Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Rinosinusitis kronis (RSK) adalah suatu sindroma klinis yang
dikarakteristikkan dengan adanya gejala inflamasi pada mukosa hidung dan
sinus paranasal yang menetap6. Sesuai anatomi sinus yang terkena, sinusitis
dapat dibagi menjadi sinusitis maksila, sinusitis etmoid, sinusitis frontal dan
sinusitis sfenoid. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis,
sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis. Sinusitis
yang paling sering ditemukan ialah sinusitis maksila dan sinusitis etmoid,
sinusitis frontal dan sinusitis sfenoid lebih jarang. 7 Inflamasi yang muncul
pada rinosinusitis terutama terjadi pada daerah yang berkontak dengan
lingkungan luar menunjukkan suatu hipotesis bahwa RSK merupakan hasil
dari respon imun yang berlebihan atau tidak adekuat terhadap agen dari luar
sehingga menyebabkan terjadinya reaksi inflamasi mukosa yang persisten,
perubahan gambaran radiografi, dan gejala klinis. 6
B. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis rhinosinusitis kronis dapat muncul secara nyata
beberapa sekaligus seperti pada rhinosinusitis akut akan tetapi dalam jangka
waktu yang lebih lama, atau justru hanya satu atau dua gejala dibawah ini :
8,9,10

Adanya atau keluarnya cairan kental berwarna kuning atau hijau dari

hidung
Nyeri atau rasa penuh dan tidak nyaman atau pembengkakan pada

beberapa titik di wajah


Hidung tersumbat yang menyebabkan sulit bernafas dari hidung
Menurunnya penciuman dan atau pengecap
Post nasal drip
Sakit kepala kronik
Batuk kronik
Gangguan pada tenggorok, telinga atau paru
Serangan asma yang meningkat dan sulit diobati
Malaise

Napas berbau (halitosis)


Sakit gigi
Pada dasarnya gejala yang muncul pada Rinosinusitis Aku (RSA)

dan RSK dengan atau tanpa polip nasi adalah sama hanya pola gejala dan
intensitasnya yang mungkin bervariasi. Infeksi akut yang terjadi pada RSA
biasanya memberikan gejala yang lebih jelas dan berat.6
C. Diagnosis
Terdapat

banyak

tes

diagnostikyang

memvalidasi gejala dan tanda rhinosinusitis.

dapat

digunakan

untuk

Meskipun demikian pada

kebanyakan pasien di tempat pelayanan kesehatan primer diagnosisya dibuat


berdasarkan dari gejala yang muncul saja. Pemeriksaan objektif yang ada
digunakan hanya untuk mengkonfirmasi ulang diagnosis, meskipun
pemeriksaan nasoendoskopi dan CTscan dapat digunakan untuk menilai
derajat keparahan penyakit dan responnyaterhadap terapi yang diberikan.
Pemeriksaan penunjang yang lain jugadapat digunakan untuk menyingkirkan
diagnosis banding mengenai etiologi dan faktor predisposisi meskipun
beberapa hanya dapatdilakukan pada fasilitas penelitian tertentu. 6
Diagnosis
anamnesis,

klinik

pemeriksaan

Rinosinusitis
fisik

dan

Kronis

ditegakkan

pemeriksaan

berdasarkan

penunjang

meliputi

transiluminasi, pemeriksaan radiologi, endoskopi nasal, CT-scan dan lainnya.


Berdasarkan EPOS 2012 RSK dengan atau tanpa polip hidung (pada
dewasa) didefinisikan sebagai inflamasi yang terjadi pada mukosa hidung dan
sinus paranasal yang dikarakteristikkan dengan dua atau lebih gejala hidung
tersumbat /obstruksi/kongesti atau sekret hidung (pilek / post nasal drip)
umumnya mukopurulen dengan/tanpa adanya nyeri wajah/ rasa tertekan
diwajah dan penurunan / hilangnya penciuman yang berlangsung lebih dari
12 minggu dan pada pemeriksaan rhinoskopi anterior ditemukan kelainan
rongga hidung yang berkaitan dengan rinosinusitis kronik seperti polip nasi,
discharge mukopurulen (anterior/post nasal drip) yang berasal dari meatus
media dan atau edema/ obstruksi mukosa yang terutama terjadi pada meatus
media. Serta dengan atau tanpa perubahan pada gambaran CT scan dan
perubahan mukosa KOM dengan atau tanpa sinusitis.

Pemeriksaan fisik yang dilakukan mencakup rinoskopi anterior dan


posterior.1 Pembeda antara kelompok rinosinusitis kronik tanpa dan dengan
nasal polip adalah ditemukannya jaringan polip / jaringan polipoid pada
pemeriksaan rinoskopi anterior. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan
antara lain endoskopi nasal, sitologi dan bakteriologi nasal, pencitraan (foto
polos sinus, transiluminasi, CT-scan dan MRI), pemeriksaan fungsi
mukosiliar, penilaian nasal airway, fungsi penciuman dan pemeriksaan
laboratorium.1
1) Anamnesis
Anamnesis yang cermat dan teliti sangat diperlukan terutama dalam
menilai gejala-gejala yang ada pada kriteria

diatas, mengingat

patofisiologi rinosinusitis kronik yang kompleks. Adanya penyebab infeksi


baik bakteri maupun virus, adanya latar belakang alergi atau kemungkinan
kelainan anatomis rongga hidung dapat dipertimbangkan dari riwayat
penyakit yang lengkap.20 Informasi lain yang perlu berkaitan dengan
keluhan yang dialami penderita mencakup durasi keluhan, lokasi, faktor
yang memperingan atau memperberat serta riwayat pengobatan yang
sudah dilakukan.2 Beberapa keluhan/gejala yang dapat diperoleh melalui
anamnesis dapat dilihat pada tabel 1 pada bagian depan. Menurut EP3OS
2007, keluhan subyektif yang dapat menjadi dasar rinosinusitis kronik
adalah:
a) Obstruksi nasal
Keluhan buntu hidung pasien biasanya bervariasi dari obstruksi aliran
udara mekanis sampai dengan sensasi terasa penuh daerah hidung dan
sekitarnya
b) Sekret / discharge nasal
Dapat berupa anterior atau posterior nasal drip
c) Abnormalitas penciuman
Fluktuasi penciuman berhubungan dengan rinosinusitis kronik yang
mungkin disebabkan karena obstruksi mukosa fisura olfaktorius
dengan / tanpa alterasi degeneratif pada mukosa olfaktorius
d) Nyeri / tekanan fasial

Lebih nyata dan terlokalisir pada pasien dengan rinosinusitis akut,


pada rinosinusitis kronik keluhan lebih difus dan fluktuatif.
Selain untuk mendapatkan riwayat penyakit, anamnesis juga dapat
digunakan untuk menentukan berat ringannya keluhan yang dialami
penderita. Ini berguna bagi penilaian kualitas hidup penderita. Ada
beberapa metode/test yang dapat digunakan untuk menilai tingkat
keparahan penyakit yang dialami penderita, namun lebih sering digunakan
bagi kepentingan penelitian, antara lain dengan SNOT-20 (sinonasal
outcome

test),

CSS

(chronic

sinusitis

survey)

dan

RSOM-31

(rhinosinusitis outcome measure)1,2,21


2) Pemeriksaan Fisik
a)

Rinoskopi anterior dengan cahaya lampu kepala yang adekuat dan


kondisi rongga hidung yang lapang (sudah diberi topikal dekongestan
sebelumnya)6,11 Dengan rinoskopi anterior dapat dilihat kelainan
rongga hidung yang berkaitan dengan rinosinusitis kronik seperti
udem konka, hiperemi, sekret (nasal drip), krusta, deviasi septum,

b)

tumor atau polip.11


Rinoskopi posterior bila diperlukan untuk melihat patologi di
belakang rongga hidung.11

3) Pemeriksaan Penunjang
a)

Transiluminasi, merupakan pemeriksaan sederhana terutama untuk


menilai kondisi sinus maksila. Pemeriksaan dianggap bermakna bila

b)

terdapat perbedaan transiluminasi antara sinus kanan dan kiri.11


Endoskopi nasal, dapat menilai kondisi rongga hidung, adanya sekret,
patensi kompleks ostiomeatal, ukuran konka nasi, udem disekitar
orifisium

tuba,

hipertrofi

adenoid

dan

penampakan

mukosa

sinus.1,2,11,21 Indikasi endoskopi nasal yaitu evaluasi bila pengobatan


konservatif mengalami kegagalan. Untuk rinosinusitis kronik,
endoskopi nasal mempunyai tingkat sensitivitas sebesar 46 % dan
c)

spesifisitas 86 %.11
Radiologi, merupakan pemeriksaan tambahan yang umum dilakukan,
meliputi X-foto posisi Water, CT-scan, MRI dan USG. CT-scan

merupakan modalitas pilihan dalam menilai proses patologi dan


anatomi sinus, serta untuk evaluasi rinosinusitis lanjut bila pengobatan
medikamentosa tidak memberikan respon.6,11 Ini mutlak diperlukan
d)

pada rinosinusitis kronik yang akan dilakukan pembedahan.6,11


Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan antara lain:6,11,12
(1) Sitologi nasal, biopsi, pungsi aspirasi dan bakteriologi
(2) Tes alergi
(3) Tes fungsi mukosiliar : kliren mukosiliar, frekuensi getar siliar,
mikroskop elektron dan nitrit oksida
(4) Penilaian aliran udara nasal (nasal airflow): nasal inspiratory
peakflow, rinomanometri, rinometri akustik dan rinostereometri
(5) Tes fungsi olfaktori: threshold testing
(6) Laboratorium : pemeriksaan CRP ( C-reactive protein)

Gambar 2.1 CT-scan penampang koronal menunjukkan rinosinusitis kronik


akibat konka bulosa sehingga mengakibatkanpenyempitan KOM 21
D. Klasifikasi
Berdasarkan EPOS (European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal
Polyps) 2012 RSK dibagi menjadi RSK dengan polip hidung dan RSK tanpa
polip hidung. Pembagian ini didasarkan pada ditemukan tidaknya polip pada
pemeriksaan penunjang terutama pemeriksaan endoskopi nasal dimana sangat
berpengaruh pada pemilihan penatalaksanaan yang akan dilakukan oleh
dokter. 6
E. Penatalaksanaan

1) Penatalaksanaan RSK dengan atau tanpa polip hidung pada dewasa


untuk pelayanan kesehatan primer dan dokter spesialis non-THT

Gambar 2.2 Skema penatalaksanaan RSK pelayanan kesehatan primer dan


dokter spesialis non THT
Pada EPOS 2012 terdapat suatu skema penatalaksanaan RSK
dengan atau tanpa polip hidung pada dewasa bagi dokter umum di tempat
pelayanan kesehatan primer atau dokter spesialis non THT. Sebelum
menentukan penatalaksanaan yang paling tepat harus dilakukan penegakan
diagnosis RSK melalui anamnesis dan pemeriksaan terlebih dahulu, yakni
gejala yang muncul lebih dari 12 minggu dengan dua atau lebih tanda,
salah satunya haruslah obstruksi saluran napas (blokade/ obstruksi/
kongesti) atau discharge nasal (anterior/ post nasal drip). Nyeri pada
frontal bisa mungkin didapatkan, gangguan penghidu juga mungkin
didapatkan serta pada pemeriksaan rhinoskopi anterior ditemukan kelainan
rongga hidung yang berkaitan dengan rinosinusitis kronik seperti polip
hidung, discharge mukopurulen (anterior/post nasal drip) yang berasal dari
meatus media dan atau edema/ obstruksi mukosa terutama pada meatus
media. Pasien juga dianamnesis mengenai gejala alergi seperti ingus encer,
mata gatal dan berair serta hidung gatal untuk kemudian dilakukan tes

alergi apabila ditemukan. Selanjutnya penatalaksanaan ditentukan dari


tersedia atau tidaknya fasilitas endoskopi nasal. Saat tidak tersedia dokter
dapat memberikan steroid topikal, nasal irigasi, dan antihistamin (apabila
terdapat alergi). Kemudian dilakukan evaluasi ulang setelah 4 minggu.
Saat terdapat perbaikan gejala maka terapi dilanjutkan hingga pasien
sembuh sedangkan saat tidak terdapat

perbaikan maka harus segera

dirujuk ke dokter spesialis THT untuk diagnosis serta penatalaksanaan


selanjutnya. Saat terdapat fasilitas nasoendoskopi maka penatalaksanaan
mengikuti skema penatalaksanaan bagi dokter spesialis yang dibagi
berdasarkan ditemukan atau tidaknya polip nasi pada pemeriksaan
endoskopi nasal. Selain itu ketika penatalaksanaan dengan operasi
dipertimbangkan maka harus dirujuk ke spesialis THT.
2) Penatalaksanaan RSK dengan polip nasi pada dewasa untuk dokter
spesialis THT

Gambar 2.3 Skema penatalaksanaan RSK dengan polip hidung dokter


spesialis THT
Rhinosinusitis kronis dengan polip (Chronic Rhinosinusitis with NP/
CRSwNP/ RSK dengan polip) merupakan suatu rhinosinusitis kronis
bilateral, dengan endoskopi terlihat polip pada meatus media.
Untuk diagnosis RSK dengan polip, dibutuhkan diagnosis pada RSK
terlebih dahulu, yakni gejala yang muncul lebih dari 12 minggu dengan
dua atau lebih tanda, salah satunya haruslah obstruksi saluran napas
(blokade/ obstruksi/ kongesti) atau discharge nasal (anterior/ post nasal
drip). Nyeri pada frontal bisa mungkin didapatkan, gangguan penghidu
juga mungkin didapatkan. Pada pemeriksaan endoskopi didapatkan polip
pada meatus media.
Setelah ditegakkan RSK dengan polip, perlu ditentukan derajat
keparahan RSK, yaitu:
1.

Derajat Ringan (VAS 0-3; tidak ada kerusakan mukosa yang berat
pada endoskopi)
Tatalaksana yang dianjurkan yakni steroid topikal (spray), lalu
di lakukan pemeriksaan ulang setelah 3 bulan. Jika ada perbaikan,
steroid topikal dilanjutkan, lalu dilakukan pemeriksaan ulang setelah 6
bulan. Jika tidak ada perbaikan dalam 3 bulan pertama, dosis steroid
perlu dinaikkan dan dapat diberikan juga doksisiklin (Setelahnya
dilakukan pemeriksaan ulang setelah 3 bulan). Jika masih tidak ada
perbaikan juga, perlu dipertimbangkan CT Scan (derajat diubah

2.

menjadi berat).
Derajat Sedang (VAS 3-7; ada kerusakan mukosa pada endoskopi)
Tatalaksana yang diberikan yakni steroid topikal (spray) dan
juga doksisiklin. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan ulang setelah 3
bulan, jika membaik, tatalaksana dilanjutkan sesuai tatalaksana derajat
ringan. Jika tidak membaik dalam 3 bulan pertama, perlu
dipertimbangkan CT Scan (derajat diubah menjadi berat).

3.

Derajat Berat (VAS 7-10; ada kerusakan mukosa pada endoskopi)


Tatalaksana yang diberikan yakni steroid topikal (spray) dan
steroid oral selama 1 bulan. Jika terjadi perbaikan, terapi dilanjutkan
sesuai tatalaksana derajat sedang. Jika tidak membaik dalam 1 bulan
pertama, perlu dilakukan CT Scan, setelahnya dapat dipertimbangkan
untuk tindakan pembedahan. Setelah tindakan pembedahan perlu
dilakukan irigasi nasal secara rutin, steroid topikal dan oral, serta
antibiotik jangka panjang.

3) Penatalaksanaan RSK tanpa polip nasi pada dewasa untuk dokter


spesialis THT

Gambar 2.4 Skema penatalaksanaan RSK tanpa polip hidung dokter


spesialis THT
Rhinosinusitis kronis tanpa polip (Chronic Rhinosinusitis without
NP/ CRSwNP/ RSK tanpa polip) merupakan suatu rhinosinusitis kronis
bilateral, dimana dengan endoskopi tidak terlihat polip pada meatus media.

Untuk diagnosis RSK tanpa polip, dibutuhkan diagnosis pada RSK


terlebih dahulu, yakni gejala yang muncul lebih dari 12 minggu dengan
dua atau lebih tanda, salah satunya haruslah obstruksi saluran napas
(blokade/ obstruksi/ kongesti) atau discharge nasal (anterior/ post nasal
drip). Nyeri pada frontal bisa mungkin didapatkan, gangguan penghidu
juga mungkin didapatkan. Pada pemeriksaan endoskopi tidak didapatkan
polip pada meatus media, jika diperlukan pada pemeriksaan dapat
dilakukan pemberian dekongestan.
Penatalaksanaan RSK tanpa polip juga dilakukan berdasarkan dari
tingkat keparahan gejala. Untuk VAS Ringan (0-3) diberikan steroid
topikal intranasal dan cuci hidung, jika berhasil dilakukan tindak lanjut
jangka panjang berupa cuci hidung, steroid topikal dan makrolid jangka
panjang. Jika gagal setelah 3 bulan atau VAS sedang atau berat (>3-10)
diberikan steroid topikal, dilakukan cuci hidung, kultur dan resistensi
kuman serta pemberian makrolid jangka panjang. Jika terdapat perbaikan
maka dilakukan tindak lanjut jangka panjang. Jika gagal setelah 3 bulan
maka dilakukan pemeriksaan CT Scan dan operasi
4) Penatalaksanaan RSK dengan atau tanpa polip nasi pada anak

Gambar 2.5 Skema penatalaksanaan RSK dengan atau tanpa polip


pada anak
Pada Penatalaksanaan Rhinosinusitis kronis

pada anak-anak

terlebih dahulu dilakukan penegakan diagnosis yaitu terdapat 2 gejala


dimana salah satunya adalah obstruksi hidung atau perubahan warna
discharge, sakit kepala, dengan atau tanpa adanya nyeri pada daerah
frontal/sakit kepala / batuk serta dilakukan pemeriksaan penunjang
lainnya

untuk

menegakkan

diagnosis

diantaranya

pemeriksaan

Endoskopi, CT-Scan serta Cek Alergi. Jika pada pemeriksaan fisik


didapatkan VAS ringan (tingkat nyeri) pasien 0-3 maka dapat diberikan
tindakan irigasi nasal atau steroid nasal, dan jika di dapatkan VAS sedang
sampai berat (3-10) atau dengan pengobatan irigasi nasal/ steroid nasal
gagal setelah tiga bulan maka perlu dipertimbangkan dilakukannya kultur

serta pertimbangan penggunaan antibiotik jangka panjang. Selanjutnya


dilakukan CT-Scan untuk pemeriksaan lanjutan guna melihat apakah ada
perbaikan, jika keluhan tidak ada perbaikan dan semakin memberat pada
gambaran

CT-Scan

maka

perlu

Pertimbangkan

dilakukannya

adenoidektomi dan irigasi sinus serta Pertimbangkan FESS. pada


eksaserbasi akut

Rhinosinusitis kronis harus diterapi seperti pada

rhinisinusitis akut. Terapi harus berdasarkan keparahan pada gejala.


Selain itu pada penatalaksanaan RSK perlu diperhatikan tandatanda lain yang dapat dianggap kedaruratan seperti: gejala yang
unilateral, perdarahan, krusta, kakosmia, gejala pada orbita (edema
periorbita/ eritema, bola mata tergeser, pandangan ganda/ berkurang,
optalmoplegi), nyeri kepala frontal berat, bengkak pada frontal, tandatanda meningitis, dan gejala neurologis. Jika terdapat tanda-tanda
tersebut, perlu dilakukan investigasi dan intervensi segera mengenai
kemungkinan diagnosis yang lain. 6

Anda mungkin juga menyukai