Anda di halaman 1dari 18

Anaemia Defisiensi Besi et

causa Perdarahan
Gastrointestinal
Mohamad Amirul Azwan B. Mohamed Yusof
102009270
Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA)
Jalan Arjuna Utara No 6 Jakarta Barat 11470
amirul.yusof@yahoo.co.uk
+6281808235709
_________________________________
Abstrak: Menurut WHO, anemia adalah kondisi dimana jumlah sel darah
merah atau keupayaan mengangkut oksigennya berkurang untuk
memenuhi keperluan fisiologi. Anemia defisiensi besi adalah anemia
yang timbul akibat kosongnya cadangan besi tubuh sehingga penyediaan
besi untuk eritropoesis berkurang, yang pada akhirnya pembentukan
hemoglobin (Hb) berkurang.Ini seterusnya menyebabkan pasien sering
merasa lemas/malaise. Pendekatan yang dapat diambil adalah dengan
cara terapi substitusi atau terapi kausal.Walaupun anemia ini mudah
ditangani dan mempunyai keberhasilan yang baik, namun ia dapat
memberi prognosis yang buruk jika penanganan tidak benar.
Kata Kunci: Anemia, defisiensi besi, haemoglobin
Abstract: WHO defines anaemia as a condition in which the number of
red blood cells or their oxygen-carrying capacity is insufficient to meet
physiologic needs. Iron deficiency anaemia is anaemia resulting from
depletion of iron supply for erithropoiesis to occur. This ultimately causes
formation of haemoglobin to be reduced, thus making the patient to feel
weak/malaise. Among approach consideration are by way of substitution
therapy and/or causal therapy. Although anemia is an easily treated
Page | 1

disorder with an excellent outcome; however, it may be caused by an


underlying condition with a poor prognosis.
Keywords: Anaemia, iron deficiency, haemoglobin

Pendahuluan
Anemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritrosit atau kadar
Hb sampai di bawah rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat. 1
Anemia dapat diklasifikasikan menurut morfologi sel darah merah dan
berdasarkan etiologinya. Pada klasifikasi anemia menurut morfologi, mikro
dan makro menunjukan ukuran eritrosit sedangkan kromik menunjukan
warnanya (kandungan Hb). Pada klasifikasi berdasarkan morfologi dibagi
dalam tiga klasifikasi besar:
Anemia normositik normokrom, dimana ukuran dan bentuk eritrosit
normal serta mengandung Hemoglobin dalam jumlah normal (MCV dan
MCHC normal atau normal rendah)1,2, contohnya pada kehilangan darah
akut, hemolisis, penyakit kronik termasuk infeksi, gangguan endokrin,
gangguan ginjal.
Anemia makrosistik normokrom, makrositik berarti ukuran eritrosit
lebih besar dari normal dan normokrom berarti konsentrasi Hb normal
(MCV meningkat; MCHC normal) 1,2. Hal ini diakibatkan oleh gangguan atau
terhentinya sintesis asam nukleat DNA seperti yang ditemukan pada
defisiensi besi dan/atau asam folat.
Anemia mikrositik hipokrom, mikrositik berarti kecil, hipokrom
berarti mengandung jumlah Hb kurang (MCV dan MCHC kurang) 1,2, seperti
pada anemia defisensi besi, keadaan sideroblastik, kehilangan darah
kronik, dan pada talesemia.
Page | 2

Anemia

defisiensi

besi

adalah

anemia

yang

terjadi

karena

kekurangan zat besi (Fe) yang diperlukan untuk pembentukan sel darah
merah. Defisiensi besi merupakan penyebab terbanyak dari anemia di
seluruh dunia. Diperkirakan 30 % dari populasi dunia mengalami anemia
akibat defisiensi besi.3
Zat besi selain dibutuhkan untuk pembentukan Hb yang berperan
dalam penyimpanan dan pengangkutan oksigen, juga terdapat dalam
beberapa enzim yang berperan dalam metabolisme oksidatif, sintesa
DNA,

neurotransmiter

dan

proses

katabolisme

yang

bekerjanya

membutuhkan ion besi.2


Anemia ini merupakan kelainan hematologi yang paling sering
dijumpai pada bayi dan anak. Banyaknya Fe yang diabsorpsi dari
makanan kira-kira 10 % setiap hari sehingga untuk nutrisi optimal
diperlukan diet yang mengandung Fe sebanyak 8-10 mg Fe perhari. 2 Fe
yang berasal dari ASI diabsorpsi secara lebih efisien daripada yang
berasal dari susu sapi. Sedikitnya macam makanan yang kaya Fe yang
dicerna

selama

tahun

pertama

kehidupan

menyebabkan

sulitnya

memenuhi jumlah yang diharapkan, maka dari itu diet bayi harus
mengandung makanan yang diperkaya Fe sejak usia 6 bulan.

Anamnesa
Anamnesis atau wawancara seputar stroke biasanya dilakukan antara dokter dengan
penderita dana atau keluarga penderita.
Anamnesis ditujukan untuk mengetahui kondisi penderita baik secara umum atau
seputar penyakitnya
Antara pertanyaan yang dapat ditanyakan berupa seperti berikut
Identitas pasien
Keluhan utama
Adakah pasien sering merasa lelah?
Adakah pasien sering pengsan?
Page | 3

Adakah pasien menghisap es? (phagophagia)


Keluhan tambahan
Adakah pasien merasa kurang senang (anxietas)?
Adakah pasien sering kebas-kebas?
Riwayat penyakit sekarang
Riwayat diet. Vegetarian tidak mendapat asupan besi yang cukup
Riwayat pica
Riwayat penyakit dahulu
Adakah riwayat perdarahan?
Adakah riwayat hipertensi?
Adakah riwayat diabetes mellitus
Obat-obatan
Adakah pasien mempunyai alergi?
Adakah pasien mengkosumsi obat
Apakah baru-baru ini pasien mengkonsumsi trombolitik?
Riwayat keluarga dan social

Pemeriksaan
PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan fisik, antara kelainan yang dapat ditemui adalah pallor pada
membrane mucous. Selain itu, dapat ditemukan juga kelainan pada jaringan epitel seperti
oesophageal webbing, koilonychias, glossitis, stomatitis angular dan atrofi gastric. 2
Terkadang, dapat juga dijumpai kelainan splenomegaly.3
2.1 Pemeriksaan Penunjang

Kelainan laboratorium pada kasus anemia defisiensi besi yang dapat


dijumpai adalah :
1. Kadar hemoglobin dan indeks eritrosit : didapatkan anemia hipokrom
mikrositer dengan penurunan kadar hemoglobin mulai dari ringan sampai
berat. MCV, MCHC dan MCH menurun. MCH < 70 fl hanya didapatkan
pada anemia difisiensi besi dan thalassemia mayor. RDW (red cell
distribution
Page | 4

width)

meningkat

yang

menandakan

adanya

anisositosis.Indeks eritrosit sudah dapa mengalami perubahan sebelum


kadar hemoglobin menurun.2 Kadar hemoglobin sering turun sangat
rendah,2 tanpa menimbulkan gejala anemia yang mencolok karena
anemia timbul perlahan-perlahan. Apusan darah menunjukkan anemia
hipokromik mikrositer, anisositosis, poikilositosis, anulosit, sel pensil,
kadang-kadang

sel

target.2

Derajat

hipokromia

dan

mikrositosis

berbanding lurus dengan derajat anemia, berbeda dengan thalassemia. 2,3


Leukosit dan trombosit normal. Retikulosit rendah dibandingkan derajat
anemia. Pada kasus ankilostomiasis sering dijumpai eosinofilia.
2. Apus sumsum tulang : Hiperplasia eritropoesis, dengan kelompok
kelompok normo-blast basofil. Bentuk pronormoblast-normoblast kecilkecil, sideroblast.1
3. Kadar besi serum menurun <50 mg/dl, total iron binding capacity (TIBC)
meningkat >350 mg/dl, dan saturasi transferin < 15%.1
4. Feritin serum: Sebagian kecil feritin tubuh bersirkulasi dalam serum,
konsentrasinya sebanding dengan cadangan besi jaringan, khususnya
retikuloendotel. Pada anemia defisensi besi, kadar feritin serum sangat
rendah, sedangkan feritin serum yang meningkat menunjukkan adanya
kelebihan besi atau pelepasan feritin berlebihan dari jaringan yang rusak
atau suatu respons fase akut, misalnya pada inflamasi.1 Kadar feritin
serum normal atau meningkat pada anemia penyakit kronik.
5. TIBC (Total Iron Banding Capacity) meningkat.1-3
6. Feses : Telur cacing Ankilostoma duodenale / Necator americanus.
Dilakukan juga tes Fecal occult blood test2,3
7. Pemeriksaan lain : endoskopi, kolonoskopi, gastroduodenografi, colon in
loop, pemeriksaan ginekologi.1

Page | 5

Diagnosis
Ada beberapa kriteria diagnosis yang dipakai untuk menentukan suatu anemia defisiensi Fe :
1. Menurut WHO3
o Kadar Hb kurang dari normal sesuai usia
o Konsentrasi Hb eritrosit rata-rata menurun
o Kadar Fe serum menurun
o Saturasi transferin , menurun
2. Menurut Cook dan Monsen3
o Anemia hipokrom mikrositer
o Saturasi transferin menurun
o Nilai FEP (free erythrocyte porphyrin) > 100 ug/dl eritrosit
o Kadar feritin serum menurun
Untuk kepentingan diagnosis minimal 2 dari 3 kriteria harus dipenuhi.
3. Menurut Lankowsky3
o Pemeriksaan apus darah tepi hipokrom mikrositer yang dikonfirmasi
o
o
o
o

dengan kadar MCV, MCH, dan MCHC yang menurun


FEP meningkat
Feritin serum menurun
Fe serum menurun, TIBC meningkat, Saturasi transferin menurun
Respon terhadap pemberian preparat besi
Retikulositosis mencapai puncak pada hari ke 5-10 setelah

pemberian besi.
Kada Hb meningkat 0,25-0,4 g/dl atau PCV meningkat 1 %/hari
o Sumsum tulang
Tertundanya maturasi sitoplasma
Pada pewaranaan tidak ditemukan besi

Page | 6

Figure 1: Diagnosis Anemia2

Differential diagnosis.
Anemia defisiensi besi perlu dibedakan dengan anemia hipokromik lainnya, seperti :
1. Thalasemia (khususnya thallasemia minor)2 :

Hb A2 meningkat, Feritin serum dan

timbunan Fe tidak turun. Kelainan mikrositosis yang lebih hebat dari ADB
2. Infeksi cacingan2 : Pada dasarnya, parameter lab sama, yang membedakan adalah
etiologinya yaitu akibat infeksi cacing pada gastrointestinal.
3. Anemia Chronic Disease2 : Serum ferritin menurun, TIBC juga rendah

Etiologi
Terjadinya anemia defisiensi besi dangat ditentukan oleh kemampuan absorpsi besi,
diit yang mengandung besi, kebutuhan besi yang meningkat dan jumlah yang hilang.
Kebutuhan besi dapat disebabkan :
Page | 7

1. Kebutuhan yang meningkat fisiologis5


Pertumbuhan
Pada umur 1 tahun pertama dan masa remaja, kebutuhan besi akan meningkat
sehingga pada periode ini insiden anemia defisiensi Fe meningkat.
Menstruasi
Penyebab tersering pada anak perempuan adalah kehilangan darah lewat menstruasi.
2. Kurangnya besi yang diserap5
Masukan besi dari makanan yang tidak adekuat
Bayi cukup bulan memerlukan + 200 mg besi dalam 1 tahun pertama untuk
pertumbuhannya. Bayi yang mendapat ASI jarang menderita anemia karena 40 % besi
dalam ASI diabsorpsi oleh bayi.
Malabsorpsi besi5
Keadaan ini dijumpai pada anak kurang gizi yang mukosa ususnya mengalami
perubahan secara histologis dan fungsional.
3. Perdarahan5
Kehilangan darah akibat perdarahan merupakan penyebab penting terjadinya anemia
defisiensi Fe. Kehilangan darah 1 ml akan mengakibatkan kehilangan besi 0,5 mg.
Perdarahan dapat karena ulkus peptikum, infeksi cacing, obat-obatan (kortikosteroid, AINS,
indometasin).
4. Kehamilan5
Pada kehamilan, kehilangan besi kebanyakan disebabkan oleh kebutuhan besi oleh
fetus untuk eritropoiesis, kehilangan darah saat persalinan, dan saat laktasi.
5. Transfusi feto-maternal6
Page | 8

Kebocoran darah yang kronis ke dalam sirkulasi ibu akan menyebabkan anemia pada
akhir masa fetus dan pada awal masa neonatus.
6. Hemoglobinuri6
Keadaan ini biasa dijumpai pada anak yang memakai katup jantung buatan. Pada
Paroxismal Nocturnal Hemoglobinuria kehilangan besi melalui urin 1,8-7,8 mg/hari.
7. Iatrogenic blood loss6
Terjadi pada anak yang sering diambil darah venanya untuk pemeriksaan
laboratorium.
8. Latihan yang berlebihan

Namun dalam kasus ini etiologinya adalah akibat perdarahan dikarenakan oleh
penggunaan lama obat NSAIDs. Piroxicam, obat yang dikomsumsi oleh pasien ini
merupakan obat dari golongan non-selektif NSAIDs.4 NSAIDs yang merupakan obat anti
inflamasi bekerja dengan cara menginhibisi enzim cyclooxygenase (isoenzim COX1 dan
COX2).4 Enzim ini bekerja membentuk prostaglandin yang bekerja sebagai mediator
inflamasi disamping mempunyai sifat sitoprotektif pada gastrointestin. 4 Apabila piroxicam ini
digunakan dalam masa yang lama, efek sitoprotektif ini hilang dan seterusnya tiada
mekanisme control terhadap pengeluaran asam lambung di samping obat ini sendiri yang
bersifat asam pada lambung.2,4 Ini seterusnya menyebabkan terjadi iritasi pada permukaan
lambung dan akhirnya terjadi perdarahan selepas terbentuknya ulkus.

Page | 9

Figure 2: Efek samping NSAIDs2

Patofisiologi
Penyerapan besi oleh tubuh berlangsung melalui mukosa usus halus, terutama
di duodenum sampai pertengahan jejunum, makin ke distal penyerapan akan semakin
berkurang. Ada 2 cara penyerapan besi dalam usus, yaitu :
1. Penyerapan dalam bentuk non heme ( + 90 % berasal dari makanan)2,3
Zat besi dalam makanan biasanya dalam bentuk senyawa besi non heme berupa
kompleks senyawa besi inorganik (ferri/ Fe3+) yang oleh HCl lambung, asam amino
dan vitamin C mengalami reduksi menjadi ferro (Fe 2+ ). Bentuk fero diabsorpsi oleh
sel mukosa usus dan di dalam sel usus, fero mengalami oksidasi menjadi feri yang
selanjutnya berikatan dengan apoferitin menjadi feritin. Bentuk ini akan dilepaskan ke
peredaran darah setelah mengalami reduksi menjadi fero dan di dalam plasma ion fero
direoksidasi menjadi feri yang akan berikatan dengan 1 globulin membentuk
transferin. Transferin berfungsi mengangkut besi untuk didistribusikan ke hepar,
limpa, sumsum tulang serta jaringan lain untuk disimpan sebagai cadangan besi
tubuh.
Di sumsum tulang sebagian besi dilepaskan ke dalam retikulosit yang akan
bersenyawa dengan porfirin membentuk heme. Persenyawaan globulin dengan heme
Page | 10

membentuk hemoglobin. Setelah eritrosit hancur, Hb akan mengalami degradasi


menjadi biliverdin dan besi. Besi akan masuk ke dalam plasma dan mengikuti siklus
seperti di atas.
2. Penyerapan dalam bentuk heme ( + 10 % dari makanan)2,3,6
Besi heme di dalam lambung dipisahkan dari proteinnya oleh HCl lambung dan
enzim proteosa. Besi heme teroksidasi menjadi hemin yang akan masuk ke sel
mukosa usus secara utuh, lalu dipecah oleh enzim hemeoksigenasi menjadi ion feri
dan porfirin. Ion feri akan mengalami siklus seperti di atas.
Proses absorbsi besi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain5:
1. Heme-iron akan lebih mudah diserap dibandingkan nonheme-iron
2. Ferro lebih mudah diserap daripada ferri
3. Asam lambung akan membantu penyerapan besi
4. Absorbsi besi dihambat kompleks phytate dan fosfat
5. Bayi dan anak-anak mengabsorbsi besi lebih tinggi dari orang dewasa karena proses
pertumbuhan
6. Absorbsi akan diperbesar oleh protein
7. Asam askorbat dan asam organik tertentu
Jumlah total besi dalam tubuh sebagian besar diatur dengan cara mengubah kecepatan
absorbsinya. Bila tubuh jenuh dengan besi sehingga seluruh apoferitin dalam tempat
cadangan besi sudah terikat dengan besi, maka kecepatan absorbsi besi dari traktus intestinal
akan menjadi sangat menurun. Sebaliknya bila tempat penyimpanan besi itu kehabisan besi,
maka kecepatan absorbsinya akan sangat dipercepat.

Page | 11

Figure 3: Sintesis Haemoglobin3

Di dalam tubuh, cadangan besi ada dua bentuk, yang pertama feritin yang ebrsifat
mudah larut, tersebar di sel parenkim dan makrofag, terbanyak di hati. Bentuk kedua adalah
hemosiderin yang tidak mudah larut, lebih stabil tetapi lebih sedikit dibanding feritin.
Hemosiderin terutama ditemukan dalam sel Kupfer hati dan makrofag di limpa dan sumsum
tulang. Cadangan besi ini akan berfungsi untuk mempertahankan homeostasis besi dalam
tubuh

Epidemiologi
Diperkirakan 30% penduduk dunia menderita anemia dan lebih dari 50% penderita ini
adalah ADB da terutama mengenai bayi, anak sekolah, ibu hamil dan menyusui. Di Indonesia
masih merupakan masalah gizi utama selain kekurangan kalori protein, vitamin A dan
yodium. Penelitian di Indonesia mendapatkan prevalensi penyakit ini sebanyak 63.5% pada
ibu hamil dan 55.5% pada anak prasekolah. 7 Secara keseluruhan, sebanyak 50-70 juta
penduduk Indonesia menghidap anemia defisiensi besi ini.7-8

Page | 12

Faktor resiko
3. Umur7: Anak-anak memiliki risiko lebih besar anemia kekurangan zat besi karena
pertumbuhan yang cepat, terutama dalam dua tahun pertama kehidupan.
4. Kelamin7: Perempuan umumnya mengonsumsi zat besi kurang dari laki-laki dan mungkin
memiliki kebutuhan yang lebih besar untuk besi, tergantung pada tahap hidup mereka.
Rata-rata, wanita menstruasi kehilangan 30 sampai 45 miligram zat besi per bulan.
Kehamilan dan kelahiran bersama menggunakan sekitar 1 gram besi ibu. Menyusui anak
menggunakan total sekitar 1 gram besi ibu pada tahun pertama kehidupan.
5. Ulkus peptikum dan gastritis4,6: Gangguan ini mengakibatkan hilangnya darah, yang dapat
menguras simpanan besi. Penggunaan NSAIDs sendiri dapat menjadi faktor resikonya.
6. Kanker: Pada kanker dapat erjadi perdarahan occult
7. Faktor pemakanan

Manifestasi klinis
Anemia pada akhirnya menyebabkan kelelahan, sesak nafas, kurang
tenaga dan gejala lainnya1-6. Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi
besi, tidak dijumpai pada anemia jenis lain, seperti :
1. Atrofi papil lidah2,3,6,7 :

permukaan

mengkilap karena papil lidah

lidah

menjadi

licin

dan

menghilang

2. Glositis2,3,7 : iritasi lidah


3. Keilosis2 : bibir pecah-pecah
4. Koilonikia1-3,5-7 : kuku jari tangan pecah-pecah dan bentuknya seperti
sendok.

Penatalaksanaan
Page | 13

Pertimbangan

pendekatan

bagi

kasus

ini

adalah

dengan

memastikan diagnosis dan merawat defisiensi. Biasanya, dilakukan terapi


substitusi dan dilakukan koreksi kepada etiologinya supaya defisiensi tidak
lagi berlaku.
Non-medikamentosa:1,2,3,6,7
1. Konsultasi terutama dengan spesialis gastroenterology bagi memastikan perdarahan
GI.
2. Terapi surgery untuk memberhentikan perdarahan, jika etiologinya akibat perdarahan.
3. Transfusi packed red blood cell jika pasien dalam bahaya akibat hipoksia atau
insufisiensi koroner.
4. Intervensi diet. Pastikan pasien menerima pasokan besi yang cukup dari diet terutama
bagi pasien dari kelompok ekonomi rendah serta bagi pasien dengan pica.
Medikamentosa2,3,7,9,10
Bagi pengobatan secara medikamentosa, dapat diberi obat seperti
berikut:
1. Terapi besi oral
a. Lebih mudah diabsorpsi dan morbiditas rendah.
b. Tidak sesuai untuk pasien akibat perdarahan usus kerana
mampu memperparah penyakit.
Ferrous sulfate: 50-100 mg PO TID 60 mg PO qd
2. Terapi besi parenteral
a. Untuk pasien yang tidak dapat menerima preparat besi oral.
Terutama pada pasien akibat inflamasi/perdarahan usus
Page | 14

Ferrous sorbitol: 1.5 mg /per kg bb IM qd

Komplikasi2,3
Komplikasi bagi kasus anemia defisiensi besi dapat termasuk gagal
jantung, splenomegaly, stomatitis disamping komplikasi biasa bagi
anemia yaitu: masalah pembesaran bagi balita dan anak-anak, supresi
system imun dan komplikasi semasa kehamilan.

Pencegahan7,8
1. Terapi besi profilaksis: Untuk pasien dari golongan ibu hamil, pasien
dengan menorrhagia, pengkomsusmsi diet vegetarian, serta balita.
Table 1: Nilai Asupan Besi Profilaksis

Iron deficiency anemia. WHO Technical Report Series


No.182: World Healrh Organization ; 1959 diakses di

Prognosis

http://whqlibdoc.who.int/trs/WHO_TRS_182.pdf

14

April

Prognosa baik bila penyebab anemianya hanya kekurangan besi


2012

saja dan diketahui penyebabnya serta kemudian dilakukan penanganan


yang adekuat. Gejala anemia dan manifestasi klinisnya akan membaik
dengan pemberian preparat besi.
Page | 15

Kesimpulan
Anemia defisiensi besi merupakan antara penyakit yang paling
sering dijumpai di seluruh dunia. Anemia jenis ini sering terjadi akibat dari
asupan besi yang kurang atau akibat hilangnya cadangan besi dari tubuh
akibat perdarahan. Walaupun mempunyai manifestasi klinis yang tidak
terlalu buruk, namun perlu diperhatikan bahawa dari manifestasinya itu
dapat berdampak besar kepada pasien dan ekonominya. Sering capek,
kurangnya tenaga untuk beraktifitas disamping dari masalah semasa
Page | 16

kehamilan dapat terjadi jika penatalaksanaannya tidak benar. Dokter


harus pandai mendiagnosis penyakit ini karena penyakit ini bukan hanya
dapat terjadi akibat dari kurangnya asupan besi, namun juga akibat dari
efek samping obat serta pada infeksi cacing di GI. Berbekalkan hanya
asupan preparat besi profilaksis, sebahagian besar insidens penyakit ini
dapat dielakkan seterusnya menjamin quality of life pasien serta
masyarakat lebih baik.

Daftar Pustaka
1. C.Edwards, I. Boucher. Davidsons principle and practice of medicine. Edisi 16. ELBS; 1992.
hlm 708-710
2. J. L. Harper, E. C. Besa; 2012. Iron deficiency anemia. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/202333-workup#aw2aab6b5b4, 14
April 2012
Page | 17

3. J. E. Maakaron, E. C. Besa; 2011. Anemia. Diunduh dari


http://emedicine.medscape.com/article/198475-overview, 14 April 2012
4. B.G. Katzung 1992. Basic & clinical pharmacology. Edisi 5 : Appleton & Lange Inc.;1992.
hlm 495-496
5. S. J. Mcphee, M. A. Papadakis. Current medical diagnosis and treatment. 5h ed. California:
McGraw-Hill Companies, Inc; 2011.chapter 13
6. D. Provan, C. R. Singer, T. Baglin. Oxford handbook of clinical haematology. Edisi 2 :
Oxford university Press; 2004. Hlm 56-58
7. World Health Organization. Iron deficiency anemia assessment prevention and control :
World Health Organization; 2001
8. World Health Organization Regional Office for South-East Asia. Control of iron deficiency
anemia in south-east asia. New Delhi: World Health Organization; 1996

Page | 18

Anda mungkin juga menyukai