Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Muntah adalah pengeluaran isi lambung secara paksa melalui mulut disertai
kontraksi lambung dan abdomen. Pada anak biasanya sulit untuk mendiskripsikan mual,
mereka lebih sering mengeluhkan sakit perut atau keluhan umum lainnya. Muntah
merupakan suatu cara di mana traktus gastrointestinal membersihkan dirinya sendiri dari
isinya ketika hampir semua bagian atas traktus gastrointestinal teriritasi secara luas,
sangat mengembang atau bahkan sangat terangsang. Kejadian ini biasanya disertai
dengan menurunnya tonus otot lambung, kontraksi, sekresi, meningkatnya aliran darah ke
mukosa intestinal, hipersalivasi, keringat dingin, detak jantung meningkat dan perubahan
irama pernafasan. Refluks duodenogastrik dapat terjadi selama periode nausea yang
disertai peristaltik retrograde dari duodenum ke arah antrum lambung atau secara
bersamaan terjadi kontraksi antrum dan duodenum. Muntah timbul bila persarafan atau
otak menerima satu atau lebih pencetus seperti keracunan makanan, infeksi pada
gastrointestinal, efek samping obat, atau perjalanan. Mual biasanya dapat timbul sebelum
muntah.
B. Etiologi
Pembahasan etiologi muntah pada bayi dan anak berdasarkan usia adalah sebagai
berikut
1. Usia 0 2 Bulan :
a) Kolitis Alergika
Alergi terhadap susu sapi atau susu formula berbahan dasar kedelai. Biasanya
diikuti dengan diare, perdarahan rektum, dan rewel.
b) Kelainan anatomis dari saluran gastrointestinal
Kelainan kongenital, termasuk stenosis atau atresia. Manifestasinya berupa
intoleransi terhadap makanan pada beberapa hari pertama kehidupan.
c) Refluks Esofageal
Regurgitasi yang sering terjadi segera setelah pemberian susu. Sangat sering
terjadi pada neonatus; secara klinis penting bila keadaan ini menyebabkan gagal
tumbuh kembang, apneu, atau bronkospasme.
Rewel atau letargi disertai dengan distensi abdomen, trauma lahir dan shaken
baby syndrome.
e) Malrotasi dengan volvulus
80% dari kasus ini ditemukan pada bulan pertama kehidupan, kebanyakan disertai
emesis biliaris.
f)
Ileus mekonium
Inspissated meconium pada kolon distal; dapat dipikirkan diagnosis cystic fibrosis.
g) Necrotizing Enterocolitis
Sering terjadi khususnya pada bayi prematur terutama jika mengalami hipoksia
saat lahir. Dapat disertai dengan iritabilitas atau rewel, distensi abdomen dan
hematokezia.
h) Overfeeding
Regurgitasi dari susu yang tidak dapat dicerna, wet-burps sering pada bayi dengan
kelebihan berat badan yang diberi air susu secara berlebihan.
i)
2.
Stenosis pylorus
Puncaknya pada usia 3-6 minggu kehidupan. Rasio laki-laki banding wanita
adalah 5:1 dan keadaan ini sering terjadi pada anak laki-laki pertama. Manifestasi
klinisnya secara progresif akan semakin memburuk, proyektil, dan emesis
nonbiliaris.
Puncaknya terjadi pada bulan ke 6-18 kehidupan; pasien jarang mengalami diare
atau demam dibandingkan dengan anak yang mengidap gastroenteritis.
h) Posttusive
Seringkali, anak-anak akan muntah setelah batuk berulang atau batuk yang
dipaksakan.
i) Pielonefritis
Demam tinggi, tampak sakit, disuria atau polakisuria. Pasien mungkin mempunyai
riwayat infeksi traktus urinarius sebelumnya
3.
h) Pankreatitis
Faktor resiko termasuk trauma perut bagian atas, riwayat infeksi sebelumnya atau
sedang infeksi, penggunaan kortikosteroid, alkohol dan kolelitiasis.
i) Ulkus peptikum
Pada remaja, ratio wanita:pria = 4:1. Nyeri epigastrium kronik atau berulang,
sering memburuk pada waktu malam.
C. Patosifiologi
Kemampuan untuk memuntahkan merupakan suatu keuntungan karena
memungkinkan pengeluaran toksin dari lambung. Muntah terjadi bila terdapat rangsangan
pada pusat muntah yang berasal dari, gastrointestinal, vestibulo okular, aferen kortikal
yang lebih tinggi, menuju CVC kemudian dimulai nausea, retching, ekpulsi isi lambung. 1,3
Ada 2 regio anatomi di medulla yang mengontrol muntah, 1) chemoreceptor trigger
zone (CTZ) dan 2) central vomiting centre (CVC). CTZ terletak di area postrema pada
dasar ujung caudal ventrikel IV di luar blood brain barrier (sawar otak). Koordinasi pusat
muntah dapat dirangsang melalui berbagai jaras. Muntah dapat terjadi karena tekanan
psikologis melalui jaras yang kortek serebri dan sistem limbik menuju pusat muntah (CVC)
dan jika pusat muntah terangsang melalui vestibular atau sistim vestibuloserebelum dari
labirin di dalam telinga. Rangsangan bahan kimia melalui darah atau cairan otak (LCS )
akan terdeteksi oleh CTZ. Mekanisme ini menjadi target dari banyak obat anti emetik.
Nervus vagus dan visera merupakan jaras keempat yang menstimulasi muntah melalui
iritasi saluran cerna dan pengosongan lambung yang lambat. Sekali pusat muntah
terangsang maka cascade ini akan berjalan dan akan menyebabkan timbulnya muntah.
Pencegahan muntah mungkin dapat melalui mekanisme ini. 1,3
Stimulasi terhadap pusat muntah :
1.
2.
3.
Pada manusia muntah terdiri dari 3 aktivitas yang terkait, nausea (mual), retching dan
pengeluaran isi lambung. CTZ mengandung reseptor untuk bermacam-macam sinyal
neuroaktif yang menyebabkan muntah. Reseptor di CTZ diaktivasi oleh bahan-bahan
proemetik di dalam sirkulasi darah atau di cairan serebrospinal (CSF). Reseptor untuk
dopamin titik tangkap kerja dari apomorfin, asetilkolin, vasopresin, enkefalin, angiotensin,
insulin, endorfin, substansi P, dan mediator-mediator lain Stimulator oleh teofilin dapat
menghambat aktivitas proemetik dari bahan neuropeptik tersebut.
Eferen dari CTZ dikirim ke CVC, selanjutnya terjadi serangkaian kejadian yang
dimulai melalui spangnik vagus eferen. CVC terletak di traktus nukleus solitarius dan di
sekitar formasio retikularis medula tepat di bawah CTZ.. 1,3
Muntah sebagai respons terhadap iritasi gastrointestinal, radiasi abdomen, dilatasi
gastrointestinal adalah kerja dari signal aferen nervus vagus ke pusat muntah yang dipicu
oleh pelepasan lokal mediator inflamasi dari mukosa yang rusak, dengan pelepasan
sekunder neurotransmiter. Eksitasi paling penting adalah serotonin dari sel enterokromafin
mukosa. Pada motion sickness diketahui bahwa gerakan perubahan arah tubuh yang
cepat menyebabkan orang tertentu muntah, signal aferen ke pusat muntah berasal dari
reseptor di labirin dan impuls ditransmisikan terutama melalui inti vestibular ke dalam
serebelum, kemudian ke zona pencetus kemoreseptor, dan akhirnya ke pusat muntah.3
Berbagai rangsangan psikis, termasuk gambaran yang memuakkan, dan faktor
psikologi lain dapat menyebabkan muntah melalui jaras kortek serebri dan sistem limbik
menuju pusat muntah. Selain itu, gejala gastrointestinal meliputi peristaltik, salivasi,
takipnea, takikardi.1,4
Terdapat tiga fase muntah, yaitu fase prodromal (fase pre-ejeksi), fase ejeksi dengan
retching dan muntah dan fase post ejeksi.4,8
a. Fase pre-ejeksi
Fase ini biasanya berlangsung sebentar, ditandai dengan mual dan dihubungkan
dengan peningkatan kadar vasopressin plasma (ADH), kadang-kadang kenaikan ini
melebihi tingkat vasopressin yang dibutuhkan dalam kerjanya sebagai antidiuretik dan
mengganggu aktifitas mioelektrisitas di antrum gaster sehingga terjadi takigastria. Awal
dari retching menyebabkan kontraksi retrograde yang kuat dimulai dari usus halus
bagian bawah membawa isi dari usus halus kembali ke lambung. Pada tahap awal dari
iritasi gastrointestinal atau distensi yang berlebihan, antiperistaltis mulai terjadi, sering
beberapa menit sebelum muntah terjadi. Antiperistaltis dapat dimulai sampai sejauh
ileum di traktus intestinal, dan gelombang antiperistaltik bergerak mundur, naik ke usus
halus dengan kecepatan 2-3cm/detik; proses ini dapat mendorong sebagian isi usus
kembali ke duodenum, menjadi sangat meregang. Peregangan ini menjadi faktor
pencetus yang menimbulkan tindakan muntah yang sebenarnya. Sistem saraf otonom
teraktivasi sehingga terjadi takikardi, vasokonstriksi dan berkeringat dingin. Sistem
saraf vagus membuat traktus intestinal bagian atas menjadi relaksasi dan memicu
salivasi.
b. Fase ejeksi
Retching biasanya mendahului muntah. Fungsi dari retching masih belum diketahui.
Muntah merupakan gabungan dari kontraksi ritmik yang terkoordinasi dari diafragma,
otot-otot interkostalis eksterna dan otot abdomen memeras lambung dan mengeluarkan
isi lambung.
Pada saat muntah, kontraksi intrinsik kuat terjadi baik pada duodenum maupun
lambung, bersama dengan relaksasi sebagian dari sfingter esophagus bagian bawah,
sehingga membuat muntahan mulai bergerak ke dalam esophagus. Setelah itu terjadi
kerja muntah spesifik yang melibatkan otot-otot abdomen mengambil alih dan
mendorong muntahan ke luar.
Sekali pusat muntah telah cukup dirangsang dan timbul perilaku muntah, efek yang
pertama adalah (1) bernafas dalam, (2) naiknya tulang lidah dan faring untuk menarik
sfingter esofagus bagian atas supaya terbuka, (3) penutupan glotis, dan (4)
pengangkatan palatum mole untuk menutupi nares posterior. Kemudian datang
kontraksi yang kuat ke bawah diafragma bersama dengan rangsangan kontraksi semua
otot dinding abdomen. Keadaan ini memeras perut di antara diafragma dan otot-otot
abdomen, membentuk suatu tekanan intragastrik sampai ke batas yang tinggi. Akhirnya
sfingter esophagus bagian bawah berelaksasi secara lengkap, membuat pengeluaran
isi lambung ke atas melalui esophagus. Jadi kerja muntah berasal dari suatu kerja
memeras otot-otot abdomen bersama dengan pembukaan sfingter esophagus secara
tiba-tiba sehingga isi lambung dapat dikeluarkan.
c. Fase Post-ejeksi
Fase post ejeksi belum seluruhnya dimengerti, bagaimana fungsi normal tubuh kembali
lagi sepenuhnya setelah mengalami muntah dan kapan muntah pertama akan diikuti
muntah lainnya lagi.
D. Tanda dan Gejala
Ada beberapa gangguan yang dapat diidentifikasi akibat muntah, yaitu :
1. Muntah terjadi beberapa jam setelah keluarnya lendir yang kadang disertai dengan
sedikit darah. Kemungkinan ini terjadi karena iritasi akibat sejumlah bahan yang
tertelan selama proses kelahiran. Muntah kadang menetap setelah pemberian
makanan pertama kali.
2. Muntah yang terjadi pada hari-hari pertama kelahiran, dalam jumlah banyak, tidak
secara proyektif, tidak berwarna hijau, dan cenderung menetap biasanya terjadi
sebagai akibat dari obstruksi usus halus.
3. Muntah yang terjadi secara proyektil dan tidak berwarna kehijauan merupakan tanda
adanya stenosis pylorus.
4. Peningkatan tekanan intrakranial dan alergi susu.
5. Muntah yang terjadi pada anak yang tampak sehat. Karena tehnik pemberian
makanan yang salah atau pada faktor psikososial.
E. Komplikasi
1. Komplikasi metabolik :
Dehidrasi, alkalosis metabolik, gangguan elektrolit dan asam basa, deplesi kalium,
natrium. Dehidrasi terjadi sebagai akibat dari hilangnya cairan lewat muntah atau
masukan yang kurang oleh karena selalu muntah. Alkalosis sebagai akibat dari
hilangnya asam lambung, hal ini diperberat oleh masuknya ion hidrogen ke dalam sel
karena defisiensi kalium dan berkurangnya natrium ekstraseluler. Kalium dapat hilang
bersama bahan muntahan dan keluar lewat ginjal bersama-sama bikarbonat. Natrium
dapat hilang lewat muntah dan urine. Pada keadaan alkalosis yang berat, pH urine
2.
3.
4.
5.
dapat 7 atau 8, kadar natrium dan kalium urine tinggi walaupun terjadi deplesi Natrium
dan Kalium
Gagal Tumbuh Kembang
Muntah berulang dan cukup hebat menyebabkan gangguan gizi karena intake
menjadi sangat berkurang dan bila hal ini terjadi cukup lama, maka akan terjadi
kegagalan tumbuh kembang.
Aspirasi Isi Lambung
Aspirasi bahan muntahan dapat menyebabkan asfiksia. Episode aspirasi ringan
berulang menyebabkan timbulnya infeksi saluran nafas berulang. Hal ini terjadi
sebagai konsekuensi GERD.
Mallory Weiss syndrome
Merupakan laserasi linier pada mukosa perbatasan esofagus dan lambung. Biasanya
terjadi pada muntah hebat berlangsung lama. Pada pemeriksaan endoskopi
ditemukan kemerahan pada mukosa esofagus bagian bawah daerah LES. Dalam
waktu singkat akan sembuh. Bila anemia terjadi karena perdarahan hebat perlu
dilakukan transfusi darah
Peptik esofagitis
Akibat refluks berkepanjangan pada muntah kronik menyebabkan iritasi mukosa
esophagus oleh asam lambung.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
a)Darah lengkap
b)Elektrolit serum pada bayi dan anak yang dicurigai mengalami dehidrasi.
c)Urinalisis, kultur urin, ureum dan kreatinin untuk mendeteksi adanya infeksi atau
kelainan saluran kemih atau adanya kelainan metabolik.
d)Asam amino plasma dan asam organik urin perlu diperiksa bila dicurigai adanya
penyakit metabolik yang ditandai dengan asidosis metabolik berulang yang tidak
jelas penyebabnya.
e)Amonia serum perlu diperiksa pada muntah siklik untuk menyingkirkan
kemungkinan defek pada siklus urea.
f) Faal hepar, amonia serum, dan kadar glukosa darah perlu diperiksa bila dicurigai
ke arah penyakit hati.
g)Amilase serum biasanya akan meningkat pada pasien pankreatitis akut. Kadar
lipase serum lebih bermanfaat karena kadarnya tetap meninggi selama beberapa
hari setelah serangan akut.
h)Feses lengkap, darah samar dan parasit pada pasien yang dicurigai gastroenteritis
atau infeksi parasit.
2. Ultrasonografi
Dilakukan pada pasien dengan kecurigaan stenosis pilorik, akan tetapi dua pertiga
bayi akan memiliki hasil yang negatif sehingga menbutuhkan pemeriksaan barium
meal.
3.
4.
5.
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan awal pada pasien dengan keluhan muntah adalah mengkoreksi
keadaan hipovolemi dan gangguan elektrolit. Pada penyakit gastroenteritis akut dengan
muntah, obat rehidrasi oral biasanya sudah cukup untuk mengatasi dehidrasi.
Pada muntah bilier atau suspek obstuksi intestinal penatalaksanaan awalnya adalah
dengan tidak memberikan makanan secara peroral serta memasang nasogastic tube yang
dihubungkan dengan intermittent suction. Pada keadaan ini memerlukan konsultasi
dengan bagian bedah untuk penatalaksanaan lebih lanjut.
Pengobatan muntah ditujukan pada penyebab spesifik muntah yang dapat
diidentifikasi. Penggunaan antiemetik pada bayi dan anak tanpa mengetahui penyebab
yang jelas tidak dianjurkan. Bahkan kontraindikasi pada bayi dan anak dengan
gastroenteritis sekunder atau kelainan anatomis saluran gastrointestinal yang merupakan
kasus bedah misalnya, hiperthrophic pyoric stenosis (HPS), apendisitis, batu ginjal,
obstruksi usus, dan peningkatan tekanan intrakranial. Hanya pada keadaan tertentu
antiemetik dapat digunakan dan mungkin efektif, misalnya pada mabuk perjalanan ( motion
sickness), mual dan muntah pasca operasi, kemoterapi kanker, muntah siklik,
gastroparesis, dan gangguan motilitas saluran gastrointestinal.
Terapi farmakologis muntah pada bayi dan anak adalah sebagai berikut :
1. Antagonis dopamin
Tidak diperlukan pada muntah akut disebabkan infeksi gastrointestinal karena
biasanya merupakan self limited. Obat-obatan antiemetik biasanya diperlukan pada
muntah pasca operasi, mabuk perjalanan, muntah yang disebabkan oleh obat-obatan
sitotoksik, dan penyakit refluks gastroesofageal. Contohnya Metoklopramid dengan
dosis pada bayi 0.1 mg/kgBB/kali PO 3-4 kali per hari. Pasca operasi 0.25 mg/kgBB
per dosis IV 3-4 kali/hari bila perlu. Dosis maksimal pada bayi 0.75 mg/kgBB/hari.
2.
3.
4.
5.
II.
Akan tetapi obat ini sekarang sudah jarang digunakan karena mempunyai efek
ekstrapiramidal seperti reaksi distonia dan diskinetik serta krisis okulonergik.
Domperidon adalah obat pilihan yang banyak digunakan sekarang ini karenadapat
dikatakan lebih aman. Domperidon merupakan derivate benzimidazolin yang secara
invitro merupakan antagonis dopamine. Domperidon mencegah refluks esophagus
berdasarkan efek peningkatan tonus sfingter esophagus bagian bawah.
Antagonisme terhadap histamine (AH1)
Diphenhydramine dan Dimenhydrinate (Dramamine) termasuk dalam golongan
etanolamin. Golongan etanolamin memiliki efek antiemetik paling kuat diantara
antihistamin (AH1) lainnya. Kedua obat ini bermanfaat untuk mengatasi mabuk
perjalanan (motion sickness) atau kelainan vestibuler. Dosisnya oral: 11,5mg/kgBB/hari dibagi dalam 4-6 dosis. IV/IM: 5 mg/kgBB/haridibagi dalam 4 dosis.
Prokloperazin dan Klorpromerazin
Merupakan derivate fenotiazin. Dapat mengurangi atau mencegah muntah yang
disebabkan oleh rangsangan pada CTZ. Mempunyai efek kombinasi antikolinergik
dan antihistamin untuk mengatasi muntah akibat obat-obatan, radiasi dan
gastroenteritis. Hanya boleh digunakan untuk anak diatas 2 tahun dengan dosis 0.4
0.6 mg/kgBB/hari tiap dibagi dalam 3-4 dosis, dosis maksimal berat badan <20>
Antikolinergik
Skopolamine dapat juga memberikan perbaikan pada muntah karena faktor vestibular
atau stimulus oleh mediator proemetik. Dosis yang digunakan adalah 0,6
mikrogram/kgBB/ hari dibagi dalam 4 dosis dengan dosis maksimal 0,3mg per dosis.
5-HT3 antagonis serotonin
Yang sering digunakan adalah Ondanasetron. Mekanisme kerjanya diduga
dilangsungkan dengan mengantagonisasi reseptor 5-HT yang terdapat pada CTZ di
area postrema otak dan mungkin juga pada aferen vagal saluran cerna.
Ondansentron tidak efektif untuk pengobatan motion sickness. Dosis mengatasi
muntah akibat kemoterapi 418 tahun: 0.15 mg/kgBB IV 30 menit senelum
kemoterapi diberikan, diulang 4 dan 8 jam setelah dosis pertama diberikan
kemudiansetiap 8jam untuk 1-2 hari berikutnya. Dosis pascaoperasi: 212 yr <40>40
kg: 4 mg IV; >12 yr: dosis dewasa8 mg PO/kali.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian Keperawatan
1. Pengkajian
a) Identitas : umur untuk menentukan jumlah cairan yang diperlukan
b) Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama (keluhan yang dirasakan pasien saat pengkajian): mual,
muntah.
b. Riwayat kesehatan sekarang (riwayat penyakit yang diderita pasien saat
masuk rumah sakit).
c. Riwayat kesehatan yang lalu (riwayat penyakit yang sama atau penyakit
lain yang pernah diderita oleh pasien).
d. Riwayat kesehatan keluarga (riwayat penyakit yang sama atau penyakit
lain yang pernah diderita oleh anggota keluarga yang lain baik bersifat
genetik atau tidak).
2. Pemeriksaan fisik
a) Tanda-tanda vital sign
b) Tanda-tanda dehidrasi (turgor kulit, mukosa mulut kering, kelopak mata cekung,
produksi urine berkurang).
c) Tanda- tanda shock
d) Penurunan berat badan
3. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan laboratorium : analisis urine dan darah
b) Foto polos abdomen meupun dengan kontras
c)
USG
d) Pyelografi intravena/ sistrogram
e) Endoskopi dengan biopsy/ monitoring PH esophagus
B. Diagnosa Keperawatan
a. Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
gangguan absorbsi
c. Nausea berhubungan dengan iritasi gastric
d. ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemia
e. resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status metabolic
f. cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
C. Rencana Keperawatan
N
o
1.
Diagnosa Keperawatan
Ketidakseimbangan
nutrisi
kurang
dari
kebutuhan
tubuh
berhubungan
dengan
gangguan absorbsi
Batasan karakteristik :
BB 20% atau lebih
dibawah normal
Intervensi (NIC)
Monitor nutrisi :
Kaji adanya alergi makanan
Anjurkan
pasien
untuk
meningkatkan intake Fe
Ketahui makanan kesukaan klien
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan
nutrisi yang dibutuhkan pasien
Anjurkan
pasien
untuk
Dilaporkan adanya
intake makanan yang
kurang dari RDA
(Recommended Daily
Allowance)
Membrane mukosa
dan konjungtiva pucat
Kelemahan otot yang
digunakan
untuk
menelan/ mengunyah
Luka, inflamasi pada
rongga mulut
Mudah
merasa
kenyang,
sesaat
setelah mengunyah
makanan
Dilaporkan atau fakta
adanya kekurangan
makanan
Dilaporkan adanya
perubahan sensasi
rasa
Perasaan
ketidakmampuan
untuk mengunyah
Kehilangan
BB
dengan
makanan
cukup
Keengganan untuk
makan
Kram pada abdomen
Tonus otot jelek
Nyeri
abdominal
dengan atau tanpa
patologi
Kurang
berminat
terhadap makanan
Pembuluh
darah
kapiler mulai rapuh
Diare
atau
steatorrhea
malnutrisi
Tidak
terjadi
penurunan BB yang berarti
Kehilangan rambut
yang cukup banyak
(rontok)
Suara usus hiperaktif
Kurangnya informasi,
missinformasi
2.
3.
Factor
yang
berhubungan :
Kehilangan
volume
cairan
secara aktif
Kegagalan
mekanisme
pengaturan
Nausea
berhubungan Setelah
dilakukan
keperawatan selama x 24
jam, fluid balance dengan
riteria :
Keseimbangan asupan dan
keluaran dalam 24 jam
Berat badan stabil
Tidak terdapat cekung mata
Rasa haus yang tidak
normal tidak ada
Hidrasi kulit tidak terganggu
Membrane mukosa lembab
Elektrolit serum dalam batas
normal
BJ urine dalam
batas normal
Resiko
kerusakan
integritas
kulit
berhubungan
dengan
gangguan
status
metabolic
ditandai
dengan
:
berkomunikasi
dengan
jelas dan sesuai dengan
kemampuan, menunjukan
perhatian, konsentrasi dan
orientasi;
memproses
informasi;
membuat
keputusan dengan benar
Menunjukan fungsi sensori
motory cranial yang utuh :
tingkat
kesadaran
membaik,
tidak
ada
gerakan-gerakan involunter
Setelah dilakukan tindakan NIC :
keperawatan selama .X 24 Peripheral Sensation Management
jam,
pasien
menunjukan (Manajemen sensasi perifer)
integritas kulit yang baik
Monitor adanya daerah tertentu
Circulation status
yang hanya peka terhadap
Tissue Prefusion : cerebral
panas/dingin/tajam/tumpul
Monitor adanya paretese
Instruksikan keluarga untuk
Kriteria Hasil :
mengobservasi kulit jika ada lsi
Mendemonstrasikan
status
atau laserasi
sirkulasi yang ditandai dengan :
Resiko
integritas
gangguan
metabolic
kerusakan
kulit
b/d
status
membuat
keputusan
dengan benar
Menunjukkan
fungsi
sensori motori cranial yang
utuh : tingkat kesadaran
mambaik,
tidak
ada
gerakan gerakan involunter
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama . X 24
jam, pasien tidak menunjukan
kerusakan integritas kulit
NOC : Tissue Integrity : Skin
and Mucous Membranes
Kriteria Hasil :
Integritas kulit yang baik
bisa
dipertahankan
(sensasi,
elastisitas,
temperatur,
hidrasi,
pigmentasi)
Tidak ada luka/lesi pada
kulit
Perfusi jaringan baik
Menunjukkan pemahaman
dalam proses perbaikan
kulit
dan
mencegah
terjadinya sedera berulang
Mampu melindungi kulit dan
mempertahankan
kelembaban
kulit
dan
perawatan alami
Tulang menonjol
Defisit imunologi
Faktor
yang
berhubungan dengan
perkembangan
Perubahan sensasi
Perubahan
status
nutrisi
(obesitas,
kekurusan)
Perubahan
status
cairan
Perubahan pigmentasi
Perubahan sirkulasi
Perubahan
turgor
(elastisitas kulit)
D. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan tindakan atau implementasi adalah pemberian tindakan keperawatan
yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan rencan tindakan yang telah disusun setiap
tindakan keperawatan yang dilakukan dan dicatat dalam pencatatan keperawatan agar
tindakan keperawatan terhadap klien berlanjut. Prinsip dalam melaksanakan tindakan
keperawatan yaitu cara pendekatan kepada klien efektif, teknik komunikasi terapi serta
penjelasan untuk setiap tindakan yang diberikan kepada klien.
Dalam melakukan tindakan keperawatan menggunakan tiga tahap yaitu
independen, dependen, interdependen. Tindakan keperawatan secara independen adalah
suatu tindakan yang dilakukan oleh perawat tanpa petunjuk dan perintah dokter atau
tenaga kesehatan lainnya, dependen adalah tindakan yang sehubungan dengan tindakan
pelaksanaan rencana tindakan medis dan interdependen adalah tindakan keperwatan
yang menjelaskan suatu kegiatan yang memerlukan suatu kerjasama dengan tenaga
kesehatan lainnya, misalnya tenaga sosial, ahli gizi dan dokter, keterampilan yang harus
perawat punya dalam melaksanakan tindakan keperawatan yaitu kongnitif dan sifat
psikomotor.
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan
pelaksanaannya sudah berhasil dicapai kemungkinan terjadi pada tahap evaluasi adalah
masalah dapat diatasi, masalah teratasi sebagian, masalah belum teratasi atau timbul
masalah yang baru. Evaluasi dilakukan yaituevaluasi proses dan evaluasi hasil.
III.
DAFTAR PUSTAKA
Putra, Deddy Satriya. Muntah pada anak. Di sunting dan di terbitkan Klinik Dr. Rocky. Bagian
Ilmu Kesehatan Anak RSUD Arifin Achmad/ FK-UNRI. Pekanbaru. Diakses dari http://www.drrocky.com. Last update Saturday, 28 March 2009 19:14
Suraatmaja, Sudaryat. 2005. Muntah pada bayi dan anak dalam kapita selekta gastroenterologi
anak. CV. Sagung Seto. Jakarta.
Sudarmo, Subijanto Marto. 2009. Penatalaksanaan muntah pada bayi dan anak. Divisi
Gastroenterologi Laboratotrium Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr. Soetomo/FK Unair. Diakses dari
http://www.pediatrik.com/buletin/20060220-hw0gpy-buletin.pdf
Guyton and Hall, 1996. Textbook of medical physiology. 9 th Ed. W. B Saunders Company.
Philadelphia.
Firmansyah, Agus. 1991. Gejala gangguan saluran cerna dalam buku ajar ilmu kesehatan anak A.
H Markum.Jilid I. Gaya Baru. Jakarta; hal: 408-409.
Charles A. Pohl, Leonard G.Gomella, series editor. Pediatrics on call. Lange medical
book/McGraw-Hill. 2006:435
Lindley, Keith J, Andrews, Paul L. Pathogenesis and treatment of cyclical vomiting. Journal of
Pediatric Gastroenterology and Nutrition [serial online] 2005 September. Philadelphia.. Available
from URL : www.jpgn.org
Scruggs, Karen and Johnson, Michael. 2004. Persistent vomiting in pediatric treatment guidelines.
Current Clinical Strategies. USA; p : 129-133
Keshav, Satish. 2004. Nausea and vomiting in the gastrointestinal system at a glance. Blackwell
Science Ltd. Australia; p: 62-63
Behrman RE, 1998. Major symptoms and signs of digestive tract disorders in nelson essentials of
pediatrics, 3rd ed. WB Saunders. Philadelphia;
Schwarz, Steven M. Gastroesophageal refluks. [serial online] 2008, January 18 th. Philadelphia.
Available from URL: http://emedicine.medscape.com/article/930029-overview