Azolla sp.
Nama Azolla berasal dari bahasa Yunani azo (mengering) dan allyo
(membunuh) berarti tanaman yang mati ketika mengering. Genus Azolla
dikemukakan oleh J. B. Lamark di awal 1783 (Svenson, 1944 diacu oleh Raja
dkk., 2012) ditempatkan di famili Salvinaceae dari ordo Salviniales. Namun para
taksonom sekarang telah menempatkannya pada famili Azollaceae (Konar dan
Kapoor, 1972 diacu oleh Raja dkk., 2012).
Berdasarkan Integrated Taxonomic Information System (2012), Azolla
microphylla memiliki klasifikasi sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Division
: Tracheophyta
Class
: Polypodiopsida
Order
: Salviniales
Family
: Azollaceae
Genus
: Azolla
Species
: Azolla microphylla
spesies kecil seperti Azolla pinnata, mencapai 6 inchi (15 cm) atau lebih untuk
Azolla nilotica dan Azolla filiculoides (Ferentinos dkk., 2002).
daun Azolla mencapai ukuran tertentu berdasarkan jenis spesies dan lingkungan,
umumnya diameter 1 hingga 2 cm, batang sekunder yang tua terlepas dari batang
utama sebagai hasil bentukan lapisan yang diamputasi, yang menyebabkan
tumbuhnya individu baru (Hasan dan Chakrabarti, 2009).
pertumbuhan.
Perlambatan
pertumbuhan
dianggap
proses
Timbal (Pb)
Timbal (Pb) merupakan unsur ke lima dalam golongan (IV)A pada sistem
periodik, memiliki nomor atom 82, berat atom 207,19, dan valensi 2 dan 4. Ratarata ketersediaan Pb di kerak bumi ialah 13 ppm, di tanah berkisar 2,6 hingga 25
ppm, di sungai 3 g/l, dan di air tanah umumnya 0,1 mg/l. Timbal diperoleh
terutama dari galena (PbS), yang biasanya digunakan untuk baterai, amunisi,
solder, pipa, zat warna, insektisida, campuran logam, dan juga digunakan pada
bensin (Standard Methods Committee, 1997). Timbal secara umum, tidak
mengalami bioakumulasi dan tidak meningkatkan konsentrasi logam pada rantai
makanan. Timbal terikat kuat pada partikel lingkungan seperti tanah, sedimen, dan
endapan lumpur. Karena rendahnya kelarutan dari kebanyakan garam-garam,
timbal cenderung mengendap di luar larutan kompleks (European Comission
Directorates General, 2002).
Timbal pada perairan ditemukan dalam bentuk terlarut dan tersuspensi.
Kelarutan timbal tergolong rendah sehingga kadar timbal dalam air relatif rendah.
Kadar dan toksisitas timbal dipengaruhi oleh kesadahan, pH, alkalinitas, dan DO.
Timbal tidak termasuk unsur yang essensial bagi makhluk hidup, bahkan unsur ini
bersifat toksik bagi hewan dan manusia karena dapat terakumulasi pada tulang.
Toksisitas timbal terhadap tumbuhan relatif lebih rendah dibandingkan dengan
unsur renik yang lain. Toksisitas timbal terhadap organisme akuatik berkurang
dengan meningkatnya kesadahan dan DO. Kadar timbal yang berkisar antara 0,1
8,0 ppm dapat menghambat pertumbuhan mikroalgae Chlorella saccharophilla
(Effendi, 2003).
Walaupun timbal tidak mengalami bioakumulasi pada kebanyakan
organisme, tetapi dapat terakumulasi pada makanan biota terutama pada partikel,
contohnya kepah dan cacing. Organisme-organisme ini sering memiliki protein
khusus pengikat logam yang menyerap logam dari lingkungan ke dalam tubuh
mereka. Penyebaran timbal pada hewan dipengaruhi oleh metabolisme kalsium.
Pada kerang, konsentrasi timbal lebih tinggi pada cangkang dari pada jaringan
yang lunak. Selain itu, pada avertebrata akuatik adaptasi terhadap kondisi rendah
oksigen dapat terhambat oleh tingginya konsentrasi timbal. Pada ikan lumbalumba, timbal ditransfer dari induk ke anak selama perkembangan janin dan masa
menyusui. Ikan pada tahap muda lebih rentan pada timbal dibanding masa dewasa
atau telur. Gejala umum akibat pencemaran timbal termasuk cacat tulang belakang
dan menghitamnya bagian ekor. Batas maksimum pencemar yang dapat diterima
oleh spesies terhadap timbal anorganik telah ditentukan untuk beberapa spesies
pada kondisi berbeda dan menghasilkan nilai berkisar antara 0,04 mg/l hingga
0,198 mg/l. Senyawa organik lebih toksik terhadap ikan dari pada timbal dalam
bentuk unsur (anorganik). Ditemukan bukti bahwa telur kodok dan katak sensitif
terhadap konsentrasi timbal yaitu kurang dari 1,0 mg/l pada genangan air dan 0,04
mg/l pada air mengalir, telah diamati perkembangan dan penetasan telur menjadi
terhambat. Pada katak dewasa, tidak ada efek signifikan pada larutan dengan
konsentrasi di bawah 5 mg/l, tetapi timbal 10 mg/kg dalam makanan memberikan
beberapa efek biokimia (European Comission Directorates General, 2002).
Timbal diserap baik oleh tanah sehingga pengaruhnya terhadap tumbuhan
relatif kecil (Effendi, 2003). Pemindahan ion pada tumbuhan bersifat terbatas dan
kebanyakan timbal terikat pada akar atau permukaan daun. Hasilnya, pada banyak
studi eksperimen toksisitas timbal, konsentrasi timbal yang tinggi pada kisaran
100 hingga 1.000 mg/kg tanah dibutuhkan untuk menyebabkan efek toksik yang
tampak pada fotosintesis, pertumbuhan, atau parameter lain. Oleh karena itu,
timbal diduga hanya mempengaruhi tumbuhan pada lokasi lingkungan dengan
konsentrasi timbal yang sangat tinggi (European Comission Directorates General,
2002).
Kualitas Air
Lingkungan perairan dengan kualitas airnya dianggap sebagai faktor
utama yang mengendalikan keadaan kesehatan dan penyakit pada ikan budidaya
dan ikan liar. Pencemaran lingkungan perairan oleh bahan organik dan anorganik
merupakan kebanyakan faktor yang menjadi ancaman serius terhadap kehidupan
organisme akuatik termasuk ikan (Saeed dan Shaker, 2008). Limbah cair oleh
pertanian mengandung pestisida dan pupuk, buangan limbah aktifitas industri dan
dengan tambahan pembuangan limbah domestik meningkatkan suplai bahan
organik dan logam berat dengan jumlah yang sangat besar di badan air dan
sedimen (European Comission Directorates General, 2002).
Ion logam dapat masuk ke rantai makanan dan terkonsentrasi pada
organisme akuatik pada tingkatan yang mempengaruhi keadaan fisiologis mereka.
Beberapa pencemar yang efektif di antaranya ialah logam berat yang memiliki
dampak lingkungan yang drastis pada semua organisme. Logam transisi seperti
Zn, Cu, dan Fe memiliki peran biokimia pada proses kehidupan semua tanaman
dan hewan akuatik, oleh karena itu logam-logam tersebut esensial di lingkungan
perairan dengan jumlah sedikit (Saeed dan Shaker, 2008). Gasic dan Korban
(2006) menjelaskan bahwa besi, tembaga, seng, kobalt, dan nikel merupakan
mikronutrien esensial yang sangat dibutuhkan oleh aktifitas sejumlah besar
protein yang terkait dalam menopang pertumbuhan dan pengembangan
organisme. Namun pada konsentrasi berlebihan, ion metal ini dapat merugikan
organisme. Hal ini menjelaskan bahwa tidak ada unsur yang selalu beracun, yang
perlu diperhatikan adalah data dosis-respon (Marschner, 1995 diacu oleh
Appenroth 2010).
Air permukaan dan air tanah bisa terkontaminasi dengan logam dari
pembuangan air limbah atau kontak langsung dengan tanah, lumpur, limbah
pertambangan, dan puing yang terkontaminasi logam. Padatan bantalan logam
pada lokasi yang terkontaminasi berasal dari sumber yang berbeda-beda dalam
bentuk emisi udara, proses limbah padat, lumpur atau tumpahan. Sumber
pencemar mempengaruhi keberagaman dari lokasi yang terkontaminasi pada skala
makroskopik dan mikroskopik. Perbedaan konsentrasi pencemar dan matriks
mempengaruhi resiko yang terkait dengan logam pencemar dan pilihan
pengolahan (Evanko dan Dzombak, 1997).
Sumber utama kontaminasi timbal (Pb) dalam industri di antaranya
peleburan dan pemrosesan logam, produksi logam sekunder, pembuatan batere
timbal, pembuatan zat warna dan bahan kimia, dan limbah terkontaminasi timbal.
Kontaminasi yang menyebar disebabkan sisa penggunaan timbal pada bensin juga
menjadi perhatian. Timbal yang dibuang ke air tanah, air permukaan dan tanah
biasanya timbal dalam bentuk unsur, oksida dan hidroksida timbal, dan logam
timbal oxyanion kompleks. Proses utama mempengaruhi perjalanan timbal pada
tanah termasuk adsorpsi, pertukaran ion, presipitasi, dan kompleksasi penyerapan
zat organik. Proses ini membatasi jumlah timbal yang dapat ditransport ke air
permukaan dan air tanah. Senyawa timbal organik tetramethyl yang relatif volatil
dapat terbentuk dalam sedimen secara anaerob disebabkan hasil alkilasi oleh
mikroorganisme (Smith dkk., 1995 diacu oleh Evanko dan Dzombak, 1997).
Fitoremediasi
Remediasi yang diartikan sebagai perbaikan lingkungan secara umum
diharapkan dapat menghindari resiko-resiko yang ditimbulkan oleh kontaminasi
tanaman
untuk
menyerap,
mengikat,
mengeluarkan,
atau
tanaman, tetapi memberikan jumlah yang lebih besar dari logam yang diakumulasi
secara keseluruhan. Kedua, tumbuhan pengakumulasi logam harus responsif
untuk praktek budidaya yang memberikan penanaman dan panen dari jaringan
yang kaya logam. Dengan demikian, lebih baik logam terakumulasi di tunas
daripada di akar, karena logam pada tunas bisa dipotong dan dibuang. Hal ini
dapat dikelola pada skala kecil, tapi tidak berguna pada skala besar. Jika logam
terkonsentrasi pada akar, seluruh tumbuhan harus dibuang. Namun, membuang
seluruh tumbuhan tidak hanya meningkatkan biaya fitoremediasi, karena
dibutuhkan pekerja dan tumbuhan yang lebih, tetapi juga meningkatkan waktu
yang dibutuhkan bagi tumbuhan baru untuk berkembang dalam lingkungan dan
memulai akumulasi logam (Melinda dan Sigua, 2013).