(KODERSI)
DAN PENJELASANNYA
ISBN 978-602-8904-83-4
DAFTAR ISI
iii
Assalamualaikum Wr.Wb,
Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan
petunjukNya, PERSI telah mempunyai Kode Etik Rumah Sakit Indonesia yang
baru serta Pedoman Pengorganisasian Komite Etik Rumah Sakit dan Majelis
Kehormatan Etik Rumah Sakit Indonesia.
Kode Etik Rumah Sakit pertama kali yang pada waktu itu disingkat ERSI
disahkan dalam Kongres VI PERSI pada tahun 1993 di Jakarta. Dalam perjalanannya telah mengalami perbaikan dan penyempurnaan. Perbaikan berikutnya
dilakukan pada tahun 2000, dan digunakan sampai saat ini. Perkembangan
dan perubahan pesat di bidang ilmu dan teknologi kedokteran-kesehatan dalam dasa warsa terakhir ini telah membawa perubahan besar dalam pelayanan
kesehatan di rumah sakit. PERSI sebagai wadah perhimpunan rumah sakit di
Indonesia dan Makersi (Majelis Kehormatan Etik Rumah Sakit) memandang
perlu untuk melakukan evaluasi terhadap berbagai aturan yang ada termasuk
Kode Etik Rumah Sakit Indonesia (KODERSI). Untuk itu Pengurus Pusat PERSI
membentuk Tim Finalisasi Revisi Kode Etik Rumah Sakit Indonesia menyusun
revisi Kode Etik Rumah Sakit Indonesia yang dikeluarkan PERSI tahun2000,
dan melakukan sosialisasi.
Harapan kami, semoga buku ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh
insan perumahsakitan dan dijadikan acuan dalam menerapkan etika rumah
sakit. Selanjutnya kepada Ketua dan Pengurus Majelis Kehormatan Etik
Rumah Sakit (MAKERSI) Pusat, Tim penyusun, dan pihak terkait lainnya, kami
vi
KATA PENGANTAR
viii
Ketua:
Dr. dr. Sintak Gunawan, MA
Wakil Ketua:
Dr. dr. Widyastuti Wibisana, MSc
Sekretaris:
dr. Exsenveny L., MKes
Anggota:
1. Dr. dr. Sutoto, Mkes
2. dr. Wasista Budiwaluyo, MHA
3. dr. Umar Wahid, SpP
4. dr. Achmad Haryadi, M.Sc
5. Prof. Dr. dr. Agus Purwadianto, SpF, SH
6. dr. Agung Sutioso, SpOT, MM, MARS
7. dr. Krisnajaya, M.Sc
8.
9.
10.
11.
12.
Mukadimah
BAB I
Pasal 1
Rumah sakit harus menaati Kode Etik Rumah Sakit Indonesia (KODERSI) dan
rumah sakit wajib menyusun kode etik sendiri dengan mengacu pada KODERSI
dan tidak bertentangan dengan prinsip moral dan peraturan perundangan.
Pasal 2
Rumah sakit berkewajiban memberikan pelayanan kesehatan perorangan
secara paripurna sesuai kebutuhan klinis pasien dan kemampuan rumah sakit.
Pasal 3
Rumah sakit berkewajiban menyelenggarakan pelayanan pengobatan dan
pemulihan kesehatan yang aman, mengutamakan kepentingan pasien dan
keluarga, bermutu, non diskriminasi, efektif, dan efisien sesuai dengan standar
pelayanan Rumah Sakit.
Pasal 4
Rumah sakit harus mengikuti perkembangan dunia perumah-sakitan.
Pasal 5
Rumah sakit harus dapat mengawasi serta bertanggungjawab terhadap semua
kejadian di rumah sakit. Dalam penyelenggaraan rumah sakit dilakukan audit
berupa audit kinerja dan audit klinis.
5
Pasal 6
Rumah sakit berkewajiban menetapkan kerangka kerja untuk manajemen
yang menjamin asuhan pasien yang baik diberikan sesuai norma etik, moral,
bisnis, dan hukum yang berlaku.
Pasal 7
Rumah sakit harus memelihara semua catatan/arsip, baik medik maupun
non medik secara baik. Pencatatan, penyimpanan, dan pelaporan (termasuk
insiden keselamatan pasien) tentang semua kegiatan penyelenggaraan Rumah
Sakit dilaksanakan dalam bentuk Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit.
Pasal 8
Rumah sakit dalam melakukan promosi pemasaran harus bersifat informatif,
tidak komparatif, berpijak pada dasar yang nyata, tidak berlebihan, dan
berdasarkan Kode Etik Rumah Sakit Indonesia.
BAB II
Pasal 9
Rumah sakit harus mengutamakan pelayanan yang baik dan bermutu secara
berkesinambungan serta tidak mendahulukan urusan biaya;rumah sakit harus
melaksanakan fungsi sosial dengan menyediakan fasilitas pelayanan kepada
pasien tidak mampu/miskin, pasien gawat darurat, dan korban bencana.
Pasal 10
Rumah sakit berkewajiban memberikan pelayanan yang menghargai martabat
dan kehormatan pasien; karyawan rumah sakit menunjukkan sikap dan
perilaku yang sopan dan santun, sesuai dengan norma sopan santun dan adat
istiadat yang berlaku setempat.
Pasal 11
Rumah sakit harus senantiasa menyesuaikan kebijakan pelayanannya pada
harapan dan kebutuhan masyarakat setempat.
Pasal 12
Rumah Sakit harus memberikan informasi yang benar tentang pelayanan
Rumah Sakit kepada masyarakat.
Pasal 13
Rumah sakit harus jujur dan terbuka, peka terhadap saran dan kritik, serta
berusaha menanggapi keluhan pasien dan masyarakat.
Pasal 14
Rumah sakit dalam menjalankan operasionalnya bertanggungjawab terhadap
lingkungan agar tidak terjadi pencemaran yang merugikan masyarakat.
BAB III
Pasal 15
Rumah sakit berkewajiban menghormati dan mengindahkan hak pasien dan
keluarganya selama dalam pelayanan.
Pasal 16
Rumah Sakit wajib menerapkan standar keselamatan pasien.
Pasal 17
Rumah sakit harus memberikan penjelasan kepada pasien dan atau keluarganya
tentang apa yang diderita pasien, tindakan apa yang dilakukan, dan siapa yang
melakukannya.
Pasal 18
Rumah sakit harus meminta persetujuan atau penolakan pasien sebelum
melakukan tindakan medik. Persetujuan pasien diberikan setelah pasien
mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin
terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya
pengobatan.
Pasal 19
Rumah sakit mendukung hak pasien dan keluarga untuk berpartisipasi dalam
proses pelayanan.
9
Pasal 20
Rumah sakit harus menjelaskan kepada pasien dan keluarganya tentang hak,
kewajiban, dan tanggungjawab mereka yang berhubungan dengan penolakan
atau tidak melanjutkan pengobatan, serta akibat lanjut dari penolakan ini.
Rumah sakit berkewajiban membantu dengan memberikan alternatif bagi
pasien dan keluarganya.
Pasal 21
Rumah Sakit berkewajiban merujuk dan memberikan penjelasan kepada
pasien yang memerlukan pelayanan di luar kemampuan pelayanan rumah
sakit.
Pasal 22
Rumah Sakit harus mengupayakan pasien mendapatkan kebutuhan privasi
dan berkewajiban menyimpan rahasia kedokteran. Rahasia kedokteran
hanya dapat dibuka untuk kepentingan kesehatan pasien, untuk pemenuhan
permintaan aparat penegak hukum dalam rangka penegakan hukum, atas
persetujuan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan.
Pasal 23
Rumah sakit berkewajiban memperhatikan kebutuhan khusus pasien dan
mengurangi kendala fisik, bahasa dan budaya, serta penghalang lainnya dalam
memberikan pelayanan.
Pasal 24
Rumah Sakit berkewajiban melindungi pasien yang termasuk kelompok rentan
seperti anak-anak, individu yang memiliki kemampuan berbeda (difabel),
lanjut usia, dan lainnya.
10
Pasal 25
Rumah sakit berkewajiban menggunakan teknologi kedokteran dengan penuh
tanggung jawab.
11
BAB IV
Pasal 26
Rumah sakit harus menjamin agar pimpinan, staf, dan karyawannya
memperoleh jaminan sosial nasional.
Pasal 27
Setiap Rumah Sakit harus menyelenggarakan tata kelola rumah sakit, tata
kelola klinis, dan tata kelola pasien yang baik.
Pasal 28
Rumah sakit harus menetapkan ketentuan pendidikan, keterampilan,
pengetahuan, dan persyaratan lain bagi seluruh tenaga kesehatan.
Pasal 29
Rumah sakit harus menjamin agar koordinasi serta hubungan yang baik antara
seluruh tenaga di rumah sakit dapat terpelihara.
Pasal 30
Rumah sakit berkewajiban menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan
Sumber Daya Manusia serta memberi kesempatan kepada seluruh tenaga
rumah sakit untuk meningkatkan diri, menambah ilmu pengetahuan, dan
keterampilannya.
12
Pasal 31
Rumah sakit harus mengawasi agar penyelenggaraan pelayanan dilakukan
berdasarkan standar profesi yang berlaku. Setiap tenaga kesehatan yang
bekerja di rumah sakit harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar
pelayanan rumah sakit, standar prosedur operasional yang berlaku, etika
profesi, menghormati hak pasien, dan mengutamakan keselamatan pasien.
Pasal 32
Rumah sakit berkewajiban memberi kesejahteraan kepada karyawan dan
menjaga keselamatan kerja sesuai dengan peraturan yang berlaku.
13
BAB V
Pasal 33
Rumah sakit harus memelihara hubungan baik antar rumah sakit dan
menghindarkan persaingan yang tidak sehat.
Pasal 34
Rumah sakit harus menggalang kerjasama yang baik dengan instansi atau
badan lain yang bergerak di bidang kesehatan dan kemanusiaan.
Pasal 35
Rumah sakit harus berusaha membantu kegiatan pendidikan tenaga kesehatan
dan penelitian dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang terkait
dengan kedokteran dan kesehatan.
Pasal 36
Rumah sakit berkewajiban menyelenggaraan penelitian dan pengembangan
serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan
pelayanan kesehatan dengan memperhatikan kepentingan lokal dan nasional.
14
c.
pihak tersebut.
d. Menggunakan pendekatan kooperatif untuk menyelesaikan masalah.
e. Menggunakan bahasa yang jelas, tegas, dan langsung sesuai dengan
kebutuhan situasi dan kondisi pasien, misalnya penanganan pasien
gawat darurat.
2. Perilaku yang tidak pantas,
Tenaga kesehatan dapat dikenakan sanksi jika berperilaku tidak pantas,
sebagaimana contoh-contoh di bawah ini:
a. Merendahkan atau mengeluarkan perkataan tidak pantas kepada
pasien, dan atau keluarganya.
b. Dengan sengaja menyampaikan rahasia, aib, atau keburukan orang
lain.
c. Menggunakan bahasa yang mengancam, menyerang, merendahkan,
atau menghina.
d. Membuat komentar yang tidak pantas tentang tenaga medis di depan
pasien atau di dalam rekam medis.
e. Tidak peduli, tidak tanggap terhadap permintaan pasien atau tenaga
kesehatan lain.
f. Tidak mampu bekerjasama dengan anggota tim asuhan pasien atau
pihak lain tanpa alasan yang jelas.
g. Perilaku yang dapat diartikan sebagai menghina, mengancam,
melecehkan, atau tidak bersahabat kepada pasien dan atau keluarganya.
h. Melakukan pelecehan seksual baik melalui perkataan ataupun
perbuatan kepada pasien atau keluarga pasien.
16
17
Umum
20
Pasal 1
Rumah sakit wajib menyusun kode etik sendiri dengan mengacu pada KODERSI,
dapat memasukkan unsur dari etika profesi, dan tidak bertentangan dengan
prinsip moral dan peraturan perundangan yang berlaku.
Pasal 2
Yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan perorangan adalah setiap kegiatan
pelayanan kesehatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan untuk memelihara
dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit, dan
memulihkan kesehatan. Pelayanan kesehatan ini diberikan sesuai dengan
kebutuhan pasien dan dengan mempertimbangkan kemampuan rumah sakit.
Dalam hal rumah sakit tidak mampu maka rumah sakit berkewajiban mencari
jalan lain seperti merujuk pasien ke rumah sakit lain.
Pasal 3
Pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan yang aman, baik, dan bermutu
pada dasarnya merupakan penyelenggaraan pelayanan secara menyeluruh,
yang satu dengan yang lain terkait erat sedemikian rupa. Hal yang perlu
diperhatikan rumah sakit adalah:
Setiap saat siap memberikan layanan.
Beranjak dari pendirian dan pandangan bahwa manusia adalah suatu
kesatuan psiko-sosio-somatik.
Menjamin diberikannya mutu pelayanan teknik medik yang menunjukkan
kemampuan dan ketrampilan terbaik.
Menjamin terselenggaranya mutu pelayanan yang manusiawi dan
dilakukan dengan dedikasi tinggi serta penuh kehati-hatian.
Yang dimaksud dengan standar pelayanan Rumah Sakit adalah pedoman
yang harus diikuti dalam menyelenggarakan Rumah Sakit antara lain
21
22
Pasal 7
Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit adalah suatu sistem teknologi
informasi komunikasi yang memproses dan mengintegrasikan seluruh alur
proses pelayanan Rumah Sakit dalam bentuk jaringan koordinasi, pelaporan
dan prosedur administrasi untuk memperoleh informasi secara tepat dan
akurat dan merupakan bagian dari Sistem Informasi Kesehatan.
Pasal 8
Promosi sebagai alat pemasaran rumah sakit dapat dilakukan dengan pemberian
informasi yang jujur, jelas, tidak berlebihan dan tidak membanding-bandingkan
dengan rumah sakit lain. Promosi dilaksanakan dengan memperhatikan aspek
informatif, edukatif, preskriptif dan preparatif bagi khalayak ramai umumnya
dan pasien khususnya.
Informatif :
Edukatif :
Cukup jelas.
23
Pasal 10
Pelayanan rumah sakit harus senantiasa menjunjung tinggi martabat dan
kehormatan pasien. Hal ini tercermin pada sikap dan perilaku tenaga kesehatan
yang memberikan pelayanan di rumah sakit. Sikap dan perilaku tenaga
kesehatan haruslah sesuai dengan norma sopan santun dan adat istiadat yang
berlaku setempat.
Pasal 11
Kebijakan pelayanan rumah sakit harus senantiasa berorientasi kepada
kebutuhan masyarakat setempat, dengan memperhatikan antara lain tingkat
sosial ekonomi masyarakat, tingkat pendidikan, budaya masyarakat, komposisi
penduduk, pola penyakit dan sebagainya.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Rumah sakit dalam operasionalisasinya banyak menggunakan bahan-bahan
berbahaya dan dapat menghasilkan bahan-bahan berupa limbah yang dapat
mencemari lingkungan, menimbulkan gangguan, mengancam dan bahkan
membahayakan kehidupan manusia, baik itu berupa unsur-unsur fisik,
biologik, kimia dan sebagainya. Untuk ini, penyelenggara dan manajemen
rumah sakit dituntut memperhatikan hal ini, menyediakan dan memelihara
secara terus menerus sarana dan prasarana yang bertujuan mencegah
terjadinya pencemaran lingkungan yang dapat mengancam dan membahayakan
kehidupan manusia.
24
Pasal 15
Hak-hak asasi pasien adalah hak-hak yang sangat fundamental yang dimiliki
pasien sebagai seorang mahluk Tuhan, terutama yang dimaksud dalam pasal
ini menyangkut hak-hak yang berkaitan dengan pelayanan rumah sakit, yang
dalam hal ini ada dua hak dasar pasien, yaitu :
1. Hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dan asuhan keperawatan
yang bermutu, sesuai dengan standar profesi kedokteran dan standar
profesi keperawatan.
2. Hak untuk menentukan nasibnya sendiri.
Dari kedua hak dasar ini dapat diturunkan hak-hak pasien lainnya seperti
hak untuk memperoleh informasi mengenai kesehatan/penyakitnya, hak untuk
memilih rumah sakit, hak untuk memilih dokter, hak untuk meminta pendapat
dokter lain (sebagai second opinion), hak atas privacy dan atas kerahasiaan
pribadinya, hak untuk menyetujui atau menolak tindakan atau pengobatan yang
akan dilakukan oleh dokter dan lain-lain; kecuali yang dianggap bertentangan
dengan undang-undang, dengan nilai-nilai agama, moral dan dengan nilai-nilai
Pancasila, seperti tindakan eutanasia, aborsi tanpa indikasi medik dan lain
sebagainya tidak bisa dibenarkan.
Pasal 16
Yang dimaksud dengan keselamatan pasien (patient safety) adalah proses
dalam suatu Rumah Sakit yang memberikan pelayanan pasien yang lebih aman.
Termasuk di dalamnya asesmen risiko, identifikasi dan manajemen risiko
terhadap pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan untuk belajar
dan menindaklanjuti insiden dan menerapkan solusi untuk mengurangi serta
meminimalkan timbulnya risiko.
Pasal 17
Cukup jelas.
25
Pasal 18
Setiap tindakan kedokteran harus memperoleh persetujuan dari pasien
kecuali pasien tidak cakap atau pada keadaan darurat. Persetujuan dapat
diberikan oleh pasien atau keluarga terdekat. Persetujuan tersebut diberikan
secara lisan atau tertulis. Persetujuan tertulis hanya diberikan pada tindakan
kedokteran berisiko tinggi.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Pasien berhak menolak atau menghentikan pengobatan yang sedang dijalani.
Pasien yang menolak pengobatan karena alasan finansial harus diberikan
penjelasan bahwa pasien berhak memperoleh jaminan dari Pemerintah
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Yang dimaksud dengan rahasia kedokteran adalah segala sesuatu yang
berhubungan dengan hal yang ditemukan oleh dokter dan dokter gigi dalam
rangka pengobatan dan dicatat dalam rekam medis yang dimiliki pasien dan
bersifat rahasia.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
26
Pasal 25
Sebagai akibat kemajuan dan perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran,
telah menyebabkan meningkatnya biaya kesehatan yang harus dipikul
oleh pasien sebagai pengguna jasa pelayanan kesehatan, sehingga semua
ini memerlukan pengawasan dan pengendalian agar penerapan ilmu dan
teknologi kedokteran di rumah sakit benar-benar sesuai dengan persyaratan
profesi. Penyimpangan ataupun penyalahgunaan teknologi kedokteran di
rumah sakit bisa terjadi sebagai akibat ketidaktahuan, ketidakmampuan atau
mungkin pula karena kesengajaan dengan tujuan agar mendapat imbalan yang
lebih banyak, baik untuk kepentingan pribadi (dokter) sebagai pelaku pemberi
pelayanan, untuk mendapat honor lebih banyak, maupun untuk peningkatan
pendapatan rumah sakit. Namun apapun alasannya perbuatan demikian
merupakan perbuatan yang tidak terpuji dan merupakan pelanggaran
KODERSI maupun KODEKI, yang tidak boleh terjadi di sebuah rumah sakit.
Adalah menjadi kewajiban manajemen rumah sakit untuk dapat mencegah
terjadinya penyimpangan maupun penyalahgunaan teknologi kedokteran
yang merugikan pasien. Maka untuk ini rumah sakit harus memiliki standar
pelayanan medik yang baku yang wajib untuk ditaati oleh semua staf rumah
sakit. Standar ini harus senantiasa dipantau, bila perlu setiap saat dapat
dirubah dan disesuaikan dengan perkembangan baru. Dengan demikian
kwalitas pelayanan yang baik dapat terjamin dan perhitungan biaya yang
harus dikeluarkan oleh pasien selaku pengguna jasa pelayanan rumah sakit
dapat dipertanggungjawabkan.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Tata kelola rumah sakit yang baik adalah penerapan fungsi-fungsi manajemen
rumah sakit yang berdasarkan prinsip-prinsip tranparansi, akuntabilitas,
27
29
sama antara rumah sakit dengan badan-badan lain yang bergerak dalam bidang
kesehatan termasuk badan-badan usaha bidang kesehatan perlu digalang
dengan tetap berpegang pada etika/norma yang berlaku.
Pasal 35
Sudah sejak permulaan dalam sejarahnya, rumah sakit selain merupakan sarana
pelayanan kesehatan, juga berfungsi dan digunakan sebagai sarana atau lahan
pendidikan tenaga kesehatan dan sebagai tempat penelitian bidang kesehatan.
Pendidikan dan latihan tenaga kesehatan harus diartikan sebagai upaya
kelanjutan dan kesinambungan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dan
penelitian bidang kesehatan harus diartikan sebagai upaya untuk memperbaiki
dan meningkatan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Adanya kegiatan
pendidikan, pelatihan dan penelitian di rumah sakit tidak boleh berakibat
menurunnya mutu, efektivitas dan efisiensi pelayanan, sehingga merugikan
pasien. Porsi dan bobot kegiatan pendidikan, pelatihan dan penelitian di
rumah sakit sangat ditentukan oleh berbagai faktor diantaranya tersedianya
sarana dan fasilitas, sumber daya manusia, orientasi program rumah sakit,
serta adanya afiliasi dengan lembaga-lembaga pendidikan dan penelitian.
Pasal 36
Cukup jelas.
30
PEDOMAN PENGORGANISASIAN
KOMITE ETIK RUMAH SAKIT DAN MAJELIS
KEHORMATAN ETIK RUMAH SAKIT
INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
Latar Belakang
Pelayanan kesehatan yang baik, bermutu, profesional dan diterima pasien
merupakan tujuan utama pelayanan rumah sakit. Namun hal ini tidak mudah
dilakukan dewasa ini. Meskipun rumah sakit telah dilengkapi dengan tenaga
medis, perawat dan sarana penunjang lengkap, masih sering terdengar ketidak
puasan pasien akan pelayanan kesehatan yang mereka terima.
Pelayanan kesehatan dewasa ini jauh lebih kompleks dibandingkan
dengan beberapa dasawarsa sebelumnya. Beberapa faktor yang mendorong
kompleksitas pelayanan kesehatan pada masa kini antara lain:
1. Semakin kuat tuntutan pasien/masyarakat akan pelayanan kesehatan
bermutu, efektif dan efisien,
2. Standar pelayanan kesehatan harus sesuai dengan kemajuan ilmu dan
teknologi kedokteran,
3. Latar belakang pasien amat beragam (tingkat pendidikan, ekonomi, sosial
dan budaya) dan
4. Pelayanan kesehatan melibatkan berbagai disiplin dan institusi.
Situasi pelayanan kesehatan yang kompleks ini seringkali menyulitkan
komunikasi antara pasien dan pihak penyedia layanan kesehatan. Komunikasi
yang baik amat membantu menyelesaikan berbagai masalah sedangkan
komunikasi yang buruk akan menambah masalah dalam pelayanan kesehatan.
Di samping komunikasi yang baik, pelayanan kesehatan harus memenuhi
kaidah-kaidah profesionalisme dan etis. Untuk menangkal hal-hal yang
33
34
Landasan Hukum
Landasan Hukum penyusunan Pedoman ini ialah Anggaran Dasar & Anggaran
Rumah Tangga PERSI dan pelbagai peraturan perundang-undangan yang
relevan bagi tugas dan fungsi KERS dan MAKERSI.
Landasan peraturan perundang-undangan yang dimaksud ialah:
1. UU RI No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
2. UU RI No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
3. UU RI No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 32 Tahun 1996 tentang
Tenaga Kesehatan.
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1045/MenKes/
PER/XI/2006 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit di Lingkungan
Departemen Kesehatan.
Sedangkan landasan ketentuan dan keputusan Perhimpunan Rumah Sakit
Seluruh Indonesia yang dimaksud ialah:
1. Anggaran Dasar Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia.
2. Anggaran Rumah Tangga Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia.
3. Surat Keputusan Kongres PERSI VI, tentang pengesahan berlakunya Kode
Etik Rumah Sakit Indonesia, 1993.
4. Surat Keputusan Kongres PERSI VIII, tentang perbaikan dan penyempurnaan KODERSI, 2000.
5. Surat Keputusan Kongres IX , tentang Tata Tertib Organisasi, 2003.
6. Surat Keputusan Kongres PERSI X, tentang perubahan Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga PERSI, 2006.
7. Hasil Rapat Kerja PERSI di Balikpapan, 2008.
8. Surat Keputusan Kongres PERSI XI, 2009.
35
Pasal 1
Pengertian
Untuk memudahkan penerapan pedoman, perlu dirumuskan ketentuan umum
dan pengertian pokok sebagai berikut :
1. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang telah ditentukan
dan diatur oleh peraturan perundang undangan Negara Republik Indonesia.
Rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan merupakan unit sosial
ekonomi, harus mengutamakan tugas kemanusiaan dan mendahulukan
fungsi sosialnya.
2. Insan perumahsakitan adalah mereka yang terlibat dalam kegiatan
penyelenggaraan dan pengelolaan rumah sakit.
3. Kode Etik Rumah Sakit Indonesia adalah rangkuman norma-norma moral
yang telah dikodifikasi oleh PERSI sebagai organisasi profesi bidang
perumahsakitan di Indonesia.
4. Komite Etik Rumah Sakit (KERS) adalah suatu perangkat organisasi non
struktural yang dibentuk dalam rumah sakit untuk membantu pimpinan
rumah sakit dalam melaksanakan KODERSI
5. Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) adalah organisasi
yang menghimpun dan mewakili rumah-rumah sakit di Indonesia
6. Majelis Kehormatan Etik Rumah Sakit Indonesia (MAKERSI) adalah badan
otonom PERSI yang dibentuk secara khusus di tingkat Pusat dan Daerah
untuk menjalankan KODERSI.
Pasal 2
Tujuan
Pedoman ini menjadi acuan tatalaksana pembentukan dan tatakerja Komite
Etik Rumah Sakit dan Majelis Kehormatan Etik Rumah Sakit Indonesia.
36
BAB II
Pasal 3
Pembentukan KERS
1. Komite Etik Rumah Sakit (KERS) merupakan perangkat organisasi rumah
sakit di bentuk di Rumah Sakit dalam rangka membantu pimpinan rumah
sakit menerapkan Kode Etik Rumah Sakit di rumah sakit.
2. Pembentukan KERS adalah wajib.
3. Ketua dan Anggota KERS dipilih dan diangkat oleh Direktur/Pimpinan
Rumah Sakit, untuk selama masa bakti tertentu. KERS sekurang-kurangnya
harus terdiri dari seorang Ketua, seorang Wakil Ketua, seorang Sekretaris,
dan 2 (dua) orang Anggota, dengan jumlah seluruhnya paling banyak 7
(tujuh) orang.
4. Keanggotaan KERS harus mewakili berbagai profesi di dalam rumah sakit.
5. Dalam struktur organisasi rumah sakit, posisi KERS setingkat direktur
rumah sakit dan komite medik rumah sakit. Selain itu KERS juga bisa
berada di bawah direktur rumah sakit dan setingkat komite medik rumah
sakit.
6. Komite etik rumah sakit bertanggung jawab langsung kepada pimpinan
rumah sakit atau yang mengangkatnya.
7. Bila dipandang perlu anggota KERS dapat berasal dari individu di luar
rumah sakit.
37
38
39
BAB III
Pasal 5
Pembentukan MAKERSI
1. Majelis Kehormatan Etik Rumah Sakit Indonesia (MAKERSI) adalah badan
otonom, perangkat organisasi PERSI.
2. MAKERSI dibentuk di tingkat pusat disebut MAKERSI Pusat dan di tingkat
propinsi/kotamadya disebut sebagai MAKERSI Daerah.
3. Pembentukan MAKERSI Pusat dan MAKERSI Daerah adalah wajib.
4. Pembentukan MAKERSI Daerah hanya dibenarkan jika di propinsi tersebut
telah ada pengurus PERSI Daerah.
5. Apabila di suatu daerah belum terbentuk MAKERSI Daerah maka MAKERSI
Pusat berwenang menunjuk MAKERSI Daerah terdekat untuk menjalankan
tugas dan fungsi MAKERSI di daerah tersebut.
Pasal 6
Pemilihan Pengurus MAKERSI
1. Pemilihan Ketua MAKERSI Pusat dilakukan melalui formatur.
2. Jumlah formatur maksimum 3 orang.
3. Calon formatur diusulkan oleh utusan Daerah.
4. Kriteria calon Ketua MAKERSI Pusat:
a. Mempunyai kemampuan visioner dalam organisasi
b. Mempunyai pengalaman dalam memimpin rumah sakit
c. Pernah menjadi pengurus PERSI atau MAKERSI
40
5. Ketua MAKERSI Pusat dipilih dalam Kongres PERSI, untuk masa jabatan
selama Kepengurusan Persi Pusat, dan bertanggung jawab kepada Kongres
PERSI.
6. Ketua terpilih berwenang menyusun anggotanya yang sekurang-kurangnya
harus terdiri dari seorang Ketua, seorang Wakil Ketua, seorang Sekretaris,
dan Anggota, dengan jumlah seluruhnya paling banyak 9 (sembilan) orang.
7. Pemilihan Ketua MAKERSI Daerah dapat melalui aklamasi atau formatur
dalam Rapat Pleno anggota PERSI Daerah.
8. Ketua MAKERSI Daerah dipilih dalam Rapat Pleno untuk masa jabatan
selama Kepengurusan Persi Daerah dan bertanggung jawab kepada Rapat
Pleno PERSI Daerah.
9. Ketua terpilih berwenang menyusun anggotanya yang sekurang-kurangnya
harus terdiri dari seorang Ketua, seorang Wakil Ketua, seorang Sekretaris,
dan Anggota, dengan jumlah seluruhnya paling banyak 5 (lima) orang.
10. Anggota MAKERSI harus mewakili berbagai profesi yang ada di dalam
rumah sakit.
11. Syarat untuk dapat dipilih menjadi anggota MAKERSI:
a. Berjiwa Pancasila, memiliki integritas, kredibilitas sosial dan profesional.
b. Memiliki kepedulian dan kepekaan terhadap masalah sosial, lingkungan dan kemanusiaan.
c. Memiliki pengalaman sebagai pimpinan atau jabatan lain yang
berkaitan dengan manajemen rumah sakit.
12. Keanggotaan MAKERSI Pusat dan MAKERSI Daerah, tidak dibenarkan
merangkap jabatan dalam kepengurusan PERSI yang setingkat; ialah
jabatan Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, Bendahara dan jabatan struktural
lainnya dalam kepengurusan PERSI yang setingkat. Tidak termasuk jabatan
sebagai penasehat atau kelompok kerja.
41
13. Apabila salah seorang pengurus MAKERSI berhalangan tetap, mengundurkan diri atau karena sesuatu hal diberhentikan sebagai pengurus, maka
penggantiannya dilakukan oleh Ketua MAKERSI.
14. Batasan masa jabatan Ketua MAKERSI dalam tingkatan manapun maksimal
dua kali berturut-turut dan setelah satu periode masa jabatan tidak
menduduki jabatan Ketua MAKERSI dapat dipilih kembali untuk masa
jabatan berikutnya.
Pasal 7
Tugas, Wewenang dan Tanggung Jawab MAKERSI
MAKERSI Pusat mempunyai tugas, wewenang dan tanggung jawab sebagai
berikut:
1. Menyusun dan menetapkan kebijakan dan garis-garis besar program
pembinaan KODERSI secara nasional.
2. Membuat pedoman pelaksanaan KODERSI.
3. Memberikan saran, pendapat dan pertimbangan secara lisan dan atau
tertulis, diminta atau tidak diminta mengenai segala sesuatu yang
menyangkut KODERSI kepada Pengurus PERSI Pusat.
4. Mengadakan koordinasi dan kerjasama dengan organisasi-organisasi
profesi kesehatan lainnya, khususnya badan-badan etik organisasi profesi
di tingkat nasional.
5. Menampung dan menyelesaikan berbagai permasalahan yang diajukan
oleh MAKERSI Daerah yang tidak bisa diselesaikan di tingkat daerah.
MAKERSI Daerah mempunyai tugas, wewenang dan tanggung jawab sebagai
berikut:
1. Melakukan pembinaan dan mengkoordinasikan KERS di rumah-rumah
sakit yang berada di wilayah dari Cabang PERSI yang bersangkutan sesuai
42
44
BAB IV
Pasal 10
Penutup
1. Hal-hal yang belum tercantum dalam tatalaksana ini dapat diputuskan
sendiri oleh MAKERSI Pusat atau MAKERSI Daerah.
2. Keputusan yang dimaksud harus tidak bertentangan dengan tatalaksana
ini dan atau pelbagai ketentuan organisasi lainnya dari PERSI serta harus
dikomunikasikan kepada MAKERSI pusat.
3. Dengan demikian diharapkan KODERSI dapat dilaksanakan dengan baik di
rumah sakit di Indonesia.
45