PENDAHULUAN
mulut pasien dengan bantuan alat penyedotan (suction). 2)Pemeriksaan dadathorak bisa dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
Identifikasi jika ada Emphysema Subkutan dan deviasi trakea. Selama survei
3)utama dilakukan, dibuat penilaian neurologis dasar, dikenal dengan AVPU
(alert, verbal stimuli response, painful stimuli response, unresponsive). Sebuah
evaluasi neurologis cepat dan tepat dilakukan pada akhir survei primer. Ini
menetapkan tingkat kesadaran pasien. Glasgow Coma Scale (GCS) adalah cara
cepat untuk menentukan tingkat kesadaran pasien. Jika tidak dilakukan dalam
survei primer, hal itu harus dilakukan sebagai bagian dari pemeriksaan neurologis
yang lebih rinci dalam survei sekunder. Tingkat kesadaran yang berubah
mengindikasikan perlunya segera re-evaluasi oksigenasi pasien, ventilasi, dan
status perfusi. 4)Memotong pakaian pasien jika perlu. Kemudian selimuti pasien
untuk mencegah hipotermi pada saat dilakukan rujukan dan agar privasi pasien
tetap terjaga. 5)Ketika survei primer selesai, upaya resusitasi, dan tanda-tanda
vital mulai normal, survei sekunder dapat dilakukan. Survei sekunder merupakan
evaluasi head-to-toe dari pasien trauma, termasuk riwayat penyakit dan
pemeriksaan fisik, kemudian dilakukan penilaian ulang terhadap semua tandatanda vital. Setiap bagian tubuh harus diperiksa sepenuhnya.
Penatalaksanaan status asmatikus semua penderita yang dirawat inap di
rumah sakit menunjukkan keadaan obstruktif jalan napas yang berat. Perhatian
khusus harus diberikan di dalam perawatannya, sedapat mungkin dirawat oleh
dokter dan perawat yang berpengalaman. Pemantauan harus dilakukan secara
ketat, berpedoman pada klinis, uji faal paru (APE) untuk dapat menilai respon
pengobatan apakah membaik atau justru memburuk. Perburukan mungkin saja
terjadi baik oleh karena konstriksi bronkus yang lebih hebat lagi maupun sebagai
akibat terjadinya komplikasi seperti infeksi, pneumothoraks, pneumomediastinum
yang sudah barang tentu memerlukan pengobatan yang lainnya. Efek samping
obat yang berbahaya dapat terjadi pada pemberian drip aminofilin. Dokter yang
merawat harus mampu juga dengan akurat menentukan kapan penderita mesti
dikirim ke Unit Perawatan Intensif.
Drainase postural, vibrasi dan perkusi serta teknik fisioterapi lainnya hanya
dilakukan pada penderita dengan hipersekresi mucus sebagai penyebab utama
eksaserbasi akut yang terjadi.; d. Antibiotic. Diberikan kalau jelas ada tanda-tanda
infeksi seperti demam, sputum purulen dengan neutrofil leukositosis.; e. Sedasi
dan antihistamin. Obat-obat sedative merupakan indikasi kontra, kecuali di ruang
perawatan intensif. Sedangkan antihistamin tidak terbukti bermanfaat dalam
pengobatan asma akut berat, malahan dapat menyebabkan pengeringan dahak
yang mengakibatkan sumbatan bronkus.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari asma?
2. Apa pengertian dari status asmatikus?
3. Apa etiologi dari asma?
4. Apa etiologi dari status asmatikus?
5. Apa saja jenis-jenis asma?
6. Bagaimana patofisiologi dari asma?
7. Bagaimana patofisiologi dari status asmatikus?
8. Bagaimana manifestasi klinis dari asma?
9. Bagaimana manifestasi klinis dari status asmatikus?
10. Bagaimana evaluasi diagnostic dari asma?
11. Bagaimana evaluasi diagnostic dari status asmatikus?
12. Apa komplikasi dari status asmatikus?
13. Bagaimana penatalaksanaan dari asma?
14. Bagaimana penatalaksanaan dari status asmatikus?
15. Bagaimana proses keperawatan dari satatus asmatikus?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Setelah mempelajari makalah Keperawatan Gawat Darurat pada
Status Asmatikus diharapkan mahasiswa mampu mengerti dan memahami
tentang penyakit asmatikus.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Dapat menjelaskan pengertian dari asma
2. Dapat menjelaskan dari status asmatikus
3. Dapat menyebutkan etiologi dari asma
4. Dapat menyebutkan dari status asmatikus
5. Dapat menyebutkan jenis-jenis asma
6. Dapat menjelaskan dari asma
7. Dapat menjelaskan dari status asmatikus
8. Dapat menjelaskan manifestasi klinis dari asma
9. Dapat menjelaskan manifestasi klinis dari status asmatikus
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
2.1.1 Pengertian Asma
Asma merupakan penyakit jalan napas obstruktif intermiten, reversibel
dimana trakea dan bronchi berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli
tertentu. Asma dimanifestasikan dengan penyempitan jalan napas, yang
mengakibatkan dipsneu, batuk dan mengi. Tingkat peningkatan jalan napas dapat
berubah baik secara spontan atau karena terapi. Asma berbeda dengan penyakit
paru obstruktif dalam hal bahwa asma adalah proses reversibel. Eksaserbasi akut
dapat saja terjadi, yang berlangsung dari beberapa menit dari jam, diselingi oleh
periode bebas gejala. Jika asma dan bronchitis terjadi bersamaan, obstruksi yang
diakibatkan menjadi gabungan dan disebut bronchitis asmatik kronik.
2.1.2 Pengertian Status Asmatikus
Status Asmatikus merupakan asma yang berat dan persisten yang tidak
berespons terhadap terapi konvensional. Serangan dapat berlangsung lebih dari 24
jam. Infeksi, ansietas, penggunaan tranquiliser berlebihan, penyalahgunaan
nebulizer, dehidrasi, peningkatan blok adrenergik, dan iritan non spesifik dapat
menunjang episode ini. Episode akut mungkin di cetuskan oleh hipersensitivitas
terhadap penisilin.
2.2 ETIOLOGI
2.2.1 Etiologi Asma
Penyebab asma masih belum jelas.diduga yang memegang peranan utama
ialah reaksi berlebihan dari trakea dan broncus (hiperreaktivitas broncus).
10
11
serangan. Dengan makin besarnya obstruksi, mengi dapat hilang, yang sering kali
menjadi pertanda bahaya gagal pernapasan.
2.6 Evaluasi Diagnostik
2.6.1 Evaluasi Diagnostik Asma
Tidak ada satu tes yang dapat menegakkan diagnosis asma. Riwayat
kesehatan yang lengkap, termasuk keluarga, lingkungan dan riwayat pekerjaan,
dapat mengungkapkan faktor-faktor atau substansi yang mencetuskan serangan
asma. Tes kulit positif yang menyebabkan reaksi lepuh dan hebat mengidentifikasi
allergen spesifik.
Riwayat positif keluarga seringkali berkaitan dengan asma alergi. Faktorfaktor lingkungan, termasuk perubahan musim, jumlah serbuk sari yang tinggi,
dan jamur juga berkaitan dengan asma. Perubahan iklim, khususnya dingin dan
polusi udara terutama sekali berkaitan dengan asma non alergi. Berbagai bahan
kimia dan senyawaan yang berkaitan dengan pekerjaan telah menunjukkan
hubungan terjadinya asma, termasuk garam logam, debu kayu dan debu sayuran,
obat-obatan (mis., aspirin, antibiotic, piperazin dan simetidin), bahan kimiawi dan
plastic industry enzim biologic, (mis., detergen untuk laundry), debu binatang dan
serangga, dan sekresi.
Selama episode aktif, rontgen dada dapat menunjukkan hiperinflasi dan
pendataran diafragma. Pemeriksaan sputum dan darah dapat menunjukkan
eosinofilia (kenaikan kadar eosinofil). Terjadi peningkatan kadar serum IgE pada
masa alergik.
Sputum dapat jernih atau berbusa (alergik) atau kental dan putih (nonalergik) dan berserabut (non-alergik).
Gas darah arteri menunjukkan hipoksik selama serangan akut. Awalnya
terdapat hipokapneu dan respirasi alkalosis dan tekanan parsial karbondioksida
(PCO2) yang rendah. Dengan memburuknya kondisi dan pasien menjadi lebih
letih, PCO2 dapat meningkat. PCO2 yang normal dapat menunjukkan gagal napas
yang mengancam. Karena PCO2 20kali lebih dapat berdifusi dibanding dengan
oksigen, adalah sangat jarang bagi PCO2 untuk normal atau meningkat pada
individu yang bernapas dengan sangat cepat.
Fungsi pulmonary biasanya normal antar serangan. Selama serangan akut,
terdapat suatu peningkatan kapasitas paru normal (TLC) dan volume residual
12
fungsional (FRV) sekunder terhadap terjebaknya udara. FEV dan kapasitas vital
kuat (FVC) sangat menurun.
2.6.2 Evaluasi Diagnostik Status Asmatikus
Pemeriksaan fungsi paru adalah cara yang paling akurat dalam mengkaji
obstruksi jalan napas akut. Pemeriksaan gas darah arteri di lakukan jika pasien
tidak mampu melakukan manuver fungsi pernapasan karena obstruksi berat atau
keletihan, atau bila pasien tidak berespons terhadap tindakan. Respirasi alkalosis
(CO2 rendah) adalah temuan yang paling umum pada pasien asmatik.
Peningkatan PCO2 (ke kadar normal atau kadar yang menandakan respirasi
asidosis) seringkali merupakan tanda bahaya serangan gagal napas.
2.7 Komplikasi
Komplikasi dari status asmatikus adalah gagal napas. (Brunner&Suddart,
2002)
2.8 Penatalaksanaan
2.8.1Penatalaksanaan Asma
Terdapat lima kategori pengobatan yang digunakan dalam mengobati asma,
yaitu:
1) Agonis Beta. Agonis beta (agen -adrenergik) adalah medikasi awal
yang digunakan dalam mengobati asma karena agen ini mendilatasi otototot polos bronchial. Agen adrenergic juga meningkatkan gerakan
siliaris, menurunkan mediator kimiawi anafilaktik dan dapat menguatkan
efek bronkodilatasi dari kortikosteroid. Agen adrenergic yang paling
umum
digunakan
adalah
epinefrin,
albuterol,
metaproterenol,
asma.
(prednisone,prednisolon)
(beklometason,deksametason).
atau
Mekanisme
melalui
kerjanya
belum
inhalasi
jelas;
14
untuk
mengurangi
insiden
infeksi
jamur. Pasien
15
Pengkajian
Mencakup nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, agama
dan alamat.
2)
Keluhan Utama
Sesak nafas.
3)
4)
5)
6)
7)
Faktor Resiko
Apakah penderita merokok atau minum minuman keras, kebiasaan
makan makanan berlemak atau sering mengkonsumsi daging.
8)
9)
Riwayat spiritual
Tanyakan tentang kepercayaan yang dianut, hal ini penting karena untuk
memberikan asuhan keperawatan kita dapat menyesuaikan kekuasaan yang
16
dianut pasien sepanjang hal tersebut tidak bertentangan denga terapi yang
harus ditaati
10)
Riwayat alergi
Tanyakan apakah anda alergi makanan, obat hal ini berhubungan dengan
diit dan obat-obatan
11)
12)
Pemeriksaan Fisik
(1)
(2)
Airway
: jalan napas tidak paten, suara napas stridor
Breathing : gerakan dada asimetris, irama napas cepat, pola napas
cepat, dan pasien mengalami sesak napas, terdapat pernapasan cuping
(3)
(4)
(5)
2.9.2
Diagnosis Keperawatan
Pola napas tidak efektif berhungan dengan ekspansi paru tidak maksimal
2.9.3
Intervensi Keperawatan
Pola napas tidak efektif berhungan dengan ekspansi paru tidak maksimal
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pola napas pasien
kembali efektif
Kriteria Hasil : tanda-tanda vital stabil, RR:16-20 x/menit, Nadi:60100x/menit, tidak ada suara napas tambahan wheezing, irama napas
eupneu, pergerakan dada simetris, tidak ada pernapasan cuping hidung.
Intervensi Keperawatan :
Kaji usaha dan frekuensi napas pasien
Rasional: mengetahui tingkat usaha napas pasien
Auskultasi bunyi napas dengan mendekatkan telinga pada hidung
pasien serta pipi ke mulut pasien
Rasional: mengetahui masih adanya usaha napas pasien
Pantau ekspansi dada pasien
Rasional: mengetahui masih adanya pengembangan dada pasien
17
2.9.4
Implementasi
Evaluasi
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA Nn.B
DENGAN PENYAKIT ASMATIKUS
3.1 Kasus Semu
Nn.B 18 thn, Agama Islam, dan nama walinya adalah Tn.E. Datang ke
rumah sakit pada tanggal 27 april 2011 pukul 20.00. Nn. B mengeluh sesak
pada saat ia bernapas, batuk kering dan nyeri pada dada dan abdomen. Klien
juga mengatakan lemah, lemas dan hanya bisa berbaring saja karena susah
bernapas jika beraktifitas. Aktivitas sehari-hari klien dibantu oleh
18
keluarganya. Skala nyeri klien adalah 5. Klien mengatakan 3 tahun yang lalu
pernah dirawat di rumah sakit dengan sakit yang sama, dan dokter saat itu
mengatakan bahwa dia sakit asma. Nn.B tampak lelah, dan mengatakan
adanya alergi pada debu, dan sangat rentan terkena asma pada udara malam.
Nn.B menggunakan otot bantu pernapasan, tampak adanya pernapasan cuping
hidung. Pada saat pengkajian klien tampak susah bernapas dan ketika
ekspirasi terdengar bunyi wheezing. Dari hasil pemeriksaan fisik klien
didapatkan TD : 120/80, RR : 29 x/mnt , Nadi : 113x/mnt, klien tampak
lemah dan letih, wajah klien tampak pucat. Hasil pemeriksaan radiologi paru
Nn.B, didapati hiperinflasi pada parunya.
3.2 Asuhan Keperawatan
3.2.1 Pengkajian
1. Primary Survey
1) Airway
: jalan napas tidak paten, suara napas stridor
2) Breathing
: gerakan dada asimetris, irama napas cepat, pola
napas cepat, dan pasien mengalami sesak napas, terdapat pernapasan
cuping hidung, bunyi napas wheezing
3) Circulation
: nadi radialis teraba, tidak ada sianosis, CRT >2dtk
4) Disability
: Respon Alert, kesadaran compos mentis, GCS: 456
5) Exposure
:2. Secondary Survey
1. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
2) Pemeriksaan Fisik
(1) Keadaan umum : Lemah dan lemas
(2) TTV : TD : 100/70
Nadi : 110x/menit
Suhu : 37,7oc
RR : 26x/menit
(3) Pernapasan
: gerakan dada asimetris, irama napas cepat,
pola napas cepat, dan pasien mengalami sesak napas, terdapat
pernapasan cuping hidung, bunyi napas wheezing, RR :
26x/menit
(4) Kardiovaskuler : Hipertensi, nadi aritmia, TD :100/700 Nadi :
110x/menit
(5) Persarafan
: Lemah
(6) Gastrointestinal : (7) Integumen
:(8) Muskuloskeletal : Kelelahan, kelemahan
(9) Integritas Ego : Gelisah, pucat
(10) Eliminasi
: Diare
(11) Sensori
:
Mata
mengecil/membesar,
pupil miosis.
(12) Kepala (IPPA) : bentuk kepala klien mesochepal, tidak
terdapat lesi, tidak ada hematom, rambut klien bersih tidak
rontok. Pemeriksaan muka : muka klien tampak pucat,
berkeringat, tidak ada lesi pada muka klien. Sklera klien
berwarna putih bersih, terdapat sekret pada mata, konjunctiva
anemis. Hidung klien simetris, tidak ada septum deviasi,
tidak ada lesi juga tidak ada epistaksis, tidak ada polip. Pada
pemeriksaan bibir klien didapatkan bibir klien kering, tidak
ada stomatitis. Pada telinga klien bentuknya simetris, telinga
klien sedikit kotor.
(13) Leher
: leher
klien
simetris
tidak
ada
20
simetris.
Palpasi : pada saat dilakukan palpasi volal fremitus
sekret.
Auskultasi : saat dilakukan auskultasi terdapat suara
ataupun kemerahan
2. Auskultasi : bising usus 12x/menit
3. Palpasi
: saat dilakukan palpasi terdapat nyeri tekan,
karena adanya pengaruh otot pada abdomen.
4. Perkusi
: bunyi tympani pada seluruh perut
(16) Genetalia
: warnanya sama dengan warna kulit, tidak
terdapat lesi pada vulva, tidak terdapat nyeri.
(17) Ekstremitas : kekuatannya otot melemah.
3.2.2 Analisa Data
No Data
1.
Etiologi
pada
saat
ia maksimal
21
Masalah
paru
Keperawatan
tidak Pola napas tidak
efektif
-Nadi : 113x/mnt.
-Suara napas tambahan
wheezing
-pernapasan
cuping
hidung
-pergerakan
dada
asimetris
-Irama takipneu
-Hasil
pemeriksaan
radiologi
paru
Nn.B,
Diagnosa Keperawatan
1. Pola napas tidak efektif berhungan dengan ekspansi paru tidak
maksimal
3.2.2
Intervensi Keperawatan
1. Pola napas tidak efektif berhungan dengan ekspansi paru tidak
maksimal
Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pola napas
pasien kembali efektif
Kriteria Hasil : tanda-tanda vital stabil, RR:16-20 x/menit, Nadi:60100x/menit, tidak ada suara napas tambahan wheezing, irama napas
eupneu, pergerakan dada simetris, tidak ada pernapasan cuping hidung
Intervensi Keperawatan :
No
1
2
Intervensi Keperawatan
Rasional
Kaji
usaha
dan
napas pasien
Auskultasi
bunyi
frekuensi
napas
pasien
mengetahui
masih
adanya
ke mulut pasien
Pantau ekspansi dada pasien
mengetahui
masih
adanya
22
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.1.1
Status Asmatikus adalah asma yang berat dan persisten yang tidak
berespons terhadap terapi konvensional. Serangan dapat berlangsung lebih
dari 24 jam. Infeksi, ansietas, penggunaan tranquiliser berlebihan,
penyalahgunaan nebulizer, dehidrasi, peningkatan blok adrenergik, dan
iritan non spesifik dapat menunjang episode ini. Episode akut mungkin di
cetuskan oleh hipersensitivitas terhadap penisilin.
4.1.2
Etiologi asmatikus ada 2 yaitu faktor intrinsic dan ekstrinsik.
4.1.3
Jenis-jenis asma ada tiga yaitu, asma allergic, idiopatik atau non
idiopatik, dan gabungan.
4.1.4
Karakteristik dasar dari asma (konstriksi otot polos bronkial,
pembengkakan mukosa bronchial, dan pengentalan sekresi) mengurangi
diameter bronchial dan nyata pada status asmatikus. Abnormalitas
ventilasi-perfusi yang mengakibatkan hipoksemia dan respirasi alkalosis
pada awalnya, di ikuti oleh respirasi asidosis. Terdapat penurunan PaO 2
dan respirasi alkalosis dengan penurunan PaCO 2 dan peningkatan pH.
Dengan meningkatnya keparahan status asmatikus, PaCO2 meningkat dan
pH turun, mencerminkan respirasi asidosis.
4.1.5
Manifestasi klinis status asmatikus adalah sama dengan manifestasi
yang terdapat pada asma hebat-pernapasan labored, perpanjangan
ekshalasi, perbesaran vena leher, mengi. Namun, lamanya mengi tidak
mengindikasikan keparahan serangan. Dengan makin besarnya obstruksi,
mengi dapat hilang, yang sering kali menjadi pertanda bahaya gagal
pernapasan.
4.1.6
Pemeriksaan fungsi paru adalah cara yang paling akurat dalam
mengkaji obstruksi jalan napas akut. Pemeriksaan gas darah arteri di
lakukan jika pasien tidak mampu melakukan manuver fungsi pernapasan
23
karena obstruksi berat atau keletihan, atau bila pasien tidak berespons
terhadap tindakan. Respirasi alkalosis (CO2 rendah) adalah temuan yang
paling umum pada pasien asmatik. Peningkatan PCO2 (ke kadar normal
atau kadar yang menandakan respirasi asidosis) seringkali merupakan
tanda bahaya serangan gagal napas.
4.1.7
Komplikasi dari status asmatikus adalah gagal napas.
4.1.8
Terdapat lima kategori pengobatan yang digunakan dalam
mengobati
asma,
yaitu:
agonis
beta,
metilsantin,
antikolinergik,
DAFTAR PUSTAKA
Brunner, Suddart. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol 1. Jakarta: EGC
24
Brunner, Suddart. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol 3. Jakarta: EGC
https://www.scribd.com/doc/183174587/AsKep-GADAR-ASMATIKUS-docx.
diakses pada 24 Februari 2016 pukul 11.30
https://www.scribd.com/doc/57757849/ASMATikus. diakses pada 24 Februari
2016 pukul 11.00
Nettina, Sandra M. 2002. Pedoman Praktik Keperawatan. Jankarta: EGC
25