Amalgam adalah suatu paduan dari merkuri dan satu atau lebih bahan
logam lainnya.Amalgam ini dihasilkan oleh pencampuran merkuri cair dengan
partikel padat dari paduan perak, tin, tembaga, zinc, dan terkadang juga dengan
palladium, indium, dan selenium.Kombinasi dari logam padat ini dikenal sebagai
amalgam alloy. (Sakaguchi and Powers. 2012, p.200)
Amalgam telah lama digunakan sebagai bahan restorasi namun
popularitasnya telah menurun. (Mc Cabe and Walls, 2008, p.181) Amalgam juga
dapat digunakan sebagai basis untuk cast-metal, metal ceramic, dan ceramic
restorations. Selain sebagai bahan pengisi kavitas kelas I, II,dan V pada gigi
posterior. Kelemahan utama dari amalgam adalah berwana perak sehingga tidak
sesuai dengan struktur warna gigi. Selain itu, amalgam juga sifatnya mudah
rapuh,dapat menimbulkan efek korosi dan galvanic, mungkin menunjukkan
tingkat kerusakan marginal,dan tidakmembantu mempertahankan struktur gigi
yang melemah. (Sakaguchi and Powers, 2012, p.200)
Manipulasi dari amalgam meliputi beberapa tahap yaitu proportioning and
dispensing, trituration, condensation, carving, dan polishing.Proportioning and
dispensing adalah tahap awal meliputi proses penentuan perbandingan rasio
alloy/mercury dan bentuk keduanya, apakah sudah terpisah atau sudah tercampur
dalam bentuk kapsul. Trituration merupakan tahap pencampuran alloy dan
merkuri, bisa secara manual (mortar and pestle) atau secara mekank
(menggunakan electrically powered machineI). Setelah melalui triturasi,amalgam
dikondensasi, yaitu dikumpulkan jadi satu untuk siap diinsersikan pada bagian
yang dipreparasi. Selanjutnya, amalgam tersebut diukir (carving) sesuai dengan
anatomi gigi dan dihaluskan (polishing) untuk kepentingan estetik dan
pencegahan terhadap karies. (McCabe and Walls, 2008,p.191-194)
Pada praktikum ini dilakukan percobaan dengan dua macam triturasi, yaitu
triturasi secara mekanik dan secara manual. Percobaan yang telah dilakukan
menggunakan perbandingan bubuk amalgam dan merkuri yaitu 1:1. Dalam
praktikum ini kami melakukan 5 percobaan yang telah dilakukan diantaranya 2
percobaan menggunakan metode triturasi manual dan 3 percobaan menggunakan
triturasi mekanik.
Pada metode manual yang dilakuakan 2 kali percobaan dengan merk
material yang berbeda, percobaan pertama dengan perbandingan berat antara
bubuk amalgam dan merkuri yang digunakan sebesar 0,42gr : 0,42gr dengan merk
material ANA. Dan percobaan kedua dengan perbandingan berat antara bubuk
amalgam dan merkuri yang digunakan sebesar 0,45gr : 0,45gr dengan merk
material NU. Setelah triturasi manual selesai campuran merkuri dengan bubuk
dikeluarkan dari mortar dan dimasukkan ke kain kasa kemudian diperas kuat
dengan menggunakan pinset. Hal tersebut dilakukan untuk mengurangi kelebihan
merkuri pada campuran berupa tetesan diluar kain kasa sebelum dilakukan
mempersingkat working time dan setting time. Selain itu, kepekaan alloy berbeda
dalam waktu triturasi. Dengan rasio bubuk amalgam dengan merkuri yang sama,
maka peningkatan kecepatan triturasi dapat mempersingkat setting time amalgam.
Hal ini mengacu pada teori bahwa selalu ada lapisan oksida dari permukaan alloy
yang menghambat difusi merkuri ke alloy. Lapisan ini dapat dihapus oleh abrasi
ketika partikel alloy dan merkuri tertriturasi. Dengan kata lain, semakin tinggi
kecepatan pengadukan maka semakin tinggi proses abrasi yang terjadi sehingga
alloy dapat berdifusi dengan merkuri dengan waktu yang semakin singkat dan
semakin cepat pula setting time dari amalgam tersebut.
Triturasi yang kurang maupun yang berlebihan pada umumnya
menyebabkan amalgam memiliki sifat fisik yang rendah, yang dapat
menyebabkan kegagalan restorasi.Triturasi yang kurang pada amalgam memiliki
compressive dan tensile strength yang rendah karena ruang kosong atau celah
yang tidak cukup untuk pembentukan produk gamma-1dan copper-tin dalam
mempertahankan senyawa bersama-sama. Triturasi yang lebih pada amalgam
adalah pekat dan dapat menempel pada bagian dalam kapsul maka akan memiliki
kekuatan yang lebih buruk, creep dan mungkin memiliki sifat korosi dan semua
itu adalah disebabkan pembentukan gamma-1dan copper-tin yang berlebihan.
(Sakaguchi and Powers, 2012, p.100-101)
Yang ketiga pada proses pemerasan setelah triturasi di kain kasa juga dapat
mempengaruhi waktu setting time, dilakukannya pemerasan untuk mengeluarkan
cairan merkuri yang berlebih setelah dilakukan triturasi namun pemerasan yang
dilakukan biasanya saat metode yang digunakan manual karena jika metode
mekanik campuran sudah homogeny dan tidak perlu lagi untuk diperas. Dengan
mengeluarkan cairan merkuri yang masih tersisa dalam campuran dapat
mempercepat proses setting time. Lalu yang keempat pada proses kondensasi,
tujuan kondensasi atau pemadatan itu sendiri adalah memadatkan logam campur
ke dalam cetakan (kavitas) yang sudah dipreparasi sehingga tercapai kepadatan
maksimal, dengan cukup air raksa yang tertinggal untuk menjamin kelanjutan
tahap matriks diantara partikel-partikel logam campur yang ada. Pemadatan setiap
kali harus berhasil mengangkat cairan ke permukaan agar lapisan berikutnya dapat
menyatu dengan baik.Tujuan utamanya adalah melepaskan kelebihan cairan yang
masih tertinggal dari setiap penambahan lapisan sampai ke lapisan teratas. Dengan
pengisian dalam cetakan dilakukan berlebih agar cairan naik keatas dan dapat
dihilangkan saat dilakukan carving dan polishing.Saat melakukan pemadatan
sebaiknya menggunakan ukuran dan bentuk condenser yang sesuai dengan ukuran
lubang. Kondenser harus dapat sesuai dengan outline cavity dan harus dapat dekat
dengan margin perifer dari restorasi. Kondenser bundar dengan diameter kecil
atau ovoid untuk memfasilitasi tahap pertama pada proses packing. Pistol
amalgam digunakan untuk memindahkan material dari tempat campuran pada
kavitas yang disiapkan (Anusavice 2003, hal.329).
Apabila dibandingkan kedua metode triturasi yang telah dilakukan, dapat
diketahui bahwa setting time pada metode triturasi manual mempunyai hasil
berbeda dan lebih lama dari metode triturasi mekanik. Hal ini sesuai dengan teori
meskipun pada percobaan ketiga mengalami perbedaan waktu dari percobaan
kedua namun metodenya sama, kelompok kami mengira kesalahan bisa juga
terjadi pada saat pengamatan kekerasan yang mungkin tidak menyadari bahwa
sebenarnya campuran tersebut telah setting.
DAFTAR PUSTAKA