PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mitokondria adalah organel sel eukariot yang berfungsi sebagai organ respirasi,
pembangkit energi dengan menghasilkan adenosine triphosphate (ATP). Jumlah mitokondria
tiap sel tergantung jenis sel dan juga jenis organisme. Mitokondria ditemukan dalam jumlah
banyak pada sel yang memiliki aktivitas metabolisme tinggi seperti sel-sel kontraktil,
contohnya sel sperma pada bagian ekornya, sel otot jantung dan yang aktif membelah seperti
sel epitelium, akar rambut dan epidermis kulit. Anderson et al., (1981) telah berhasil
menentukkan urutan genom mitokondria (mtDNA) manusia secara lengkap yaitu 16.569 pb
yang tersusun dalam bentuk sirkuler yang memiliki rantai ganda H (heavy strand) yang kaya
akan basa G dan rantai L (light strand) yang kaya akan basa C. Urutan mtDNA manusia
tersebut dikenal dengan urutan nukleotida Cambridge Reference sequence (CRS), selanjutnya
urutan ini menjadi rujukan standar dalam berbagai studi genetika molekul terutama yang
berkaitan dengan polimorfisme mtDNA manusia. DNA mitokondria (mtDNA) mempunyai
sifat yang unik yang berbeda dengan DNA inti diantaranya memiliki laju mutasi yang lebih
tinggi dibandingkan dengan DNA inti, terdapat dalam jumlah yang banyak (lebih dari 1000
kopi) dan hanya diwariskan dari ibu. Atas dasar sifat yang unik tersebut maka DNA
mitokondria dapat dijadikan dasar untuk keperluan forensik, evolusi dan genealogi.
Peneliti-peneliti
terdahulu
telah
menggunakan
restriction
fragment
length
polymorphism (RFLP) sebagai salah satu metode untuk mengamati polimorfisme dalam studi
antropologi molekul, untuk mempelajari sejarah evolusi populasi manusia (garis keturunan/
silsilah) dan untuk mendefinisikan mutasi yang berkaitan dengan penyakit. RFLP juga telah
digunakan sebagai metode yang ampuh dalam menentukan elusidasi hubungan evolusi
diantara kelompok etnis (Brown et al., 1980, Denaro et al., 1981 dan Blanc et al., 1983).
Metode RFLP adalah metode analisis berdasarkan enzim restriksi dimana urutan nukleotida
akan dipotong oleh enzim restriksi pada posisi tertentu pada lokasi yang tidak saling
berhubungan dan akan dihasilkan fragmen yang panjangnya berbeda-beda.
B. Pengertian RFLP
Analisis Restriction fragment length polymorphism (RFLP) adalah salah satu teknik
pertama yang secara luas digunakan untuk mendeteksi variasi pada tingkat sekuen DNA.
Deteksi RFLP dilakukan berdasar pada adanya kemungkinan untuk membandingkan profil
pita-pita yang dihasilkan setelah dilakukan pemotongan dengan enzim restriksi terhadap
DNA target/dari individu yang berbeda. Berbagai mutasi yang terjadi pada suatu
organisme mempengaruhi molekul DNA dengan berbagai cara, menghasilkan fragmenfragmen dengan panjang yang berbeda. Perbedaan panjang fragmen ini dapat dilihat setelah
dilakukan elektroforesis pada gel, hibridisasi dan visualisasi. Aplikasi teknik RFLP biasa
digunakan untuk mendeteksi diversitas genetic, hubungan kekerabatan, sejarah domestikasi,
asal dan evolusi suatu spesies, genetic drift dan seleksi, pemetaan keseluruhan genom,
tagging gen, mengisolasi gen-gen yang berguna dari spesies liar, mengkonstruksi
perpustakaan DNA.
Langkah-langkah kerja untuk mendeteksi RFLP di laboratorium meliputi :
1.
2.
3.
4.
Isolasi DNA
Pemotongan dengan enzim restriksi (digesti restriksi) dan elektroforesis gel
Transfer DNA dengan Southern blotting
Hibridisasi DNA
perbedaan panjang satu nukleotida saja, digunakan untuk DNA sequencing. Gel agarosa
digunakan untuk memisahkan fragmen DNA yang memiliki perbedaan ukuran lebih besar.
3,6 Hasil elektroforesis gel akan memberikan pita-pita yang membentuk pola khusus untuk
setiap individu. Pola tersebut dapat dilihat dengan berbagai teknik, misalnya dengan
pewarnaan etidium bromide akan menghasilkan flurosensi jingga di bawah sinar UV.
Fragmen restriksi biasanya diidentifikasi lebih lanjut dengan hibridisasi dan visualisasi
dengan probe.
c. Transfer DNA
Proses hibridisasi dan visualisasi diawali dengan transfer DNA dari gel agarose ke
nilon berpori atau membrane nitroselulosa. Transfer DNA disebut Southern blotting,
mengacu kepada nama penemu teknik tersebut yaitu E.M. Southern (1975). Pada metode ini
mula-mula gel didenaturasi dengan larutan dasar dan diletakkan pada suatu nampan.
Selanjutnya di atas gel hasil elektroforesis diletakkan nilon berpori atau membrane
nitroselulosa, kemudian di atasnya diberi pemberat. Semua fragment hasil pemotongan
dengan enzim restriksi yang pada awalnya berada pada gel akan ditransfer secara kapiler ke
membrane tersebut dalam bentuk untai tunggal. Pola fragmen akan sama dengan yang berada
pada gel. Ada lima teknik laboratorium yang dilakukan pada tahap ini, yaitu :
1) Penyiapan fragmen restriksi
Sampel DAN yang akan diuji dipersiapkan dari sumber yang tepat, kemudian enzim
restriksi ditambahkan untuk menghasilkan fragmen restriksi.
2) Elektroforesis
Campuran fragmen restriksi dari setiap sampel dipisahkan dengan elektroforesis. Setiap
sampel membentuk suatu pola pita yang khas.
3) Blotting
Aksi kapiler menarik larutan alkali ke atas melewati gel dan melewati selembar kertas
nitroselulosa yang diletakkan di atasnya, memindahkan DNA ke kertas tersebut serta
mendenaturasinya dalam proses tersebut. Untai tunggal DNA melekat pada kertas yang
ditempatkan dalam pita tepat seperti pada gel.
4) Hibridisasi dengan probe radioaktif
Blot kertas dipaparkan pada larutan yang mengandung probe berlabel radioaktif. Probe
ini merupakan DNA untai tunggal yang komplementer terhadap urutan DNA yang
diinginkan, dan probe ini dilekatkan ke fragmen restriksi yang mengandung urutan
komplementer dengan cara berpasangan basa.
5) Autodiografi
Selembar film fotografik diletakkan di atas kertas. Radioaktivitas pada probe yang terikat
mempaar film untuk membentuk bayangan yang sesuai dengan pita DNA yang spesifikpita yang mengadung DNA yang berpasangan basa dengan probe itu.
d. Hibridisasi dan Visualisasi
DNA yang ditransfer pada nilon berpori atau membrane nitroselulosa selanjutnya
dihibridisasi dengan probe. Membran diinkubasi bersama probe DNA. Bila antara probe dan
DNA target merupakan komplemen maka akan terjadi hibridisasi. Bila probe yang
digunakan dilabeli maka selanjutnya dupleks yang terjadi dapat dideteksi. Bila kondisi
hibridisasi yang digunakan mempunyai stringency yang tinggi (highly stringent), maka tidak
akan terjadi hibridisasi dengan DNA yang mempunyai kekerabatan yang jauh atau non
homolog. Jadi probe DNA akan mengenali hanya sekuen yang komplemen dan secara ideal
homolog diantara beribu-ribu atau bahakan berjuta-juta fragmen yang bermigrasi sepanjang
gel. Fragmen yang diinginkan dapat dideteksi setelah dilakukan pemaparan membrane yang
telah mengalami hibridisasi pada film.
Probe DNA umumnya berasal dari perpustakaan DNA (DNA library), baik dari
genom maupun cDNA, yang merupakan sekumpulan vector yang mengandung wakil dari
DNA original yang dipotong menjadi banyak potongan. Vektor tersebut dapat ditransfer
pada bakteri sehingga DNA yang dibawanya dapat dilipatgandakan. Probe DNA juga
dikonversi menjadi molekul untai tunggal dan dilabeli menggunakan metode standar seperti
radioisotope dan digoxygenin, dan selanjutnya digunakan untuk hibridisasi.
Mutasi akan menghasilkan sisi pengenalan enzim restriksi yang baru pada suatu
sekuen DNA. Perbedaan antar genotip biasanya divisualisasikan sebagai pola fragmen
restriksi yang berbeda. Adanya mutasi menghasilkan sisi pengenalan enzim restriksi yang
baru pada lokasi pengenalan probe. Sebagi konsekuensinya probe akan berhibridisai dengan
kedua fragmen baru tersebut, sementara pada segmen B, dimana tidak terjadi mutasi, hanya
satu segmen yang terhibridisasi oleh probe. Pada saat dilakukan elektroforesis, kedua
segmen dari A akan bermigrasi lebih jauh sepanjang gel dibandingkan dengan segmen B yang
berukuran lebih besar menghasilkan polimorfisme.
B. Contoh penggunaan RFLP
Bagaimana metode RFLP dapat digunakan?
1. Deteksi penyakit
Pada dua sampel DNA berbeda, dimana satu sampel merupakan sampel dari
seseorang yang mengidap penyakit dan sampel dari orang normal (tidak mengidap penyakit).
Pada sampel DNA orang normal, diketahui bahwa enzim restriksi dapat memotong DNA
pada tiga lokasi berbeda sedangkan pada DNA pengidap penyakit hanya terdapat dua lokasi
pemotongan enzim restriksi. Hal ini diakibatkan oleh hilangnya satu lokasi pemotongan
enzim akibat mutasi. Setelah sampel DNA dipotong menjadi bagian-bagian kecil oleh enzim
restriksi, sampel DNA dirunning pada gel elektroforesis untuk dipisahkan sesuai panjang
sekuens.
Dari hasil elektroforesis ini akan didapat berbagai fragmen DNA hasil pemotongan
enzim restriksi namun fragmen-fragmen tersebut belum dapat digunakan sebagai data dari
penanda RFLP. Maka, setelah elekroforesis dilanjutkan ke proses Southern Blotting yaitu
pemindahan fragmen DNA ke membran nitroselolusa/nilon yang kemudian dihibridisasi
dalam DNA probe sehingga hanya fragmen target yang dapat terdeteksi atau fragmen yang
memiliki sekuen komplementer DNA probe (probed region). Dari hasil hibridisasi DNA
probe ini dapat diketahui bahwa pada DNA sample pengidap penyakit hanya satu fragmen
yang terdeteksi dengan ukuran lebih panjang dibanding fragmen dari sampel DNA orang
normal yang lebih pendek namun terdiri dari dua fragmen.
2. Kasus kriminal
Pada kasus kriminal, RFLP biasa digunakan untuk membandingkan sampel darah,
sperma, ludah atau kulit yang didapat dari TKP (Tempat Kejadian Perkara) dan sampel DNA
dari tersangka pelaku kejahatan. Saat terdapat beberapa tersangka pada suatu kasus kejahatan
maka pelaku kriminal adalah tersangka yang memiliki pola fragmen DNA sama dengan pola
fragmen DNA dari sampel di TKP.
tidak diperlukan informasi sekuen target, dan arena berdasar pada homologi sekuen maka
sering direkomendasikan untuk analisis filogenetik antar spesies yang berkerabat. RFLP
cocok untuk membuat peta linkage, merupakan marker yang locus specific, dan mempunyai
kemampuan memisahkan yang tinggi baik pada tingkat populasi, spesies atau individual.
RFLP merupakan teknik yang sederhana, bila probe tersedia.
Kekurangan RFLP adalah dibutuhkan DNA dengan kemurnian tinggi dalam jumlah
banyak, tidak mungkin dilakukan outomatisasi, pada beberapa spesies mempunyai level
polimorfisme yang rendah, sedikit lokus yang terdeteksi, memerlukan perpustakaan probe
yang sesuai, membutuhkan waktu yang banyak, membutuhkan biaya yang banyak
(Fachtiyah,2006).
BAB II
METODELOGI
Digesti Retriksi
A.
masing-masing 1 buah)
Permanent marker 1 buah
Tempat sampah 1 buah
Busa mikro test tube holder 1 buah
Laboratory tape
Inkubator atau 37o waterbath (optional)
Mikrosentrifuge
b. Bahan
langkah kerja
1. Beri label pada tabung reaksi dengan ketentuan :
Simpan tabung-tabung tersebut ke busa penyimpanan tabung tes mikro.
2. Membuat campuran terdiri dari DDH2O 7,8 ul, enzim0,6 ul dan buffer 1,2 ul,
lalu campuran dibagi menjadi 2 kedalam tabung dan + kan 8 ul Amplicon
DNA ke masing2 tabung.
3. Tutup semua tabung dengan rapat. Campurkan komponen-komponen dengan
menjentikkan tabung secara hati-hati dengan menggunakan jari. Jika di
laboratorium terdapat sentrifuge, getarkan tabung selama 2 detik untuk
memaksa cairan ke dasar tabung dan membuat reaktan tercampur dan
terkombinasi (pastikan gaar susunan tabung diletakkan seimbang di balingbaling). Jika tidak terdapat sentrifuge di laboratorium, tabung dikocok sekali
dengan cepat. Mengetukkan tabung ke meja juga dapat membantu proses
pencampuran dan kombinasi isi tabung.
6. Penginkubasian sampel, meletakkan tabung-tabung pada busa microtube
holder dan menginkubasinya pada suhu 37oC selama 45 menit. Pilihan
alternatif yang dapat dilakukan adalah dengan menginkubasi tabung pada air
yang dipanaskan sampai suhu 37Oc dalam jumlah banyak. Tabung dan air
diinkubasi semalaman dan suhu air akan mencapai suhu ruangan secara
perlahan. Setelah inkubasi, DNA digest dapat disimpan di lemari pendingin
sampai proses RFLP dilanjutkan.
7. Produk PCR yang sudah ditambahkan enzim retriksi di elektroforesis pada gel
agarose 3% dengan tegangan listrik 110, 400 MA selama 25 menit
8. Selanjutnya di deteksi dengan menggunakan Gel Doc 1000 untuk divisualisasi
dengan sinar UV dan direkam.
BAB III
HASIL
10
2. Membuat campuran terdiri dari DDH2O 7,8 ul, enzim0,6 ul dan buffer 1,2 ul, lalu
campuran dibagi menjadi 2 kedalam tabung masing2 4ul dan + kan 8 ul Amplicon DNA
ke masing2 tabung.
11
5. Larutan campuran diambil sebanyak 5 ul dimasuk kan kedalam sumuran dan ditengahtengah letakkan DNA marker (Leader)
6. Elektroforesis pada gel agarose 3% dengan tegangan listrik 110, 400 MA selama 25
menit
7. Hasil Elektroforesis dimasukan ke dalam Gel Doc 1000 untuk divisualisasi dengan sinar
UV dan direkam.
12
BAB IV
13
DISKUSI
KESIMPULAN
Analisis Restriction fragment length polymorphism (RFLP) adalah salah satu teknik
pertama yang secara luas digunakan untuk mendeteksi variasi pada tingkat sekuen DNA.
RFLP marker itu sendiri merupakan suatu sekuens DNA yang memiliki restriction site pada
setiap ujungnya dan target sekuens yang berada diantara restiction site tersebut. Target
sekuens adalah setiap sekuen DNA yang dapat mengikat DNA probe dengan cara membentuk
pasangan basa komplementer. DNA probe ini berbentuk sekuens dari DNA untai tunggal
yang telah ditandai senyawa radioaktif atau enzim sehingga lokasi sekuen target dapat
diamati.
Langkah-langkah yang digunakan dalam RFLP yaitu ; Isolasi DNA, Pemotongan
dengan enzim restriksi (digesti restriksi) dan elektroforesis gel, Transfer DNA dengan
Southern blotting, dan Hibridisasi DNA.
RFLP dapat digunakan untuk pemetaan genetik, melihat kekerabatan antara anak
dengan ayah biologisnya atau pada kasus kriminal untuk menentukan korban dan pelaku
kejahatan dilihat dari sampel DNA yang tertinggal di darah atau di rambut, digunakan untuk
menentukan status penyakit yang diidap seseorang (mengidap atau carier penyakit).
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2015. Laporan Praktikum RFLP
(http://dokumen.tips/documents/laporan-praktikum-rflp.html)
Anonim. 2012. Metode Marka Molekuler
(http://gagakijo.blogspot.com/2012/05/metode-teknik-marka-molekulardilakukan.html)
Wibawa, Bhima. 2010. Bioteknologi
(http://bhimashraf.blogspot.co.id/2010/09/bioteknologi.html)
14