Unud 192 39373615 Gabung PDF
Unud 192 39373615 Gabung PDF
BAB I
PENDAHULUAN
dan
mutu
yang
tinggi.
Data
1
Biro
Pusat
Statistik
menunjukkan bahwa pada tahun 1983 luas areal tanaman kakao 59.928 ha, dengan
produksi sekitar 20.000 ton, dan pada tahun 1993 luas areal tanaman kakao
menjadi 535.000 ha dengan produksi mencapai 258.000 ton (Direktur Jenderal
Perkebunan, 1994). Produksi kakao saat ini 435.000 ton dengan produksi dari
perkebunan rakyat sekitar 87%. Produksi tertinggi yakni 67% diperoleh dari
wilayah sentra produksi kakao yang berpusat di daerah Sulawesi Selatan,
Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Tengah ( Suhendi, 2007).
Provinsi
Bali
merupakan
salah
satu
di
antara
daerah
lain
areal
tanaman kakao di Provinsi Bali antara tahun 2007 sampai 2009 mengalami
peningkatan seperti tahun 2007 seluas 11.641 ha, tahun 2008 seluas 12.528 ha,
dan pada tahun 2009 mencapai luas 12.796 ha (Dinas Perkebunan Provinsi
Bali, 2009).
Meningkatnya luas areal tanaman kakao tidak diikuti oleh peningkatan
produksi kakao yaitu tahun 2007 yaitu 7.425,94 ton, tahun 2008 yaitu 6.745,51
ton, dan tahun 2009 yaitu 6.800,54 ton (Dinas Perkebunan Provinsi Bali, 2009).
Produksi kakao di Provinsi Bali pada tahun 2009 mengalami peningkatan, namun
peningkatan tersebut sebagian besar disebabkan oleh meningkatnya jumlah
tanaman produktif, sementara laju produktivitas tanaman per hektar per tahun
cenderung menurun.
juga
karena umur tanaman yang sudah cukup tua sehingga kurang produktif lagi. Ratarata usia tanaman kakao di Bali
Bali, 2009).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman kakao produktivitasnya
mulai menurun setelah umur 15 - 20 tahun. Tanaman tersebut umumnya memiliki
produktivitas yang hanya tinggal setengah dari potensi produktivitasnya. Kondisi
ini berarti bahwa tanaman kakao yang sudah tua potensi produktivitasnya rendah,
sehingga perlu dilakukan rehabilitasi ( Zaenudin dan Baon, 2004).
Upaya rehabilitasi tanaman kakao dimaksudkan untuk memperbaiki
atau meningkatkan potensi produktivitas dan salah satunya dilakukan dengan
teknologi sambung samping (side grafting). Menurut Prastowo dkk. (2006)
sambung samping merupakan teknik perbaikan tanaman yang dilakukan dengan
cara menyisipkan batang atas (entres) dengan klon-klon yang dikehendaki sifat
unggulnya pada sisi batang bawah. Secara garis besar, tujuan perbaikan tanaman
adalah untuk meningkatkan produktivitas dan mutu biji yang dihasilkan.
Sambung samping dapat juga digunakan untuk memperbaiki tanaman
yang rusak secara fisik, menambah jumlah klon dalam populasi tanaman,
mengganti klon, dan pemendekan tajuk tanaman. Jika dibandingkan dengan
sambung pucuk, maka sambung samping memiliki tingkat keberhasilan yang
lebih tinggi karena batang bawah masih memiliki tajuk yang lengkap, sehingga
proses fotosintesis untuk menghasilkan
relatif singkat.
Suhendi ( 2007) mengatakan bahwa dibanding dengan okulasi tanaman
dewasa dan tanam ulang, metode sambung samping mempunyai keunggulan
antara lain: (a) areal tanaman kakao dapat direhabilitasi dalam waktu relatif
singkat, (b) lebih murah dan tanaman kakao lebih cepat berproduksi dibanding
cara tanam ulang (replanting), (c) batang atas hasil sambungan belum
berproduksi, hasil buah dari batang bawah dapat dipertahankan, (d) batang bawah
dapat berfungsi sebagai penaung yang bersifat sementara bagi batang atas yang
sedang tumbuh
Beberapa hal yang harus diperhatikan ketika menentukan kakao yang
akan direhabilitasi adalah mencari tanaman yang kurang produktif (umur diatas
20 tahun) dan secara teknis dapat dilakukan sambung samping, produktivitas
rendah
namun
masih
mungkin
untuk
ditingkatkan,
tidak
terserang
organisme pengganggu tanaman (OPT) utama seperti hama penggerek buah kakao
(PBK), Helopeltis sp,
Vascular streak dieback (VSD), serta batang bawah harus dalam kondisi sehat
dan tumbuh aktif (Deptan, 2009). Upaya untuk pengaktifan pertumbuhan batang
bawah ini dapat dilakukan lewat pengolahan tanah, pemupukan, pemangkasan,
dan kalau perlu dengan pengairan.
Kendala yang sering dihadapi ketika melakukan rehabilitasi tanaman
kakao dengan metode sambung samping adalah jauhnya jarak antara pohon induk
atau sumber entres dengan tempat atau kebun yang akan direhabilitasi,
sehingga dibutuhkan waktu yang agak lama mulai dari pengambilan entres
sampai dengan proses penyambungan. Selain itu pula jumlah tanaman kakao
yang akan disambung sering dalam jumlah yang sangat banyak, sehingga tidak
bisa dilakukan penyambungan dalam waktu sehari dan entres yang belum
tersambung
harus
disimpan
untuk
keesokan
harinya
baru
dilakukan
penyambungan.
Keberhasilan usaha penyambungan tanaman kakao dipengaruhi
oleh beberapa faktor misalnya, kondisi tanaman dan lingkungan, tingkat kesehatan
batang
bawah,
kelembaban
udara
dan
intensitas
penyinaran
serta
Apakah
pertumbuhan sambung
samping kakao?
3.
penyimpanan entres
Mendapatkan pengaruh
samping kakao.
3.
2.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Spermatophyta
Subdivisio
Angiospermae
Ordo
Malvales
Famili
Sterculiaceae
Genus
Theobroma
Spesies
Theobroma cacao L.
1) Jenis Criollo, yang terdiri dari Criollo Amerika Tengah dan Criollo Amerika
Selatan. Jenis ini menghasikan biji kakao yang mutunya sangat baik dan
dikenal sebagai kakao mulia. Jenis kakao ini terutama untuk blending dan
banyak dibutuhkan oleh pabrik-pabrik sebagai bahan pembuatan produkproduk cokelat yang bermutu tinggi. Saat ini bahan tanam kakao mulia
banyak digunakan karena produksinya tinggi serta cepat sekali mengalami
fase generatif.
2) Jenis Forastero, banyak diusahakan diberbagai negara produsen cokelat dan
menghasilkan cokelat yang mutunya sedang atau bulk cacao, atau dikenal
juga sebagai ordinary cacao. Jenis Forastero sering juga disebut sebagai
kakao lindak. Kakao lindak memiliki pertumbuhan vegetatif yang lebih baik,
relatif lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit dibandingkan kakao
mulia. Endospermanya berwarna ungu tua dan berbentuk bulat sampai
gepeng, proses fermentasinya lebih lama dan rasanya lebih pahit dari pada
kakao mulia.
3) Jenis Trinitario, merupakan campuran atau hibrida dari jenis Criollo dan
Forastero secara alami, sehingga kakao ini sangat heterogen. Kakao jenis
Trinitario menghasilkan biji yang termasuk fine flavour cacao dan ada yang
termasuk bulk cacao. Jenis Trinitario antara lain hybride Djati Runggo (DR)
dan Uppertimazone Hybride (kakao lindak). Kakao ini memiliki keunggulan
pertumbuhannya cepat, berbuah setelah berumur 2 tahun, masa panen
sepanjang tahun, tahan terhadap penyakit VSD (Vascular streak dieback)
serta aspek agronominya mudah.
10
2.1.1
2.1.1.1 Akar
Kakao adalah tanaman dengan surface root freeder, artinya sebagian
akar lateralnya (mendatar) berkembang dekat permukaan tanah, yaitu pada
kedalaman (jeluk) 0 30 cm. Menurut Himme (Smyth, 1960 dalam Puslit Kopi
dan Kakao 2004) 56% akar lateral tumbuh pada jeluk 0-10 cm, 26% pada jeluk
11- 20 cm, 14% pada jeluk 21-30 cm, dan hanya 4% tumbuh pada jeluk diatas
30 cm dari permukaan tanah. Jangkauan akar lateral jauh dari luar proyeksi tajuk
tanaman, selain itu pada akar kakao terdapat cendawan mikoriza yang membantu
penyerapan unsur hara tertentu terutama unsur P. Tanaman kakao yang
dikembangkan secara vegetatif tidak memiliki akar tunggang, namun nantinya
akan membentuk dua akar yang menyerupai akar tunggang (Susanto, 1994).
2.1.1.2 Batang dan cabang
Habitat asli tanaman kakao adalah hutan tropis dengan naungan pohonpohon yang tinggi, curah hujan tingi, suhu sepanjang tahun relatif sama, serta
kelembaban tinggi dan relatif tetap. Kondisi habitat seperti itu, tanaman kakao
akan tumbuh tinggi tetapi bunga dan buahnya sedikit. Jika dibudidayakan di
kebun, tinggi tanaman umur tiga tahun mencapai 1,8 3,0 meter dan pada umur
12 tahun dapat mencapai 4,50 7,0 meter (Hall, 1932 dalam Puslit Kopi dan
Kakao 2004). Tanaman kakao bersifat dimorfisme, artinya mempunyai dua bentuk
tunas vegetatif. Tunas yang arah pertumbuhannya ke atas disebut dengan tunas
ortotrop atau tunas air (wiwilan atau chupon), sedangkan tunas yang arah
pertumbuhannya ke samping disebut dengan plagiotrop (cabang kipas atau fan).
11
2.1.1.3 Daun
Sama dengan sifat percabangannya, daun kakao juga bersifat
dimosfirme artinya bersifat tumbuh ke dua arah. Pada tunas ortotrop, tangkai
daunnya panjang, yaitu 7,5-10 cm, sedangkan pada tunas plagiotrop panjang
tangkai daunnya hanya 2,5 cm (Hall, 1932, dalam Puslit Kopi dan Kakao, 2004).
Bentuk helai daun bulat memanjang (oblongus), ujung daun meruncing
(acuminatus), dan pangkal daun runcing (acatus). Susunan tulang daun menyirip
dan tulang daun menonjol kepermukaan bawah helai daun. Permukaan daun licin
dan mengkilap.
2.1.1.4 Bunga
Tanaman kakao berbunga sepanjang tahun dan tumbuh secara
berkelompok pada bantalan bunga yang menempel pada bunga tua, cabangcabang dan ranting-ranting (Sunanto, 1994). Tanaman kakao bersifat kauliflori,
artinya bunga tumbuh dan berkembang dari bekas ketiak daun pada batang
dan cabang. Tempat bunga tersebut semakin lama semakin membesar
dan menebal atau biasa disebut dengan bantalan bunga ( cushion) (Puslit Kopi
dan Kakao, 2004).
2.1.1.5 Buah dan biji
Warna buah tanaman kakao sangat beragam, tetapi pada dasarnya hanya
ada dua macam warna. Buah yang ketika muda berwarna hijau atau hijau agak
putih jika sudah masak akan berwarna kuning. Sementara itu, buah yang ketika
muda berwarna merah, setelah masak berwarna jingga (orange). Kulit buah
memiliki 10 alur dalam dan dangkal silih berganti. Untuk jenis Criollo dan
12
Trinitario alur buah nampak jelas, kulit tebal tetapi lunak dan permukaan kasar.
Sedangkan jenis Forastero umumnya permukaan halus atau rata dan kulit buah
tipis ( Susanto, 1994; Puslit Kopi dan Kakao, 2004).
2.1.2 Syarat tumbuh
Di daerah tempat asalnya (Amerika Selatan), tanaman kakao tumbuh
subur di hutan-hutan dataran rendah dan hidup dibawah naungan pohon-pohon
yang tinggi. Kesuburan tanah, kelembaban udara, suhu dan curah hujan
berpengaruh besar terhadap pertumbuhan tanaman kakao. Susanto (1994)
mengatakan bahwa kakao mempunyai persyaratan tumbuh sebagai berikut : curah
hujan 1.600 3.000 mm tahun-1 atau rata-rata optimalnya 1.500 mm tahun-1 yang
terbagi merata sepanjang tahun (tidak ada bulan kering), garis lintang 20 LS
samapai 20 LU, tinggi tempat 0 s/d 600 m dpl, suhu yang terbaik 24C s/d 28C
dan angin yang kuat (lebih dari 10 m detik-1) berpengruh jelek terhadap tanaman
kakao. Kecepatan angin yang baik bagi tanaman kakao adalah 2-5 m detik-1
karena dapat membantu penyerbukan, kemiringan tanah kurang dari 45% dan
tekstur tanah terdiri dari 50% pasir, 10% - 20% debu dan 30% - 40% lempung.
Tekstur tanah yang cocok bagi tanaman kakao adalah tanah liat berpasir dan
lempung liat berpasir.
2.2 Perbanyakan Tanaman Kakao
Tanaman kakao dapat diperbanyak dengan dua cara yaitu perbanyakan
secara generatif maupun vegetatif. Cara perbanyakan generatif dewasa ini sangat
jarang digunakan lagi dalam penyediaan bahan tanam untuk usaha perkebunan,
karena dengan cara ini akan menghasilkan tanaman dengan tipe pertumbuhan
13
yang tidak seragam dan terjadi segregasi genetis (Prawoto dan Bambang, 1996).
Tujuan dari perbanyakan tanaman adalah untuk menghasilkan tanaman baru
sejenis yang sama unggul atau bahkan lebih. Caranya adalah dengan
menumbuhkan bagian-bagian tertentu dari tanaman induk yang memiliki sifat
unggul (Agro Media, 2007).
2.2.1 Teknik perbanyakan kakao secara generatif
Perbanyakan secara generatif dilakukan dengan menanam biji yang
dihasilkan dari penyerbukan bunga jantan (serbuk sari) dan bunga betina (kepala
putik). Benih kakao termasuk golongan benih rekalsitran sehingga memerlukan
penanganan khusus (Puslit Kopi dan Kakao, 2004). Dikatakan benih rekalsitran
karena ketika masak fisiologi kadar airnya tinggi yakni lebih dari 40%, viabilitas
benih akan hilang dibawah ambang kadar air yang relatif tinggi yaitu lebih dari
25%, untuk tahan dalam penyimpanan memerlukan kadar air yang tinggi. Benih
kakao yang dikeluarkan dari buahnya tanpa disimpan dengan baik akan
berkecambah dalam waktu 34 hari dan dalam keadaan normal benih akan
kehilangan daya tumbuhnya 10 15 hari (Soedarsono, 1976 ).
Keunggulan tanaman hasil perbanyakan secara generatif adalah sistem
perakarannya yang kuat dan rimbun, oleh karena itu sering dijadikan sebagai
batang bawah untuk
perbanyakan secara generatif juga digunakan untuk program penghijauan dilahanlahan kritis yang lebih mementingkan konservasi lahan dibandingkan dengan
produksi buahnya. Sementara itu ada beberapa kelemahan perbanyakan secara
generatif, yaitu sifat biji yang dihasilkan sering menyimpang dari sifat pohon
14
induknya. Jika ditanam ratusan atau ribuan biji yang berasal dari satu pohon induk
yang sama akan menghasilkan banyak tanaman baru dengan sifat yang beragam.
Ada sifat yang sama atau bahkan lebih unggul dibandingkan dengan sifat pohon
induknya, namun ada juga yang sama sekali tidak membawa sifat unggul pohon
induk, bahkan lebih buruk sifatnya. Keragaman sifat dipengaruhi oleh mutasi gen
dari pohon induk jantan dan betina (Agro Media, 2007).
2.2.2 Teknik perbanyakan kakao secara vegetatif
Perbanyakan tanaman secara vegetatif akan menghasilkan populasi
tanaman homogen dalam sifat-sifat genetiknya. Perbanyakan secara vegetatif
dilakukan dengan menggunakan bagian-bagian tanaman seperti cabang, ranting,
pucuk, daun, umbi dan akar. Prinsipnya adalah merangsang tunas adventif yang
ada dibagian-bagian tersebut agar berkembang menjadi tanaman sempurna yang
memiliki akar, batang dan daun sekaligus. Perbanyakan secara vegetatif dapat
dilakukan dengan cara cangkok, rundukan, setek dan kultur jaringan (AgroMedia,
2007 ).
Perbanyakan vegetatif pada tanaman kakao dikenal tiga macam cara
yang lazim digunakan, yaitu okulasi (budding), sambung pucuk (top grafting) dan
sambung samping (side grafting), namun akhir-akhir ini dikembangkan juga
perbanyakan tanaman dengan kultur jaringan (tissue culture) atau yang lebih
dikenal dengan istilah Somatik Embryogenesis (SE).
2.2.2.1 Okulasi (budding)
Penempelan atau okulasi (budding) adalah penggabungan dua bagian
tanaman yang berlainan sedemikian rupa, sehingga merupakan satu kesatuan
15
yang utuh dan tumbuh sebagai satu tanaman setelah terjadi regenerasi jaringan
pada bekas luka sambungan atau tautannya. Bagian bawah (yang mempunyai
perakaran) yang menerima sambungan disebut batang bawah (rootstock atau
understock) atau sering disebut stock. Bagian tanaman yang ditempelkan atau
disebut batang atas, entres (scion) dan merupakan potongan satu mata tunas
(Prastowo dan Roshetko, 2006).
Rukmana (1997) mengemukakan bahwa hal yang penting untuk
diperhatikan dalam perbanyakan tanaman dengan okulasi adalah persyaratan
batang bawah dan batang atas. Batang bawah harus memenuhi persyaratan antara
lain: pertumbuhan dan perakarannya baik (kuat), tahan kekurangan dan kelebihan
air, memiliki pertumbuhan yang seimbang dengan batang atas dan tahan terhadap
hama dan penyakit. Persyaratan batang atas adalah berproduksi tinggi,
berpenampilan menarik, tahan terhadap hama dan penyakit dan digemari oleh
masyarakat luas. Syarat lain yang perlu diperhatikan pada waktu pengambilan
entres adalah kesuburan dan kesehatan pohon induk.
Peningkatkan kesuburan pohon induk, biasanya tiga minggu sebelum
pengambilan batang atas dilakukan pemupukan dengan pupuk NPK. Kesehatan
pohon induk ini penting karena dalam kondisi sakit, terutama penyakit sistemik
mudah sekali ditularkan pada bibit. Entres diambil setelah kulit kayu cabangnya
dengan mudah dapat dipisahkan dari kayunya (dikelupas). Bagian dalam kulit
kayu (kambium) akan tampak berair menandakan kambiumnya aktif, sehingga
bila mata tunasnya segera diokulasikan akan mempercepat pertautan dengan
batang bawah.
16
17
Mata
tempel
Ikatan dibuka
setelah 2 minggu
Gambar 2.1
Teknik Okulasi (gambar diambil dari penelitan Abdulrahman dkk, 2005)
18
saling melekat satu sama lain dan semakin banyak bagian yang melekat sesama
kambium tersebut semakin besar kemungkinannya untuk tumbuh (Wudianto dan
Rini, 1987). Keberhasilan penyambungan sangat tergantung pada kualitas batang
bawah dan entres (Ditjenbun, 2006). Faktor-faktor yang harus diperhatikan pada
sambung pucuk (Ditjenbun, 2006; Usman 2008) adalah:
a) batang bawah merupakan tanaman yang sehat, mempunyai perakaran yang
dalam dan berasal dari jenis unggul. Bila berasal biji, tanaman telah berumur
3-4 bulan;
b)
batang atas diambil dari cabang atau tunas yang tumbuh ke atas (orthotrop);
c)
19
kedua sisinya sepanjang 2-2,5 cm, sehingg bentuk irisannya seperti mata kampak.
Selanjutnya batang atas dimasukkan ke dalam belahan batang bawah. Pengikatan
dengan tali plastik yang terbuat dari kantong plastik kg selebar 1 cm. Kantong
plastik ini ditarik pelan-pelan, sehingga panjangnya menjadi 2-3 kali panjang
semula.Terbentuklah pita plastik yang tipis dan lemas.
Pada waktu memasukkan entres ke belahan batang bawah perlu
diperhatikan agar kambium entres bisa bersentuhan dengan kambium batang
bawah. Sambungan kemudian disungkup dengan kantong plastik bening dan
agar sungkup plastik tidak lepas bagian bawahnya perlu diikat.
Tujuan penyungkupan ini untuk mengurangi penguapan dan menjaga
kelembaban udara di sekitar sambungan agar tetap tinggi. Tanaman sambungan
kemudian ditempatkan di bawah naungan agar terlindung dari panasnya sinar
matahari. Biasanya 2-3 minggu kemudian sambungan yang berhasil akan tumbuh
tunas. Sambungan yang gagal akan berwarna hitam dan kering. Pada saat ini
sungkup plastiknya sudah bisa dibuka, tetapi pita pengikat sambungan baru boleh
dibuka 3-4 minggu kemudian. Selanjutnya tinggal merawat sampai bibit siap
dipindah ke kebun (Gambar 2.2).
20
Gambar 2.2
Teknik Sambung Pucuk pada Tanaman Perkebunan (Gambar diambil dari Hamid,
1999)
2.2.2.3 Sambungan samping (side grafting)
Penyambungan tanaman merupakan cara yang paling efektif dan efisien
dalam proses perbanyakan tanaman secara vegetatif. Salah satu keunggulan
dilakukan sambung samping adalah bibit yang dihasilkan sifatnya akan sama
dengan sifat induknya (Suryadi dan Zaubin, 2000). Sambung samping pada
tanaman kakao dewasa adalah salah satu kegiatan penyambungan yang dilakukan
dengan menempel satu potong cabang (entres) sepanjang sekitar 15 cm, pada
batang utama (batang penanti) tanaman dewasa. Pertumbuhan tunas selanjutnya
dipengaruhi oleh cahaya matahari yang masuk kebawah tajuk. Tajuk yang lebih
rapat menyebabkan pertumbuhan tunasnya lebih lambat dibangdingkan dengan
tajuk yang sudah dijarangkan (Napitupulu dan Pamin, 1995).
Semula teknik okulasi tanaman dewasa menjadi anjuran utama dalam
upaya klonalisasi tanaman kakao di Malaysia (Bahaudin dkk, 1984), tetapi kini
sambung samping lebih dipilih oleh petani karena lebih mudah pelaksanaannya
21
juga
dapat
mempercepat
waktu
berbunga
dan
berbuah,
22
(c) penyambungan dilakukan pada saat yang tepat, dalam arti batang atas pada
tahap fisiologi yang baik (sebaiknya pada saat dormansi), sedangkan batang
bawah pada masa pertumbuhan aktif;
(d) setelah proses penyambungan selesai, usahakan bekas luka tidak mengalami
insfeksi oleh penyakit dan jamur;
(e) tanaman dirawat dengan baik sehingga memungkinkan tunas hasil
penyambungan berkembang dengan sempurna.
Ditjenbun (2006) menyebutkan bahwa syarat-syarat keberhasilan
penyambungan perlu memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut: entres harus
diambil dari pohon yang telah diseleksi dan secara genetis harus serasi
(compatible); entres harus berada dalam kondisi fisiologis yang baik; sambungan
dari masing-masing bahan tanaman harus terpaut sempurna; tanaman hasil
penyambungan harus dipelihara dengan baik dalam jangka waktu tertentu.
menahan bagian sambungan untuk tidak bergerak, sehingga kalus yang terbentuk
akan semakin jalin-menjalin dan terpadu dengan kuat. Jalinan kalus yang kuat
23
Kester (1978, dalam Ashari, 1994) proses pertautan somatis batang bawah dan
batang atas disajikan (Gambar 2.3, 2.4, 2.5, dan 2.6) dibawah ini :
24
Batang atas
Batang bawah
kambium
kambium
Gambar 2.3
Lapisan Kambium, Masing-masing Sel Baik Batang Atas dan Batang Bawah
Membentuk Jaringan Kalus yang Berupa Sel Parensima
Gambar 2.4
Sel-sel Parensima dari Batang Atas dan Batang Bawah Masing-masing
Mengadakan Kontak Langsung Saling Menyatu dan Membaur
25
Gambar 2.5
Sel Parensima Tertentu Mengadakan Diferensiasi Membentuk Kambium Sebagai
Kelanjutan dari Lapisan Kambium Batang Atas dan Batang Bawah yang Sama
Xilem baru
Floem baru
Gambar 2.6
Pembentukan Jaringan/Pembuluh Tanaman dari Kambium yang Baru Sehingga
Proses Translokasi Hara dari Batang Bawah ke Batang Atas dan Sebaliknya
Dapat Berlangsung Kembali.
26
Faktor tanaman
Kesehatan batang bawah yang akan digunakan sebagai bahan
27
2. Faktor pelaksanaan
Faktor pelaksanaan memegang peranan penting dalam penyambungan.
Menurut Rochiman dan Harjadi (1973) kecepatan penyambungan merupakan
pencegahan terbaik terhadap infeksi penyakit. Pemotongan yang bergelombang
dan tidak sama pada permukaan masing-masing batang yang disambungkan tidak
akan memberikan hasil yang memuaskan (Hartman dan Kester, 1976).
Kehalusan bentuk sayatan dari suatu bagian dengan bagian lain sangat penting
untuk mendapatkan kesesuaian posisi persentuhan cambium, disamping itu
ketrampilan dan keahlian dalam pelaksanaan penyambungan maupun penempelan
serta ketajaman alat-alat yang digunakan juga sangat berpengaruh terhadap
keberhasilan pekerjaan tersebut (Winarno, 1990).
3. Faktor lingkungan
Cahaya matahari sangat kuat akan berpengaruh terutama pada saat
pelaksanaan penyambungan, oleh karena itu penyambungan dilakukan pada waktu
pagi hari atau sore hari. Penyambungan sebaiknya dilakukan pada musim
kemarau. Selain untuk menghindari kebusukan, pada musim kemarau batang
sedang aktif mengalami pertumbuhan serta entris yang tersedia cukup masak
(Sugiyanto, 1995, dalam Hamid, 2010).
28
29
penggerek buah kakao (PBK), Helopeltis sp, Vasculas steak diabeck (VSD)
adalah ICCRI 03, ICCRI 04, Sulawesi 1, Sulawesi 2. (Deptan, 2009). Rata-rata
potensi daya hasil dari
30
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir
Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan yang sangat penting
peranannya dalam perkembangan perekonomian nasional. Peningkatan luas areal
pertanaman kakao di Indonesia belum diikuti dengan peningkatan produktivitas
dan mutu yang tinggi, hal ini terbukti dari produksi ratarata kakao nasional
masih rendah yaitu 0,7 ton, ha-1, thn-1 (Prawoto, 2006).
Mawardi (2004) mengatakan bahwa tanaman kakao dapat diperbanyak
dengan benih atau secara klon yaitu okulasi (tempel) dan sambungan. Pertanaman
kakao yang diusahakan oleh petani pada umumnya berasal dari benih hibrida.
Pemakaian benih hibrida pada awal penanaman di kebun petani merupakan
pilihan yang tepat karena relatif muda dalam pelaksanaan pembibitan, lebih
mudah penyediaan benih dalam jumlah banyak, serta lebih mudah pengiriman
bahan tanam kakao dalam bentuk benih.
Pertanaman kakao asal benih hibrida yang telah diusahakan petani sejak
tahun 1970 mulai menunjukan keragaman yang kurang produktif karena umur
tanaman yang sudah tua (Zaenudin dan Baon, 2004). Lebih lanjut dikatakan
bahwa rendahnya produktivitas tanaman kakao pada umumnya karena teknologi
pembudidayaan oleh kebanyakan petani masih sederhana, penggunaan bahan
tanam yang mutunya kurang baik, serangan hama dan penyakit, tajuk tanaman
rusak, populasi tanaman berkurang juga karena umur tanaman kakao yang sudah
tua sehingga kurang produktif dan perlu diremajakan atau direhabilitasi.
30
31
kakao (PBK) dan penyakit Vascular steak dieback (VSD), serta potensi daya hasil
dari klonklon unggul bisa mencapai 2,9 ton-1 (Deptan, 2009). Penggunaan
klon unggul harus diyakini mempunyai dampak positif terhadap pertumbuhan
tanaman, produksi dan mutu hasil, sehingga ketersediaan klon unggul mutlak
diperlukan (Langsa, 2007).
Penggunaan beberapa klon unggul seperti ICCRI 03, ICCRI 04,
Sulawesi 1, dan Sulawesi 2 diharapkan mempunyai kemampuan yang berbeda
32
beda dalam pertumbuhan, hal ini karena kakao mempunyai keragaman genetik
serta kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungannya yang berbeda-beda
pula.
Teknik sambung samping pertama kali diterapkan oleh BAL estate
pada tahun 1991 dan 1992 untuk rehabilitasi pada kebun benih (Yow dan Lim,
1994, dalam Prawoto, 2006) dan telah dipraktekkan secara luas di Sabah
(Departemen of Agriculture Sabah, 1993 dalam Prawoto, 2006). Di Malaysia,
sambung samping dilakukan untuk menanggulangi hama pengerek buah kakao
(PBK) dengan cara mengganti klon-klon yang ada dengan klon-klon yang potensi
produksinya tinggi, baik pada tanaman muda maupun tua. Hasil menunjukkan
produktivitas kakao meningkat 2-4 kali dibandingkan dengan produktivitas
sebelumnya ( Sastrosoedarjo dkk, 1995).
Kendala yang sering dihadapi dalam perbanyakan tanaman
secara
sambung samping adalah jauhnya jarak antara pohon induk dengan kebun yang
akan direhabilitasi, sehingga dibutuhkan waktu beberapa hari mulai dari
pengambilan entres sampai penyambungan. Selain itu jumlah tanaman yang akan
disambung sering dalam jumlah yang banyak, sehingga tidak bisa disambung
dalam waktu sehari dan entres yang belum tersambung harus disimpan untuk
keesokan harinya.
Menurut Jawal dan Alwarudin ( 2006) lamanya penyimpanan entres
mempengaruhi keberhasilan sambung pucuk dan panjang tunas, yaitu semakin
lama entres disimpan semakin rendah tingkat keberhasilan sambung pucuk dan
semakin pendek tunas yang terbentuk. Interaksi antara lama penyimpanan entres
33
- Produksi tinggi
- Tahan terhadap hama dan penyakit
- Mudah
beradaptasi
dengan
lingkungan dalam proses penyatuhan
entris dan batang bawah
Gambar 3.1
Diagram Kerangka Berpikir
34
Entres yang baru diambil dari pohon induk tampak segar serta
35
Interaksi antar jenis klon dan lama penyimpanan entres berpengaruh terhadap
pertumbuhan sambung samping kakao.
2.
3.
36
Produksi kakao di Bali saat ini masih rendah jika dibandingkan dengan
luas areal pertanaman kakao. Pada tahun 2007 produksi kakao di Bali 7.425,94
ton, tahun 2008 yaitu 6.745,51 ton dan tahun 2009 yaitu 6.800,54 ton (Dinas
Perkebunan Provinsi Bali, 2010).
37
38
39
40
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Percobaan
Rancangan yang digunakan dalam percobaan ini adalah Rancangan
Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan perlakuan yang disusun secara
faktorial. Perlakuan yang dicoba terdiri dari dua faktor yaitu :
Faktor Pertama adalah klon unggul sebagai batang atas (entres) yang terdiri dari:
KS1 :
Klon Sulawesi 1
lama
penyimpanan
entres
H3
penyimpanan
entres
H6
entres
41
U
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
KI1H3
KS1H3
KS1H6
KI2H0
KS1H0
KS1H3
K0H6
KS2H3
K0H3
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
KI2H3
KI1H0
K0H3
KS1H6
KS2H0
K0H0
KS1H3
KI2H3
KI1H0
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
K0H0
KI2H6
KI1H6
K0H6
KS2H6
KI1H0
KI1H6
KS1H0
K0H0
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
KS2H0
KI1H0
K0H6
KI1H6
KS2H3
K0H3
KS2H6
KS2H0
KS1H6
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
XXX
KS2H6
KS1H3
KS1H0
KI1H3
KI2H3
KI2H6
KI2H6
KI1H3
KI2H0
II
Keterangan :
I,II,III
=
KS1
=
KS2
=
KI1
=
KI2
=
K0
=
Ulangan
Klon Sulawesi 1
Klon Sulawesi 2
Klon ICCRI 03
Klon ICCRI 04
Klon Lokal Bali
III
H0 = Penyambungan
dilakukan
dengan
lama
penyimpanan
entres maksimal 16 jam sejak
pemotongan
H3 = Penyambungan dilakukan dengan
lama
penyimpanan
entres
maksimal
72
jam
sejak
pemotongan (3 hari)
H6 = Penyambungan dilakukan dengan
lama
penyimpanan
entres
maksimal 144 jam sejak
pemotongan (6 hari)
XXX = Tanaman kakao yang akan
disambung. Tiap perlakuan
terdiri dari 3 tanaman.
Gambar 4.1
Denah Tata Letak Percobaan Dilapangan
42
Persiapan lahan
Lahan yang dipergunakan adalah kebun petani yang sudah ada tanaman
kakao dewasa umur 15 20 tahun. Areal dibagi menjadi tiga blok (ulangan),
dimana masing masing ulangan terdapat 45 tanaman.
43
4.4.2
tahun, pertumbuhan baik, sehat dan sedang bertunas. Batang bawah yang akan
disambung terlebih dahulu dilakukan pemupukan, pemangkasan, penyiangan
gulma serta pengendalian hama dan penyakit.
4.4.3
Indonesia di Jember yang secara individu telah diseleksi terkecuali klon lokal
Bali. Penyediaan batang atas (entres) yang digunakan adalah entres dari klon
kakao lokal Bali, Sulawesi 1, Sulawesi 2, ICCRI 03 dan ICCRI 04. Batang atas
dipilih dari ranting yang baik, dan tidak terserang hama dan penyakit, bentuknya
lurus panjang sekitar 15 cm dan terdiri dari 4 - 5 mata tunas. Entres berupa cabang
plagiotrop berwarna hijau atau hijau kecoklatan dan sudah mengayu, dengan
ukuran diameter 0,75-1,0 cm.
4.4.4
Pengemasan entres
Entres yang telah diambil langsung disambung pada hari itu juga,
namun karena pada percobaan ini jarak antara kebun sumber entres dengan lokasi
penelitian cukup jauh dan terdapat perlakuan dimana entres disimpan beberapa
hari kemudian baru dilakukan penyambungan, maka entres dikemas terlebih
dahulu (Gambar 4.2) dengan cara sebagai berikut :
1. Potong entres sepanjang 45 cm, masukkan kedalam dos ukuran 45 cm x 20
cm x 23 cm berisi media yang dilapisi plastik.
44
2. Media terdiri dari kertas koran yang telah dibasahi dengan air dan dicampur
dengan larutan alcosorb tiga g dan setelah itu dibungkus dengan plastik.
3. Bahan entres diatur sedemikian rupa sehingga setiap bahan tertutupi oleh kertas
koran yang telah dibasahi dengan air secukupnya dan setiap satu ikatan plastik
berisi 50 entris.
4. Entres yang akan disambung pada hari ke tiga dan ke enam dibungkus dengan
pelepah pisang dan plastik kemudian disimpan dalam ruangan yang sejuk
sehingga kesegaran entres tetap terjaga.
Gambar 4.2
Proses Pengemasan Entres Sebelum dan Selama Penyimpanan
45
4.4.5
Pelaksanaan penyambungan
Tapak sambungan dibuat pada ketinggian 45 75 cm diatas permukaan
tanah, lalu kulit batang bawah disayat secara horizontal dengan panjang 4-6 cm
sampai menyentuh lapisan kambium (Gambar 4.3). Selanjutnya diatas sayatan
horizontal disayat/dikerat secara hati-hati sampai membentuk cekungan hingga
bertemu pada ujung dari sayatan horizontal, sehingga membentuk cekungan.
Bagian bawah cekungan disayat vertikal selebar 1,5 2,0 cm dan panjangnya 5
cm sampai menyentuh lapisan kayu/kambium. Selanjutnya kulit keratan diungkit
sedikit untuk mengetahui apakah batang tersebut mudah terkelupas/dibuka.
Tapak sambungan yang baik akan menunjukkan warna keputihan
apabila kulit tapak torehan dibuka. Kulit torehan ini ditutup kembali setelah
dibuka sementara menunggu entres disediakan. Entres yang telah disediakan
dipotong potong dengan panjang 15 cm dan terdapat 3-4 mata tunas. Ujung
entres yang telah terpilih disayat sampai runcing menyerupai mata bajing dengan
panjang sayatan 4-5 cm. Entres yang telah disayat dimasukkan secara perlahanlahan kedalam tapak sambungan dengan membuka lidah torehan supaya bagian
potongan tidak rusak.
Sisi sayatan yang panjang pada entres harus menghadap ke arah kayu
tapak sambungan kemudian lidah kulit batang ditutup kembali. Setelah entres
dimasukkan ke dalam tapak sambungan lalu tapak sambung diikat kuat dengan
tali rafia pada titik pertautan sambungan sehingga sambungan tidak goyang.
Kemudian entres ditutup dengan plastik transparan dan diikat kuat dengan tali
46
rafiah karena keberhasilan sambungan juga ditentukan oleh sejauh mana entres
terhindar dari penguapan berlebihan dan pastikan air hujan tidak akan masuk.
Gambar 4.3
Proses Tahapan Sambung Samping pada Tanaman Kakao
47
4.4.6
Pemeliharaan sambungan
Pemeliharaan batang bawah dan batang atas harus dilakukan secara
rutin dan intensif setelah penyambungan agar tunas dapat tumbuh sehat dan
normal. Tunas air yang tumbuh dari batang bawah dibuang, tajuk tanaman batang
bawah yang menaungi batang atas dipotong secara bertahap (disiwing),
pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara teratur (Gambar 4.4).
Ketika tunas muda hasil sambungan sudah mencapai 2-3 cm, maka
plastik sungkup dibuka sedikit, sedangkan tali pengikat pertautan tidak dilepas.
Dua bulan setelah penyambungan tali ikatan dapat dilepas, karena pada saat itu
entres sudah menyatu erat dengan batang bawah.
Gambar 4.4
Pemeliharaan Entres Sambung Samping
4.5 Pengamatan
Pengamatan dilakukan untuk mendapatkan data pertumbuhan entres
kakao
Pengamatan terhadap
variabel
48
Persentase
X 100 % ..............................................................(1)
b
Dimana :
P = Persentase batang atas (entres) yang hidup
a = Jumlah batang atas (entres) yang hidup
b = Jumlah batang atas (entres) yang disambung
49
50
51
BAB V
HASIL PENELITIAN
Selama percobaan berlangsung pertumbuhan entres hasil sambung
samping tanaman kakao tidak mengalami gangguan yang berarti baik oleh
serangan hama dan penyakit maupun gangguan lainnya. Pemeliharaan sambungan
seperti penyiangan gulma, pemangkasan tunas air, dan pengendalian hama dan
penyakit dilakukan secara teratur sehingga pertumbuhan entres tidak terganggu.
Data yang dianalisis pada penelitian ini adalah data yang telah
ditransformasi dengan x+0,5 pada seluruh variabel pengamatan kecuali
persentase sambung hidup. Transformasi data dilakukan karena pada perlakuan
lama penyimpanan entres hari ke-6 (H6) terdapat data 0 (nol) pada ulangan I, II
dan III pada seluruh variabel pengamatan pertumbuhan antara lain: luas daun,
diameter tunas, jumlah daun, panjang tunas, dan jumlah tunas. Perlakuan yang
nilainya 0 (nol) tidak berarti entres hasil sambung samping pada kakao tersebut
mati. Entres tersebut masih hidup yang ditandai dengan warna entres masih hijau
dan telah terjadi pertautan (kompatibilitas) dengan batang bawah, tetapi belum
mengeluarkan tunas sehingga tidak dapat diamati pertumbuhan tunasnya.
Hasil analisis statistika menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara
jenis klon dengan lama penyimpanan entres terhadap semua variabel yang diamati
baik pada pertumbuhan vegetatif maupun persentase sambung hidup (Tabel 5.1).
Perlakukan lama penyimpanan entres berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap
luas daun, jumlah daun, panjang tunas namum tidak berpengaruh nyata (P0,05)
terhadap diameter tunas dan panjang tunas. Perlakuan jenis klon tidak
47
52
Variabel
Luas daun
- 45 hsp
- 60 hsp
- 75 hsp
Diameter tunas
- 45 hsp
- 60 hsp
- 75 hsp
Jumlah daun
- 45 hsp
- 60 hsp
- 75 hsp
Panjang tunas
- 45 hsp
- 60 hsp
- 75 hsp
Jumlah tunas
- 45 hsp
- 60 hsp
- 75 hsp
Perlakuan
H
KxH
TN
**
TN
TN
**
**
**
TN
TN
TN
TN
TN
TN
TN
TN
TN
TN
TN
**
**
**
TN
TN
TN
**
**
**
TN
TN
TN
TN
TN
TN
TN
TN
TN
TN
TN
TN
TN
TN
TN
TN
TN
TN
TN
TN
TN
53
dicapai pada klon Sulawesi 1, ICCRI 03, dan ICCRI 04, sedangkan terendah pada
klon Sulawesi 2 yaitu 44,4 (Tabel 5.2), namun tidak berbeda nyata antara satu
klon terhadap klon lainnya.
Persentase keberhasilan sambung samping paling tinggi dicapai pada
klon yang langsung disambung pada hari itu (H0) yaitu 73,33%, sedangkan
terendah pada perlakuan lama penyimpanan entres 6 hari (H6). Makin cepat entres
disambung maka ada kecendrungan
sambung hidup.
Tabel 5.2
Pengaruh Tunggal Jenis Klon dan Lama Penyimpanan Entris terhadap Persentase
Sambung Hidup Umur 75 hsp
Perlakuan
Sambung hidup
--------------------------%--------------------------Jenis Klon
Sulawesi 1 (KS1)
63,0 a
Sulawesi 2 (KS2)
44,4 a
ICCRI 03 (KI1)
63,0 a
ICCRI 04 (KI2)
63,0 a
Lokal Bali (KO)
51,9 a
BNT 5 %
18,887
Lama Penyimpanan Entres
Langsung disambung (H0)
73,33 a
Disimpan 3 hari (H3)
62,22 a
Disimpan 6 hari (H6)
35,56 b
BNT 5 %
17,582
Keterangan : - Angka angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada perlakuan dan variabel yang
sama adalah berbeda tidak nyata pada uji BNT 5 %
54
Perlakuan
Jenis Klon
Sulawesi 1 (KS1)
Sulawesi 2 (KS2)
ICCRI 03 (KI1)
ICCRI 04 (KI2)
Lokal Bali (KO)
BNT 5 %
Lama Penyimpanan Entres
Langsung disambung (H0)
Disimpan 3 hari (H3)
Disimpan 6 hari (H6)
BNT 5 %
Keterangan : -
Luas daun
45 hsp
60 hsp
75 hsp
2
--------------------------cm --------------------------47,90 (2,84)a
56,22 (2,63)a
35,24 (2,56)a
46,10 (2,53)a
61,60 (2,66)a
0,467
58,54 (2,58)a
70,71 (2,78)a
47,92 (2,73)a
59,54 (2,68)a
85,15 (2,90)a
0,506
75,39 (2,72)a
86,49 (2,92)a
60,20 (2,86)a
71,25 (2,80)a
102,20 (3,05)a
0,541
71,54 (2,95)a
61,51 (2,84)a
15,19 (1,84)b
0,544
90,44 (3,12)a
81,78 (3,04)a
20,89 (1,95)b
0,590
107,85 (3,35)a
102,26 (3,22)a
27,22 (2,06)b
0,631
Angka angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada perlakuan dan variabel
yang sama adalah berbeda tidak nyata pada uji BNT 5 %
Angka dalam kurumg menunjukan data transformasi . BNT 5 % adalah angka
yang membandingkan dengan angka yang telah ditransformasi dengan x+
55
Diameter tunas
45 hsp
60 hsp
75 hsp
----------------------------cm------------------------0,5 (0,98) a
0,6 (1,03) a
0,6 (1,03) a
0,6 (1,05) a
0,7 (1,10) a
0,102
0,6
0,7
0,7
0,7
0,8
(1,04) a
(1,10) a
(1,07) a
(1,10) a
(1,15) a
0,109
0,72 (1,10) a
0,70 (1,09) a
0,36 (0,92) a
0,119
0,88 (1,17) a
0,86 (1,16) a
0,42 (0,94) a
0,127
0,8
0,9
0,8
0,8
1,0
(1,11) a
(1,16) a
(1,11) a
(1,13) a
(1,20) a
0,120
1,06 (1,25) a
1,02 (1,23) a
0,46 (0,96) a
0,140
Angka angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada perlakuan dan variabel
yang sama adalah tidak berbeda nyata pada uji BNT 5 %
Angka dalam kurumg menunjukan data transformasi . BNT 5 % adalah angka
yang membandingkan dengan angka yang telah ditransformasi dengan x+
56
Perlakuan
Jenis Klon
Sulawesi 1 (KS1)
Sulawesi 2 (KS2)
ICCRI 03 (KI1)
ICCRI 04 (KI2)
Lokal Bali (KO)
BNT 5 %
Lama Penyimpanan Entres
Langsung disambung (H0)
Disimpan 3 hari (H3)
Disimpan 6 hari (H6)
BNT 5 %
Jumlah daun
45 hsp
60 hsp
75 hsp
-----------------------------helai----------------------5,3 (2,23)a
5,1 (2,27)a
8,2 (2,63)a
5,7 (2,39)a
4,9 (2,25)a
0,476
5,3 (2,23)a
5,1 (2,27)a
8,2 (2,63)a
5,7 (2,39)a
4,9 (2,25)a
0,476
5,3 (2,23)a
5,1 (2,27)a
8,2 (2,63)a
5,7 (2,39)a
4,9 (2,25)a
0,476
7,93 (2,88)a
7,47 (2,79)a
2,13 (1,50)b
0,555
7,93 (2,88)a
7,47 (2,79)a
2,13 (1,50)b
0,555
7,93 (2,88)a
7,47 (2,79)a
2,13 (1,50)b
0,555
Keterangan : - Angka angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada perlakuan dan variabel
yang sama adalah tidak berbeda nyata pada uji BNT 5 %
- Angka dalam kurumg menunjukan data transformasi . BNT 5 % adalah angka
yang membandingkan dengan angka yang telah ditransformasi dengan x+
57
Perlakuan
Jenis Klon
Sulawesi 1 (KS1)
Sulawesi 2 (KS2)
ICCRI 03 (KI1)
ICCRI 04 (KI2)
Lokal Bali (KO)
BNT 5 %
Panjang tunas
45 hsp
60 hsp
75 hsp
-----------------------cm----------------------16,7 (1,99)a
20,3 (2,14)a
23,3 (2,22)a
21,4 (2,18)a
14,6 (2,06)a
0,287
20,5 (2,07)a
23,8 (2,22)a
27,4 (2,30)a
25,4 (2,26)a
17,8 (2,15)a
0,305
23,3 (2,13)a
26,7 (2,27)a
30,8 (2,35)a
28,4 (2,32)a
20,7 (2,23)a
0,316
25,32 (2,35)a
25,04 (2,34)a
7,48 (1,16)b
0,334
30,11 (2,44)a
29,87 (2,43)a
8,94 (1,73)b
0,356
34,19 (2,52)a
33,69 (2,50)a
10,08 (1,76)b
0,369
Angka angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada perlakuan dan variabel
yang sama adalah tidak berbeda nyata pada uji BNT 5 %
- Angka dalam kurumg menunjukan data transformasi . BNT 5 % adalah angka
yang membandingkan dengan angka yang telah ditransformasi dengan x+
58
45 hsp
60 hsp
75 hsp
--------------------------batang----------------------1,2 (1,27)a
1,2 (1,27)a
1,2 (1,27)a
1,2 (1,29)a
1,2 (1,29)a
1,2 (1,29)a
1,8 (1,36)a
1,8 (1,36)a
1,8 (1,36)a
1,1 (1,25)a
1,1 (1,25)a
1,1 (1,25)a
1,3 (1,34)a
1,3 (1,34)a
1,3 (1,34)a
0,200
0,200
0,200
1,73 (1,48)a
1,60 (1,43)a
0,67 (1,05)a
0,233
1,73 (1,48)a
1,60 (1,43)a
0,67 (1,05)a
0,233
1,73 (1,48)a
1,60 (1,43)a
0,67 (1,05)a
0,233
Angka angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada perlakuan dan variabel
yang sama adalah tidak berbeda nyata pada uji BNT 5 %
Angka dalam kurumg menunjukan data transformasi . BNT 5 % adalah angka
yang membandingkan dengan angka yang telah ditransformasi dengan x+
59
Persamaan Regresi
Y= 2,949 + 0,112H - 0,04952H2
Y= 1,745 + 0,035H - 0,02056H2
Y= 3,003 + 0,165H - 0,06915H2
Y= 2,606 + 0,091H - 0,04092H2
Y= 2,023 + 0,053H - 0,02917H2
R2
(%)
56,7
8,5
68,0
56,3
20,3
r
-0,683
-0,270
-0,743
-0,669
-0,417
Waktu Optimum
(jam)
27,14
21,06
28,70
34,61
21,84
26,67
Keterangan : LD 45=luas daun 45 hsp, DT 45= diameter tunas 45 hsp, JD 45= jumlah daun 45 hsp,
PT45= panjang tunas 45 hsp,
JT45= jumlah tunas 45 hsp, dan H= lama
penyimpanan entres.
4 ,0
LUAS DAUN 45
3 ,5
3 ,0
2 ,5
2 ,0
LD 4 5
1 ,5
2 ,9 4 9 + 0 ,1 1 2 0 H
- 0 ,0,04952H
04952 H2
R = 56,7 %
r = -0,683
1 ,0
0
3
H
Gambar 5.1
Hubungan antara Lama Penyimpanan Entres dengan Pertumbuhan Luas Daun
60
3,5
DIAMETER TUNAS 45
3,0
2,5
2,0
DT 45= Diameter tunas
umur 45 hsp
H= Lama penyimpanan
1,5
2
DT
= 1,745
+ 0,0351 H - 0,02056
0,02056H
DT4545=
1,745+0,0351H
H2
1,0
- R2 = 8,5 %
r
= -0,270
3
H
Gambar 5.2
Hubungan antara Lama Penyimpanan Entres dengan Pertumbuhan Diameter Tunas
4,0
JUMLA H DAUN 45
3,5
3,0
2,5
2,0
1,5
2
- 0,06915
0,06915HH2
R = 68,0%
r =-0,743
1,0
3
H
Gambar 5.3
Hubungan antara Lama Penyimpanan Entres dengan Pertumbuhan Jumlah Daun
61
3,5
PANJANG TUNAS 45
3,0
2,5
PT 45= Panjang tunas
umur 45 hsp
H= Lama penyimpanan
2,0
2
R2 = 56,3%
r = -0,669
1,0
0
3
H
Gambar 5.4
Hubungan antara Lama Penyimpanan Entres dengan Pertumbuhan Panjang Tunas
3,5
JUMLAH TUNAS 45
3,0
2,5
JT 45= Jumlah tunas
umur 45 hsp
H= Lama penyimpanan
2,0
1,5
1,0
JT 45 = 2,023 + 0,0531 H
- 0,02917H
0,02917 H2
R2 = 20,3%
r = -0,417
0
3
H
Gambar 5.5
Hubungan antara Lama Penyimpanan Entres dengan Pertumbuhan Jumlah Tunas
62
BAB VI
PEMBAHASAN
Menurut
63
kompatibilitas yang tinggi apabila tanaman tersebut masih dalam satu spesies atau
satu klon. Apabila tanaman yang akan disambung mempunyai kekerabatan yang
agak jauh misalnya berbeda dalam level ordo biasanya kompatibilitasnya rendah.
Entres yang akan disambung harus selalu berada dalam kondisi fisiologis yang
baik, sehingga mempunyai peranan yang sangat penting terhadap keberhasilan
sambung hidup (Ditjenbun, 2006).
Keberhasilan penyambungan juga dapat terjadi klon entres diambil dari
pohon induk yang sehat, sehingga mengandung nutrien yang cukup untuk
pembentukan kalus dan kambium baru. Selain itu klon entres yang cukup tua
mampu
yang berlebihan.
Penelitian ini
menggunakan umur klon entres yang sama yang dicirikan dengan warna entres
hijau kecoklatan sehingga hasil persentase sambung hidup relatif sama.
Berhasilnya pertautan antara batang atas dan batang bawah bukanlah
jaminan adanya kompatibilitas pada tanaman hasil sambungan. Sering terjadi
perubahan pada entris maupun pada tanaman hasil sambungan, misalnya
pembengkakan pada sambungan, pertumbuhan entris yang abnormal atau
penyimpangan pertumbuhan lainnya, dimana keadaan ini disebut inkompatibel.
Kondisi ini dapat disebabkan oleh perbedaan struktur antara batang atas dan
batang bawah atau ketidakserasian bentuk potongan pada sambungan (Rochiman
dan Harjadi, 1973 dalam Gago, 1997). Winarno (1990) mengatakan bahwa,
batang atas dan batang bawah yang mampu menyokong pertautan dengan baik
dan serasi disebut kompatibel (Gambar 6.1).
64
Gambar 6.1
Pertumbuhan Entres pada Lokasi Penelitian Umur 75 hsp
65
kalus pada tempat penyambungan, sehingga luka bekas sayatan cepat tertutup dan
translokasi fotosintat dari batang bawah ke batang atas juga dapat berlangsung
dengan baik.
Iklim mikro juga penting untuk terbentuknya pertautan. Pemberian
sungkup menyebabkan entres tetap dalam keadaan hijau segar dan terhindar dari
kekeringan,
pertumbuhan entres yang baik. Pengikatan dengan tali plastik yang cukup erat
pada bagian pertautan dapat berfungsi untuk merapatkan penyambungan,
sehingga terjadi persentuhan kambium yang cukup banyak antara batang atas dan
batang bawah.
Faktor penyakit juga diduga dapat mempengaruhi keberhasilan
penyambungan. Entres yang diambil dari pohon induk mungkin telah terserang
penyakit yang secara visual tidak diketahui sebelumnya. Penggunaan sungkup
dari kantong plastik yang menutupi entres secara rapat menyebabkan kelembaban
di dalamnya yang selalu tinggi sehingga entres terhindar dari kekeringan, tetapi
juga menjadi medium yang baik untuk perkembangan patogen.
Entres yang hidup pada penelitian ini dicirikan dengan entres yang telah
terjadi pertautan dengan batang bawah, masih segar, dan warna entres hijau.
Entres sambungan yang hidup belum bisa menunjukkan keberhasilan pertautan
antara batang atas dan batang bawah secara umum, karena entres yang hidup
sampai denga pengamatan 75 hsp belum mengeluarkan tunas pada bagian
batangnya.
66
a
a
Jenis Klon
Gambar 6.2
Persentase sambung hidup klon pada umur 75 hsp
langsung (H0) dan disambung setelah disimpan tiga hari (H3) tidak berbeda nyata
terhadap sambung hidup, namun berbeda sangat nyata terhadap sambung hidup
setelah entres disimpan enam hari (H6). Ini berarti bahwa entres yang disambung
langsung tanpa disimpan dan yang disimpan tiga hari apabila disambung pada
kakao batang bawah dewasa memberikan tingkat keberhasilan yang sama dan
hanya berbeda kalau entresnya disimpan selama enam hari (H6) (Gambar 6.3).
Salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam perbanyakan vegetatif
tanaman kakao melalui sambung samping adalah kesegaran entres. Menurut
Palaciois dan Monteiro (2002, dalam Raharjo, 2007) kesegaran entres kakao perlu
dijaga untuk menjamin tingkat
67
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin lama entres disimpan berat segar
atau kadar air entres semakin menurun.
Hasil pengukuran berat segar entres setelah disimpan menunjukkan
penurunan
penurunan berat segar pada entres adalah tingkat kesegaran entres. Penyimpanan
entres selama enam hari talah mulai memperlihatkan gejala permukaan kulit agak
layu (Lampiran 8)
Penelitian pengaruh cara pengemasan dan lama penyimpanan yakni
tiga, enam dan sembilan hari terhadap pertumbuhan bibit kakao sambungan telah
dilakukan oleh Yudianto (2002). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
lama
68
hidup
69
Gambar 6.3
Persentase sambung hidup berdasarkan lama penyimpanan entres
Pertumbuhan tunas yang meliputi luas daun, diameter tunas, jumlah
daun, panjang tunas, dan jumlah tunas memberikan pengaruh yang tidak nyata
terhadap perlakuan jenis klon. Hal ini diduga masing masing jenis klon
mempunyai pengaruh dan kemampuan yang sama baik terhadap pertumbuhan
tunas sambung samping.
Luas daun terbesar dicapai pada klon lokal Bali 102,20 cm2 75 hsp dan
terkecil pada klon ICRRI 03 (Tabel 5.3). Hal ini diduga sambungan yang telah
terbentuk dengan baik pada klon lokal Bali akan mempercepat transport nutrisi
dari batang bawah ke batang atas melalui proses fotosintesis, sehingga nutrisi
tersebut akan diubah menjadi energi dalam fotosintesis dan energi inilah yang
digunakan untuk pembelahan sel-sel meristem daun sehingga luas daun menjadi
meningkat. Selain energi, fotosintesis juga menghasilkan fotosintat yang
70
71
pertumbuhannya lebih baik jika dibandingkan dengan entres yang disimpan. Hal
ini menunjukkan kemampuan entres sambung samping kakao bertunas
72
dipengaruhi oleh lama penyimpanan entres yaitu semakin lama entres disimpan
semakin turun kemampuan bertunasnya.
Penyimpanan lebih dari 3 (tiga) hari menyebabkan berkurangnya
kandungan air entres sehingga menghambat proses metabolisme yang terjadi pada
entres.
cadangan makanan pada entres masih tinggi. Entres yang langsung disambung
dengan viabilitas yang cukup mengakibatkan pertumbuhan entres tidak terhambat
serta berpengaruh terhadap pertumbuhan selanjutnya.
Abdul (1994 dalam Iswahyudi, 2002) menyatakan bahwa salah satu
gejala biokimia pada bibit selama mengalami viabilitas adalah perubahan
kandungan beberapa senyawa yang berfungsi sebagai sumber energi karena terjadi
perombakan senyawa makanan seperti lemak, karbohidrat menjadi senyawa
metabolik lainnya. Beberapa senyawa metabolik dapat mengakibatkan hilangnya
daya tumbuh sebab persediaan energi habis dalam bibit selama penyimpanan yang
lama. Pertumbuhan tunas seperti luas daun, panjang tunas, jumlah daun, diameter
tunas dan jumlah tunas sangat dipengaruhi oleh faktor genotip dan lingkungannya.
Pengaruh lama penyimpanan entres terhadap pertumbuhan luas daun,
panjang tunas, diameter tunas, jumlah daun, dan jumlah tunas sambung samping
kakao (Gambar. 5.1, 5.2, 5.3, 5.4, dan 5.5) menunjukkan pengaruh yang sangat
erat, sehingga semakin lama entres disimpan maka semakin rendah kemampuan
pertumbuhan pada masing-masing variabel pengamatan.
Faktor
genetik
mempunyai peranan yang sangat penting pada awal pertumbuhan entres (45 hsp),
namun selanjutnya faktor lingkungan seperti suhu, cahaya matahari, kelembaban,
73
dan fisiologi baik dari batang bawah maupun batang atas berperan terhadap
pertumbuhan entres. Hasil analisis regresi (Tabel 5.8) diperoleh waktu optimum
penyimpanan entres adalah 26,67 jam, apabila entres disimpan lebih dari waktu
tersebut kemampuan pertumbuhannya mulai menurun.
74
75
76
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
1.
Tidak terdapat interaksi antara jenis klon dan lama penyimpanan entres
terhadap pertumbuhan sambung samping (side grafting) kakao.
2.
Sambung samping pada tanaman kakao dapat digunakan segala jenis klon dan
pertumbuhan vegetatifnya tidak dipengaruhi oleh jenis klon.
3.
7.2 Saran
1.
lainnya.
2.
3.
70
77
78
79