Anda di halaman 1dari 11

PNEUMONIA

DEFINISI
Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang disebabkan
oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia yang disebabkan
oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan peradangan paru yang
disebabkan oleh nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik,
obat-obatan dan lain-lain) disebut pneumonitis.
EPIDEMIOLOGI
Pneumonia pada anak merupakan infeksi yang serius dan banyak diderita anak- anak
di seluruh dunia yang secara fundamental berbeda dengan pneumonia pada dewasa.
Di Amerika dan Eropa yang merupakan negara maju angka kejadian pneumonia
masih tinggi, diperkirakan setiap tahunnya 30-45 kasus per 1000 anak pada umur
kurang dari 5 tahun, 16-20 kasus per 1000 anak pada umur 5-9 tahun, 6-12 kasus per
1000 anak pada umur 9 tahun dan remaja.2
Di RSU Dr Soetomo Surabaya, jumlah kasus pneumonia meningkat dari tahun-ke
tahun. Pada tahun 2003 dirawat sebanyak 190 pasien. Tahun 2004 dirawat sebanyak
231 pasien, dengan jumlah terbanyak pada anak usia kurang dari 1 tahun (69%). Pada
tahun 2005, anak berumur kurang dari 5 tahun yang dirawat sebanyak 547 kasus
dengan jumlah terbanyak pada umur pada umur 1-12 bulan sebanyak 337 orang.
Kasus pneumonia di negara berkembang tidak hanya lebih sering didapatkan tetapi
juga lebih berat dan banyak menimbulkan kematian pada anak. Insiden puncak pada
umur 1-5 tahun dan
diakibatkan

oleh

menurun dengan bertambahnya usia anak. Mortalitas

bakteremia

oleh

karena

Streptococcus

pneumoniae

dan

Staphylococcus aureus, tetapi di negara berkembang juga berkaitan dengan


malnutrisi dan kurangnya akses perawatan. Dari data mortalitas tahun 1990,
pneumonia merupakan seperempat

penyebab kematian pada anak dibawah 5 tahun dan 80% terjadi di negara
berkembang 4
Pneumonia yang disebabkan oleh infeksi RSV didapatkan sebanyak 40%. Di negara
dengan 4 musim, banyak terdapat pada musim dingin sampai awal musim semi, di
negara tropis pada musim hujan.5
ETIOLOGI
Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri) dan
sebagian kecil disebabkan oleh hal lain misalnya bahan kimia (hidrokarbon, lipoid
substances)/benda asing yang teraspirasi.6
Pola kuman penyebab pneumonia biasanya berbeda sesuai dengan distribusi umur
pasien.7 Sebagian besar kasus pneumonia disebabkan oleh virus, sebagai penyebab
tersering adalah respiratory syncytial virus (RSV), parainfluenza virus, influenza
virus dan adenovirus. Secara umum bakteri yang berperan penting dalam pneumonia
adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenze, Staphylococcus aureus,
Streptococcus group B, serta kuman atipik klamidia dan mikoplasma.
Pada masa neonatus Streptococcus group B dan Listeriae monocytogenes merupakan
penyebab pneumonia paling banyak. Virus adalah penyebab terbanyak pneumonia
pada usia prasekolah dan berkurang dengan bertambahnya usia. Selain itu
Streptococcus pneumoniae merupakan penyebab paling utama pada pneumonia
bakterial. Mycoplasma pneumoniae dan Chlamydia pneumoniae merupakan
penyebab yang sering didapatkan pada anak diatas 5 tahun.2,4,6

8
Tabel 2. Mikroorganisme penyebab pneumonia menurut umur.

Umur

Penyebab yang sering

Penyebab yang jarang

Lahir-20 hari

Bakteria

Bakteria

Escherichia colli

An aerobic organism

Group B streptococci

Group D streptococci

Listeria monocytogenes

Haemophillus influenzae

Streptococcus pneumoniae

3 minggu- 3 Bakteria
bulan

Ureaplasma urealyticum
Bateria

Clamydia trachomatis

Bordetella pertusis

Streptococcus pneumoniae

Haemophillus

Virus

influenza

type B and non typeable


Respiratory syncytial virus

Influenza virus
4 bulan-5 tahun Bakteria

Streptococcus pneumoniae

Clamydia pneumoniae

Mycoplasma pneumoniae

Virus

Respiratory syncytial virus

Influenza virus

Parainfluenza virus

Moxarella catarrhalis

Staphylococcus aureus
Bacteria

Haemophillus

influenza

type B

Moxarella catarrhalis

Neisseria meningitis

Staphylococcus aureus

Virus

Varicella zoster virus

5 tahun- remaja Bakteria

Clamydia pneumoniae

Mycoplasma pneumoniae

Streptococcus pneumoniae

Bakteria

Haemophillus

influenza

type B

Legionella species

Staphylococcus aureus

Virus

Adenovirus

Epstein barr virus

Influenza virus

PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI


Sebagian besar pneumonia timbul melalui aspirasi kuman atau penyebaran langsung
kuman dari saluran respiratorik atas. Hanya sebagian kecil merupakan akibat
sekunder dari viremia/bakteremia atau penyebaran dari infeksi intra abdomen. Dalam
keadaan normal saluran respiratorik bawah mulai dari sublaring hingga unit terminal
adalah steril. Paru terlindung dari infeksi melalui beberapa mekanisme termasuk
barier anatomi dan barier mekanik, juga sistem pertahanan tubuh lokal maupun
sistemik. Barier anatomi dan mekanik diantaranya adalah filtrasi partikel di hidung,
pencegahan aspirasi dengan refleks epiglotis, ekspulsi benda asing melalui refleks
batuk, pembersihan ke arah kranial oleh lapisan mukosilier. Sistem pertahanan tubuh
yang terlibat baik sekresi lokal
imunoglobulin A maupun respon inflamasi oleh sel-sel leukosit, komplemen, sitokin,
imunoglobulin, alveolar makrofag dan cell mediated immunity.7
Pneumonia terjadi bila satu atau lebih mekanisme diatas mengalami gangguan
sehingga kuman patogen dapat mencapai saluran nafas bagian bawah. Inokulasi

patogen penyebab pada saluran nafas menimbulkan respon inflamasi akut pada
penjamu yang berbeda sesuai dengan patogen penyebabnya.
Virus akan menginvasi saluran nafas kecil dan alveoli, umumnya bersifat patchy dan
mengenai banyak lobus. Pada infeksi virus ditandai lesi awal berupa kerusakan silia
epitel dengan akumulasi debris ke dalam lumen. Respon inflamasi awal adalah
infiltrasi sel-sel mononuklear ke dalam submukosa dan perivaskular. Sejumlah kecil
sel-sel PMN akan didapatkan dalam saluran nafas kecil. Bila proses ini meluas,
dengan adanya
sejumlah debris dan mukus serta sel-sel inflamasi yang meningkat dalam saluran
nafas kecil maka akan menyebabkan obstruksi baik parsial maupun total. Respon
inflamasi ini akan diperberat dengan adanya edema submukosa yang mungkin bisa
meluas ke dinding alveoli. Respon inflamasi di dalam alveoli ini juga seperti yang
terjadi pada ruang intersitial yang terdiri dari sel-sel mononuklear. Proses infeksi
yang berat akan mengakibatkan terjadinya denudasi (pengelupasan) epitel dan akan
terbentuk eksudat hemoragik. Infiltrasi ke intersitial sangat jarang menimbulkan
fibrosis. Pneumonia viral pada anak merupakan predisposisi terjadinya pneumonia
bakterial oleh karena rusaknya
barier mukosa. 10,11
Pneumonia bakterial terjadi oleh karena inhalasi atau aspirasi patogen, kadangkadang terjadi melalui penyebaran hematogen. Terjadi tidaknya proses pneumonia
tergantung dari interaksi antara bakteri dan ketahanan sistem imunitas penjamu.
Ketika bakteri dapat mencapai alveoli maka beberapa mekanisme pertahanan tubuh
akan dikerahkan. Saat terjadi kontak antara bakteri dengan dinding alveoli maka akan
ditangkap oleh lapisan cairan epitelial yang mengandung opsonin dan tergantung
pada respon imunologis penjamu akan terbentuk antibodi imunoglobulin G spesifik.
Dari proses ini akan terjadi fagositosis oleh makrofag alveolar (sel alveolar tipe II),
sebagian kecil kuman akan dilisis melalui perantaraan komplemen. Mekanisme

seperti ini terutama penting pada infeksi oleh karena bakteri yang tidak berkapsul
seperti Streptococcus pneumoniae. Ketika mekanisme ini tidak dapat merusak bakteri
dalam alveolar, leukosit PMN dengan aktifitas fagositosisnya akan direkrut dengan
perantaraan sitokin sehingga akan terjadi respon inflamasi. Hal ini akan
mengakibatkan terjadinya kongesti vaskular dan edema yang luas, dan hal ini
merupakan karakteristik pneumonia oleh karena pneumokokus. Kuman akan dilapisi
oleh cairan edematus yang berasal dari alveolus ke alveolus melalui pori-pori Kohn
(the pores of Kohn). Area edematus ini akan membesar secara sentrifugal dan akan
membentuk area sentral yang terdiri dari eritrosit, eksudat purulen (fibrin, sel-sel
lekosit PMN) dan bakteri. Fase ini secara histopatologi dinamakan red hepatization
(hepatisasi merah).
Tahap selanjutnya adalah hepatisasi kelabu yang ditandai dengan fagositosis aktif
oleh lekosit PMN. Pelepasan komponen dinding bakteri dan pneumolisin
melalui degradasi enzimatik akan meningkatkan respon inflamasi dan efek sitotoksik
terhadap semua sel-sel paru. Proses ini akan mengakibatkan kaburnya struktur seluler
paru.
Resolusi konsolidasi pneumonia terjadi ketika antibodi antikapsular timbul dan
lekosit PMN meneruskan aktifitas fagositosisnya; sel-sel monosit akan membersihkan
debris. Sepanjang struktur retikular paru masih intak (tidak terjadi

keterlibatan

instertitial), parenkim paru akan kembali sempurna dan perbaikan epitel alveolar
terjadi setelah terapi berhasil. Pembentukan jaringan parut pada paru minimal.4,7
Pada infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus, kerusakan jaringan
disebabkan oleh berbagai enzim dan toksin yang dihasilkan oleh kuman. Perlekatan
Staphylococcus aureus pada sel mukosa melalui teichoic acid yang terdapat di
dinding sel dan paparan di submukosa akan meningkatkan adhesi dari fibrinogen,
fibronektin, kolagen dan protein yang lain. Strain yang berbeda dari Staphylococcus
aureus akan menghasilkan faktor-faktor virulensi yang berbeda pula. dimana faktor

virulensi tersebut mempunyai satu atau lebih kemampuan dalam melindungi kuman
dari pertahanan tubuh penjamu, melokalisir infeksi, menyebabkan kerusakan jaringan
yang lokal dan bertindak sebagai toksin yang mempengaruhi jaringan yang tidak
terinfeksi. Beberapa strain Staphylococcus aureus menghasilkan kapsul polisakarida
atau slime layer yang akan berinteraksi dengan opsonofagositosis. Penyakit yang
serius sering disebabkan Staphylococcus aureus yang memproduksi koagulase.
Produksi coagulase atau clumping factor akan menyebabkan plasma menggumpal
melalui interaksi dengan fibrinogen dimana hal ini berperan penting dalam
melokalisasi infeksi (contoh: pembentukan abses, pneumatosel). Beberapa strain
Staphylococcus aureus akan membentuk beberapa enzim seperti
nonaktifkan hidrogen peroksida, meningkatkan

catalase

(meng-

ketahanan intraseluler kuman)

penicillinase atau lactamase (mengnonaktifkan penisilin pada tingkat molekular


dengan membuka cincin beta laktam molekul penisilin) dan lipase. 12
Pada pneumonia terjadi gangguan pada komponen volume dari ventilasi akibat
kelainan langsung di parenkim paru. Terhadap gangguan ventilasi akibat gangguan
volume ini tubuh akan berusaha mengkompensasinya dengan cara meningkatkan
volume tidal dan frekuensi nafas sehingga secara klinis terlihat takipnea dan dispnea
dengan tanda-tanda inspiratory effort. Akibat penurunan ventilasi maka rasio optimal
antara ventilasi perfusi tidak tercapai (V/Q < 4/5) yang disebut ventilation perfusion
mismatch, tubuh berusaha meningkatkannya sehingga terjadi usaha nafas ekstra dan
pasien terlihat sesak. Selain itu dengan berkurangnya volume paru secara fungsional
karena proses inflamasi maka akan mengganggu proses difusi dan menyebabkan
gangguan pertukaran gas yang berakibat terjadinya hipoksia. Pada keadaan yang berat
bisa terjadi gagal nafas.13

MANIFESTASI KLINIS
Gejala dan tanda klinis pneumonia bervariasi tergantung kuman penyebab, usia
pasien, status imunologis pasien dan beratnya penyakit. Manifestasi klinis bisa berat
yaitu sesak, sianosis, dapat juga gejalanya tidak terlihat jelas seperti pada neonatus.
Gejala dan tanda pneumonia dapat dibedakan menjadi gejala umum infeksi (non
spesifik), gejala pulmonal, pleural dan ekstrapulmonal. Gejala non spesifik meliputi

demam, menggigil, sefalgia dan gelisah. Beberapa pasien mungkin mengalami


gangguan gastrointestinal
seperti muntah, kembung, diare atau sakit perut.7
Gejala pada paru biasanya timbul setelah beberapa saat proses infeksi berlangsung.
Setelah gejala awal seperti demam dan batuk pilek, gejala nafas cuping hidung,
takipnea, dispnea dan apnea baru timbul. Otot bantu nafas interkostal dan abdominal
mungkin digunakan. Batuk umumnya dijumpai pada anak besar, tapi pada neonatus
bisa tanpa batuk. Wheezing mungkin akan ditemui pada anak-anak dengan
pneumonia viral atau mikoplasma, seperti yang ditemukan pada anak-anak dengan
asma atau bronkiolitis.7,14
Keradangan pada pleura biasa ditemukan pada pneumonia yang disebabkan oleh
Streptococcus pneumoniae dan Staphylococcus aureus, yang ditandai dengan nyeri
dada pada daerah yang terkena. Nyeri dapat berat sehingga akan membatasi gerakan
dinding dada selama inspirasi dan kadang-kadang menyebar ke leher dan perut.7
Gejala ekstra pulmonal mungkin ditemukan pada beberapa kasus. Abses pada kulit
atau jaringan lunak seringkali didapatkan pada kasus pneumonia karena
Staphylococcus aureus. Otitis media, konjuntivitis, sinusitis dapat ditemukan pada
kasus infeksi karena Streptococcus pneumoniae atau Haemophillus influenza.
Sedangkan epiglotitis dan meningitis khususnya dikaitkan dengan pneumonia karena
Haemophillus influenza. 7 Frekuensi nafas merupakan indeks paling sensitif untuk
mengetahui beratnya penyakit.
Hal ini digunakan untuk mendukung diagnosis dan memantau tatalaksana pneumonia.
Pengukuran frekuensi nafas dilakukan dalam keadaan anak tenang atau tidur. WHO
bahkan telah merekomendasikan untuk menghitung frekuensi nafas pada setiap anak
dengan batuk. Dengan adanya batuk, frekuensi nafas yang lebih cepat dari normal
serta adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (chest indrawing), WHO

menetapkannya

sebagai

kasus

pneumonia

berat

di

lapangan

dan

harus

memerlukan perawatan di Rumah Sakit untuk pemberian antibiotik.14-16

\
Tabel 3. Kriteria takipnea menurut WHO
Umur

Laju nafas normal

Takipnea

(frekuensi/menit)

(frekuensi/menit)

0-2 bulan

30-50

= 60

2-12 bulan

25-40

= 50

1-5 tahun

20-30

= 40

> 5 tahun

15-25

= 20

Dikutip dari Gittens MM. Pediatric Pneumonia. Clin Ped Emerg Med J
2002;3(3):200-14
Perkusi toraks tidak bernilai diagnostik, karena umumnya kelainan patologinya
menyebar. Suara redup pada perkusi biasanya karena adanya efusi pleura. Pada
auskultasi suara nafas yang melemah seringkali ditemukan bila ada proses
peradangan subpleura dan mengeras (suara bronkial) bila ada proses konsolidasi.
Ronki basah halus yang khas untuk pasien yang lebih besar, mungkin tidak akan
terdengar untuk bayi. Pada bayi dan balita kecil karena kecilnya volume toraks
biasanya suara nafas saling berbaur dan sulit
diidentifikasi. 7
Secara klinis pada anak sulit membedakan antara pneumonia bakterial dan
pneumonia viral. Namun sebagai pedoman dapat disebutkan bahwa pneumonia
bakterial awitannya cepat, batuk produktif, pasien tampak toksik, lekositosis dan
perubahan nyata

pada pemeriksaan radiologis. Namun keadaan seperti ini kadang-kadang sulit


dijumpai pada seluruh kasus. 10,14 Penggunaan BPS (Bacterial Pneumonia Score)
pada 136 anak usia 1 bulan 5 tahun dengan pneumonia di Argentina yang
mengevaluasi suhu aksilar, usia, jumlah netrofil absolut, jumlah bands dan foto polos
dada ternyata mampu secara
akurat mengidentifikasi anak dengan resiko pneumonia bakterial sehingga akan dapat
membantu klinisi dalam penentuan pemberian antibiotika.17
Perinatal pneumonia terjadi segera setelah kolonisasi kuman dari jalan lahir atau
ascending dari infeksi intrauterin. Kuman penyebab terutama adalah GBS (Group B
Streptococcus) selain kuman-kuman gram negatif. Gejalanya berupa respiratory
distress yaitu merintih, nafas cuping hidung, retraksi dan sianosis. Sepsis akan terjadi
dalam hitungan jam, hampir semua bayi akan mengarah ke sepsis dalam 48
jam

pertama kehidupan. Pada bayi prematur, gambaran infeksi oleh karena GBS

menyerupai gambaran RDS (Respiratory Distress Syndrome). 7

Anda mungkin juga menyukai