NH3 4DAN
CH4CO
SERTA
CO2 DARI PETERNAKAN
KADAR NH
SERTA
BROILER PADA
3 DAN CH
2 DARI PETERNAKAN
BROILER
PADA
KONDISI
LINGKUNGAN
YANG
BERBEDA
KONDISI LINGKUNGAN DAN MANAJEMEN PETERNAKAN
DI KABUPATEN
BOGOR
JAWA BARAT
YANG
BERBEDA DI
KABUPATEN
BOGOR
SKRIPSI
RATNA PATIYANDELA
12
RINGKASAN
Ratna Patiyandela. D14063281. 2013. Kadar NH3 dan CH4 serta CO2 pada
Peternakan Ayam Broiler dengan Kondisi Lingkungan dan Manajemen
Peternakan yang Berbeda di Kabupaten Bogor. Skripsi. Departemen Ilmu
Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Maria Ulfah, S.Pt., M.Sc. Agr.
Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Siti Badriyah Rushayati, M.Si.
Peningkatan populasi ayam broiler disamping memberikan dampak positif
bagi ketersediaan daging di Indonesia, ternyata juga memberikan dampak negatif
bagi ayam Broiler, manusia dan lingkungan akibat meningkatnya jumlah manur yang
dihasilkan oleh peternakan ayam broiler. Manur ini dapat menyebabkan timbulnya
polusi udara dan bau yang tidak sedap akibat adanya gas-gas dan partikel lain yang
dihasilkan. Amonia (NH3), metana (CH4), dan karbondioksida (CO2) merupakan
contoh gas yang dihasilkan dari peternakan ayam broiler. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui kadar NH3, CH4 dan CO2 di udara (udara di dalam kandang
maupun di area sekitar kandang) dari peternakan ayam broiler pada lingkungan yang
berbeda.
Penelitian dilakukan di peternakan ayam broiler Ikhtiar Farm yang terletak di
Desa Cikoneng Talang, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor (berada pada
ketinggian 520 m dpl) dan di peternakan ayam broiler Bagus Farm yang terletak di
Desa Semplak Barat, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor (berada pada ketinggian
170 m dpl) selama 1 minggu. Metode penangkapan udara untuk NH3 dan CO2
menggunakan metode impinger, sedangkan untuk CH4 menggunakan syringe.
Analisis kadar NH3 dilakukan dengan menggunakan metode indofenol, kadar CO2
menggunakan metode titrasi dan kadar CO2 menggunakan metode Gas
Chromatography Flame Ionization Detector (GC-FID).
Rataan suhu udara harian pada Peternakan Bagus Farm di dalam kandang
adalah 26,75-28,20 C dan di luar kandang adalah 27,73-29,63 C, sedangkan pada
Peternakan Ikhtiar Farm, rataan suhu udara harian di dalam kandang adalah 25,5827,03 C dan di luar kandang adalah 25,93-27,85 C. Rataan kelembaban udara
harian pada Peternakan Bagus Farm di dalam kandang adalah 81%-92% dan di luar
kandang adalah 77%-87%, sedangkan pada Peternakan Ikhtiar Farm di dalam
kandang adalah 70%-85% dan di luar kandang adalah 67%-84%. Rataan kecepatan
angin harian di Peternakan Bagus Farm adalah 0,87-1,50 m/det dan di Peternakan
Ikhtiar Farm adalah 0,37-3,27 m/det.
Kadar NH3 di Peternakan Bagus Farm berada pada kisaran 0,0745-0,8971
ppm lebih tinggi daripada Peternakan Ikhtiar Farm yang berada pada kisaran 0,00810.0862 ppm. Kadar CH4 di Peternakan Bagus Farm adalah 0,0957-0.1202 g/mm3
lebih tinggi daripada di Peternakan Ikhtiar Farm dengan kadar CH 4 sebesar <0,001
g/mm3. Kadar CO2 di Peternakan Bagus Farm berkisar antara <5-26,550 g/mm3
lebih tinggi daripada kadar CO2 di Peternakan Ikhtiar Farm (<5 g/mm3). Namun,
kadar NH3, kedua lokasi peternakan ayam broiler masih berada di bawah standar
baku mutu. Kadar NH3, CH4, dan CO2 di kedua lokasi peternakan ayam broiler
dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya kondisi mikroklimat (suhu udara,
kelembaban udara, kecepatan dan arah angin), nutrien dalam manur (terutama
protein), manajemen perkandangan (tipe kandang, atap kandang dan alas kandang),
nutrien dalam pakan dan performa ayam broiler.
Kata kunci : peternakan ayam broiler, mikroklimat kandang, tipe kandang, kadar
NH3, CH4, dan CO2
ii
ABSTRACT
Levels of NH3 and CH4 also CO2 from Broiler Chicken House at Different
Environmental Condition and Management in Bogor Regency
Patiyandela, R., M. Ulfah, and S. B. Rushayati
The development of broiler population may cause negative impact such as gases
emission including of NH3, CH4, and CO2, for broiler, human and environment. The
levels of NH3, CH4, and CO2 resulted from broiler house can be affected by
microclimate condition. Information about the levels of NH 3, CH4, and CO2 in
broiler house in Bogor regency is still limited. The purpose of this research is to
estimate the levels of NH3, CH4 dan CO2 inside and outside broiler houses at
different environmental condition. This research was conducted on Bagus Farm that
located in West Semplak, Kemang District, Bogor Regency (170 m above see level)
and Ikhtiar Farm that located in Cikoneng Talang, Pamijahan District, Bogor
Regency (520 m above sea level). This research was conducted during October until
November 2010. The result shows that the levels of NH3, CH4, and CO2 in Bagus
Farm was higher than Ikhtiar Farm. The level of NH3 is lower than standard of NH 3
consisted in ambient air. The differentiation of NH3, CH4, and CO2 levels between
Bagus Farm and Ikhtiar Farm can be influenced by some factors such as
microclimate condition (temperature, humidity, and air velocity), housing
management, feed nutrient, manure management and composition.
Keyword : broiler chicken farm, microclimate condition, house type, level of NH 3,
CH4, and CO2
iii
KADAR
NH3 4DAN
CH4CO
SERTA
CO2 DARI PETERNAKAN
KADAR NH
SERTA
BROILER PADA
3 DAN CH
2 DARI PETERNAKAN
BROILER
PADA
KONDISI
LINGKUNGAN
YANG
BERBEDA
KONDISI LINGKUNGAN DAN MANAJEMEN PETERNAKAN
DI KABUPATEN
BOGOR
JAWA BARAT
YANG
BERBEDA DI
KABUPATEN
BOGOR
RATNA PATIYANDELA
D14063281
iv
Judul
: Kadar NH3 dan CH4 serta CO2 dari Petrnakan Broiler pada Kondisi
Lingkungan dan Manajemen Peternakan yang Berbeda di
Kabupaten Bogor
Nama
: Ratna Patiyandela
NIM
: D14063281
Menyetujui,
Pembimbing Utama,
Pembimbing Anggota,
Mengatahui,
Ketua Departemen
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 4 Januari 1988 di Bondowoso, Jawa Timur.
Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Samik Rufiadi
dan Ibu Sumiwarti.
Penulis mengawali pendidikan dasar pada tahun 1994 di Sekolah Dasar
Dabasah 3 Bondowoso dan diselesaikan pada tahun 2000. Pendidikan lanjutan
tingkat pertama dimulai pada tahun 2000 dan diselesaikan pada tahun 2003 di
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Bondowoso. Penulis melanjutkan
pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Bondowoso pada tahun 2003 dan
diselesaikan pada tahun 2006.
Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006 melalui jalur
USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) dan diterima di Departemen Ilmu Produksi
dan Teknologi Peternakan pada tahun 2007. Penulis aktif dalam organisasi
HIMAPROTER (Himpunan Mahasiswa Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan)
periode 2007-2008 sebagai pengurus Klub Budidaya dan Produksi dan pada periode
2008-2009 sebagai Badan Pengawas HIMAPROTER. Penulis pernah mengikuti
kegiatan magang di PT. Tanduran Sari (Feedlot) dan BPPT Sapi Potong di Ciamis
serta peternakan lebah madu Sari Bunga di Sukabumi.
vi
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Sang Pencipta alam semesta dan Pemilik ilmu pengetahuan,
Tuhan Yang Maha Esa yang menjadikan alam ini mempunyai banyak rahmat bagi
makhluk-Nya. Rasa syukur penulis panjatkan atas segala nikmat dan karunia-Nya
yang telah diberikan sehingga Penulis memperoleh kemudahan dalam penyusunan
dan penyelesaian skripsi yang berjudul Kadar NH3 dan CH4 serta CO2 dari
Peternakan Broiler pada Kondisi Lingkungan dan Manajemen Peternakan
yang Berbeda di Kabupaten Bogor sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Peternakan di Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.
Dunia peternakan khususnya peternakan broiler yang merupakan salah satu
sumber ketersediaan pangan bagi manusia juga merupakan salah satu penyumbang
gas-gas rumah kaca penyebab terjadinya global warming sejak beberapa tahun
terakhir. Penelitian ini dilakukan untuk untuk mengetahui besarnya kadar gas-gas
rumah kaca yang dihasilkan dari peternakan broiler. Penelitian ini juga dapat
digunakan sebagai landasan dalam menyusun strategi untuk meminimalkan produksi
gas-gas rumah kaca dari peternakan ayam broiler.
Penelitian ini merupakan penilitian awal untuk penelitian selanjutnya
mengenai gas-gas yang dihasilkan dari peternakan broiler. Penulis berharap bahwa
skripsi ini dapat memberikan kontribusi terhadap kemajuan ilmu pengetahuan
khususnya dibidang peternakan dan bermanfaat bagi banyak pihak terutama dalam
peningkatan kualitas lingkungan di dalam dan sekitar peternakan kearah yang lebih
baik.
Bogor, Mei 2013
Penulis
vii
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN......................................................................................
ABSTRACT ........................................................................................
iii
vi
vii
viii
xi
xi
PENDAHULUAN ...............................................................................
1
2
2
3
4
4
6
6
7
8
8
8
9
11
11
11
11
11
12
13
14
16
16
17
17
18
viii
19
19
21
22
24
24
25
27
28
29
29
32
34
35
41
Kesimpulan ...................................................................................
Saran ..........................................................................................
41
41
42
43
LAMPIRAN ........................................................................................
47
ix
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.
2.
3.
4.
12
5.
12
6.
15
20
22
30
33
34
38
7.
8.
9.
10.
11.
12.
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.
17
2.
19
3.
26
27
36
37
4.
5.
6.
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
1.
2.
3.
4.
5.
Halaman
Kondisi Perkandangan dan Pengambilan Sampel Udara di Bagus
Farm ...........................................................................................
48
49
50
51
51
xii
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Peternakan ayam broiler merupakan salah satu subsektor peternakan dengan
tingkat permintaan yang cukup tinggi di Indonesia. Peningkatan permintaan
konsumen terhadap daging ayam memicu meningkatnya jumlah populasi ayam
broiler di Indonesia, khususnya di pulau Jawa dan Bali, yang secara umum terus
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun (Tabel 1).
Tabel 1. Populasi Ayam Broiler di Pulau Jawa dan Bali
Provinsi
Tahun (ekor)
2009
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI. Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
2010
2011*
137.100
132.200
131.827
455.258.895
497.814.154
526.931.620
58.350.965
64.332.799
64.397.132
5.276.897
5.435.521
5.556.967
147.006.266
56.993.631
58.494.332
80.023.212
41.146.851
45.508.417
5.263.645
5.404.657
5.444.653
menyebabkan sinar infra merah yang dipancarkan kembali ke bumi semakin besar
sehingga dapat meningkatkan suhu bumi (Cicerone, 1987). Gas-gas rumah kaca ini
menimbulkan efek rumah kaca. Amonia (NH3), metana (CH4), dan karbondioksida
(CO2) merupakan contoh gas yang dihasilkan dari peternakan ayam broiler dan
berpengaruh terhadap timbulnya efek rumah kaca yang berdampak pada peningkatan
suhu di sekitar lokasi peternakan. Data mengenai gas-gas tersebut masih terbatas
hingga saat ini, terutama pada peternakan ayam broiler dengan kandang
konvensional yang banyak ditemui di Indonesia, sehingga perlu dilakukan penelitian
untuk mengukur kadar gas-gas tersebut.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar NH3, CH4 dan CO2 di udara
(udara di dalam kandang maupun di area sekitar kandang) dari peternakan ayam
broiler pada lingkungan yang berbeda.
Manfaat
Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan untuk melakukan perkiraan
terhadap kadar gas-gas tersebut (NH3, CH4 dan CO2) yang dihasilkan oleh
peternakan-peternakan ayam broiler lain di Indonesia yang dioperasikan dengan
sistem pemeliharaan yang sama dengan penelitian ini. Hasil penelitian ini diharapkan
juga dapat digunakan sebagai dasar untuk mengembangkan strategi-strategi baru
dalam menurunkan kadar gas-gas tersebut di peternakan broiler.
TINJAUAN PUSTAKA
Manur Ayam
Manur merupakan bahan campuran hasil ekskresi tubuh yang berasal dari
pakan tidak tercerna dalam saluran pencernaan dan sisa hasil metabolisme
(Ensminger, 1992). Jumlah dan komposisi manur yang diproduksi berbeda-beda
tergantung jenis unggas, bobot badan, waktu pengambilan ekskreta, jenis dan jumlah
pakan, serta cuaca (Muller, 1980; Ensminger, 1992). Manur ayam mengandung N
total sebanyak 13-17 g/kg dari bahan kering, yang terdiri atas 60%-75% berupa asam
urat, 0%-3% berupa amonium, dan 25%-34% berupa protein tidak tercerna
(Patterson dan Adrizal, 2005). Kandungan gas amonia yang tinggi dalam manur
menunjukkan kurang sempurnanya proses pencernaan atau protein yang berlebihan
dalam pakan ternak, sehingga tidak semua dapat terabsorpsi tetapi dikeluarkan
sebagai amonia dalam manur (Rohaeni, 2005). Karakter dan jumlah ekskreta yang
dihasilkan oleh ayam broiler dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Karakter dan Produksi Kotoran Segar Ayam Broiler per 1000 kg Bobot
Hidup/Hari
Parameter
Satuan *
Jumlah
Kg
85 13
kg /m
1.000
Kg
22 1,4
Kg
17 1,2
COD
Kg
16 1,8
BOD5
Kg
Kg
1,1 0,24
Total fosfor
Kg
0,30 0,053
Potassium
Kg
0,40 0,064
Kalsium
Kg
0,41
Magnesium
Kg
0,15
Sulfur
Kg
0,085
Sodium
Kg
0,15
Zinc
3,6
Copper
0,98
Bobot
Kepadatan
Amonia bersifat
racun, tidak berwarna, dapat menyebabkan karat pada beberapa bahan dan memiliki
bau tajam yang khas. Amonia juga merupakan salah satu senyawa penyebab
timbulnya bau dari kotoran ayam (Korner et al., 2005)
Amonia pada peternakan ayam broiler berasal dari penguraian asam urat.
Asam urat merupakan produk akhir dari metabolisme protein dan nitrogen pada
unggas. Penguraian asam urat adalah sebagai berikut (Patterson dan Adrizal, 2005) :
C5H4O3N4 + 1,5O2 + 4H2O
5CO2 + 4NH3
Pengaruh
Mengganggu
kesehatan
dan
performa
ayam
broiler,
25-125
75-100
46-102
Menyebabkan
kerusakan
pada
mata
dalam
bentuk
keratokonjunctivitis
Sumber: Ritz et al. (2004)
Sumber emisi NH3 dari kegiatan manusia diperkirakan 50% berasal dari
kegiatan peternakan. Produksi peternakan ayam diperkirakan menghasilkan emisi
amonia sebanyak 1,9 juta metric ton per tahun atau 2,1 Tg (tera gram) per tahun (Ritz
et al., 2004). Emisi NH3 dapat dengan cepat bereaksi dengan komponen asam yang
terdapat di atmosfer, seperti asam nitrit dan asam sulfur, dan berubah menjadi partikel aerosol amonium, seperti amonium sulfat dan amonium nitrat (Ritz et al., 2004).
Jumlah emisi amonia di atmosfer diantaranya dipengaruhi oleh umur ternak,
sistem pemeliharaan, temperatur dan kelembaban lingkungan, kecepatan angin, dan
hujan. Perbedaan kondisi iklim, seperti suhu, frekuensi dan intensitas curah hujan,
kecepatan angin, topografi, dan tanah, mempengaruhi emisi yang dihasilkan dari
peternakan (National Research Council, 2002). Gates et al. (2004) melakukan
penelitian selama musim dingin dan musim semi dan menunjukkan bahwa angka
emisi amonia untuk peternakan ayam broiler dengan kapasitas 20.000 ekor adalah
0,27 g NH3/ekor/hari. Angka emisi amonia untuk peternakan ayam broiler dengan
kapasitas 25.000 ekor adalah 0,45 g NH3/ekor/hari.
Metana (CH4)
Metana merupakan salah satu gas rumah kaca. Metana, paling besar
disebabkan oleh bakteri yang merombak bahan organik pada kondisi anaerobik.
Aktifitas manusia diperkirakan menyumbang 60%-80% dari total emisi CH4. Metana
yang dilepaskan ke atmosfer, sebagian besar melalui proses oksidasi oleh hidroksil
(OH) dan diperkirakan dapat bertahan di atmosfer antara 9-15 tahun (Pipatti, 1998).
Peternakan ayam diperkirakan menyumbangkan emisi metana sebesar 1,28 Tg/tahun
(Khalil, 2000).
Karbondioksida (CO2)
Karbondioksida merupakan gas rumah kaca yang mengatur energi panas yang
dapat dipancarkan bumi kembali ke angkasa. Gas rumah kaca dapat ditembus radiasi
matahari yang baru masuk ke atmosfer, dan menjerap radiasi sinar inframerah
sehingga tidak dapat dipancarkan kembali ke angkasa. Gas-gas rumah kaca, seperti
karbondioksida ini mengakibatkan panas matahari tertahan dekat dengan permukaan
bumi, sehingga menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim lainnya
(Griffin, 2003). Karbondioksida dianggap sebagai penyumbang paling banyak pada
pemanasan global sejak lebih dari 250 tahun terakhir. Jumlah CO 2 yang dihasilkan
dari proses pernafasan pada peternakan mencapai 3.000 Tg/tahun (Pitesky et al.,
2009).
Konsentrasi karbondioksida (CO2) di udara relatif rendah yaitu sekitar 0,03%.
Konsentrasi yang relatif rendah ini disebabkan oleh absorbsi CO 2 oleh tumbuhan
selama fotosintesis dan karena kelarutan CO2 di dalam air. Tumbuhan berperan
sebagai produsen pertama dalam ekosistem yang mengubah energi surya menjadi
energi potensial untuk makhluk hidup lain dan mengubah CO2 menjadi O2, sehingga
penghijauan dapat menangani krisis lingkungan di perkotaan karena dapat berperan
mengrangi CO2 dan zat pencemar lainnya. Konsentrasi CO2 yang berlebihan dalam
suatu lingkungan dapat menimbulkan efek sistematik, karena meracuni tubuh dengan
cara pengikatan oleh hemoglobin yang merupakan bagian amat vital dalam proses
oksigenasi jaringan tubuh, dan apabila otak kekurangan oksigen maka dapat
menimbulkan kematian. Dalam jumlah sedikit dapat menimbulkan gangguan
berfikir, gerakan otot, maupun gangguan jantung (Farida, 2004). Konsentrasi CO2 di
atmosfer ternyata telah meningkat lebih dari seabad lalu, peningkatan konsentrasinya
mencapai 1 ppm/tahun. Peningkatan konsentrasi CO2 di atmosfer yang terus menerus
akan menyebabkan perubahan yang besar pada iklim global (Shakhashiri, 2008).
Vucemilo et al. (2007) dalam penelitiannya menyatakan bahwa nilai rata-rata
konsentrasi CO2 di dalam kandang ayam broiler pada minggu ke empat 0,07%. Suhu
dan kelembaban rata-rata di dalam kandang pada minggu ke empat adalah 23,67 C
dan 52,20%, dengan kecepatan aliran udara sebesar 0,07 m/s. Penelitian dilakukan
selama musim semi di tahun 2006 di peternakan ayam broiler berkapasitas 5.300
ekor dengan strain ayam broiler yang digunakan adalah hobb. Penelitian lain yang
dilakukan oleh Vucemilo et al. (2008) menyatakan bahwa Nilai rata-rata konsentrasi
CO2 di dalam kandang ayam broiler pada minggu ke empat 0,21%. Suhu dan
kelembaban rata-rata di dalam kandang pada minggu ke empat adalah 24,17 C dan
65,45%, dengan kecepatan aliran udara sebesar 0,07 m/s. Penelitian dilakukan
selama musim semi di peternakan ayam broiler berkapasitas 22.000 ekor dengan
strain ayam broiler yang digunakan adalah ross-308 breed.
Kualitas Udara
Udara ambien adalah udara bebas di permukaan bumi pada lapisan troposfer
yang berada dalam wilayah yuridiksi Republik Indonesia yang dibutuhkan dan
mempengaruhi kesehatan manusia, makhluk hidup dan unsur lingkungan hidup
lainnya. Baku mutu udara ambien adalah ukuran batas atau kadar zat, energi,
dan/atau komponen yang ada atau yang seharusnya ada dan/atau unsur pencemar
yang ditenggang keberadaannya dalam udara ambien (Biro Peraturan Perundangundangan, 1999). Kualitas udara ambien dipengaruhi oleh kandungan atau kadar zat,
energi dan komponen lain yang terdapat di udara bebas (Syahputra, 2005). Salah
satu yang mempengaruhi kualitas udara ambien adalah keberadaan polutan.
Kadar polutan yang terdapat di suatu lokasi dipengaruhi oleh beberapa faktor,
yaitu : 1) jarak sumber polutan dengan lokasi, 2) faktor penurun kadar polutan
(vegetasi), dan 3) kondisi meteorologi dan topografi lokasi. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kadar polutan di atmosfer adalah : 1) jumlah total cemaran yang
dikeluarkan atau dipancarkan, 2) kondisi meteorologi di suatu lokasi pencemar dan
sekitarnya, 3) keadaan topografi di suatu lokasi pencemar dan sekitarnya, dan 4) sifat
dan karakteristik zat pencemar (Soedomo, 2001).
Faktor Meteorologis
Faktor meteorologis mempunyai peranan yang penting dalam menentukan
kualitas udara di suatu daerah. Menurut Soedomo (2001) kondisi atmosfer sangat
ditentukan oleh berbagai faktor meteorologis, seperti : 1) kecepatan dan arah angin,
2) kelembaban, 3) suhu, 4) tekanan udara, dan 5) aspek tinggi permukaan (topografi).
Faktor meteorologis akan menentukan penyebaran pencemar di udara
ambien, baik yang berasal dari emisi sumber tidak bergerak maupun dari sumber
bergerak. Kondisi meteorologi akan menentukan luasan penyebaran pencemar, pola
penyebaran, dan jangkauan penyebaran serta jangka waktu penyebarannya.
Suhu Udara
Soedomo (2001) menyatakan suhu udara secara langsung mempengaruhi
kondisi kestabilan atmosfer. Dalam kondisi stabil, yaitu pada suhu udara yang lebih
rendah dari lingkungan, maka massa udara polutan tidak dapat naik tetapi tetap
berada di atmosfer dan terakumulasi, sehingga akan menaikkan konsentrasi polutan.
Sebaliknya, pada saat suhu udara lebih tinggi daripada suhu lingkungan, maka massa
udara polutan akan naik dan menyebar sehingga tidak terjadi pengendapan di
permukaan dan akan meminimalkan konsentrasi polutan.
Kecepatan dan Arah Angin
Angin akan mempengaruhi kecepatan penyebaran polutan dengan udara
disekitarnya. Kecepatan angin yang semakin tinggi menyebabkan pencampuran dan
penyebaran polutan dari sumber emisi di atmosfer akan semakin besar sehingga
konsentrasi zat pencemar menjadi encer, begitu juga sebaliknya, hal ini akan
menurunkan konsentrasi zat polutan di udara (Hasnaeni, 2004).
Arah angin berperan dalam penyebaran polutan yang akan membawa polutan
tersebut dari satu sumber tertentu ke area lain searah dengan arah angin. Kecepatan
angin memegang peranan dalam jangkauan dari pengangkutan dan penyebaran
polutan. Kecepatan angin mempengaruhi distribusi pencemar, konsentrasi pencemar
akan berkurang jika angin berkecepatan tinggi dan membagikan kecepatan tersebut
secara mendatar atau vertikal (Sastrawijaya, 1991).
Analisis Kualitas Udara
Metana (CH4) dan karbondioksida (CO2) tergolong dalam senyawa karbon
yang mudah menguap. Metode yang sering digunakan dalam menganalisis senyawa
karbon ini adalah metode kromatografi gas dengan detektor pengionan nyala / flame
ionization detector (FID) (Nahas et al., 2008). Kromatografi gas dengan detektor
pengionan nyala atau Gas Chromatography Flame Ionization Detector (GC-FID)
memiliki fase stasioner atau fase diam berupa cairan dan fase bergerak berupa gas
yang sering disebut sebagai kromatografi gas-cair (GLC) serta menggunakan jenis
detektor pengionan nyala atau flame ionization detector (FID). Kelebihan dari
kromatografi jenis ini adalah stabil, linier pada rentang zat terlarut yang besar, cepat,
peka, responsif terhadap hampir semua senyawa organik. Kekurangannya adalah
tidak responsif pada hampir semua senyawa inorganik termasuk air, bersifat
menghancurkan komponen sampel, dan lebih mahal (Day dan Underwood, 2002).
Metode yang digunakan dalam menganalisis amonia (NH3) adalah
menggunakan metode spektroskopi. Analisis spektroskopi pada dasarnya mengukur
jumlah radiasi yang dihasilkan atau diserap oleh molekul atau atom yang lebih
spesifik (Skoog et al., 1999). Spektrometer adalah alat spektroskopik yang
menggunakan monokromator atau polikromator bersama dengan tansduser
mengubah intensitas pancaran menjadi sinyal listrik. Spektrofotometer adalah
spektrometer yang memungkinkan untuk mengukur rasio kekuatan radiasi dari dua
sinar yang dibutuhkan untuk mengukur absorbansi. Fotometer menggunakan sebuah
filter untuk memilih panjang gelombang bersama dengan transduser radiasi (Skoog
et al., 1999). Pengukuran NH3 dengan menggunakan spektrofotometer dilakukan
pada panjang gelombang 400 425 nm (Agustini et al., 2005). Panjang gelombang
400 425 nm berada pada daerah spektrum warna violet sehingga jenis spektro-
fotometer yang digunakan adalah spektrofotometer ultraviolet-cahaya tampak (UVVIS) (Day dan Underwood, 2002).
10
11
perkandangan yang berbeda dengan peternakan ayam broiler yang terletak di Desa
Cikoneng Talang. Perbedaan tersebut disajikan pada Tabel 4 dan Tabel 5 :
Tabel 4. Karakteristik Kondisi Peternakan
No.
1.
2.
3.
4.
Karakteristik Kondisi
Peternakan
Strain ayam Broiler
Jenis ransum
Jumlah populasi (ekor)
Ketinggian Tempat
Peternakan
Bagus Farm
Cobb
TN
3.500
170 m dpl
Ikhtiar Farm
MB-202 S
SB
3.500
520 m dpl
Karakteristik Kondisi
Peternakan
Tipe perkandangan
2.
3.
4.
Posisi kandang
5.
Lingkungan sekitar
kandang
1) Utara
2) Selatan
3) Timur
4) Barat
Peternakan
Bagus Farm
Kombinasi postal dan
panggung
Tipe A
Kombinasi asbes dan
rumbia
Membujur dari utara ke
selatan
Ikhtiar Farm
Panggung*
Tipe A
Rumbia
Membujur dari utara ke
selatan
Kolam ikan
Kebun papaya
Lahan pertanian
Kolam ikan dan lahan
pertanian
Pengukuran Mikroklimat
Kondisi iklim yang diukur adalah suhu udara, kelembaban udara, kecepatan
dan arah angin. Pengukuran terhadap kondisi mikroklimat dilakukan tiga kali dalam
sehari selama satu minggu dan dilakukan ketika ayam Broiler berumur 22-28 hari.
Pengukuran suhu udara menggunakan digital electronic thermo hygrometer LS-207.
Pengukuran suhu udara dilakukan pada ketinggian 1,5 meter di atas permukaan
tanah. Suhu udara harian rata-rata dihitung dengan persamaan berikut (Tjasyono,
2004) :
12
13
Sampel Pakan dan Manur. Pengambilan sampel manur ayam broiler dilakukan
tiga kali (pagi, siang, dan sore) per hari selama satu minggu dari setiap peternakan.
Pengambilan contoh manur ayam dilakukan secara acak. Manur ayam dikumpulkan
dalam botol sampel dan kemudian disimpan pada suhu freezer (sekitar -10 C)
kemudian dikeringkan pada suhu 120 C dan selanjutnya dianalisis. Pengambilan
sampel pakan juga dilakukan untuk dianalisis. Data analisis manur dan pakan
digunakan sebagai data pendukung.
Analisis Sampel
Analisis Kadar NH3 (Amonia). Analisis ini dilakukan dengan menggunakan
metode indofenol menggunakan spektrofotometer (Badan Standarisasi Nasional,
2005b). Prinsip dari metode ini adalah amonia dari udara ambien yang telah dijerap
oleh larutan penjerap asam sulfat, kemudian direaksikan dengan fenol dan natrium
hipoklorit dalam suasana basa, membentuk senyawa komplek indofenol yang
berwarna biru. Intensitas warna biru yang terbentuk diukur dengan menggunakan
spektrofotometer pada panjang gelombang 630 nm (Badan Standarisasi Nasional,
2005b). Konsentrasi NH3 dalam dalam udara dihitung dengan rumus sebagai berikut:
C = (a / V) x 1000
Keterangan :
C
a
V
1000
=
=
=
=
Analisis
Kadar
CO2
(Karbondioksida).
Analisis
ini
dilakukan
dengan
dan pewarnaan. Bahan yang digunakan adalah Na2CO3 (sodium kabonat) sebagai
larutan penjerap, PP merah sebagai pemberi warna, dan HCl 0,02N sebagai titran.
Larutan uji (campuran antara larutan penjerap dan gas CO2) dimasukkan ke dalam
tabung uji. Larutan ditetesi HCl 0,02N hingga larutan yang berwarna merah menjadi
tidak berwarna. Proses titrasi juga dilakukan pada blanko. Jumlah HCl 0,02N yang
digunakan untuk menjernihkan larutan uji dicatat, untuk kemudian dimasukkan ke
dalam rumus perhitungan kadar CO2. Konsentrasi CO2 dalam dalam udara dihitung
dengan rumus sebagai berikut :
14
C=a/V
Keterangan :
C = konsentrasi CO2 di udara (g/m3);
a = jumlah CO2 dalam contoh uji berdasarkan kurva standar (g);
V = volume udara yang dihisap dikoreksi pada kondisi normal 25 C, 760 mmHg (L).
: Prasetyanto (2011).
15
16
Keterangan :
1. Kandang
2. Kebun jambu
3. Lahan pertanian (padi, umbiumbian)
4. Permukiman penduduk
17
kandang menjadi lebih panas di siang hari dan lebih dingin di malam hari,
dikarenakan atap dengan bahan asbes mudah menyerap panas dan kemudian
meneruskannya ke dalam kandang (Wibisono, 2010).
Kondisi sekitar kandang dapat dilihat pada Tabel 5. Kebun jambu biji berada
di sebelah timur dan selatan kandang Peternakan Bagus Farm dengan tinggi pohon
berkisar antara 2-2,5 m dan jarak pohon terdekat sekitar 2 m dari kandang.
Keberadaan pohon/tanaman di sekitar kandang dapat mempengaruhi kondisi
mikroklimat di dalam kandang. Tanaman dapat digunakan sebagai pelindung
terhadap radiasi matahari, dapat menurunkan suhu udara di sekitar bangunan, serta
efek bayangan dari tanaman dapat menghalangi pemanasan permukaan bangunan
dan tanah dibawahnya, serta dapat dimanfaatkan sebagai pengatur aliran udara ke
dalam bangunan (Talarosa, 2005). Fungsi lain dari tanaman adalah dapat menyerap
dan menjerap debu serta unsur pencemar udara lainnya yang berasal dari kandang
ayam broiler. Sekumpulan pohon, dalam hal ini adalah kebun jambu biji, dapat
dimanfaatkan pula sebagai wind break (pemecah angin), sehingga kecepatan angin
yang masuk kedalam kandang dapat berkurang.
Pemukiman penduduk berada di sebelah timur dan selatan kandang dengan
jarak sekitar 200 m dari kandang. Jarak antara kandang ayam broiler dan
permukiman sudah memenuhi anjuran dari Fadilah et al. (2007) yang
mengungkapkan bahwa jarak ideal antara kandang ayam broiler dan permukiman
warga, minimal adalah 50 m. Jarak kandang yang cukup jauh dari permukiman
dapat menghindari kebisingan, penyebaran penyakit, polusi serta bau dari peternakan
ayam Broiler ke wilayah permukiman penduduk.
Kondisi Lingkungan dan Perkandangan di Peternakan Ikhtiar Farm
Peternakan ayam broiler Ikhtiar Farm terletak di Desa Cikoneng Talang,
Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor dan dengan populasi ayam broiler
sebanyak 3.500 ekor. Peternakan tersebut berlokasi di lereng Gunung Salak pada
ketinggian 520 m dpl. Kondisi lingkungan sekitar kandang di Peternakan Ikhtiar
Farm dapat dilihat pada Tabel 5 dan tata letak kandang dapat dilihat pada Gambar 2.
Kandang ayam broiler dikelilingi oleh lahan pertanian (sebelah timur dan selatan)
dan kolam ikan (sebelah barat dan utara). Permukiman penduduk yang terletak di
sebelah timur laut kandang berjarak sekitar 100 m dari kandang ayam broiler.
18
Keterangan :
1. Kandang
2. Lahan pertanian (padi, pepaya)
3. Kolam ikan
4. Penggilingan padi
5. Permukiman penduduk
6. Jalan
19
Satuan
Ekor
Hari
%
Ekor
kg/ekor
Kg
Standar
321
4%2
1,751
9.4431
1,541
Keterangan : 1Cobb Vantress (2008); 2Bell & Weaver (2002); *Mortalitas tertinggi terjadi pada
minggu ke-4 hingga umur panen
Jumlah populasi ayam broiler di Peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm
masing-masing adalah 3.500 ekor. Rataan berat panen ayam broiler dari Peternakan
Bagus Farm dan Ikhtiar Farm, masing-masing adalah 1,67 kg/ekor dan 1,51 kg/ekor.
Perbedaan rataan berat panen ayam broiler dari kedua peternakan diantaranya dapat
disebabkan oleh jumlah konsumsi pakan dan lama pemeliharan (Tabel 7) serta
kondisi mikroklimat dari kedua lokasi peternakan.
Jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ayam broiler di Peternakan Bagus Farm
mencapai 8.050 kg lebih tinggi dari jumlah pakan yang dikonsumsi di Peternakan
Ikhtiar Farm yaitu 7.850 kg. Konsumsi ransum setiap ternak berbeda-beda, hal
tersebut dipengaruhi oleh bobot badan, strain, tingkat produksi, tingkat cekaman,
aktifitas ternak, mortalitas, kandungan energi dalam ransum dan suhu lingkungan
sekitar (North dan Bell, 1990). Perbedaan jumlah konsumsi pakan antara Peternakan
Bagus Farm dan Ikhtiar Farm salah satunya disebabkan oleh lamanya waktu
pemeliharaan yang selanjutnya mempengaruhi lamanya masa pemberian pakan pada
ayam broiler. Umur panen ayam broiler di Peternakan Bagus Farm (32-33 hari)
lebih lama daripada umur panen di Peternakan Ikhtiar Farm (31-32 hari). Konsumsi
pakan secara umum akan meningkat seiring dengan meningkatnya berat badan ayam.
Menurut Kartadisastra (1997), berat badan badan berbanding lurus dengan konsumsi
pakan, semakin tinggi berat badan semakin tinggi pula konsumsi pakannya.
Lacy dan Veast (2000) menyatakan bahwa konversi pakan berguna untuk
mengukur produktivitas ternak yang didefinisikan sebagai rasio antara konsumsi
20
pakan dan pertambahan bobot badan yang diperoleh selama kurun waktu tertentu.
Peternakan Ikhtiar Farm memiliki nilai konversi pakan yang lebih baik (1,48) bila
dibandingkan dengan nilai konversi pakan di Peternakan Bagus Farm (1,72). CJ
Feed Indonesia (2011) menyatakan bahwa konversi pakan untuk ayam broiler
dengan strain Cobb adalah 1,65. Nilai konversi pakan dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain dasar genetik, tipe pakan yang digunakan, feed additive yang
digunakan dalam pakan, manajemen pemeliharaan, dan suhu lingkungan (James,
2004). Tingginya nilai konversi pakan di Peternakan Bagus Farm diantaranya
dipengaruhi oleh tingkat mortalitas. Angka mortalitas yang tinggi mengakibatkan
total berat panen di Peternakan Bagus Farm lebih rendah dari Peternakan Ikhtiar
Farm, dan nilai konsumsi pakan di Peternakan Bagus Farm juga lebih tinggi daripada
di Peternakan Ikhtiar Farm sehingga menyebabkan nilai konversi pakan menjadi
tinggi.
Tingkat mortalitas di peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm masingmasing adalah 20% dan 1,7%. Bell dan Weaver (2002) menyatakan bahwa
persentase kematian selama periode pemeliharaan tidak boleh lebih dari 4%. Angka
kematian pada minggu pertama selama periode pemeliharaan tidak boleh lebih dari
1%, kematian selanjutnya harus relatif lebih rendah sampai hari terakhir minggu
tersebut dan terus dalam keadaan konstan sampai berakhirnya periode pemeliharaan.
Tingkat mortalitas yang tinggi di peternakan Bagus Farm kemungkinan disebabkan
oleh tingginya suhu udara pada siang hari yang dapat mencapai hingga 36,3 C.
Appelby et al. (2004) menyatakan bahwa suhu lingkungan yang baik dalam
pemeliharaan ayam Broiler adalah 19-23 C.
Kandungan Nutrien dalam Pakan Ayam Broiler
Kandungan nutrien pakan ayam broiler dari peternakan Bagus Farm dan
Ikhtiar Farm disajikan pada Tabel 8. Sebagian besar kandungan nutrien dalam pakan
di peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm sudah memenuhi standar nutrien pakan
dari Badan Standardisasi Nasional Indonesia (Badan Standarisasi Nasional, 2011)
kecuali nilai energi metabolis yang lebih rendah dari standar National Research
Council (3.200 kkal/kg) serta yang dikemukakan oleh Bell dan Weaver (3.166
kkal/kg). Nilai energi metabolis pakan dari Peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm
yang masing-masing adalah 3.057,93 kkal/kg dan 2.990,34 kkal/kg (Tabel 8).
21
Tabel 8. Kandungan Nutrien Pakan di Peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm
Kandungan Nutrien
Standar
Lokasi Peternakan
Bagus Farm
Ikhtiar Farm
Air (%)
Maks. 131
11,00
11,00
Abu (%)
Maks. 81
4,90
5,30
Min. 151
21,10
22,70
Min. 31
6,60
6,80
Maks. 61
3,20
2,50
Ca (%)
0,9 - 1,21
0,89
0,96
4.0002
4.217,84
4.124,61
3.2002/3.1664
3.057,93
2.990,34
0,37
0,89
Keterangan : BSN (2011), NRC (1994), EM = 0,725 x Energi Bruto, Bell & Weaver (2002)
22
Kadar air dalam manur ayam dipengaruhi oleh konsumsi air minum (Lesson
et al., 1995). Kadar air dalam manur di peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm
masing-masing adalah 12,06% dan 11,86%. Kadar air dalam manur dari Peternakan
Bagus Farm lebih tinggi dari Peternakan Ikhtiar Farm. Tingginya kadar air dalam
manur dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah kadar protein
dalam pakan dan suhu lingkungan yang tinggi. Sujono et al. (2001) menyatakan
bahwa kadar protein yang tinggi dalam ransum dapat meningkatkan kadar air pada
feses, karena kelebihan nitrogen tidak dapat disimpan di dalam tubuh maka
kelebihan nitrogen dibuang dalam bentuk asam urat melalui urin sehingga pada
proses ini ayam akan memerlukan air yang banyak untuk membuang nitrogen.
Kadar nitrogen dalam manur dari Peternakan Bagus Farm (0,89%) pun lebih tinggi
dari Peternakan Ikhtiar Farm (0,53%). Menurut Patterson dan Adrizal (2005) manur
ayam mengandung N total sebanyak 13-17 g/kg dari bahan kering, yang terdiri atas
60%-75% berupa asam urat, 0%-3% berupa amonium, dan 25%-34% berupa protein
tidak tercerna. Asam urat sebagai penyusun terbesar dalam manur, merupakan
sumber utama dalam pembentukan NH3.
Hasil perhitungan jumlah manur dari Peternakan Bagus Farm adalah 2.817,5
kg lebih banyak dari jumlah manur dari Peternakan Ikhtiar Farm yaitu 2.747,5 kg.
Jumlah manur yang tinggi di Peternakan Bagus Farm menyebabkan ketersediaan
nitrogen terutama dalam bentuk asam urat lebih tinggi bila dibandingkan dengan
Peternakan Ikhtiar Farm. Kondisi ini memungkinkan proses pembentukan NH 3 di
Peternakan Bagus Farm lebih tinggi bila dibandingkan dengan Peternakan Ikhtiar
Farm. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa kadar nitrogen dan kadar air dalam
manur dari Peternakan Bagus Farm lebih tinggi. Kadar air yang tinggi pada manur
dapat menyebabkan litter menjadi basah sehingga dapat memicu meningkatnya
proses perombakan asam urat menjadi amonia, karena kondisi litter yang lembab
merupakan tempat yang cocok bagi bakteri pembentuk amonia. Ritz et al. (2004)
menyatakan bahwa pembentukan NH3 (amonia) dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya suhu, kelembaban, pH, dan kandungan nitrogen di dalam manur.
23
24
25
Gambar 3. Grafik Rataan Suhu Udara di Dalam dan di Luar Kandang Ayam
Ayam Broiler selama 1 Minggu: (A) Peternakan Bagus Farm dan (B)
Peternakan Ikhtiar Farm.
Rataan suhu udara dalam kandang pada siang hari di Peternakan Bagus Farm
lebih tinggi dari Peternakan Ikhtiar Farm yaitu hingga mencapai 30,26 C. Suhu
lingkungan yang tinggi menyebabkan ayam broiler mudah terserang cekaman panas
(heat stress). Salah satu respon nyata dari ayam broiler yang mengalami cekaman
panas adalah dengan melakukan panting. Suhu lingkungan yang panas disertai
kelembaban yang tinggi dapat menurunkan konsumsi pakan dan mengganggu proses
metabolisme sehingga berakibat defisiensi zat-zat makanan untuk pertumbuhan dan
produksi (Syamsuhaidi, 1997). Menurut Kusnadi (2006), cekaman panas pada ayam
broiler dapat menurunkan konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, dan efisiensi
penggunaan ransum. Apabila kondisi tersebut terus berlanjut maka dapat
menyebabkan angka mortalitas menjadi tinggi. Hal tersebut dapat dilihat dari angka
mortalitas yang tinggi di peternakan Bagus Farm (20%) bila dibandingkan dengan di
peternakan Ikhtiar Farm (1,7%).
26
Kelembaban udara
paling rendah, baik di dalam kandang maupun di luar kandang dicapai pada siang
hari, dan kelembaban yang tinggi dicapai pada pagi dan sore hari. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Handoko (1994) bahwa kelembaban relatif (RH) akan lebih kecil
bila suhu udara meningkat dan sebaliknya jika suhu udara lebih rendah maka RH
akan tinggi. Kelembaban udara di kedua lokasi peternakan tidak berada pada kisaran
kelembaban udara ideal untuk pertumbuhan dan kenyamanan ayam broiler.
27
28
29
dapat terserap oleh partikel debu, litter serta oleh mukosa membran pada mata dan
saluran pernafasan (Sujono et al., 2001). Hasil pengukuran kadar NH3 pada dua
lokasi peternakan ditunjukkan pada Tabel 9.
Tabel 9. Hasil Pengukuran Kadar NH3 di Peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm
Lokasi
Baku Mutu*
Satuan
2,0
Ppm
0,0761
0,8971
0,0745
2,0
Ppm
0,0627
0,0862
0,0081
Keterangan : *KLH (1996), U = Titik di luar kandang sebelum angin melewati kandang, K = Titik di
dalam kandang, D = Titik di luar kandang setelah angin melewati kandang.
Amonia bersifat
racun, tidak berwarna, dapat menyebabkan karat pada beberapa bahan dan memiliki
bau tajam yang khas. Amonia juga merupakan salah satu senyawa penyebab
timbulnya bau dari kotoran ayam (Korner et al., 2005). Amonia pada peternakan
ayam broiler berasal dari penguraian asam urat. Asam urat merupakan produk akhir
dari metabolisme protein dan nitrogen pada unggas. Faktor-faktor yang turut
berperan dalam pembentukan NH3 diantaranya adalah suhu, kelembaban, pH dan
kandungan nitrogen di dalam litter atau manur ayam broiler (Ritz et al., 2004).
30
31
32
satunya sumber CH4 dari sektor peternakan unggas adalah manur dikarenakan dalam
sistem pencernaan unggas tidak terjadi proses fermentasi enterik (Verge et al., 2009).
Tabel 10. Hasil Pengukuran Kadar CH4 di Peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm
Lokasi
Standar
Satuan
g/mm3
0,0846
0,0957
0,1202
g/mm3
<0,001
<0,001
< 0,001
Keterangan : U = Titik di luar kandang sebelum angin melewati kandang, K = Titik di dalam kandang,
D = Titik di luar kandang setelah angin melewati kandang.
33
Standar
Satuan
g/mm3
26,550
8,358
<5
g/mm3
<5
<5
<5
Keterangan : U = Titik di luar kandang sebelum angin melewati kandang, K = Titik di dalam kandang,
D = Titik di luar kandang setelah angin melewati kandang.
34
Lampiran 1). Lesson dan Summers (2001) menyatakan bahwa ayam akan panting
pada suhu 28 C. Suhu lingkungan yang tinggi akan menyebabkan kesehatan ternak
terganggu. Suhu lingkungan yang panas disertai kelembaban yang tinggi dapat
menurunkan konsumsi pakan dan mengganggu proses metabolisme sehingga
berakibat defisiensi zat-zat makanan untuk pertumbuhan dan produksi (Syamsuhaidi,
1997). Suhu lingkungan yang terus meningkat akan mengakibatkan ayam mengalami stress panas dan melakukan proses homeostasis dengan cara panting, sehingga
akan menyebabkan ayam broiler mengkonsumsi pakan dalam jumlah yang sedikit
dan selanjutnya akan menyebabkan penurunan produktivitas. Peningkatan proses
panting pada ayam broiler dapat menjadi salah satu pemicu tingginya kadar CO 2 di
dalam kandang Bagus Farm.
Kadar CO2 di Peternakan Ikhtiar Farm adalah <5 g/mm3 baik di titik U, K,
maupun D. Selain dipengaruhi oleh proses perombakan asam urat, tipe kandang di
Peternakan Bagus juga turut mempengaruhi kadar CO2 di dalam kandang. Kandang
panggung sangat membantu meminimalkan penumpukan manur ayam broiler di
dalam kandang, karena manur akan langsung jatuh ke tanah melalui celah-celah
lantai kandang, sehingga proses perombakan asam urat secara aerobik sebagian besar
tidak terjadi di dalam kandang. Selain itu, frekuensi proses panting pada ayam
broiler di Peternakan Ikhtiar Farm tidak terlalu tinggi seperti di Peternakan Bagus
Farm, karena suhu harian rata-rata di Peternakan Bagus Farm baik di dalam kandang
maupun di luar kandang adalah kurang dari 28 C (Gambar 3 dan Lampiran 1).
Diskusi Umum
Sektor peternakan, saat ini menjadi sorotan karena diduga sebagai
penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar bila dibandingkan dengan sumbersumber emisi lainnya seperti industri, hutan dan transportasi karena keberadaan gas
metan yang dihasilkan dari kotoran ternak. Namun, berdasarkan data yang
dikemukakan oleh US EPA (2007), sektor pertanian dimana peternakan juga
termasuk di dalamnya, berada pada peringkat ke 4 sebagai penyumbang gas rumah
kaca sebesar 14% dari keseluruhan sumber emisi gas rumah kaca (Gambar 5). Salah
satu komoditas peternakan yang mendapat perhatian cukup besar berkaitan dengan
emisi gas ini adalah peternakan ayam broiler.
35
Gambar 5. (A) Diagram Gas Rumah Kaca yang Dihasilkan dari Kegiatan
Manusia dan (B) Diagram Sumber Gas Rumah Kaca (US EPA, 2007)
Keberadaan peternakan ayam broiler selain memberikan dampak positif
dalam hal ketersediaan daging, juga memberikan dampak negatif bagi lingkungan
sekitar yaitu menimbulkan polusi udara dan bau. NH3, CH4 dan CO2 merupakan
contoh gas polutan yang dihasilkan dari peternakan ayam broiler. Proses pembentukan NH3, CH4, dan CO2 di peternakan ayam broiler dipengaruhi oleh banyak
faktor, seperti kondisi mikroklimat (suhu udara, kelembaban udara, kecepatan dan
arah angin), ketinggian tempat, nutrien dalam manur (terutama protein), manajemen
perkandangan (tipe kandang, atap kandang dan alas kandang), nutrien dalam pakan
dan performa ayam broiler (Gambar 6).
Peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm merupakan contoh peternakan ayam
broiler yang memiliki manajemen peternakan dan kondisi mikroklimat yang berbeda
serta terletak pada ketinggian tempat yang berbeda. Berdasarkan penjelasan pada
bab hasil dan pembahasan menunjukan bahwa perbedaan ketinggian tempat dari
kedua lokasi peternakan adalah sebesar 350 m atau 67,31%. Perbedaan ketinggian
tempat ini mempengaruhi perbedaan kondisi mikroklimat di kedua lokasi peternakan,
seperti suhu udara, kelembaban udara dan kecepatan serta arah angin. Peternakan
Bagus Farm memiliki rataan suhu dan kelembaban udara yang lebih tinggi dari
peternakan Ikhtiar Farm baik di dalam maupun di luar kandang. Rasyaf (1994)
mengemukakan bahwa kenaikan tempat dari permukaan laut selalu diikuti dengan
penurunan suhu udara rata-rata harian, sehingga semakin rendah suatu daratan maka
suhu lingkungan akan semakin tinggi.
36
Ketinggian Tempat
Kelembaban Udara
Tipe Kandang
Suhu Udara
Pakan
Performa Broiler
Manur
Mikroba
mempengaruhi suhu dan kelembaban udara di dalam kandang (Gambar 6). Atap
kandang di Peternakan Bagus Farm adalah kombinasi antara asbes dan rumbia,
sedangkan kandang di Peternakan Ikhtiar Farm hanya menggunakan atap berbahan
rumbia. Atap berbahan asbes mudah menyerap panas dan meneruskan ke dalam
kandang (Wibisono, 2010). Suhu udara yang tinggi di dalam kandang menyebabkan
ayam broiler mudah mengalami cekaman panas yang selanjutnya dapat menurunkan
produktivitas ayam broiler serta dapat meningkatkan angka mortalitas.
Angka
mortalitas di Peternakan Bagus Farm lebih tinggi dari Peternakan Bagus Farm
dengan perbedaan sebesar 91,50%.
37
Tabel 12. Perbedaan Kadar Emisi, Performa Broiler, Kandungan Nutrien dalam
Pakan dan Manur Ayam Broiler
Parameter
Bagus Farm
Ikhtiar Farm
% Perbedaan
0,8971
0,0862
90,39
0,0957
< 0,0010
98,95
8,3580
< 5,0000
40,18
20
1,7
91,50
8.050
7.850
2,48
21,10
22,70
7,05
3.057,93
2.990,34
2,21
12,06
11,86
1,66
33,72
30,88
8,42
2.817,50
2.757,50
2,13
170
520
67,31
Mortalitas (%)
Suhu udara juga mempengaruhi konsumsi pakan ayam broiler (Gambar 6).
Ayam broiler cenderung menurunkan konsumsi pakannya apabila suhu udara tinggi.
Namun, konsumsi pakan di Peternakan Bagus Farm lebih tinggi bila dibandingkan
dengan di Peternakan Ikhtiar Farm, walaupun suhu dan kelembaban harian rata-rata
di Peternakan Bagus Farm lebih tinggi daripada di Peternakan Ikhtiar Farm. Hal ini
diduga karena perbedaan umur panen ayam broiler dari kedua lokasi peternakan.
Perbedaan jumlah konsumsi pakan dari kedua lokasi peternakan adalah sebesar
2,48%. Konsumsi pakan selanjutnya dapat mempengaruhi jumlah manur yang
dihasilkan oleh ayam broiler. Jumlah manur yang dihasilkan dari kedua lokasi
peternakan memiliki perbedaan sebesar 2,13%.
Ketersediaan manur ayam menjadi salah satu faktor penting dalam
pembentukan gas NH3, CH4, dan CO2 di peternakan ayam broiler (Gambar 6).
Jumlah manur di Peternakan Bagus Farm yang lebih banyak, kadar protein dalam
manur yang tinggi serta suhu dan kelembaban udara yang lebih tinggi,
memungkinkan terjadinya proses perombakan asam urat dan bahan organik lainnya
yang lebih besar daripada di Peternakan Ikhtiar Farm baik secara aerobik maupun
anaerobik. Perombakan asam urat oleh bakteri terjadi pada saat suhu lebih dari 20
C, pH antara 5,5-9,0, dan kelembaban litter antara 40%-60% (Patterson dan Adrizal,
38
2005). Kadar NH3, CH4, dan CO2 di Peternakan Bagus Farm lebih tinggi daripada di
Peternakan Ikhtiar Farm baik di dalam maupun di luar kandang (Tabel 9, 10, dan 11).
Perbedaan tipe kandang ayam broiler juga akan berpengaruh terhadap
akumulasi NH3, CH4, dan CO2 di dalam kandang ayam broiler (Gambar 6). Kandang
di Peternakan Bagus Farm merupakan kombinasi tipe panggung dan postal, namun
konsep yang digunakan adalah tipe postal karena lantai kandang ditutup dengan
karung dan dilapisi oleh litter sekam. Tipe kandang di Peternakan Ikhtiar Farm
adalah tipe panggung. Penggunaan kandang tipe panggung dapat meminimalkan
penumpukan manur di dalam kandang bila dibandingkan dengan kandang postal.
Penumpukan manur pada kandang bertipe postal diduga dapat menyebabkan
tingginya perombakan asam urat dan bahan organik lainnya secara anaerobik.
Kandang bertipe postal memungkinkan seluruh proses dekomposisi manur ayam
broiler dan perombakan asam urat terjadi di dalam kandang, sedangkan pada
kandang panggung, sebagian besar dekomposisi manur terjadi di luar kandang,
sehingga kadar NH3, CH4, dan CO2 di dalam kandang Peternakan Bagus Farm lebih
tinggi daripada di Peternakan Ikhtiar Farm. Perbedaan kadar NH3 di dalam kandang
dari kedua lokasi peternakan adalah sebesar 90,39%, sedangakan untuk kadar CH 4
adalah 98,95% dan CO2 sebesar 40,18%.
Upaya untuk mengurangi kadar NH3, CH4 dan CO2 di Peternakan Bagus
Farm yang lebih tinggi daripada Peternakan Ikhtiar Farm perlu dilakukan. Strategistrategi yang dapat digunakan untuk mengurangi emisi tersebut dari peternakan ayam
broiler menurut Patterson dan Adrizal, 2005 adalah : 1) mengurangi stress dan
menjaga kesehatan ayam broiler melalui pengaturan suhu dan kelembaban udara
yang sesuai dengan lingkungan termoneutral ayam broiler serta pengaturan ventilasi
kandang dan pemilihan teknologi pakan yang tepat, 2) manajemen litter dan manur
dengan menjaga kelembaban litter hingga kurang dari atau sama dengan 30% melalui
pemilihan teknologi pemberian air minum (penggunaan nipple drinkers lebih baik
daripada bell drinkers) serta menyeimbangkan antara kecepatan aliran udara dalam
kandang dengan suhu udara dalam kandang, 3) penggunaan manur dan litter
amendments, seperti NaHSO4, FeCl3, FeSO4, H3PO4, Ca(H2PO4)2, dan Al2(SO4)3
untuk mengurangi penguapan amonia dari litter serta ZnSO4, CuSO4, MgSO4, dan
MnCl2 untuk mengurangi aktifitas mikroba penghasil uricase, 4) pengomposan pada
39
kondisi kelembaban udara, rasio C/N dan suhu udara yang tepat sehingga dapat
mengurangi kehilangan amonia, 5) pemilihan sistem perkandangan yang tepat,
berdasarkan penelitian ini, penggunaan kandang tipe panggung lebih baik daripada
kandang tipe postal karena dapat meminimalkan penumpukan manur dalam kandang
dan akumulasi emisi dalam kandang 6) penggunaan teknologi biofilter dan water
filter pada kandang ayam broiler, serta 7) pananaman pohon/kanopi di lingkungan
sekitar kandang ayam broiler.
40
41
42
DAFTAR PUSTAKA
[ASAE] American Society of Agricultural Engineers. 2003. ASAE D384. 1 FEB03 :
Manure Production and Characteristics. Niles Rd., St. Joseph.
Agustini, T., A. Gunawan, & S. Imamkhasani. 2005. Pembuatan Peralatan
Sampling Gas dalam Udara Ambien. Warta Kimia Analitik, Jakarta.
Amrullah, I. K. 2004. Nutrisi Ayam Broiler Edisi Ke-2. Lembaga Satu Gunungbudi,
Bogor.
Appelby, M.C., J.A. Mench, & B.O. Hughes. 2004. Poultry behavior and Welfare.
CABI. Publishing. Wallingford. Oxfordshire, London.
Badan Standarisasi Nasional. 2011. Pakan Bibit Induk (Parent Stock) Ayam Ras
Tipe Pedaging-Bagian 3: Grower. SNI 7652.3:2011. Badan Standarisasi
Nasional, Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 2005a. Penentuan Lokasi Pengambilan Contoh Uji
Pemantauan Kualitas Udara Ambien. SNI 19-7119.6-2005. Badan
Standarisasi Nasional, Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 2005b. Udara Ambien Bagian 1: Cara Uji Kadar
Amoniak (NH3) dengan Metode Indofenol Menggunakan Spektrofotometer.
SNI 19-7119.1-2005. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.
Bell, D.D. & W.D. Weaver. 2002. Commercial Chicken Meat and Egg Production.
5th ed. Spinger Science Bussiness Inc. Springing Street, New York.
Biro Peraturan Perundang-undangan. 1999. Peraturan Pemerintah No.41 Tahun 1999
Tentang: Pengendalian Pencemaran Udara. Republik Indonesia, Jakarta.
Cicerone, R. J. 1987. Changes in stratospheric ozone. Science. 237: 35-42.
CJ
43
44
Miles, D. M., P. R Owen, & D. E. Rowe. 2006. Spatial variability of litter gaseous
flux within a commercial broiler house : ammonia, nitrous oxide, carbon
dioxide and methane. Poultry Science. 85: 167-172.
Muller, Z. O. 1980. Feed from Animal Waste: State of Knowledge. Food and
Agriculture Organization of The Nations, Rome.
Nahas, C. A., B. Setiawani, Herizal, E. J. Dlugokencky, & T. J. Conway. 2008.
Analisis Konsentrasi Metana Atmosferik di Stasiun Pembantu Atmosfer
Global Bukit Kototabang. Makalah. BMG, Kototabang.
National Research Council. 2002. The Scientific Basis for Estimating Air
Emissions from Animal Feeding Operations: Interim Report. National
Academy Press, Washington D.C.
National Research Council. 1994. Nutrient Requirement of Poultry. 9 th Revised
Edition. National Academy Press, Washington DC.
North, M. O & D. D. Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual. 4 th ed. An
AVI Book. Van Nostrand Reinhold, New York.
Patterson, P. H. & Adrizal. 2005. Management strategies to reduce air emissions:
Emphasis dust and ammonia. J. Appl. Poult. Res. 14 : 638-650.
Pipatti, R. 1998. Emission Estimates for Some Acidifying and Greenhouse Gasses
and Options for Their Control in Finland. VTT Publications, Espoo.
Pitesky, M. E., K. R. Stackhouse, & F. M. Mitloehner. 2009. Clearing The Air:
Livestocks Contribution to Climate Change. In: Sparks, D. (Ed.). Livestocks
Contribution to Climate Change. Academic Press, Burlington.
Prasetyanto, N. 2011. Kadar H2S, NO2, dan debu pada peternakan ayam broiler
dengan kondisi lingkungan yang berbeda di Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Rasyaf, M. 1994. Makanan Ayam Broiler. Kanisius, Yogyakarta.
Ritz, C. W, B. D. Fairchild, & M. P. Lacy. 2004. Implications of ammonias
production and emissions from commercial poultry facilities: a review. J.
Appl. Poult. Res. 13 : 684-692.
Rohaeni, E. S. 2005. Dampak pencemaran lingkungan dan upaya mengatasinya.
Poultry Indonesia. Maret 2005. 58-61.
Rose, S. P. 1997. Principle of Poultry Science. CAB International, London.
Santoso, A.B. 1996. Pengaruh lingkungan mikro terhadap respon fisiologis sapi dara
peranakan Fries Holland. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut pertanian
Bogor, Bogor.
Sastrawijaya, T. 1991. Pencemaran Lingkungan. PT Rineka Cipta, Jakarta.
Shakhashiri. 2008. Carbon Dioxide, CO2. General Chemistry. www.scifun.org. [29
November 2010].
Skoog, D. A., M. W. Donald, F. J. Holler, & R. C Stanley. 1999. Analytical
Chemistry: An Introduction. 7th ed. Thomson Learning Inc., Brooks.
45
46
LAMPIRAN
LAMPIRAN
47
48
49
Impinger Portable
Spektrofotometer UV-VIS
Lampiran 4. Rataan Suhu Udara Harian di Peternakan Bagus Farm dan Ikhtiar Farm
Dalam Satu Minggu
Rataan Suhu Udara Harian (C)
Umur Broiler
Dalam Kandang
Luar Kandang
Bagus Farm
Ikhtiar Farm
Bagus Farm
Ikhtiar Farm
22
28,18
26,58
29,60
26,65
23
28,20
25,98
28,75
26,45
24
28,00
25,58
29,63
25,93
25
27,30
26,08
29,28
26,35
26
27,48
26,95
29,53
27,85
27
26,75
27,03
27,73
26,88
28
27,18
26,58
28,33
27,13
50
51