Anda di halaman 1dari 26

CIDERA KEPALA (TRAUMA KAPITIS)

PENGERTIAN
Cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai
perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak.
Cidera otak primer:
Adalah kelainan patologi otak yang timbul segera akibat langsung dari trauma. Pada cidera
primer dapat terjadi: memar otak, laserasi.
Cidera otak sekunder:
Adalah kelainan patologi otak disebabkan kelainan biokimia, metabolisme, fisiologi yang timbul
setelah trauma.
Proses-proses fisiologi yang abnormal:
-

Kejang-kejang

Gangguan saluran nafas

Tekanan intrakranial meningkat yang dapat disebabkan oleh karena:

edema fokal atau difusi

hematoma epidural

hematoma subdural

hematoma intraserebral

over hidrasi

Sepsis/septik syok

Anemia

Shock
Proses fisiologis yang abnormal ini lebih memperberat kerusakan cidera otak dan sangat
mempengaruhi morbiditas dan mortalitas.
Perdarahan yang sering ditemukan:

Epidural hematom:
Terdapat pengumpulan darah diantara tulang tengkorak dan duramater akibat pecahnya
pembuluh darah/cabang-cabang arteri meningeal media yang terdapat di duramater, pembuluh
darah ini tidak dapat menutup sendiri karena itu sangat berbahaya. Dapat terjadi dalam beberapa
jam sampai 1 2 hari. Lokasi yang paling sering yaitu dilobus temporalis dan parietalis.

Tanda dan gejala:


Penurunan tingkat kesadaran
Nyeri kepala,
Muntah
Hemiparesa.
Dilatasi pupil ipsilateral
Pernapasan dalam dan cepat kemudian dangkal, irreguler, penurunan nadi, peningkatan suhu.
Subdural hematoma
Terkumpulnya darah antara duramater dan jaringan otak, dapat terjadi akut dan kronik. Terjadi
akibat pecahnya pembuluh darah vena/jembatan vena yang biasanya terdapat diantara duramater,
perdarahan lambat dan sedikit. Periode akut terjadi dalam 48 jam 2 hari atau 2 minggu dan
kronik dapat terjadi dalam 2 minggu atau beberapa bulan.
Tanda dan gejala:
Nyeri kepala
Bingung
Mengantuk, menarik diri, berfikir lambat, kejang dan
Edema pupil.

Perdarahan intraserebral

Perdarahan di jaringan otak karena pecahnya pembuluh darah arteri, kapiler, vena.
Tanda dan gejala:
Nyeri kepala
Penurunan kesadaran
Komplikasi pernapasan
Hemiplegi kontralateral, dilatasi pupil, perubahan tanda-tanda vital.

Perdarahan subarachnoid:

Perdarahan didalam rongga subarachnoid akibat robeknya pembuluh darah dan permukaan otak,
hampir selalu ada pada cedera kepala yang hebat.
Tanda dan gejala:
Nyeri kepala
Penurunan kesadaran
Hemiparese
Dilatasi pupil ipsilateral dan
Kaku kuduk.
Penatalaksanaan:
Konservatif

Bedrest total

Pemberian obat-obatan

Observasi tanda-tanda vital dan tingkat kesadaran.

Pengkajian
BREATHING
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung, sehingga terjadi
perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes
atau Ataxia breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana karena
aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas.
BLOOD:
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi. Tekanan pada pusat
vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan
mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial.
Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia,
disritmia).
BRAIN
Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya gangguan otak akibat
cidera kepala. Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope,
tinitus, kehilangan pendengaran, baal pada ekstrimitas. Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai
batang otak akan terjadi gangguan pada nervus cranialis, maka dapat terjadi :

Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan


masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori).

Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian


lapang pandang, foto fobia.

Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata.

Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.

Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus vagus menyebabkan
kompresi spasmodik diafragma.

Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah satu sisi,
disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.

BLADER
Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi, inkontinensia uri, ketidakmampuan
menahan miksi.
BOWEL
Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual, muntah (mungkin proyektil),
kembung dan mengalami perubahan selera. Gangguan menelan (disfagia) dan terganggunya
proses eliminasi alvi.
BONE

Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi. Pada kondisi yang lama
dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat pula terjadi spastisitas atau
ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis yang terjadi karena rusak atau putusnya hubungan
antara pusat saraf di otak dengan refleks pada spinal selain itu dapat pula terjadi penurunan tonus
otot.
Pemeriksaan Diagnostik:
CT Scan: tanpa/dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran
ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak
akibat edema, perdarahan, trauma.

X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis (perdarahan /
edema), fragmen tulang.

Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika terjadi
peningkatan tekanan intrakranial.

Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan


intrakranial.
Prioritas perawatan:
1. Memaksimalkan perfusi/fungsi otak
2. Mencegah komplikasi
3. Pengaturan fungsi secara optimal/mengembalikan ke fungsi normal.
4. Mendukung proses pemulihan koping klien/keluarga

5. Pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, rencana pengobatan, dan


rehabilitasi.

DIAGNOSA KEPERAWATAN:
1. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d penghentian aliran darah (hemoragi, hematoma); edema
cerebral; penurunan TD sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung)
2. Resiko tinggi pola napas tidak efektif b.d kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat
pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau kognitif. Obstruksi trakeobronkhial.
3. Perubahan persepsi sensori b. d perubahan transmisi dan/atau integrasi (trauma atau defisit
neurologis).
4. Perubahan proses pikir b. d perubahan fisiologis; konflik psikologis.
5. Kerusakan mobilitas fisik b. d kerusakan persepsi atau kognitif. Penurunan kekuatan/tahanan.
Terapi pembatasan /kewaspadaan keamanan, misal: tirah baring, imobilisasi.
6. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d jaringan trauma, kulit rusak, prosedur invasif. Penurunan kerja
silia, stasis cairan tubuh. Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi tertekan (penggunaan steroid).
Perubahan integritas sistem tertutup (kebocoran CSS)
7. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b. d perubahan
kemampuan untuk mencerna nutrien (penurunan tingkat kesadaran). Kelemahan otot yang
diperlukan untuk mengunyah, menelan. Status hipermetabolik.
8. Perubahan proses keluarga b. d transisi dan krisis situasional. Ketidak pastian tentang
hasil/harapan.
9. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan b. d kurang pemajanan, tidak
mengenal informasi. Kurang mengingat/keterbatasan kognitif.
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah (hemoragi,
hematoma); edema cerebral; penurunan TD sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung)
Tujuan:

Mempertahankan tingkat kesadaran biasa/perbaikan, kognisi, dan fungsi


motorik/sensorik.

Kriteria hasil:

Tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK

Intervensi
Tentukan faktor-faktor yg
menyebabkan
koma/penurunan perfusi
jaringan otak dan potensial
peningkatan TIK.
Pantau /catat status

Rasional
Penurunan tanda/gejala neurologis atau kegagalan
dalam pemulihannya setelah serangan awal,
menunjukkan perlunya pasien dirawat di perawatan
intensif.

neurologis secara teratur


dan bandingkan dengan
nilai standar GCS.
Evaluasi keadaan pupil,

Mengkaji tingkat kesadaran dan potensial peningkatan


TIK dan bermanfaat dalam menentukan lokasi,
perluasan dan perkembangan kerusakan SSP.

ukuran, kesamaan antara


kiri dan kanan, reaksi
terhadap cahaya.

Reaksi pupil diatur oleh saraf cranial okulomotor (III)


berguna untuk menentukan apakah batang otak masih
baik. Ukuran/ kesamaan ditentukan oleh keseimbangan
antara persarafan simpatis dan parasimpatis. Respon
terhadap cahaya mencerminkan fungsi yang

Pantau tanda-tanda vital:


TD, nadi, frekuensi nafas,
suhu.

terkombinasi dari saraf kranial optikus (II) dan


okulomotor (III).
Peningkatan TD sistemik yang diikuti oleh penurunan
TD diastolik (nadi yang membesar) merupakan tanda
terjadinya peningkatan TIK, jika diikuti oleh penurunan
kesadaran. Hipovolemia/hipertensi dapat
mengakibatkan kerusakan/iskhemia cerebral. Demam
dapat mencerminkan kerusakan pada hipotalamus.
Peningkatan kebutuhan metabolisme dan konsumsi

Pantau intake dan out put,


turgor kulit dan membran
mukosa.

oksigen terjadi (terutama saat demam dan menggigil)


yang selanjutnya menyebabkan peningkatan TIK.
Bermanfaat sebagai ndikator dari cairan total tubuh
yang terintegrasi dengan perfusi jaringan.

Iskemia/trauma serebral dapat mengakibatkan diabetes


insipidus. Gangguan ini dapat mengarahkan pada
masalah hipotermia atau pelebaran pembuluh darah
Turunkan stimulasi

yang akhirnya akan berpengaruh negatif terhadap

eksternal dan berikan

tekanan serebral.

kenyamanan, seperti

Memberikan efek ketenangan, menurunkan reaksi

lingkungan yang tenang.

fisiologis tubuh dan meningkatkan istirahat untuk

Bantu pasien untuk

mempertahankan atau menurunkan TIK.

menghindari /membatasi
batuk, muntah, mengejan.

Aktivitas ini akan meningkatkan tekanan intrathorak

Tinggikan kepala pasien

dan intraabdomen yang dapat meningkatkan TIK.

15-45 derajad sesuai


indikasi/yang dapat

Meningkatkan aliran balik vena dari kepala sehingga

ditoleransi.

akan mengurangi kongesti dan oedema atau resiko

Batasi pemberian cairan

terjadinya peningkatan TIK.

sesuai indikasi.
Pembatasan cairan diperlukan untuk menurunkan
Berikan oksigen tambahan

edema serebral, meminimalkan fluktuasi aliran vaskuler

sesuai indikasi.

TD dan TIK.
Menurunkan hipoksemia, yang mana dapat

Berikan obat sesuai

meningkatkan vasodilatasi dan volume darah serebral

indikasi, misal: diuretik,

yang meningkatkan TIK.

steroid, antikonvulsan,

Diuretik digunakan pada fase akut untuk menurunkan

analgetik, sedatif,

air dari sel otak, menurunkan edema otak dan TIK,.

antipiretik.

Steroid menurunkan inflamasi, yang selanjutnya


menurunkan edema jaringan. Antikonvulsan untuk
mengatasi dan mencegah terjadinya aktifitas kejang.
Analgesik untuk menghilangkan nyeri . Sedatif
digunakan untuk mengendalikan kegelisahan, agitasi.
Antipiretik menurunkan atau mengendalikan demam
yang mempunyai pengaruh meningkatkan metabolisme

serebral atau peningkatan kebutuhan terhadap oksigen.

2. Resiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera
pada pusat pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau kognitif. Obstruksi trakeobronkhial.
Tujuan:

mempertahankan pola pernapasan efektif.

Kriteria evaluasi:

bebas sianosis, GDA dalam batas normal

Intervensi
Pantau frekuensi, irama,

Rasional
Perubahan dapat menandakan awitan komplikasi

kedalaman pernapasan.

pulmonal atau menandakan lokasi/luasnya keterlibatan

Catat ketidakteraturan

otak. Pernapasan lambat, periode apnea dapat

pernapasan.

menandakan perlunya ventilasi mekanis.

Pantau dan catat

Kemampuan memobilisasi atau membersihkan sekresi

kompetensi reflek

penting untuk pemeliharaan jalan napas. Kehilangan

gag/menelan dan

refleks menelan atau batuk menandakan perlunaya jalan

kemampuan pasien untuk

napas buatan atau intubasi.

melindungi jalan napas


sendiri. Pasang jalan napas
sesuai indikasi.
Angkat kepala tempat

Untuk memudahkan ekspansi paru/ventilasi paru dan

tidur sesuai aturannya,

menurunkan adanya kemungkinan lidah jatuh yang

posisi miirng sesuai

menyumbat jalan napas.

indikasi.
Anjurkan pasien untuk
melakukan napas dalam
yang efektif bila pasien
sadar.

Mencegah/menurunkan atelektasis.

Lakukan penghisapan

Penghisapan biasanya dibutuhkan jika pasien koma atau

dengan ekstra hati-hati,

dalam keadaan imobilisasi dan tidak dapat

jangan lebih dari 10-15

membersihkan jalan napasnya sendiri. Penghisapan

detik. Catat karakter,

pada trakhea yang lebih dalam harus dilakukan dengan

warna dan kekeruhan dari

ekstra hati-hati karena hal tersebut dapat menyebabkan

sekret.

atau meningkatkan hipoksia yang menimbulkan


vasokonstriksi yang pada akhirnya akan berpengaruh
cukup besar pada perfusi jaringan.

Auskultasi suara napas,

Untuk mengidentifikasi adanya masalah paru seperti

perhatikan daerah

atelektasis, kongesti, atau obstruksi jalan napas yang

hipoventilasi dan adanya

membahayakan oksigenasi cerebral dan/atau

suara tambahan yang tidak

menandakan terjadinya infeksi paru.

normal misal: ronkhi,


wheezing, krekel.
Pantau analisa gas darah,

Menentukan kecukupan pernapasan, keseimbangan

tekanan oksimetri

asam basa dan kebutuhan akan terapi.

Lakukan ronsen thoraks

Melihat kembali keadaan ventilasi dan tanda-

ulang.

tandakomplikasi yang berkembang misal: atelektasi atau


bronkopneumoni.

Berikan oksigen.

Memaksimalkan oksigen pada darah arteri dan


membantu dalam pencegahan hipoksia. Jika pusat
pernapasan tertekan, mungkin diperlukan ventilasi
mekanik.

Lakukan fisioterapi dada

Walaupun merupakan kontraindikasi pada pasien

jika ada indikasi.

dengan peningkatan TIK fase akut tetapi tindakan ini


seringkali berguna pada fase akut rehabilitasi untuk
memobilisasi dan membersihkan jalan napas dan
menurunkan resiko atelektasis/komplikasi paru lainnya.

3. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d jaringan trauma, kulit rusak, prosedur invasif. Penurunan kerja
silia, stasis cairan tubuh. Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi tertekan (penggunaan steroid).
Perubahan integritas sistem tertutup (kebocoran CSS)
Tujuan:
Mempertahankan normotermia, bebas tanda-tanda infeksi.
Kriteria evaluasi:
Mencapai penyembuhan luka tepat waktu.
Intervensi
Rasional
Berikan perawatan aseptik Cara pertama untuk menghindari terjadinya infeksi
dan antiseptik,
nosokomial.
pertahankan tehnik cuci
tangan yang baik.
Observasi daerah kulit
Deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan
yang mengalami
untuk melakukan tindakan dengan segera dan
kerusakan, daerah yang
pencegahan terhadap komplikasi selanjutnya.
terpasang alat invasi, catat
karakteristik dari drainase
dan adanya inflamasi.
Pantau suhu tubuh secara
teratur, catat adanya
demam, menggigil,
diaforesis dan perubahan

Dapat mengindikasikan perkembangan sepsis yang


selanjutnya memerlukan evaluasi atau tindakan dengan
segera.

fungsi mental (penurunan


kesadaran).
Anjurkan untuk
melakukan napas dalam,
latihan pengeluaran sekret
paru secara terus menerus.

Peningkatan mobilisasi dan pembersihan sekresi paru


untuk menurunkan resiko terjadinya pneumonia,
atelektasis.

Observasi karakteristik
sputum.
Berikan antibiotik sesuai
indikasi

Terapi profilatik dapat digunakan pada pasien yang


mengalami trauma, kebocoran CSS atau setelah
dilakukan pembedahan untuk menurunkan resiko

MRS

terjadinya infeksi nosokomial.

1. PENGKAJIAN:
1.1 Identitas
Nama

: TN. S.

Umur

: 50 tahun

Suku/Bangsa

: Jawa/Indonesia.

Agama

: Islam

Alamat

: Blimbing Ngeran Bojonegoro

Pekerjaan

: tidak bekerja

Pendidikan

: SLTA

Tgl.MRS

: 28 April 2002 jam: 02.30

Tgl. Pengkajian

: 29 April 2002 jam: 08.00

Diagnosa Medik

: Post op Trepanasi Cedera Otak Berat, OF TP (S)

: kecelakaan lalu lintas, naik sepeda motor ditabrak truck, klien tidaksadarkan diri dari kejadian
sampai dibawa ke RS, muntah-muntah (-), kejang (-) dan klien dibawa ke RSUD Cepu dan
langsung dirujuk ke RSUD Dr. Soetomo.
1.3 Observasi dan pemeriksaan fisik:
1) Pernapasan
Klien menggunakan respirator, Mode: CR Insp MV: 500 Exp MV: - FIO2: : 50%
A:aDO2:
Bentuk dada simetris, tidak ada jejas pada daerah dada, wheezing -/-, Ronchi +/+, RR 18
x/menit. Pada hidung terpasang NGT.
2) Kardiovaskuler/sirkulasi:
S1, S2 tunggal, tidak ada suara tambahan, hasil monitor EKG: irama sinus 75 x/menit, tekanan
darah: 130/100, suhu: 36,5 C
3) Persarafan/neurosensori
Klien tampak gelisah, GCS: 1 x 1 , pupil isokor, reaksi cahaya +/+
4) Perkemihan Eliminasi uri
Terpasang Dower kateter produksi urine 1000 ml/12 jam warna kuning jernih
5) Pencernaan Eliminasi alvi

infus Dext 1500cc/24 jam, manitol 4 x 100 cc/24 jam. Tidak ada jejas pada daerah abdomen,
bising usus (+), b.a.b (-). Cairan maag slang warna kecoklatan 200 cc.
6) Tulang otot integumen:
Kemampuan pergerakan pada ektrimitas atas dan bawah tidak dapat dikaji karena pasien dalam
tingkat kesadaran koma. Pada kepala ada luka operasi tertutup hipafix, tidak tampak adanya
perdarahan, kulit wajah dibagian rahang bawah tampak lecet-lecet, kedua kelopak mata odem
dan hematoma. Turgor baik, warna kulit pucat.
1.8 Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium tanggal 30 April 2002:
Hb: 9,3 gr/dl.
Leko: 5,6.
Trombo: 101.
PCV: 0,28.
Blood Gas:
PH: 7,265
PCO2: 46,0
PO2: 259,4
HCO3: 20,4
BE: -6,6
CT Scan tanggal 29 April 2002:
ICH daerah temporofrontal kiri dengan pnemotocele.
Fr Impresi frontal kanan dan kiri
Fraktur temporal kiri
1.9 Terapi:
Rantin 2x 1 IV
Novalgin 3 x 1 amp IV
Afriaxon 1 x 2 gr IV
Dilantin 3x 100 IV
Manitol 4 x 100 cc
Fisioterapi napas + Suction tiap 3 jam.

2. ANALISA DATA
Data
DS: -

Kemungkinan penyebab
Trauma kepala

Masalah
Gangguan perfusi

DO:

jaringan cerebral

Kesadaran me , GCS: 1
x 1,

CT Scan :

ICH daerah
temporofrontal kiri dengan
pnemotocele.
Fr Impresi frontal kanan
dan kiri

Hematom Subarachnoid

Fraktur temporal
kiri

Odema otak

TIK

Aliran darah ke otak

DS: -

O2
TIK

DO:

Menggunakan respirator,
Mode: CR Insp MV:
500 Exp MV: - FIO2: :
50% A:aDO2:
Wheezing -/-, Ronchi +/+,
RR 18 x/menit

rangsangan simpatis

tahanan vaskuler sistemik

terjadi pe tek. pada sist.


pemb. darah pulmonal.

Pe tek.hidrostatik
kebocoran cairan kapiler

Pe hambatan difusi O2 CO2

Hipoksemia

Gangguan pola
napas

DS: -

Trauma kepala

DO:

GCS: 1-x-1, terpasang

Stress

sonde, infus Dex 1500

cc/24 jam.
NGT dibuka, cairan maag
slang warna coklat 200 cc.

Resiko nutrisi
kurang dari
kebutuhan tubuh

Pe katekolamin

Pe sekresi asam lambung

Mual, muntah

Asupan tidak adekuat

DS: DO:
Luka post op trepanasi
pada farietal tertutup
pembalut, tidak tampak
adanya perdarahan, luka
laserasi pada rahang
bawah dan tertutp kasa
serta luka jejas pada
phalank distal sinistra dan
mengeluarkan bau dan
secret berwarna kuning,
Turgor baik, warna kulit
pucat. Klien terpasang
respirator, dower katheter,
NGT.
Hasil lab: Hb: 9,3 gr/dl.
Leko: 5,6.
DS: DO:
Kesadaran me , GCS: 1x-14
Klieb tidak sadar

Trauma jaringan, kulit rusak,

Resiko tinggi

prosedur invasif.

terhadap infeksi

Trauma kepala

Sindroma defisit

Hematom Subarachnoid

TIK

perawatan diri

Aliran darah ke otak

O2

Penurunan kesadaran
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d hemoragi/ hematoma; edema cerebral
2. Pola napas tidak efektif b.d kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan
otak).
3. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d trauma jaringan, kulit rusak, prosedur invasif.
4. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d asupan yang tidak adekuat
5. Sindroma defisit perawatan diri b.d penurunan kesadaran

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


DP 1: Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hemoragi/ hematoma; edema
cerebral.
Tujuan:

Mempertahankan tingkat kesadaran, kognisi, dan fungsi motorik/sensorik.

Kriteria hasil:

Tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK

Tingkat kesadaran membaik

Intervensi
Pantau /catat status

Rasional
Mengkaji tingkat kesadaran dan potensial peningkatan

neurologis secara teratur

TIK dan bermanfaat dalam menentukan lokasi,

dan bandingkan dengan

perluasan dan perkembangan kerusakan SSP.

nilai standar GCS.


Evaluasi keadaan pupil,

Reaksi pupil diatur oleh saraf cranial okulomotor (III)

ukuran, kesamaan antara

berguna untuk menentukan apakah batang otak masih

kiri dan kanan, reaksi

baik. Ukuran/ kesamaan ditentukan oleh keseimbangan

terhadap cahaya.

antara persarafan simpatis dan parasimpatis. Respon


terhadap cahaya mencerminkan fungsi yang
terkombinasi dari saraf kranial optikus (II) dan
okulomotor (III).

Pantau tanda-tanda vital:

Peningkatan TD sistemik yang diikuti oleh penurunan

TD, nadi, frekuensi nafas,

TD diastolik (nadi yang membesar) merupakan tanda

suhu.

terjadinya peningkatan TIK, jika diikuti oleh penurunan


kesadaran. Hipovolemia/hipertensi dapat
mengakibatkan kerusakan/iskhemia cerebral. Demam
dapat mencerminkan kerusakan pada hipotalamus.
Peningkatan kebutuhan metabolisme dan konsumsi
oksigen terjadi (terutama saat demam dan menggigil)
yang selanjutnya menyebabkan peningkatan TIK.

Pantau intake dan out put,

Bermanfaat sebagai ndikator dari cairan total tubuh

turgor kulit dan membran

yang terintegrasi dengan perfusi jaringan.

mukosa.

Iskemia/trauma serebral dapat mengakibatkan diabetes


insipidus. Gangguan ini dapat mengarahkan pada
masalah hipotermia atau pelebaran pembuluh darah
yang akhirnya akan berpengaruh negatif terhadap
tekanan serebral.

Turunkan stimulasi

Memberikan efek ketenangan, menurunkan reaksi

eksternal dan berikan

fisiologis tubuh dan meningkatkan istirahat untuk

kenyamanan, seperti

mempertahankan atau menurunkan TIK.

lingkungan yang tenang.


Bantu pasien untuk

Aktivitas ini akan meningkatkan tekanan intrathorak

menghindari /membatasi

dan intraabdomen yang dapat meningkatkan TIK.

batuk, muntah, mengejan.


Tinggikan kepala pasien 5- Meningkatkan aliran balik vena dari kepala sehingga
15 derajad.

akan mengurangi kongesti dan oedema atau resiko


terjadinya peningkatan TIK.

Batasi pemberian cairan

Pembatasan cairan diperlukan untuk menurunkan edema

sesuai indikasi.

serebral, meminimalkan fluktuasi aliran vaskuler TD


dan TIK.

Berikan oksigen tambahan

Menurunkan hipoksemia, yang mana dapat

sesuai indikasi.

meningkatkan vasodilatasi dan volume darah serebral


yang meningkatkan TIK.

Berikan obat:

Manitol digunakan untuk menurunkan air dari sel otak,


menurunkan edema otak dan TIK. Sedatif digunakan

Manitol 4 x 100 cc
iv

Dilantin 3 x 100
mg IV

untuk mengendalikan kegelisahan, agitasi.

DP 2: Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat
pernapasan otak).
Tujuan:

Mempertahankan pola pernapasan efektif melalui ventilator.

Kriteria evaluasi:

Tidak ada sianosis, Blood Gas dalam batas normal

Intervensi
Pantau frekuensi, irama,

Rasional
Perubahan dapat menandakan awitan komplikasi

kedalaman pernapasan

pulmonal atau menandakan lokasi/luasnya keterlibatan

setiap 1 jam. Catat

otak.

ketidakteraturan
pernapasan.
Pantau / cek pemasangan

Adanya obstruksi dapat menimbulkan tidak adekuatnya

tube, selang ventilator

pengaliran volume dan menimbulkan penyebaran udara

sesering mungkin.

yang tidak adekuat.

Siapkan ambu bag tetap

Membantu memberikan ventilasi yang adekuat bila ada

berada didekat pasien

gangguan pada ventilator.

Lakukan penghisapan

Penghisapan pada trakhea dapat menyebabkan atau

dengan ekstra hati-hati,

meningkatkan hipoksia yang menimbulkan

jangan lebih dari 10-15

vasokonstriksi yang pada akhirnya akan berpengaruh

detik. Catat karakter,

cukup besar pada perfusi jaringan.

warna dan kekeruhan dari


sekret.
Lakukan fisioterapi

Walaupun merupakan kontraindikasi pada pasien

Napas .

dengan peningkatan TIK fase akut tetapi tindakan ini


seringkali berguna pada fase akut rehabilitasi untuk
memobilisasi dan membersihkan jalan napas dan
menurunkan resiko atelektasis/komplikasi paru lainnya.

Untuk mengidentifikasi adanya masalah paru seperti


Auskultasi suara napas,

atelektasis, kongesti, atau obstruksi jalan napas yang

perhatikan daerah

membahayakan oksigenasi cerebral dan/atau

hipoventilasi dan adanya

menandakan terjadinya infeksi paru.

suara tambahan yang tidak


normal misal: ronkhi,
wheezing, krekel.

Menentukan kecukupan pernapasan, keseimbangan

Pantau analisa gas darah,

asam basa dan kebutuhan akan terapi.

tekanan oksimetri

Melihat kembali keadaan ventilasi dan tanda-

Lakukan ronsen thoraks

tandakomplikasi yang berkembang misal: atelektasi atau

ulang.

bronkopneumoni.

DP 3:
Resiko tinggi terhadap infeksi b.d trauma jaringan, kulit rusak, prosedur invasif.
Tujuan: tidak terjadi infeksi
Kriteria evaluasi:
Tidak ada tanda-tanda infeksi.
Mencapai penyembuhan luka tepat waktu.
Intervensi
Rasional
Berikan perawatan aseptik Cara pertama untuk menghindari terjadinya infeksi
dan antiseptik,
nosokomial.
pertahankan tehnik cuci
tangan yang baik.
Observasi daerah kulit
Deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan
yang mengalami
untuk melakukan tindakan dengan segera dan
kerusakan, daerah yang
pencegahan terhadap komplikasi selanjutnya.
terpasang alat invasi, catat
karakteristik dari drainase
dan adanya inflamasi.
Pantau suhu tubuh secara
teratur, catat adanya
demam, menggigil,
diaforesis.

Dapat mengindikasikan perkembangan sepsis yang


selanjutnya memerlukan evaluasi atau tindakan dengan
segera.

Berikan antibiotik sesuai


program dokter.

Terapi profilatik dapat digunakan pada pasien yang


mengalami trauma, atau setelah dilakukan pembedahan
untuk menurunkan resiko terjadinya infeksi.

TINDAKAN KEPERAWATAN
Tanggal Diagnosa
Tindakan Keperawatan
29/4/02
1
Mengobservasi dan mencatat status neurologis dan tandatanda vital setiap 1 jam, GCS: 1- x - 1, pupil: isokor reaksi
cahaya +/+, TD 130/90, nadi 76 , RR: 17x/menit, suhu:
37C.
Memantau intake dan out put, turgor kulit cukup dan
membran mukosa agak kering.
Memberi posisi dengan meninggikan kepala pasien 30
derajad.
Memberian cairan infus Dext 21 tetes/menit.
Memberikan obat:

Rantin 2 x 1 iv ( jam 12.00 24.00)

Novalgin 3 x 1 amp IV ( jam 12.00 20.00 04.00)

Afriaxon 1 x 2 gr iv ( jam 12.00 24.00)

Manitol 4 x 100 cc/drip ( jam 12.00 18.00 - 24.00


06.00 )

Mengecek pemasangan tube dan selang ventilator.


Melakukan fisioterapi napas dan melakukan penghisapan
sekret setiap 3 jam (jam 08.00 11.00 14.00 17.00
3

20.00 23.00 02.00 05.00) , mencatat karakter warna


lendir putih kental.
.Mendengarkan suara napas: ronkhi +/+, wheezing -/-.
Mengobservasi daerah kulit yang mengalami kerusakan,
daerah yang terpasang alat invasi (infus, drain,catheter),

drainase dari drain warna merah, infus tidak ada plebitis,


cateter terfiksasi baik, warna urine kuning jernih. Kulit kering
tidak tampak tanda inflamasi.
30/4/02

Melakukan perawatan luka secara aseptik.


Mengobservasi dan mencatat status neurologis dan tandatanda vital setiap 1 jam, GCS: 1- x-1, pupil: isokor reaksi
cahaya +/+, TD 145/90, nadi 78 , RR: 20x/menit, suhu:
37C.
Memantau intake dan out put, turgor kulit cukup dan
membran mukosa agak kering.
Memberi posisi dengan meninggikan kepala pasien 15
Memberikan cairan infus Tutofusi OPS: 14 tetes/menit,
cabang Intrafusin 3,5: 7 tetes/menit
Memberikan obat:

Rantin 2 x 1 iv ( jam 12.00 24.00)

Novalgin 3 x 1 amp IV ( jam 12.00 20.00 04.00)

Afriaxon 1 x 2 gr iv ( jam 12.00 24.00)

Manitol 4 x 100 cc/drip ( jam 12.00 18.00 - 24.00


06.00 )

Melakukan fisioterapi napas, memberikan nebulizer dan


melakukan penghisapan sekret setiap 3 jam (jam 08.00
11.00 14.00 17.00 20.00 23.00 02.00 05.00) ,
3

mencatat karakter warna lendir putih kental. Mendengarkan


suara napas: ronkhi +/+, wheezing -/-.
Mengobservasi daerah kulit yang mengalami kerusakan,

daerah yang terpasang alat invasi (infus, drain,catheter),


drainase dari drain warna merah, infus tidak ada plebitis,
cateter terfiksasi baik, warna urine kuning jernih. Kulit kering
tidak tampak tanda inflamasi.
Melakukan perawatan luka secara aseptik.
Melakukan pemeriksaan lab:
1/5/02

Pasien Meninggal

EVALUASI
TGL
29/4/2002

DIAGNOSA
1. Perubahan perfusi

S: -

EVALUASI

jaringan serebral

O:

berhubungan dengan

Klien masih tampak gelisah, GCS: 1- x-1 pupil

hemoragi/

isokor reaksi cahaya +/+

hematoma; edema
cerebral.

TTV stabil TD berkisar antara 140/100 120/90, nadi: 72 - 76 x/menit, RR: 17 22


x/menit, suhu : 36,6 37,5 C.
A: masalah belum teratasi

29/4/2002

2. Pola napas tidak

P: rencana tindakan dilanjutkan


S: -

efektif berhubungan

O:

dengan kerusakan

TTV stabil TD berkisar antara 130/100 90/70, nadi: 72 - 76 x/menit, RR: 17 22


x/menit. Ventilator terpasang Menggunakan
respirator, Mode: CR Insp MV: 500 Exp
MV: - FIO2: : 50% A:aDO2:
Wheezing -/-, Ronchi +/+,
RR 18 x/menit
A: Masalah belum teratasi

neurovaskuler
(cedera pada pusat
pernapasan otak).

29/4/2002

3. Resiko tinggi
terhadap infeksi b.d
trauma jaringan,
kulit rusak, prosedur
invasif.

P: Rencana keperawatan dilanjutkan,


S:
O:
TTV stabil TD berkisar antara 140/80 150/100, nadi: 72 - 80 x/menit, RR: 17 22
x/menit. suhu : 36,8 37,5 C.

Cairan drain kepala warna merah, luka


ditangan merembes cairan (serum) warna
kecoklatan.
A: masalah belum terjadi
P: rencana tindakan dilanjutkan

30/4/2002

Perubahan perfusi

S: -

jaringan serebral

O:

berhubungan dengan

GCS: 1- 1-1 pupil isokor reaksi cahaya +/+

hemoragi/

TTV stabil TD berkisar antara 130/100 -

hematoma; edema

140/110, nadi: 72 - 76 x/menit, RR: 17 22

cerebral.

x/menit, suhu : 36,6 37,5 C.


A: masalah belum teratasi
P: rencana tindakan dilanjutkan.

2. Pola napas tidak

S: -

efektif berhubungan

O:

dengan kerusakan

TTV stabil TD berkisar antara 130/100 90/70, nadi: 72 - 76 x/menit, RR: 17 22


x/menit. Ventilator dilepas, dipasang T Piece ,
dengan O2 6 lt/menit, Ronchi +/+,
RR 18 x/menit
Hasil Blood Gas Blood Gas:
PH: 7,265
PCO2:46,0
PO2: 254,4
HCO3: 20,4
BE: - 6,6
A: Masalah belum teratasi

neurovaskuler
(cedera pada pusat
pernapasan otak).

P: Rencana keperawatan :
3. Resiko tinggi
terhadap infeksi b.d
trauma jaringan,
kulit rusak, prosedur
invasif.

Klien bernapas dengan alat Bantu T-Piece.


S:
O:
TTV stabil TD berkisar antara 140/80 150/100, nadi: 72 - 80 x/menit, RR: 17 22
x/menit. suhu : 37,3 37,7 C.

Cairan drain kepala warna merah, luka


ditangan merembes cairan (serum) warna

kekuning-kuningan.
A: masalah infeksi belum terjadi
P: rencana tindaka

Anda mungkin juga menyukai