Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM

SEDIMENTOLOGI & STRATIGRAFI

Oleh :
Nama

: Brandon Marcelo M.P

NIM

: 410015013

Kelas

: km.3.1

LABORATORIUM SOFT ROCK


JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL
YOGYAKARTA
2015

DAFTAR ISI

Halaman judul..
Daftar isi..
Kata pengantar.
BAB I Pendahuluan.
1.1 Latar belakang ..
1.2 Maksud dan tujuan
a. Analisa Granulometri..
b. Analisa bentuk kerakal.
c. Analisa komposisi butir sedimen.
BAB II Lokasi (Letak & kesampaian)
2.1 Lokasi (data utama ditambah data pendukung).
2.2 Kesampaian (data utama ditambah data pendukung)
BAB III Dasar Teori
3.1 Analisa Granulometri
3.2 Analisa bentuk kerakal..
3.3 Analisa komposisi butir sedimen..
BAB IV Hasil dan Pembahasan.
4.1 Keadaan Lokasi utama dan pendukung ( Foto, arah sungai, keadaan
system DAS sungai) visual & narasi
4.2 Hasil Granulometri.

Hasil (perhitungan dan grafik dari data utama dan data pendukung)
Interpetasi data utama dan data pendukung

4.3 Hasil analisa bentuk butir kerakal.


Hasil (perhitungan dan grafik dari data utama dan data pendukung)
Interpetasi data utama dan data pendukung
4.4 Hasil analisa komposisi butir sedimen

Hasil (perhitungan dan grafik dari data utama dan data pendukung)
Interpetasi data utama dan data pendukung

4.5 Interpetasi mekanisme sedimentasi pada system sungai data utama dan
data pendukung
BAB V Penutup..
5.1 Kesimpulan..
5.2 Kritik & Saran..
Daftar Pustaka

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Alhamdulillahirabbilalamin, banyak nikmat yang Allah Subhanahu wa taala berikan,


tetapi sedikit sekali yang kita ingat. Segala puji hanya untuk Allah atas segala berkat,
rahmat yang sangat besar, laporan Praktikum Sedimentologi dan Stratigrafi ini bisa
saya selesaikan.
Dalam penyusunannya, saya mengucapkan banyak terimakasih kepada rekan rekan
yang telah memberikan bimbingan, dukungan, kasih, dan kepercayaan yang begitu
besar. Dukungan dari keluarga dan juga teman-teman dekat juga membuat saya
bersemangat dalam menyelesaikan laporan ini. Semoga laporan praktikum
Sedimentologi dan Stratigrafi ini memberikan sedikit kebahagiaan dan menuntun
pada langkah yang lebih baik lagi.
Meskipun saya berharap isi dari laporan praktikum saya ini bebas dari kekurangan
dan kesalahan, namun Kesempurnaan itu sepertinya hal yang mustahil. Oleh karena
itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar tugas makalah
praktikum kimia ini dapat lebih baik lagi.
Akhir kata saya mengucapkan terimakasih, semoga hasil laporan praktikum saya ini
bermanfaat.

Yogyakarta, 11 November 2016

Brandon Marcelo.MP

BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Stratigrafi adalah gambaran kondisi suatu jalur daerah yang akan diukur
penampang stratigrafinya, biasanya dipilih terlebih dahulu setelah pemetaan geologi
di lapangan telah berjalan. Jalur penampang stratigrafi yang akan di ukur tersebut
dapat meliputi satu satuan batuan atau lebih, dan sebaliknya pengukuran dapat pula
dilakukan hanya pada sebagian dari suatu batuan, atau bahkan hanya beberapa
perlapisan saja.

I.2.

Maksud dan Tujuan Praktikum


Adapun praktikum Stratigrafi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu

syarat kurikulum semester 3 di Jurusan Teknik Geologi,Sekolah Tinggi Teknologi


Nasional Yogyakarta.
Tujuan dari praktikum Stratigrafi ini adalah :
Agar mahasiswa dapat mengeti lebih dalam tentang ilmu Stratigrafi
Agar mahasiswa dapat mengetahui bentuk Stratigrafi di lapangan
Untuk mempraktekkan dan mendalami materi di kuliah Stratigrafi.

a. Analisa granulometri

- Memisahkan fraksi butiran pasir pada ukuran (diameter) butir tertentu.


- Menentukan harga-harga median diameter, koefisien sortasi, skewness dan
kurtosis.
b. Analisa bentuk krakal
- Menentukan dan mengukur panjang sumbu a, b, dan c.
- Menentukan volume fragmen.
- Identifikasi bentuk fragmen.
- Menentukan harga sphrericity dan roundness.
- Mengetahui tingkat abrasi.
- Mengetahui jarak dan lamanya transportasi.
- Mengetahui mekanisme pengangkutan dan media pengangkut.
- Mengetahui tingkat resistensi.
c. Analisa komposisi butir sedimen
- Melakukan identifikasi partikel penyusun sedimen silisiklastik berukuran
pasir.
- Mengetahui tipe batuan , interpretasi batuan sumber, tingkat kedewasaan,
proses-proses geologi yang berperan terhadap pembentukan dan deposisi
sedimen berdasarkan komposisi penyusunnya.

BAB II
LOKASI (LETAK DAN KESAMPAIAN)

2.1 Lokasi (data utama ditambah data pendukung)

2.2 Kesampaian (data utama ditambah data pendukung)

BAB III
DASAR TEORI

3.1.ANALISA GRANULOMETRI
Analisis granulometri merupakan suatu analisis tentang ukuran butiran
sedimen. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui tingkat resistensi butiran
sedimen terhadap proses-proses eksogenik seperti pelapukan erosi dan abrasi
dari provenance, serta proses transportasi dan deposisinya. Hal-hal tersebut
merupakan variabel penting dalam melakukan suatu interpretasi.
Tingkat resistensi suatu batuan dapat dilihat dari ukuran butirnya. Prosesproses eksogenik akan mengubah bentuk dan ukuran suatu partikel sedimen.
Nah, yang mungkin awalnya runcing-runcing, atau ukuran butirnya masih
gede-gede, lama kelamaan kan seiring waktu akan berubah karena proses
eksogenik itu. Sedangkan proses transportasi dan deposisi memperlihatkan
proses bagaimana agen utama seperti air menggerakkan dan mengendapkan
butiran sedimen.
Menurut Boggs (1987), ada 3 faktor yang mempengaruhi ukuran butir batuan
sedimen, yaitu variasi ukuran butir sedimen asal, proses transportasi, dan
energi pengendapan. Data-data hasil analisis ukuran butir sedimen tersebut
digunakan untuk mengetahui 3 faktor tersebut secara jelas.

Tabel 1.1 Skala dan Konversi Ukuran Butir (modifikasi Wentworth, 1922 dalam
Boggs, 2006)

Material-material sedimen yang terdapat di permukaaan bumi memiliki


ukuran yang sangat bervariasi. Udden (1898) membuat skala ukuran butiran
sedimen, yang kemudian skala tersebut dimodifikasi oleh Wenworth pada
tahun 1922 dan dikenal dengan skala ukuran butir Udden-Wenworth
(1922). Ukuran butiran sedimen yang ditetapkan adalah mulai dari <1/256
hingga >256mm dan terbagi menjadi 4 kelompok besar, yaitu clay, silt,
sand, dan gravel.
Setelah skala Udden-Wenworth banyak digunakan, kemudian Krumbein
(1934) membuat suatu transformasi logaritmik dari skala tersebut yang
kemudian dikenal dengan skala phi = log d, dengan d adalah ukuran
butir dalam mm. Skala phi akan menghasilkan nilai positif dan nilai negatif.
2

Semakin besar ukuran butir dalam mm, maka nilai phi akan semakin negatif.
Sebaliknya, semakin kecil ukuran butir dalam mm, maka nilai phi akan
semakin positif. Krumbein memilih logaritma negatif dari ukuran butir (mm)
karena ukuran pasir dan butiran halus lebih sering dijumpai pada batuan
sedimen.
Analisis distribusi ukuran sedimen dapat dilakukan dengan cara melakukan
pengukuran langsung terhadap material sedimen berukuran gravel, dan
pengayakan kering pada material sedimen berukuran pasir dan lempung.
Untuk mendapatkan sampel yang mampu mewakili semua sampel itu sendiri,
maka dilakukan splitting. Metode splittingyang digunakan dalam praktikum
adalah quartering. Quartering dilakukan dengan cara menuangkan sampel
melalui suatu corong di atas karton yang disilangkan saling tegak lurus
sehingga sampel akan terbagi dalam 4 kuadran. Proses ini diulang-ulang
hinggai diperoleh berat sampel yang diinginkan.
Ada beberapa metode atau cara yang dilakukan untuk menganalisis distribusi
ukuran butir, yaitu cara grafis dan cara matematis. Analisis yang dilakukan
bertujuan untuk mendapatkan beberapa parameter. Parameter nilai pada
pengukuran butir sedimen antara lain ukuran butir rata-rata (mean),
keseragaman butir (sorting), skewness, dan kurtosis. Parameter tersebut
dapat ditentukan nilainya berdasarkan perhitungan secara grafis maupun
secara matematis. Perhitungan secara grafis menggunakan persamaan yang
berdasarkan nilai phi pada sumbu horizontal kurva prosentase frekuensi
kumulatif. Sedangkan perhitungan matematis menggunakan rumus umum
momen pertama dengan asumsi bahwa kurva distribusi frekuensinya bersifat
normal (Gaussian).
Cara Grafis
Cara grafis dilakukan setelah melakukan pengayakan dan penimbangan
terhadap butiran sedimen. Butiran sedimen yang diayak dan ditimbang
berukuran pasir halus hingga pasir kasar. Setelah dilakukan pengayakan dan
penimbangan, data-data tersebut diplot dalam beberapa grafik dan
histogram. Salah satunya adalah kurva frekuensi kumulatif yang digunakan
untuk menentukan nilai phi pada persentil tertentu yang kemudian
dimasukkan dalam rumus moment. Rumus-rumus yang digunakan dalam
cara grafis adalah:
Median
Median adalah ukuran butir partikel tepat pada tengah-tengah populasi, yang
berarti separuh dari berat keseluruhan partikel adalah lebih halus sedangkan
separuh lainnya lebih kasar dari ukuran butir tersebut. Median dapat dilihat
secara langsung dari kurva komulatif, yaitu nilai phi pada titik dimana kurva
komulatif memotong nilai 50%.

Mode
Mode merupakan ukuran butir yang frekuensi kemunculannya paling sering
(paling banyak). Nilai mode adalah nilai phi pada titik tertinggi kurva
frekuensi.
Mean
Mean adalah nilai rata-rata ukuran butir. Pada umumnya ukuran butir ini
dinyatakan dalam phi ataupun dalam satuan mm.
Sortasi
Sortasi adalah nilai standar deviasi distribusi ukuran butir (sebaran nilai di
sekitar mean). Parameter ini menunjukkan tingkat keseragaman butir.
NilaiStandardDeviasi

Klasifikasi

<0,35

Verywellsorted

0,350,50

Wellsorted

0,500,71

Moderatelywellsorted

0,711,00

Moderatelysorted

1,002,00

Poorlysorted

2,004,00

Verypoorlysorted

>4,00

Extremelypoorlysorted

Skewness (Sk)
Skewness menyatakan derajat ketidaksimetrian suatu kurva. Bila Sk berharga
positif maka sedimen yang bersangkutan mempunyai jumlah butir kasar lebih
banyak dari jumlah butir yang halus dan sebaliknya jika berharga negatif
maka sedimen tersebut mempunyai jumlah butir halus lebih banyak dari
jumlah butir yang kasar.

Sk =
1

NilaiSkewness

Klasifikasi

+1.0sd+0,3

Veryfineskewness

+0,3sd+0,1

Fineskewness

+0,1sd0,1

Nearsymmetrical

0,1sd0,3

Coarseskewness

0,3sd1,0

Verycoarseskewness

Kurtosis
Kurtosis dapat menunjukan harga perbandingan antara pemilahan bagian
tengah terhadap bagian tepi dari suatu kurva. Untuk menentukan harga K
digunakan rumus yang diajukan oleh Folk (1968)

>3,00

NilaiKurtosis

Klasifikasi

<0,67

Veryplatycurtic

0,670,90

Platycurtic

0,901,11

Mesokurtic

1,111,50

Leptokurtic

1,503,00

Veryleptokurtic
Extremelyleptokurtic

3.2 ANALISA BENTUK KRAKAL


Kita tahu bahwa terdapat beberapa jenis ukuran butir sedimen, mulai dari
lempung, lanau, pasir hingga gravel. Analisis morfologi butir pasir ini
dimaksudkan agar kita dapat menganalisis morfologinya berdasarkan
metode-metode tertentu, dan juga mengetahui proses-proses geologi apa saja
yang mempengaruhi perubahan morfologi butirnya. Ya contohnya saja proses
eksogenik seperti pelapukan, erosi, dan transportasi. Umunya proses-proses
eksogenik itu kan bisa merubah morfologi butir-butir itu, mungkin ada yang
awalnya runcing-runcing, lama kelamaan akan menjadi rounded. Biasanya
pada ilmu Sedimentologi, ada beberapa perhitungan yang dilakukan supaya
kita dapat mengklasifikasikan butir-butir itu termasuk ke dalam kategori apa.
Nanti dibahas di bagian selanjutnya
Tujuannya dilakukan analisis kayak gini ya biar kita juga tahu dan ingat, apaapa aja sih bentuk-bentuk material sedimen itu, terutama yang berukuran
pasir. Terus juga kita bisa tahu morfologinya itu ada kategorinya, yaitu aspek
bentuk (form), derajat kebolaan (sphericity), dan derajat kebundaran
(roundness)
Berdasarkan buku teks sedimentologi seperti yang telah dibahas oleh
Pettijohn (1975), Fritz & Moore (1988), Tucker (1991), Boggs (1987, 1992) dan
beberapa sumber lainnya, aspek tekstur sedimen yang utama adalah
morfologi butir yang memiliki keterkaitan dengan sortasi.
Tucker (1991) menyatakan bahwa aspek morfologi butir adalah bentuk
(form), derajat
kebolaan
(sphericity) dan
derajat
kebundaran
(roundness), namun pernyataan yang berbeda dikemukakan oleh Pettijohn
(1975) dan Boggs (1992), yang menekankan bahwa sphericity merupakan
metode untuk menyatakan suatu bentuk (form), sehingga aspek morfologi
butirnya terdiri dari bentuk (form), kebundaran (roundness), dan tekstur
permukaan.
Bentuk Butir
Bentuk butir (form) merupakan keseluruhan kenampakan partikel secara tiga
dimensi yang berkaitan dengan perbandingan antara ukuran panjang sumbu
terpanjang (a), sumbu menengah (b), dan sumbu terpendek (c). Untuk
menentukan bentuk butir ini, Zingg memperkenalkan suatu metode untuk
mendefinisikan bentuk butirnya. Caranya adalah dengan menggunakan
perbandingan
antara b/a dan c/b.
Setelah
mendapatkan
nilai
perbandingannya, klasifikasi bentuk butir terbagi dalam empat bentuk,
yaitu oblate, prolate, bladed, dan equant.

Apabila dilihat dari aspek geometri bentukan dari butiran pasir tersebut,
bentuk prolatedan equant cenderung lebih mudah untuk tertransportasi
daripada bentuk oblate dan bladed.

Gambar 1. Klasifikasi butiran kerakal berangkal berdasarkan


perbandingan antar sumbu (Zingg, 1935, diambil dari Pettijohn, 1975
dengan modifikasi)
No. Kelas

b/a

c/b

Kelas

>2/3

< 2/3

Oblate (discoidal)

II

> 2/3

> 2/3

Equant (Equiaxial/spherical)

III

< 2/3

< 2/3

Bladed (Triaxial)

IV

< 2/3

> 2/3

Prolate (Rod-shaped)

Tabel III. 2. 1. Klasifikasi bentuk butir menurut Zingg (1935).

Sphericity
Sphericity merupakan ukuran butiran hingga mendekati bentuk bola
(Surjono, 2011) < . Semakin tinggi nilai sphericity, maka butiran tersebut
semakin menyerupai bentuk bola. Menurut Wadell (1932), rumus untuk
mencari
nilai sphericityadalah.. Rumus
tersebut
kemudian
dikembangkan oleh Krumbein (1941) yang mengasumsikannya ke dalam
bentuk sumbu length (D ,panjang), intermediate (D , menengah), dan short
(D , pendek), dengan rumus
Rumus yang diajukan Krumbein (1941) ini disebut dengan intercept
sphericityyang dapat dihitung dengan mengukur sumbu-sumbu panjang,
menengah dan pendek suatu partikel dan memasukkan pada rumus tersebut.
Sneed & Folk (1958) menganggap bahwa intercept sphericity tidak dapat
secara tepat menggambarkan perilaku butiran ketika diendapkan. Butiran
yang dapat diproyeksikan secara maksimum mestinya diendapkan lebih
cepat, misalnya bentuk prolate seharusnya lebih cepat mengendap
dibandingkan oblate, tetapi dengan rumus tersebut, justru didapatkan nilai
yang terbalik. Untuk itu mereka mengusulkan rumusan tersendiri
pada sphericity yang dikenal dengan maximum projection sphericity ( p)
atau sphericity proyeksi maksimum. Secara matematis p dirumuskan sebagai
perbandingan antara area proyeksi maksimum bola dengan proyeksi
maksimum partikel yang mempunyai volume sama.
Dengan tanpa mempertimbangkan bagaimana sphericity dihitung, Boggs
(1987) menyatakan bahwa hasil perhitungan sphericity yang sama terkadang
dapat diperoleh pada semua bentuk butir
L

Roundness
Roundness merupakan ketajaman pinggir dan sudut suatu material sedimen
klastik. Menurut Wadell (1932), pengukuran roundness suatu butir dilakukan
dengan cara mengukur masing-masing sudut butiran tersebut, kemudian jarijari kelengkungan butiran tersebut dibandingkan dengan jari-jari lingkaran
maksimum yang dapat dimasukkan pada butiran tersebut.
Menurut Folk (1968) pengukuran sudut-sudut tersebut hampir tidak
mungkin bisa dipraktekkan, sedangkan Boggs (1987) menegaskan bahwa cara
tersebut memerlukan waktu yang banyak untuk kerja di laboratorium dengan
harus
dibantu alat circular protractor atau electronic particle-size
analyzer. Untuk mengatasi hal tersebut, maka Krumbein (1941) membuat
suatu table visual roundness), agar penentuan roundnessbutiran dapat
dilakukan dengan cara dengan membandingkan kenampakan (visual
comparison).
Ada beberapa hal yang menentukan roundness butiran pada endapan
sedimen, yaitu bentuk batuan asal, komposisi butiran, ukuran butir, proses
transportasi, dan jarak transportnya (Boggs, 1987). Apabila sifat fisik suatu
butiran sangat resisten (kuarsa dan zircon), maka akan sangat sulit membulit
apabila tertransport dibandingkan dengan butiran yang kurang keras seperti

feldspar dan piroksen. Butiran dengan ukuran kerikil hingga berangkal


biasanya lebih mudah membulat dibandingkan dengan ukuran pasir.
Sementara itu mineral yang resisten dengan ukuran butir lebih kecil dari 0,05
0,1 mm tidak menunjukkan perubahan roundness oleh semua jenis
transport sedimen (Boggs, 1987). Berdasarkan hal tersbeut, maka perlu
diperhatikan untuk melakukan pengamatan roundness pada batuan atau
mineral yang sama dan kisaran butir yang sama besar.

3.3 ANALISA KOMPOSISI BUTIR SEDIMEN


Tucker (1991) menyatakan bahwa batuan sedimen dapat dibagi menjadi 4kelompok
berdasarkan proses pembentukannya. Kelompok pertama adalahsedimen siliklastik
atau disebut juga terrigenous atau epiklastik yaitu sedimenyang terdiri dari fragmenfragmen yang berasal dari batuan yang telah adasebelumnya yang tertransportasi dan
terdeposisi melalui proses fisik. Contohbatuannyaadalah konglomerat, breksi,
batupasir dan mudrocks Kelompok kedua adalah sedimen hasil kegiatan biogenik,
biokimia dan organik.
Contoh batuannya adalah batugamping, deposit fosfat,batubara,dan chert.
Kelompok ketiga adalahsedimen hasil proses kimiawi, contohnya deposit evaporit.
Kelompok keempatadalah sedimen volkaniklastik, yaitu sedimen yang terbentuk
oleh fragmen batuanhasil kegiatan vulkanik. Masing-masing jenis batuan sedimen
tersebut di atasmemiliki komposisi partikel sedimen yang berbeda-beda.Informasi
mengenai komposisi partikel sedimen antara lain
dapatdimanfaatkanuntuk menentukan:
a.nama sedimen/batuan sedimen
b.mekanisme/proses pembentukan dan/atau pengendapannya
c.lingkungan pengendapan
d.asal sumber batuan (provenance)
e.iklim pada saat sedimen tersebut terbentuk Selain itu komposisi partikel
sedimen juga diperlukan dalam aplikasinyauntuk keperluan ekonomi seperti dalam
bidang eksplorasi minyak dan gas bumi,bahan galian, dll.
Tabel 3.1 mineral dan fragmen batuan yang sering hadir pada batuan sedimen (Boggs,
2006).
Mineral utama (kelimpahan >1-2%)
Mineral stabil (memiliki resistensi yang besar terhadap dekomposisi secara
kimiawi) :
Kuarsa-menyusun sekitar 65% dari keseluruhan butiran pada batupasir dan sekitar
30% pada serpih.

Mineral kurang stabil


Feldspar termasuk K-feldspar (orthoclase, micrroline, sanidine, anorthoclase )
dan plagioklas (albit, oligoklase, andesine, labradorite, bytownite, anorthite),
menyusun sekitar10-15% dari total butiran pada batu pasir dan sekitar 5% pada
serpih.
Mineral lempung dan mika halus mineral lempung termasuk grup kaolin, grup
illite, grup smectite dan grup klorit. Mika halus pada prinsipnya adalah muskovit
(serisit) dan biotit; kelimpahannya sedikit pada batupasir sebagai matrik, namun
menyusun >60% mineral penyusun serpih.
Mineral aksesori (kelimpahan <1-2%)
Mika kasar prinsipnya adalah muskovit dan biotit.
Mineral berat (berat jenis > -2.9)
Mineral stabil non opak zircon, tourmaline, rutile, anatase.
Mineral metastabil non opak amphiboles, pyroxene, chlorites, garnet,
apatite, staurolite, epidote, olivine, sphene, zoisite, clinozoite, topaz, monazite.
Mineral stabil opak hematite, limonite.
Mineral metastabil opak magnetite, ilminite, leucoxene.
Fragmen batuan (menyusun sekiitar 10-15% dari butiran silisiklastik pada
batupasir dan sebagian besar berukuran kerakal pada konglomerat, sedangkan
serpih hanya mengandung sedikit fragmen batuan).
Fragmen batuan beku butiran berbagai macam batuan beku sangat mungkin
dijumpai pada konglomerat, namun demikian fragmen dari batuan vulkanik
berbutir Kristal halus adalah yang paling sering dijumpai pada batuapsir.
Fragmen batuan metamorf dapat tersusun oleh berbagai macam batuan
metamorf, namun demikian klastika metaquarzite, schist, phylite, slate, dan
argillite merupakan yang paling sering hadir dalam batuapasir.
Fragmen batuan sedimen dapat tersusun oleh berbagai macam batuan sedimen
dalam konglomerat, klastika batupasir halus, batu lanau, serpih dan chert
merupakan yang paling umum dijumpai pada batupasir, sedangkan klastika
batugamping jarang dijumpai pada batupasir.
Mineral kimiawi (kelimpahan bervariasi, presipitasi dari larutan di dalam
cekungan).
Silica didominasi oleh kuarsa, dan termasuk didalamnya kuarsa mikro (chert),
opal.
Karbonat didominasi oleh kalsit, dolomite, aragonite, siderite.
Sulfate dan garam anhydrite, gypsum, barite, halit.
Oksida besi hematite, limonite, goethite.

Menurut Folk (1968) kelimpahan butiran (mineral) dalam batuan sedimen


dipengaruhi oleh :

Ketersediaan. Mineral halus hadir dalam jumlah yang melimpah pada daerah
sumber. Tidak aka nada arkose dari hasil erosi batu gamping atau kerikil chert
dari erosi granit. Demikian pula dengan ketidakhadiran feldspar mungkin
bukan karena batuan sesumber terletak pada iklim yang lembab (tropis)
namun dapat juga karena fakta bahwa batuan sesumbernya merupakan batu

pasir yang lebih tua, filit atau sekis.


Daya tahan mekanik (durabilitas mekanik partikel) adalah ketahanan
terhadap abrasi. Ketahanan mekanik dipengaruhi oleh hadir tidaknya belahan
dan juga kekerasan. Abrasi dalam waktu yang panjang tidak akan terjadi pada

mineral yang lunak atau mudah terbelah.


Stabilitas kimiawi partikel. Stabilitas terhadap pelarutan dan pelapukan
selama proses transportasi, deposisi maupun diagenesa. Mineral yang
terbentuk akhir dalam pembentukan batuan beku atau terbentuk pada fase
kristalisasi akhir dimana kondisi suhunya lebih dingin dan lebih hydrous akan
menjadi mineral yang lebih stabil pada batuan sedimen contohnya adalah
mineral kuarsa. Kestabilan mineral tersebut disebabkan oleh kondisi awal
pembentukannya lebih dekat dengan kondisi lingkungan pengendapan yang
relative bersuhu dingin dan basah. Tingkat kestabilan kimia pada mineral
kurang lebih merupakan kebalikan dari seri pembekuan pada seri reaksi
Bowens (Bowens reaction series), namun kondisi kimiawi secara local dapat
mempengaruhi urutannya.

Selain itu factor lain yang dapat berpengaruh adalah :

Iklim : Pelarutan mineral lebih intensif pada daerah dengan iklim yang

bersifat panas dan lembab (humid) dibandingkan dengan daerah arid.


Relief daerah asal batuan sumber : Mineral yang tidak stabil akan tetap
ditemukan di daerah denagn relief tinggi karena selalu ada suplai mineral dari
batuan segar walaupun tingkat pelapukannya tinggi, sedangkan daerah dengan

relief rendah umumnya batuan segarnya sudah tertutup batuan yang lapuk

sehingga hanya mineral yang stabil yang masih tersisa kemudian tertransport.
Proses sedimentasi : Seperti sistem arus yang membawa partikel, adanya
benturan saat transportasi dan factor hidrolik misalnya berat jenis mineral.

Pemanfaatan informasi komposisi partikel sedimen untuk mengetahui pengaruh


dari factor-faktor tersebut diatas dikenal sebagai studi provenance. Studi ini adalah
studi mengenai asal usul atau kemunculan sedimen (Pettijohn et al.,1987). Untuk
studi provenance umumnya digunakan analisa kehadiran mineral berat dan mineral
ringan. Pada praktikum ini untuk studi provenance dipergunakan mineral ringan
dalam hal ini adalah kuarsa, feldspar, dan fragmen batuan.
Tipe batuan dan indek kematangan dapat diturunkan dari perbandingan (rasio)
kuarsa / feldspar dan kuarsa / (feldspar + fragmen batuan) atau Q/F dan Q/(F+L)
seperti yang diusulkan oleh Pettijohn (1957) pada table 3.2. serta dengan melihat
contoh aplikasi studi provenance dengan menggunakan rasio Q:F:L adalah seperti
pada gambar 3.1 dan 3.2.
Average
Rock Type

Q/F

Q (kuarsa + chert) /
(F+L)

Arkosic sandstone

1.1

1.1

Graywack

2.7

1.2

Lithic sandstone

9.8

2.3

Orthoquarzite

>10.0

Sandstone

5.8

9.6

Tabel 3.2. rasio Q/F dan Q/ (F+L) yang menunjukan tipe batuan dan indek
kematangan (Pettijohn, 1957).

Dalam menggunakan table rasio Q/F perlu dicatat bahwa rasio tersebut tidak terlalu
sesuai untuk pasir yang berasal dari daerah dengan batuan yang miskin feldspar.
Kurangnya kandungan feldspar akan mengakibatkan tingginya rasio Q/F. Batuan
dengan tingkat kematangan tinggi akan memiliki prosentase kuarsa yang tinggi
seperti pada orthoquarzite (quartzite arenite). Kematangan ini juga akan berkaitan
dengan nilai sortasi dan kebundaran dari partikel (roundness). Semakin matang maka
sortasi semakin baik dan semakin membundar.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Keadaan Lokasi utama dan pendukung ( Foto, arah sungai, keadaan system
DAS sungai) visual & narasi

4.2 Hasil Granulometri

Hasil (perhitungan dan grafik dari data utama dan data pendukung)
Interpetasi data utama dan data pendukung

4.3 Hasil analisa bentuk butir kerakal

Hasil (perhitungan dan grafik dari data utama dan data pendukung)
Interpetasi data utama dan data pendukung

4.4 Hasil analisa komposisi butir sedimen

Hasil (perhitungan dan grafik dari data utama dan data pendukung)
Interpetasi data utama dan data pendukung

4.5 Interpetasi mekanisme sedimentasi pada system sungai data utama dan data
pendukung

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
5.2 Kritik & Saran

Anda mungkin juga menyukai