Anda di halaman 1dari 7

Kerusuhan Ambon dan Poso (1999)

Peristiwa kerusuhan di Ambon (Maluku) diawali dengan terjadinya perkelahian antara salah seorang
pemuda Kristen asal Ambon yang bernama J.L, yang sehari-hari bekerja sebagai sopir angkot
dengan seorang pemuda Islam asal Bugis, NS, penganggur yang sering mabuk-mabukan dan
sering melakukan pemalakan (istilah Ambon "patah" ) khususnya terhadap setiap sopir angkot yang
melewati
jalur
Pasar
Mardika

Batu
Merah.
Saat itu tanggal 19 Januari 1999, masih dalam hari raya Idul Fitri (hari kedua), pemuda Bugis NS
bersama temannya seorang pemuda Bugis lain bernama T, melakukan pemalakan di Batu Merah
terhadap pemuda Kristen J.L selama beberapa kali ketika J.L mengendari angkotnya dari jurusan
Mardika Batu Merah. Namun permintaan kedua pemuda Bugis tersebut tidak dilayaninya, karena
J.L belum mempunyai uang, mengingat belum ada penumpang yang dapat diangkutnya, karena hari
itu
hari
raya
Idul
Fitri.
Permintaan dengan desakan yang sama dilakukan oleh pemuda NS hingga kali yang ketiga saat
pemuda Ambon J.L berada di terminal Batu Merah, malah pemuda Bugis NS tidak segan-segan
mengeluarkan badiknya untuk menikam pemuda Ambon J.L. Untunglah J.L sempat menangkisnya
dengan
mendorong
pintu
mobilnya.
Merasa dirinya terancam, pemuda J.L langsung pulang ke rumahnya mengambil parang (golok) dan
kembali ke terminal Batu Merah. Disana ia masih menemukan pemuda Bugis NS bersama
temannya T. Ia kemudian memburunya, dan NS kemudian berlari masuk ke kompleks pasar Desa
Batu
Merah.
NS kemudian ditahan oleh warga Batu Merah, dan ketika ia ditanya apa permaslahannya, maka ia
(NS)
menjawab
bahwa,
"ia
akan
dibunuh
oleh
orang
Kristen".
Beberapa saat berselang atau sekitar 5 menit setelah peristiwa saling kejar-mengejar antara
pemuda Muslim asal Bugis, NS dengan pemuda Kristen asal Ambon J.L, seperti ada komando,
kerusuhan
akhirnya
pecah
dimana-mana
dalam
kota
Ambon.
Kira-kira jam 15.00 WIT ratusan masa Muslim muncul dari Desa Batu Merah (lokasi dimana pemuda
Bugis NS dikejar dan berteriak akan dibunuh oleh oleh orang Kristen) bangkit menyerang warga
Kristen di kawasan Mardika (tetangga desa Batu merah) dengan menggunakan berbagai alat tajam
(parang, panah, tombak dan lain-lain) dengan seragam dan berikat kepala putih. Mereka sempat
melukai, merusak dan mebakar rumah-rumah warga Kristen Mardika. Demikian juga pada waktu
yang bersamaan, beberapa lokasi pemukiman Kristen seperti Galunggung, Tanah Rata, Kampung
Ohiu, Silale dan Waihaong ikut diserang oleh kelompok penyerang Muslim. Beberapa orang warga
Kristen terbunuh, ratusan rumah dibakar dan sebuah gereja yang terletak di kawasan Silale dirusak
dan
akhirnya
dibakar
oleh
masa.
Dari lokasi-lokasi ini, kerusuhan berlanjut terus dan hanya berbeda waktu beberapa menit dari lokasi
ke
lokasi
yang
lain.

Warga Kristen yang mendiami lokasi Batu Gantung , Kudamati dan sekitarnya setelah mendengar
penyerangan yang dilakukan oleh masa Muslim terhadap warga Kristen di Mardika, Galunggung,
Kampung Ohiu, Waihaong dan Silale serta mendengar isu gereja Silale telah terbakar, bangkit
amarahnya dan memberikan serangan balasan terhadap warga Muslim melalui pengrusakan dan
pembakaran rumah-rumah di kawasan Batu Gantung dan Kompleks Pohon Beringin, serta
melakukan pengrusakan dan pembakaran terhadap berbagai kendaraan seperti becak, sepeda
motor
dan
mobil.
Beberapa lokasi di dalam wilayah kota Ambon terus berkecamuk. Di lokasi Pohon Puleh, Tugu
Trikora dan Anthony Rhebok hingga tengah malam tanggal 19 januari 1999, terlihat masa diantara
kedua kubu saling berhadap-hadapan dan mencoba untuk saling melakukan penyerangan dengan
pelemparan batu yang diteruskan dengan pengrusakan dan pembakaran sejumlah rumah diantara
kedua belah pihak, pembakaran kendaraan (becak, sepeda motor dan mobil) dan pembakaran
sebuah sekolah Al Hilal di Jl. Anthony Rhebok. Sementara itu di kawasan Batu Merah Tanjung yang
dihuni oleh mayoritas warga Muslim, terjadi pengrusakan, pembakaran terhadap rumah-rumah dan
pembantaian terhadap beberapa warga Kristen. Di lokasi inipun sebuah gereja sempat dirusak
kemudian dibakar oleh masa Muslim. Sedangkan di lokasi Puleh (Karang Panjang) warga Kristen
sempat merusak dan membakar rumah-rumah warga Muslim, demikian juga sebuah mesjid yang
terletak
di
lokasi
ini.
Menjelang pagi hari tanggal 20 Januari 1999, terjadi penyerangan secara besar-besaran yang
dilakukan oleh warga Kristen terhadap kompleks Pasar Gambus, kompleks Pasar Mardika dan
kompleks Pasar Pelita yang berada di tengah-tengah jantung kota. Penyerangan ini dimulai dengan
kosentrasi masa Muslim disekitar Jl. A. J. Patty menuju ke lapangan Merdeka Ambon yang diduga
akan
melakukan
penyerangan
ke
gereja
Maranatha
(gereja
Pusat
Ambon).
Masa Kristen yang berada di sekitar kompleks gereja Maranatha merasa terancam, akhirnya

melakukan penyerangan ke lokasi tersebut yang merupakan daerah yang mayoritas dihuni oleh
warga muslim dengan jalan membakar habis kompleks tersebut. Diperkirakan banyak korban yang
meninggal, karena terjebak kebakaran yang hingga saat ini sulit teridentifikasi.

Pecahnya kerusuhan Ambon tanggal 19 Januari 1999 akhirnya melebar keluar kota Ambon. Pada
tanggal 20 Januari 1999, kira-kira jam 09.00 WIT, warga Muslim jazirah Leihitu yang terletak bagian
barat dan utara Pulau Ambon mulai bergerak dengan sasaran menuju kota Ambon. Menurut data
yang ditemukan di lapangan , tujuan mereka bergerak menuju kota Ambon karena adanya isu
bahwa mesjid Al-Fatah di kota Ambon telah dibakar oleh orang-orang Kristen. Selain itu juga ada
data yang mengungkapkan bahwa tujuan mereka ke Ambon adalah dalam rangka silahturahmi
berkenan
dengan
hari
raya
idul
fitri.
Ketika mereka mulai bergerak pada tanggal 20 Januari 1999, sedikitnya ada 3 pasukan penyerang.
Pasukan pertama terdiri dari warga Muslim desa Hitu, Mamala, Morela dan sebagian lagi warga
Desa Wakal yang melakukan penghancuran terhadap warga Desa/Dusun Kristen Telaga Kodok,
Benteng
Karang,
Hunuth/Durian
Patah,
Waiheru,
Nania
dan
Negeri
Lama.
Spoiler for warning dp pict

Menurut data yang peroleh di lapangan beberapa saat setelah terjadi penyerangan dan
pembantaian pasukan pertama dan pasukan kedua di lokasi-lokasi yang disebut di atas, warga
Desa Hila Islam menyerang dan membumi hanguskan Dusun Hila Kristen yang sebenarnya dari
segi adat istiadat dan budaya masih mempunyai hubungan keluarga. Penyerangan ini
mengakibatkan seluruh rumah-rumah warga Kristen di Dusun ini terbakar termasuk 1 (satu) buah
Gereja tua yang mempunyai nilai sejarah, 1 (satu) orang dibunuh dan dibakar serta 2 (dua) orang
lainnya mengalami luku-luka. Warga Kristen Dusun ini terpaksa harus mengungsi dengan berjalan
kaki melewati gunung (ada yang sampai dua hari perjalanan untuk tiba ditempat pengungsian yaitu
Desa Hative Besar).v Dalam perjalanan pengungsian ini mereka juga ditolong saudara-saudaranya
dari
Desa
Kaitetu
yang
beragama
Muslim.
Kerusuhan demi kerusuhan di Pulau Ambon pada akhirnya bersangkut paut dengan sikap toleransi
warga yang berdomesili di Pulau Ambon. Sementara isu pertikaian yang bernuasa SARA semakin
dipertajam sehingga menimbulkan panatisme antara masing-masing umat beragama. Berkenaan
dengan itu maka pada tanggal 21 Januari 1999 warga Kristen yang berdomisili di Batu Gajah Dalam
mendengar terbunuhnya 2 (dua) orang pendeta dan pembakaraan beberapa buah gereja dalam
penyerangan yang dilakukan oleh warga Muslim dari jasirah Leihitu kemudian bangkit menyerang
warga
Muslim
Dusun
Batu
Bulan
dan
membantai
sejumlah
warganya.

Dari data di lapangan terungkap 150 buah rumah dibakar/dirusak, 5 (lima) orang dibunuh dan 1
(satu) buah Mesjid terbakar. Demikian juga pada tanggal yang sama warga Kristen yang berdomesili
di Batu Gantung Dalam (Kampung Ganemo), Mangga Dua, Kudamati ikut melakukan penyerangan
terhadap warga Muslim yang berada di sekitarnya. Dalam penyerangan ini 8 (delapan) orang
meninggal dunia.. 5 (lima) orang warga Muslim diantaranya dibantai kemudian dibakar bersama
mobil truk yang mengangkutnya di kawasan Mangga Dua karena diduga sebagai propokator dan
membawa
bahan
peledak.

Sementara itu di kawasan Desa Hative Besar Kotamadya Ambon terjadi penyerangan dari warga
Muslim asal Buton, Bugis dan Makasar dari Dusun Wailete yang berada di bawah wilayah Desa
Hative Besar yang mengakibatkan puluhan rumah warga Kristen Desa Hative Besar terbakar.
Peristiwa ini selain dipicu oleh dampak kerusuhan Ambon tanggal 19 Januari 1999, juga diakibatkan
oleh dendam lama yaitu peristiwa kerusuhan yang terjadi pada bulan Nopermber 1998. Tindakan
penyerangan warga Dusun Wailete tersebut dibalas oleh warga Kristen Desa Hative Besar yang
membakar habis lokasi pemukiman mereka. Akibat Peristiwa ini ratusan rumah terbakar dan 4
(empat) orang Warga Muslim Meninggal, 1 buah Mesjid dan 1 buah Mushola terbakar.

Analisa
Fakta-fakta di lapangan seperti mudahnya konsentrasi massa terjadi dalam jumlah yang masive di
berbagai tempat dalam waktu yang bersamaan, rangkaian peristiwa yang begitu cepat dari satu
tempat ke tempat-tampat lain dengan isue-isue yang provokatif, bahkan peritiwa tangggal 19 Januari
yang mengawali kerusuhan lanjutan pada keesokan harinya terjadi di tempat yang berbeda dalam
tempo yang hampir bersamaan, membuat kita jadi patut bertanya apakah peristiwa-peristiwa
tersebut
merupakan
rangkaian
kejadian
terencana
?
Peristiwa Ambon sebagai suatu rangkaian peristiwa dapat dilihat dari tiga tahapan sebagai berikut :
I.

Prakondisi

Pertentangan antar kelompok yang melibatkan sentimen agama sebagai isu berakibat pada
meletusnya
kerusushan
pada
tanggal
19
hingga
23
Januari
1999.
Sebagai suatu kondisi psikologis maupun yang pernah mengemuka menjadi konflik terbuka antar
kelompok agama memang realitas yamg rupanya telah lama terdapat di dalam masyarakat. Buktibukti untuk hal ini adalah kejadian-kejadian yang sebelum peristiwa kerusuhan bulan Januari ini
terjadi. Yakni misalnya pertikaian yang terjadi pada tanggal 3 Maret 1995 antar warga desa Kelang
Asaude dan warga desa Tumalehu, peristiwa serupa terjadi juga pada tanggal 21 Februari 1996.
Fakta-fakta tersebut di atas menujukan bahwa dari kondisi obyektif menunjukan adanya konflik yang
bersifat lokal dan sesekali menjadi suatu pertentangan terbuka. Situasi inilah yang juga mulai
nampak dimainkan dan mengemuka pada masa mendekati waktu kerusuhan terjadi dalam aktivitasaktivitas
sebagai
berikut
:
1. Pada tanggal 15 Januari di kecamatan Dobo telah terjadi perkelahian antar kelompok yang
mengatasnamakan agama. Hal serupa terjadi juga di wilayah Wailete dan Bak Air.
2. pada pertengahan bulan Januari telah berkembang isu konflik antar agama dan bahaya saling
menyerang.penyebaran isu melalui beredarnya selebaran di kalangan kelompok-kelompok yang
bertikai.selebaran
berisi
berbagai
informasi
yang
mempertajam
sentimen
agama.
3. adanya mobilisasi kelompok-kelompok massa tertentu dari luar daerah Ambon menjelang dan
ketika
kerusuhan.
II.

Peristiwa

Kerusuhan

Tanggal

19-23

Januari

Kerusuhan dicetus (trigering factor) ditiga wilayah sekaligus : Simpang Tiga antara Batu MerahAmantelu
dan
Galunggung,
Jalan
depan
Gereja
Silo
dandaerah
Rajali.

Peristiwa perkelahian antara seorang sopir dan preman di Simpang Tiga antara Batu Merah,
Amantelu dan Galunggung justru adalah sebuah peristiwa yang sama sekali tidak berhubungan
dengan apa yang secara sangat cepat berubah menjadi pertikaian antar kelompok agama. Pada
saat yang sama ditempat yang berbeda-beda, ternyata konsentrasi massa terjadi pula dengan isu
pertikaian agama, dan dugaan akan terjadinya penyerangan oleh kelompok lain, seperti dikalangan
Kristen beredar isu bahwa ada sebuah gereja dibakar, sementara dikalangan Islam juga telah
beredar bahwa masjid Al-Fatah juga telah dibakar. Padahal, pada saat itu apa yang diberitakan
tersebut
tidak
terjadi
kebakaran
pada
obyek
yang
disebutkan.
Kerusuhan tanggal 19 Januari terjadi begitu cepat dan menyebar dalam konsentrasi massa dalam
jumlah yang cukup besar di beberapa tempat antara pukul 15.30-16.45 WITA.
Konsentrasi massa dalam jumlah besar berada di Silo dengan lima sampai enam ribu orang, akibat
isu akan memperoleh serangan dan telah terhadi pembakaran gereja, sehingga harus merespon
dan mempertahankan diri. Dalam jumlah yang cukup besar terjadi pula di daerah Mahardika, Rijali,
Waringin, Kudamati, AR .Sarobar, Way Haung dan beberapa tempat lain. Massa juga berkonsentrasi
untuk mengajukan konvirmasi isu penyerangantempat beribadah tersebut. Konsentrasi itu, berubah
secara mendadak menjadi kerusuhan, berupa perusakan dan penyerangan antar kelompok terjadi
dengan lokasi di berbagai tempat di hampir seluruh kota Ambon. Perusakan atau pembakaran
mengarah pada tempat-tempat ibadah baik masjid maupun gereja, rumah-rumah penduduk dan
pertokoan
serta
pasar.
Tanggal 20 Januari, berkembang isu masjid AL-Fatah terbakar. Hal itu berakibat reaksi massa dari
Hila secara serentak berjalan menuju kota Ambon dan terseret ke dalam kerusuhan dan
penyerangan. Beberapa laporan menunjukan adanya kelompok asing mempengaruhi akselerasi
massa dengan bantuan alat komunikasi berupa HT dan handphone serta membawa senjata api.
Aparat
melakukan
reaksi
yang
sama
terjadi
sebagaimana
pada
sebelumnya.
Perusakan dilakukan secara bergelombang oleh kelompok-kelompok massa dengan para
pemimpinnya yang mengorganisasi gerak massa maupun memprovokasinya dengan memanfaatkan
sentimen agama dan suku. Yang aneh dalam provokasi tersebut terdapat kata-kata dan istilah yang
tidak lazim digunakan di Ambon, seperti sebutan nasrani dan bukan nasrani, atau bahkan selebaran
dengan bahasa Arab yang ditulis dengan tidak benar, grafiti yang ditinggalkan dalam aksi perusakan
yang
tidak
lazim
atau
janggal
untuk
masyarakat
Ambon,
dan
lain-lain.
III.

Kejanggalan-kejanggalan

dalam

Kerusuhan

Ambon

Kerusakan total hampir terjadi di setiap sudut kota Ambon. Namun dari sinipun terlihat beberapa hal
yang janggal : yakni, rupanya pada saat kerusuhan terjadi telah dilakukan pemilihan sasran
perusakan maupun pembakaran. Hal ini terbukti dari adanya beberapa bangunan seperti Swalayan
Matahari yang utuh tak tersentuh perusuh, sementara hampirseluruh bangunan disekelilingnya
rusak
total.
Hal
sejenis
terjadi
di
pertokoan-pertokoan
tertentu
lainnya.
1.
Slebaran-slebaran
dan
adu
domba.
Pada tanggal 2 Februari ini slebaran yang menyatakan adanya isu pertentangan kembali muncul. Di
kalangan Islam beredar isu akan adanya Kristenisasi, sedangkan dikalangan Kristen beredar isu
akan
adanya
serangan
balasan.
Ditengah situasi demikian, lima orang menteri termasuk Menhankam/Pangab Jendral Wiranto
melakukan kunjungan ke Ambon dan mengajak pada semua pihak untuk menyelesaikan masalah.

Namun demikiaan upaya pengungkapan kasus dan penangan terhadap paska kerusuhan ini pun
masih terasa lamban. Ditambah pernyataan dari pihak keamanan yang tidak secara transparan
memberikan klarifikasi sehingga kini masih menyisakan banyak pertanyaan mengenai peristiwa
berdarah
tersebut.
2. Pemindahan dan penarikan pos penjagaan Kariu oleh pihak keamanan yang dilanjutkan dengan
pembakaran.
Tanggal 13 Januari 1999 terjadi peristiwa yang bermula dari suatu kejanggalan dengan dicabutnya
sebuah pos penjagaan di desa Kariu oleh seorang Komandan Regu Kostrad bernama S. Dan
dipindahkan ke dusun Nanaca. Sebelumnya, telah pula terjadi beberapa keanehan dengan
dilarangnya warga Kariu masuk ke daerah Kailolo, dan ini diketahui oleh aparat keamanan.
Tanggal 14 Februari , sekitar pukul 03.00 WITA listrik di desa Kariu padam dan sekitar pukul 03.00
WITA ada rumah masyarakat Kariu dibakar. Posisi rumah yang pertama di bakar itu ada di Pilou dan
Kariu.
Sekitar pukul 06.00 WITA desa Kariu diserang oleh kelompok Islam dari desa Kariu, Ori, dan
delapan desa Islam di sekitarnya. Pada saat penyerangan, pihak aparat yang dipimpin oleh Danru S
ikut serta dengan mencopot seragam dan menggantikannya dengan pakaian sipil dengan sorban
putih.
Pada
senjata
mereka
pun
diikat
dengan
kain
putih.
Sekitar jam 08.00 tanggal 14 Februari, masyarakat Hulaliu melihat adanya asap kebakaran di desa
Kariu dan mereka bermaksud datang untukmenolong. Namun diperbatasan desa Ori mereka
dihadang oleh pasukan dari Kostrad yang telah membentuk formasi untuk mengepung dan
mengembalikan
mereka
ke
Halaliu.
Hasil dari peristiwa ini, pukul 15.00 WITA gereja GPM dibakar massa, padahal gereja ini mereka
titipkan kepada aparat keamanan dalam keadaan masih utuh. Di desa Kariu 2 gereja juga habis
terbakar.
3.
Fakta
korban
Laporan yang diterima juga menyiratkan gambaran yang aneh mengenai korban kerusuhan, seperti
yang terjadi dalam peristiwa Waruku didesa Hulaliu, dari 12 korban yang meninggal 10 diantaranya
diakibatkan oleh luka tembak termasuk sejumlah permpuan, 1 orang luka panah dan satu orang
terbakar. Begitupun jenis luka, dari 34 korban luka, 24 diantaranya adalah luka tembak, 3 luka akibat
bom,
4
akibat
panah
dan
akibat
potong.
1. Peristiwa kerusuhan Ambon adalah hasil proses akumulasi konflik antar kelompok yang pada
mulanya bersifat lokal, namun oleh karena keterlibatan peran-peran tertemtu dari sejumlah
provokator serta kurangnya perhatian dan penanganan aparat keamanan beruban menjadi
kerusuhan
dengan
skala
dan
kerusakan
yag
luas
dan
fatal.
2. Fakta lapangan pasca kerusuhan, memperlihatkan adanya aktivitas-aktivitas berbagai
kepentingan politik non lokal, berupa peredaran slebaran dan dokumen-dokumen dengan isu-isu
tertentu
yang
bisa
memanasi
keadaan.
4. Dari sudut tanggungjawab pengamanan, dari meletusnya kerusuhan Ambon, adanya kejanggalan
dalam peran aparat keamanan dan militer. Ini terlihat dari beberapa fakta berikut :
* Disebagian wilayah lain ,terlihat tidak seragamnya sikap aparat keamanan disebagian lokasi ada
anggota aparat keamanan " membiarkan" laju gerak massa ke arah kota Ambon, namun di lain
tempat
aparat
yang
lain
justru
menahan
laju
pergerakan
massa.
* Dilokasi tertentu fakta lapangan menunjukan adanya semacam pengorganisasian yang cukup rapi
dalam peristiwa tersebut, mulai dari penciptaan prakondisi, pemanfaatan potensi konflik lokal,
terlihatnya para provokator dan penggerak massa yang dilengkapi dengang sarana komunikasi yang
canggih dan senjata api, pembagian senjata tajam oleh anggota aparat keamanan kepada beberapa
kelompok
massa
yang
saling
bertikai.

Ini menimbulkan tanda tanya kuat apakah ada kemungkinan bahwa paling tidak sebagian dari
aparat keamanan dan militer telah memberikan kemudahan bagi terjadinya kerusuhan
diambil dari : http://archive.kaskus.co.id/thread/2208967/0/kerusuhan-kerusuhan-sipil-di-indonesia

http://sejarah-kelam-indonesia.blogspot.co.id/2015/01/kerusuhan-ambon-dan-poso1999.html

Anda mungkin juga menyukai