tersebut telah mengalami
dua krisis besar dalam lima tahun terakhir. Krisis pertama adalah peraturan The
Multi Fibre Arrangement (MFA) yang menetapkan bahwa kuota dan tarif preferensial
pada pakaian dan barang tekstil yang diimpor oleh Amerika Serikat, Kanada, dan
banyak negara Eropa sejak awal tahun 1970-an dihapus oleh World Trade
Organization (WTO) dan digantikan dengan perjanjian WTO tentang tekstil dan
pakaian, yakni ATC (berlaku tahun 19952005). MFA/ATC membatasi ekspor ke
pasar konsumen utama dengan memberlakukan batasan per negara (kuota) akan
volume produk impor tertentu. Sistem itu dirancang untuk melindungi industri
domestik Amerika Serikat dan Uni Eropa dengan membatasi impor dari pemasok
kompetitif seperti Tiongkok. Kekhawatiran negara berkembang kecil dan miskin
yang bergantung pada ekspor pakaian bahwa mereka akan terdorong keluar dari
sistem perdagangan global oleh persaingan kompetitor yang lebih besar seperti
Tiongkok, India, dan Bangladesh. Krisis yang kedua adalah ekonomi. Resesi global
yang terjadi baru-baru ini, yang dipicu oleh krisis perbankan di Amerika Serikat
pada tahun 2008, dan yang menyebar cepat ke sebagian besar negara industri dan
berkembang membawa dunia ke ambang krisis ekonomi yang paling parah sejak
The Great Depression tahun 1930-an. Penutupan pabrik dan PHK pekerja di
negara-negara industri berujung pada menurunnya permintaan konsumen yang
mengakibatkan berkurangnya order dan menyusutnya pasar untuk ekonomi
berorientasi ekspor di negara berkembang. Resesi tersebut berdampak cukup
besar pada industri pakaian dan menyebabkan penutupan pabrik, peningkatan
tajam pada angka pengangguran, serta tumbuhnya kekhawatiran akan munculnya
kerusuhan sosial akibat terlantarnya pekerja mencari pekerjaan baru.
79
2.
3.
Mempromosikan
investasi
langsung
(FDI)
atau
joint
ventures
untuk
80
teknologi
informasi
yang
memungkinkan
pemasok
menjadi
lebih
adalah
meningkatkan
keunggulan
komparatif
pada
parts
dan
81
produksi dari komponen otomotif terutama hanya didasarkan atas daya saing dari
sisi biaya.
Terkait dengan hal tersebut, Indonesia dapat mencontoh Thailand untuk
mengembangkan
industri
ini.
Seperti
yang
telah
dijelaskan
pada
bagian
sebelumnya, beberapa hal krusial yang dilakukan oleh Thailand adalah (1) tidak
takut dalam memiliki tingkat integrasi yang tinggi dalam hal investasi dan
perdagangan; (2) mengembangkan infrastruktur secara terpusat, yang sangat
memberikan kenyamanan bagi investor, baik dari sisi regulasi, logistik, maupun
industri pendukung; (3) memastikan proses knowledge transfer dan learning by
doing berjalan secara maksimal; dan (4) memanfaatkan peran teknokrat dalam
pembangunan kawasan industri yang independen dari proses politik.
Sebagai tambahan yang perlu dikoreksi dari Thailand adalah aspek human
capital. Secara jangka pendek, diperlukan pembebasan tenaga kerja untuk skill
tertentu yang dibutuhkan sesuai dengan preferensi investor. Namun, investasi
untuk human capital dalam negeri harus segera dimulai. Beberapa hal yang dapat
mendukung, antara lain, adalah (1) diskusi intensif antara kementerian tenaga
kerja, investor, serta kementerian yang menaungi pendidikan menengah atas dan
tinggi untuk mengetahui jenis skill yang dibutuhkan dan upaya memfasilitasinya
dalam kurikulum; (2) memberikan kebebasan bagi universitas luar negeri
membuka cabangnya di Indonesia, khususnya untuk jurusan penting yang masih
belum mampu dipenuhi oleh universitas dalam negeri; dan (3) melonggarkan
peraturan pembatasan tenaga kerja asing untuk mekanisme pertukaran tenaga
kerja temporer. Hal itu untuk mendukung lancarnya proses learning tenaga kerja
Indonesia, khususnya untuk skill yang hanya dapat diperoleh di head office.
82
rendah, yaitu hanya sekitar 1,6%, sedangkan Malaysia dan Singapura masingmasing sebesar 6,42% dan 6,37%.
Saat ini, Indonesia memiliki koneksi internet yang paling rendah jika
dibandingkan dengan negara-negara di kawasan AsiaPasifik. Permasalahan lain
yang dihadapi adalah kondisi geografis Indonesia yang berupa kepulauan sehingga
biaya pembangunan infrastruktur menjadi sangat mahal. Oleh karena itu,
pemerintah berusaha untuk menggenjot pertumbuhan industri ICT dengan
meningkatkan
infrastruktur
layanan
internet
dengan
program
Indonesia
83
Box 4. Pelajaran
Kebijakan
Singapura,
Korea
Selatan,
Thailand,
ketidakpastian
ekonomi
dan
gejolak
perekonomian.
Singapura
memandang penyediaan tenaga kerja dan perumahan yang layak merupakan dua
masalah pokok yang perlu segera dibenahi. Terkait penyediaan tenaga kerja,
pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan sustainable merupakan satu-satunya
jawaban. Dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, beberapa tujuan kebijakan
yang lain akan dapat dipenuhi dengan lebih mudah. Pada tahun 1960 GDP/capita
hanya SGD1,310 sementara saat ini 2014 SGD71,318, meningkat lebih dari lima
puluh kali lipat. Penghasilan pekerja dengan 44 jam kerja/seminggu pada 1960
sebesar SGD120, sedangkan pada tahun 2014 meningkat menjadi SGD3,770.
Sejak awal berdirinya, Singapura memiliki visi untuk menjadi bagian dari
first world economics dalam waktu 340 tahun. Kunci untuk mencapai itu
disesuaikan dengan keberadaan Singapura sebagai kota perdagangan tanpa
sumber daya alam, tetapi memanfaatkan economic dynamism, menawarkan high
quality of life, serta memiliki a strong national identity dan suatu konfigurasi kota
global (global city).
Beberapa strategi utama yang dilakukan adalah (1) meningkatkan sumber
daya manusia; (2) mempromosikan kerja sama tim nasional (promoting national
teamwork); (3) berorientasi internasional; (4) menciptakan iklim kondusif untuk
inovasi; (5) mengembangkan klaster manufaktur dan jasa; (6) spearheading
economic
redevelopment;
(7)
mempertahankan
keunggulan
daya
saing
dan
reorientation
dilakukan
secara
fleksibel
sesuai
dengan
perkembangan zaman.
Tiga tahapan utama perkembangan ekonomi Singapura (CSS, 2015):
(1) 1950s1970s: membangun ekonomi nasional;
(2) 1980s1990s: refining strategies: deepening and diversifying engines of growth
84
adalah
menciptakan
economic
viability
yang
ditopang
oleh
struktur
perusahaan
karena
sektor
swasta
tidak
mampu
pendidkan
dan
pelatihan.
Mendorong
otomatisasi
industri,
85
dari
perekonomian
Singapura.
Regionalisasi
atau
mendorong
commercial
strategies
dan
egovernment
initiatives.
Agar
dapat
memperbaiki
dipertahankan.
efisiensi
dan
Perusahaan
membuat
didorong
pekerjaan
agar
lebih
berinovasi,
baik,
serta
menahan
goncangan,
mengomersialisasi
R&D
sebagai
sumber
86
(4) Strategi utama dalam satu dekade ke depan untuk mencapai tiga prioritas
utama tersebut adalah sebagai berikut.
a. Tumbuh melalui keahlian dan inovasi
b. Menjadi GlobalAsia Hub untuk industri manufaktur dan jasa
c. Ekosistem perusahaan yang beragam
d. Inovasi yang tajam
e. Smart energy economy
f. Meningkatkan produktivitas tanah
g. Global city, endearing home
Pada prinsipnya Singapura telah menerapkan apa yang diperlukan bagi
suatu transformasi produktif yang berhasil (Nubler, 2014), yang ditopang oleh
kebijakan industri yang baik (Lin and Treichel, 2014) dan dengan memanfaatkan
keberadaan GVC yang semakin besar dalam ekonomi global saat ini (Milberg, Jiang
dan Gereffi, 2014).
2. Korea Selatan
Hanya dalam jangka waktu kurang lebih 60 tahun, Korea Selatan (Korsel)
berhasil melakukan transisi dari perekonomian tidak berkembang, bahkan
merupakan salah satu negara termiskin pada 1960an, menjadi negara maju.
Keberhasilan
tersebut
dikenal
dengan
sebutan
The
Korean
Miracle
dan
merupakan perkembangan ekonomi yang paling berhasil selama abad ke-20. Gross
National Income (GNI) per kapita meningkat dari 85 dolar AS pada tahun 1961
menjadi lebih dari 20.000 dolar AS pada tahun 2006. Korsel menjadi negara
dengan perekonomian terbesar ke-13 pada tahun 2014. Perkembangan ekonomi
Korsel patut diperhatikan karena merupakan pembangunan dengan ekuitas,
pengentasan
kemiskinan
yang
tergolong
cepat,
dan
tanpa
peningkatan
87
1960s
Development
Stage
Factor-Driven
2000s
1990s
Innovation-Driven
manufacturing capability
CATCH - UP
Strategy
Science &
Technology
(S&T) Policy
1980s
Investment-Driven
cheap labor
Sources of
Competition
Industrial
Policy
1970s
innovative capability
INNOVATION
Support Export
Development
Expand export-orient light
industries
Scientific Institution
Building
MOST/KIST
S&T Promotion Act
Five-Year
Economic Plan
incl.S&T
Scientific
Infrastructure Setting
Government
Research Institutes
(GRI)
Technical and
Vocation Schools
R&D Promotion Act
Daedeok Science
Town
KAIST:highly
qualified personnel
Promote high-technology
innovation
Provide Information
Infrastructure and R&D
Support
Leading Role in
Strategic Area
Informatization
E-Government
GRI Restructuring
U-I-G Linkages
Enhancing univresearch capability
Promoting co-op
research
Policy coordination
<New Challenges>
Universities
Leading Role
Efficient National
Innovation
Systems (NIS)
Regional
Innovations
System (RIS) and
Innovation
Clusters
Investasi
pendidikan
telah
memainkan
peran
penting
terhadap
88
membiayai
sektorsektor
strategis
terbelakang
seperti
UMKM
dan
89
ekonomi yang ambisius dengan dana tabungan domestik yang tidak mencukupi,
perekonomian diwarnai dengan kekurangan dana yang cukup besar. Kesenjangan
investasi-tabungan ini dijembatani dengan mendorong masuknya dana asing atau
dengan meningkatkan pasokan uang. Sebagai konsekuensinya, utang luar negeri
terus menumpuk dan inflasi kronis tetap terjadi. Efek samping hal tersebut
menyebabkan
pergeseran
stance
kebijakan
pemerintah
menuju
strategi
mengalami
berbagai
kesulitan
selama
tahun
1980
dan
mencatat
melakukan
meningkatkan
efisiensi
langkahlangkah
ekonomi.
penyesuaian
Pertama,
Pemerintah
struktural
menggeser
untuk
prioritas
investasi
berganda
dan
likuidasi
perusahaan-perusahaan
minyak
internasional,
berkontribusi
pada
pembangunan
dasar
perekonomian Korsel yang stabil. Namun, pertumbuhan ekonomi yang terus tinggi
menyebabkan ketidakstabilan harga baru. Selain peningkatan inflasi, upah juga
mengalami peningkatan.
Korsel terus menekuni manufaktur bernilai tambah tinggi pada tahun 1990an dengan mempromosikan inovasi teknologi tinggi. Kenaikan upah buruh
domestik dan apresiasi mata uang Won telah mengakibatkan defisit neraca
transaksi berjalan yang cukup besar, yang memicu serangkaian reformasi,
termasuk reformasi pasar keuangan. Bersamaan dengan pendirian infrastruktur
informasi
yang
modern
dan
lebih
mudah
diakses,
ekspansi
kemampuan
90
3. Thailand
Thailand berhasil menjadi Detroit of Asia dengan keunggulannya menjadi
pusat industri otomotif di ASEAN. Hal tersebut dicapai dari skill, teknologi,
industri pendukung, dan klaster melalui learning dan akumulasi kemampuan.
Analisis product space menunjukkan bahwa pada tahun 2013 yang dibandingkan
dengan tahun 2010, jumlah produk berkeunggulan komparatif untuk garmen di
Thailand berkurang.
Pencanangan untuk menjadi negara dengan keunggulan pada industri
otomotif sudah dilakukan sekurangnya sejak 3 dekade lalu. Pertumbuhan ekonomi
Thailand pada tahun 1980 hingga awal tahun 1990-an sangat tinggi. Hal itu
didorong oleh tingkat investasi yang sangat tinggi dengan 20% pertumbuhan
jangka panjang dikontribusikan oleh stok modal fisik (Warr, 2011). Terkait dengan
hal itu, Warr (2011) menjelaskan bahwa Thailand sejak beberapa dekade lalu tidak
takut untuk memiliki tingkat integrasi yang dalam pada sisi investasi dan
perdagangan dengan seluruh dunia.
91
92
4. Malaysia
Malaysia
menerapkan
strategi
exportled
development
yang
berhasil
membawanya bertransisi ke upper middle income country (GDP per kapita saat ini
USD10.800). Visi Malaysia pada tahun 2020 adalah menjadi high income countries
(GDP USD15.000/kapita) yang akan dicapai dengan menggerakkan perekonomian
naik ke high value chain dengan mempromosikan investasi di sektor high value
added dan jasa.
Strategi menjadi HIC dilakukan melalui program pemerintah yang disebut
Economic Transformation Programme dan berciri sebagai berikut.
a. Model
pertumbuhan
dimotori
sektor
swasta.
Pemerintah
memfasilitasi
pada
inovasi
dan
peningkatan
nilai
tambah,
berfokus
pada
insentif
untuk
investasi,
menghapuskan
hambatan,
dan
atau
jasa.
Beberapa
contoh
strategi
sektor
tersebut
adalah
i) minyak, gas, dan energi, ii) pendidikan, iii) pariwisata, iv) wholesale and retail, v)
electronics and electrical, vi) layanan kesehatan, vii) kelapa sawit, viii) communications
content infrastructure, ix) agrikultur, x) business services, xi) greater Kuala Lumpur/Klang
Valley dan xi) jasa keuangan.
9
93
Sektor
Strategi
1.
Electronics
and
electrical
jasa/desain manufaktur, 2)
Minyak,
gas, dan
energi
memastikan
ketahanan
energi
untuk
pasar
domestik.
&
Gas
Services
and
Equipment,
2)
mendukung
Kelapa
sawit dan
bergerak
karet
makanan
di
rantai
dan
nilai
kesehatan
dengan
yang
memproduksi
bersifat
high
produk
end
dan
Pendidikan
education
hub.
Tujuan
ini
dicapai
dengan
94
Sektor
Pertanian
Strategi
Bertujuan untuk mentransformasi pertanian yang berskala
kecil
menjadi
Strateginya
industri
adalah
agribisnis
kapitalisasi,
yang
berskala
berfokus
pada
besar.
pasar
Health
Care
klinis,
jasa
perawatan
lansia
serta
mendorong
Financial
Services
95
5. Vietnam
Pada tahun 1986 Vietnam menerapkan kebijakan Doi Moi (renovation) yang
bertujuan untuk mereformasi sistem ekonomi Vietnam yang sebelumya berbentuk
centrallyplanned economy menjadi socialistoriented market economy. Reformasi
tersebut dilakukan untuk mengintegrasikan Vietnam ke dalam perekonomian
global. Untuk mencapai visi tersebut, Vietnam memiliki strategi pembangunan per
sepuluh tahun (10-year socio-economic development strategy) yang kemudian
dipecah menjadi strategi pembangunan per lima tahun.
Vietnam memiliki visi untuk mempercepat proses industrialisasi dan
modernisasi serta membangun fondasi untuk menjadikan Vietnam sebagai negara
industri pada tahun 2020, sedangkan pada tahun 2025, Vietnam memiliki visi
yang jelas sehingga struktur sektor industri Vietnam telah terbentuk dengan baik.
Sektor industri akan menjadi sektor yang kompetitif, memiliki teknologi yang
maju, dan berpartisipasi dalam nilai rantai global serta secara fundamental
memenuhi persyaratan ekspor. Tenaga kerja Vietnam akan memiliki kualifikasi
yang memenuhi kebutuhan sistem produksi modern. Rasio ekspor industri
terhadap total ekspor mencapai 85%88% dan nilai produk industri hi-tech
mencapai 45% dari PDB.
Visi Vietnam pada 2035 adalah sektor industri Vietnam akan terbangun
dengan didominasi oleh industri spesialis yang berteknologi tinggi dan produknya
memenuhi standar internasional, berpartisipasi secara mendalam di rantai nilai
global, dan berkompetisi secara adil dalam integrasi internasional. Tenaga
kerjanya profesional, disiplin, berproduktivitas tinggi, serta aktif dalam riset,
desain, dan manufaktur. Rasio ekspor industri terhadap total ekspor mencapai
90% dan nilai produk industri hitech mencapai 50% dari PDB.
Kebijakan Doi Moi yang diambil oleh Vietnam memberikan citra positif bagi
Vietnam dalam hubungan perdagangan internasional. Pada tahun 1994 Amerika
Serikat mencabut embargonya terhadap Vietnam. Selain itu, pada tahun 2001
terbentuk perjanjian perdagangan bilateral antara Vietnam dan Amerika Serikat.
Vietnam terus membuka diri ke pasar perdagangan internasional dengan
bergabung menjadi anggota WTO pada tahun 2007. Vietnam juga telah menjadi
anggota perjanjian perdagangan negara-negara Asia Pasifik (TPP) pada tahun 2013.
Penetrasi Vietnam ke pasar internasional semakin dalam dengan rencana Vietnam
untuk membentuk free trade agreement antara Eropa dan Vietnam.
96
dalam
rantai
nilai
global
(GVC).
Chaponniere
and
Cling
(2009)
industri
manufaktur
untuk
memenuhi
kebutuhan
domestik,
yang
berbasis
pada
sumber
daya
alam,
seperti
industri
pertambangan dan industri migas. Pada periode tahun 1996 hingga tahun 2000
Vietnam mulai bertransformasi ke industri manufaktur yang berorientasi ekspor,
seperti industri tekstil, apparel, alas kaki, dan kertas. Setelah tahun 2001 Vietnam
mulai fokus dalam menggenjot sektor industri hi-tech.
Untuk menggenjot masuknya foreign direct investment, pemerintah Vietnam
menerapkan beberapa insentif bagi investor, antara lain adalah sebagai berikut.
1. Pajak penghasilan perusahaan yang rendah selama periode waktu tertentu.
2. Pengurangan atau penghapusan pajak penghasilan perusahaan.
3. Pengurangan atau penghapusan pajak impor untuk barang-barang impor
yang berupa aset tetap, bahan mentah, suplai, dan suku cadang.
4. Pengurangan atau penghapusan biaya sewa lahan.
97
LAMPIRAN
1.
Intensive Margin
1. Trade openness
Trade openness mengindikasikan seberapa penting ekspor dan impor
barang dan jasa dalam sebuah perekonomian. Hal tersebut menunjukkan
ketergantungan produsen domestik terhadap permintaan luar negeri serta
konsumen domestik terhadap suplai dari luar negeri. Trade openness
diukur sebagai rasio perdagangan terhadap PDB dengan persamaan sbb.
!" + !"
!"
Keterangan: merupakan total ekspor, merupakan total impor, dan
merupakan
PDB;
merepresentasikan
!"
100
!"
= 100 (
!
1)
!!!
!"# = 100
!"#!!
!"#!!
!
!! !!!
98
!"# =
Keterangan:
!"#
!"
!"#
!"
apakah
sebuah
negara
mengekspor
lebih
banyak
ke
mitra
!"# !"#
!" !"
99
!"
!"
!
!
merupakan total ekspor negara ; !" merupakan nilai impor produk dari
negara ; dan ! merupakan total impor negara .
Trade complementarity index = 100 mengindikasikan mitra dagang
yang ideal; sedangkan trade complementarity index = 0 mengindikasikan
bahwa kedua negara tsb. adalah perfect competitors.
6. Pertumbuhan nilai vs volume
Export value index dan export volume index digunakan untuk melihat
pertumbuhan ekspor yang mungkin dapat disebabkan dari perubahan pada
harga, volume ekspor, ataupun keduanya. Export value index adalah nilai
ekspor (c.i.f) yang dikonversi ke USD dan dinyatakan dalam persentase dari
rata-rata tahun dasar. Export volume index adalah rasio antara export value
index dengan unit value indexnya.
= 100
=
Keterangan:
! merupakan
nilai
!
!!!"""
!
!
ekspor
pada
product
mengevaluasi
potensi
pertumbuhan
ekspor
dengan
100
!"#!!
!
!! !!!
!"#!!
2.
Extensive Margin
1. Jumlah Produk dan Pasar
Indikator ini menghitung jumlah mitra dagang dan produk yang
diekspor suatu negara, yang dihitung pada 6-digit HS level. Partner dagang
dihitung apabila telah terjadi ekspor minimal satu barang dengan nilai min
10,000 USD dan jumlah produk dihitung apabila setidaknya dikirim ke
satu negara dengan nilai setidaknya 10,000 USD. Semakin besar jumlah
produk dan pasar, semakin terdiversifikasi ekspor suatu negara. Selama 1
dekade
Indonesia
mengalami
peningkatan
moderat
dalam
jumlah
product
mengevaluasi
potensi
pertumbuhan
ekspor
dengan
101
!"#!!
!
!! !!!
!"#!!
!!
!!,!
! =
!
!! !,!
Keterangan: !
merupakan
set
produk
!!
!!,!
!! !!,!
yang
diekspor
negara
i ;
102
Quality Margin
1. Muatan teknologi
Indikator ini mengukur muatan teknologi pada ekspor suatu negara
melalui jenis produk ekspornya. Klasifikasi teknologi menggunakan SITC 3
digit berdasarkan Hatzichronoglou (1997) dan Lall (2000). Produk dibagi
menurut lima klasifikasi, yaitu primary, resource-based, low techonology,
medium technology, serta high technology. Sumber data diperoleh dari World
Bank.
2. Kualitas
Kualitas produk didekati dengan unit values dari tiap-tiap produk
ekspor. Hal itu didasari atas asumsi bahwa saat suplai kompetitif, harga
yang tinggi umumnya terkait dengan kualitas yang diferensiasi produk
yang
lebih
tinggi. Perbandingan
unit
value
antarnegara
dilakukan
!"#
!" !"
percentile
90
unit value
komoditi i di waktu
dibandingkan peers.
3. Kecanggihan (Sophistication)
Kecanggihan
ekspor
suatu
negara
diukur
dengan
EXPY
yang
!"
!
!
103
! =
!
!"
!
!" !
!
!
Keterangan:
! =
Keterangan:
!!
!!
!!
!!"
!!
!
!!"
!!
!!
! =
!!
!!"
!!
!
104
4.
Sustainability Margin
a. Export Duration
Indikator ini menunjukkan jumlah hubungan antara produk barupartner dagang dengan nilai perdagangan setidaknya USD 10.000 pada
tahun awal dan jumlah serta prosentase hubungan tersebut yang bertahan
sampai dengan tahun akhir yang ditentukan. Indikator durasi ekspor
dihitung berdasarkan grup standar produk pada HS kode 2002.
=
*100
ditentukan
b. Decomposition of Export Growth Along Trade Margins
Pertumbuhan
ekspor
dapat
dibagi
menjadi
perluasan
arus
perdagangan saat ini (intensive margin) dan penambahan produk baru dan
pasar (extensive margin). Indikator tersebut mengelompokkan semua
pertumbuhan dan kontraksi dari suatu produk ke salah satu dari tujuh
kategori intensive dan extensive margin. Perincian kategorikal tersebut
digambarkan dengan menggunakan diagram batang vertikal. Tiap kategori
dicantumkan pada axis horisontal, sedangkan porsi kategori tersebut pada
total pertumbuhan ekspor dicantumkan pada axis vertikal. Nilai porsi
tersebut bisa positif atau negatif tergantung pada apakah produk yang
diekspor di grup tersebut tumbuh atau kontraksi. Indikator ini dihitung
berdasarkan grup standar produk pada HS kode 2002.
=
{ }
105
= , = , > 0
= , > 0, > 0
> 0, = , > 0
> 0, > 0, = , > 0
Intensive Margin
(1) Increase of existing products in established markets,
(2) Decrease of existing products in established markets,
(3) Extinction of exports of products in established markets,
Extensive Margin
(4) Introduction of new products in new markets,
(5) Introduction of new products in established markets,
(6) Introduction of existing products in new markets,
(7) Product diversification in established markets.
c. Export Suspension and Factor Endowments
Indikator ini mengindentifikasi arus perdagangan yang bernilai
minimal USD 10.000 yang menghilang sejak tahun awal terpilih dan
membandingkan
faktor
intensitas
produk
tersebut
dengan
faktor
106
Pemerintah
No.
Rincian
APINDO
HIPMI Jaya
American Chamber
Anabatic (IT)
10
Matari Advertising
11
12
13
14
15
16
WIKA (liaison)
Kementerian Perdagangan
Kementerian Perekonomian
Kementerian Perindustrian
BKPM
Bappenas
Lembaga Peneliti
CSIS
Lembaga Internasional
IMF
AIPEG
107
Sumber: WITS World Bank, diolah
Sumber: WITS World Bank, diolah
108
10
10
-10
-10
Extensive
Margin
Intensive
Margin
0
-12.87
Indonesia
90
70
-9.48
176.67
80
94.76
80
-69.04
30
5.23
-70
90
70
180
110
130
90
-20
10
-70
-10
Thailand
0.01
Filipina
Extensive
Margin
2.73
0.01
-0.09
Extensive
Margin
70
-0.08
Extinction of exports of
old products in old
markets
Malaysia
-0.3
Introduction of old
products in new markets
Vietnam
Intensive
Margin
110
0.17
0.17
109.1
Extinction of exports of
old products in old
markets
-10
-0.64
10
30
Introduction of old
products in new markets
70
-9.15
98.98
Extensive
Margin
50
-20
5.21
Extinction of exports of
old products in old
markets
70
50
0
Extinction of exports of
old products in old
markets
70
130
110
90
70
50
30
10
-10
-30
Extinction of exports of
old products in old
markets
0.02
Increase of new products
in new markets
90
30
Increase of new products
in new markets
30
110
30
1.01
-0.53
108.73
Introduction of old
products in new markets
30
1.02
Increase of new products
in old markets
90
130
99.05
50
30
180
0.96
Extinction of exports of
old products in old
markets
-10
50
50
0.01
0.96
10
Introduction of old
products in new markets
-10
90
110
Introduction of old
products in new markets
10
Introduction of old
products in new markets
110
99.83
120.14
Intensive
Margin
-20.01
Intensive
Margin
97.27
97.83
-0.47
2.73
Intensive
Margin
99.99
105.04
50
30
-4.97
130
110
90
70
50
30
10
-10
-30
90
70
50
30
10
-10
110
90
70
50
30
10
-10
Tiongkok
109
Sumber: WITS World Bank, diolah
Sumber: WITS World Bank, diolah
Sumber: WITS World Bank, diolah
110
Sumber: WITS World Bank, diolah
111