Anda di halaman 1dari 18

I.

DEFINISI

Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik oleh


karena gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin, atau kedua-duanya sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada
target organ (otak, mata, saraf, jantung, ginjal, kulit, pembuluh darah).
II.

EPIDEMIOLOGI
Hasil penelitian RISET KESEHATAN DASAR (RISKESDAS) tahun
2007 yang dilaksanakan oleh kementerian kesehatan Indonesia. Dari 33
provinsi pada usia 15 tahun atau lebih, dengan asumsi populasi penduduk
Indonesia 230 juta. Terdapat 10 provinsi dengan prevalensi diabetes 10
terbesar, yaitu:
1. Maluku Utara 11.1%
2. Kalimantan Barat 111%
3. Riau 10.4%
4. Bangka Belitung 86%
5. Nangroe Aceh Darussalam 8.5%
6. Sulawesi Utara 8.1%
7. Jawa Tengah 7.8%
8. Gorontalo 7.7%
9. Jawa timur 6.8% , Surabay 7.0%
10. Jakarta 6.6%

III.

KLASIFIKASI

Tipe 1

Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin


absolut
Autoimun
Idiopatik
1

Tipe 2

Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin


disertai defisiensi insulin relatif sampai yang dominan

Tipe lain

defek sekresi insulin disertai resistensi insulin


Defek genetik fungsi sel beta
Defek genetik kerja insulin
Penyakit eksokrin pankreas
Endokrinopati
Karena obat atau zat kimia
Infeksi
Sebab imunologi yang jarang
Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM

Diabetes

IV.

melitus

Diabetes mellitus yang pertama kali diketahui pada saat

gestasional

kehamilan sedang berlangsung

FAKTOR RESIKO
Kerabat keluarga turunan pertama dengan diabetes
Inaktivitas fisik
Ras/ etnisitas (misalnya orang Amerika keturunan Afrika, Latin,

Amerika asli, keturunan Asia, dan kepulauan Pasifik)


Pernah didiagnosis menderita IFG atau IGT
Riwayat DM gestational atau melahirkan bayi dengan berat >4 kg
Hipetensi ( tekanan darah lebih dari sama dengan 140/90)
Kadar HDL kolesterol kurang dari sama dengan 0.9 mmol/L (35mg/dl)
dan atau kadar trigliserida lebih dari sama dengan 2,83 mmol/L (250

mg/dl)
Sindrom polikistik ovarii atau akantosis nigrikans
Penyakit jantung koroner.
Usia> 45 tahun
V. PATOFISIOLOGI
a) DM Tipe 1 (Diabetes Melitus Tergantung Insulin = DMT1)
DM tipe 1 merupakan diabetes melitus yang tergantung insulin (DMTI/
IDDM). Pada DMT1 kelainan terletak pada sel beta pankreas baik idiopatik
ataupun imunologi. Pankreas tidak mampu sistesis dan sekresi insulin dalm
kuantitas dan atau kualitas yang cukup, bahkan kadang-kadang tidak ada
sekresi insulin sama sekali. Jadi pada kasus ini terdapat kekurangan insulin
secara absolut.
Pada DMT1 biasanya reseptor insulin di jaringan perifer kuantitas dan
kualitasnya cukup atau normal (jumlah reseptor insulin DMT1 antara 30.000-

35.000), jumlah reseptor insulin pada orang normal lebih kurang 35.000.
sedang pada DM dengan obesitas lebih kurang 20.000 reseptor insulin.
b) DM Tipe 2 (Diabetes Melitus tidak Tergantung Insulin = DMT2)
Diabetes Melitus Tipe 2 adalah diabetes melitus tidak tergantung
insulin (non isnulin dependent diabetes melitus (NIDDM). Pada tipe ini, pada
awalnya kelainan terletak pada jaringan perifer (resistensi insulin) dan
kemudian disusul dengan disfungsi sel beta pankreas (defek pada fase
pertama sekresi insulin), yaitu sebagai berikut :
1. Sekresi insulin oleh pankreas mungkin cukup atau kurang, namun
terdapat keterlambatan sekresi insulin fase 1 (fase cepat) sehingga
glukosa sudah diabsorbsi masuk darah tetapi jumlah insulin yang
efektif belum memadai.
2. Jumlah reseptor di jaringan perifer berkurang (antara 20.000-30.000)
pada obesitas jumlah reseptor bahkan hanya sekitar 20.000.
3. Kadang-kadang jumlah reseptor cukup, tetapi kualitas reseptor jelek,
sehingga kerja insulin tidak efektif (insulin binding, atau afinitas atau
sensitivitas insulin terganggu)
4. Terdapat kelainan di pasca reseptor, seingga proses glikolisis
intraseluler terganggu.
5. Adanya kelainan campuran di antara 1, 2, 3, dan 4.
Dapatlah disimpulkan bahwa pada DMT2 kelainan patofisiologi awal :
pada jaringan perifer yangpredominan (resistensi insulin), yang kemudian
disusul oleh defek sel beta yang predominan, yang pada akhirnya terjadi
kelainan pada keduanya.
VI.

Diagnosis
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.

Glukosa darah merupakan rentang yang berkelanjutan (continuous spectrum).


Batas glukosa darah normal, prediabetes dan diabetes ditetapkan berdasarkan
kesepakatan (arbitary). Diganosa tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya
glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang
dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah
plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (wholeblood), vena, atau pun angka
kriteria diagnosis yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk
tujuan pemantauan hasil pengobatan dapatdilakukan dengan menggunakan
pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glucometer.
3

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan


adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti di bawah ini:
Keluhan klasik DM berupa : polyuria, polidipsi, polifagi dan penurunan berat

badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.


Keluhan lain dapatberupa :lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan
disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae vagina pada wanita.

Diagnosis DM pada dewasa tidak hamil dapat ditegakkan apabila :


1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >
200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM
2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa sekitar 8-10 jam>dari 126 mg/dL dengan
adanya keluhan klasik
3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO), meskipun TTGO dengan beban 75 g
glukosa lebih sensitive dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa
plasma puasa, namun pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO
sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan
karena membutuhkan persiapan khusus.
4. Pemeriksaan HbA1c (lebih dari 6,5 %) oleh ADA 2011 sudah dimasukkan
menjadi salah satu kriteria diagnosis DM, jika dilakukan pada sarana
laboratorium yang telah terstandarisasi dengan baik.
Menurut American Diabetes Assosiation diagnosis diabetes atau prediabetes
adalah :

Atau

Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM,


bergantung pada hasil yang diperoleh, maka dapat digolongkan kedalam kelompok
seseorang yang didiagnosis sebagai prediabetes, apabila :.
1. TGT (toleransi glukosa terganggu) : didiganosis TGT bila setelah pemeriksaan
TTGO didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140-199 mg/dL
(7,8-11,0 mmol/L)
2. GDPT (gula darah puasa terganggu) : diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah
pemeriksaan glukosa plasma puasa didapatkan antara 100-125 mg/dL (5,6-6,9
mg/dL) dan pemeriksaan TTGO gula darah 2 jam < 140 mg/Dl
3. Atau keduanya disebut homeostasis glukosa terganggu = HGT

Pada perjalanan penyakitnya, dalam waktu 1 tahun 6-10% pasien TGT akan
menjadi diabetes. Sedangkan pada pasien dengan TGT dan GPT dalam 6
tahun menjadi diabetes sebesar 60%, sedangkan pada individu yang normal
insiden diabetes hanya sekitar 5%
VII.

Manajemen
1. Non Farmakologi

Tujuan-tujuan terapi untuk diabete melitus adalah :


1. Jangka pendek : menghilangkan keluhan dan tanda DM, mempertahankan
rasa nyaman, dan mencapai pengendalian glukosa darah.
2. Jangka Panjang : mencegah dan menghambat progesivitas penyulit
mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati.
3. Turunnya morbiditas dan mortalitas DM.
Pilar utama dalam penanganan diabetes mellitus adalah :
1.
2.
3.
4.

Edukasi
Terapi gizi medis
Latihan jasmani
Intervensi farmakologis

Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani


selama beberapa waktu (2 4 minggu). Apabila kadar glukosa belum mencapai
sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral dan
suntikan insulin.
2. Farmakologi
Management Diabetes Melitus Tipe 1 (Insulin Dependent Diabetes Melitus)
Secara umum ADA (American Diabetes Asotiation) merekomendasikan target
kadar glukosa puasa sekitar 90 130mg/dL dan kadar A1C < 7%. Karena penderita
Diabetes Melitus tipe 1 produksi insulinnya kurang baik sebagian atau secara
keseluruhan, pemberian insulin eksogen sangat penting untuk mengatur pemecahan
glikogen, glukoneogenesis, lipolisis, dan ketogenesis.
Manajemen secara intensif
Manajemen secara intensif bertujuan untuk mencapai euglikemia atau gula
darah mendekati normal. Hal ini dilakukan dengan edukasi pada pasien, pengukuran
glukosa darah dan intake nutrisi pasien, serta regimen insulin yang dicocokan
dengan dosis insulin.
Keuntungan manajemen diabetes secara intensif adalah mencegah terjadinya
komplikasi mikrovaskular dan makrovaskular.
Persiapan Insulin
Preparasi insulin dihasilkan dari teknologi DNA rekombinan dan terdiri atas
rangkaian asam amino insulin manusia. Di Amerika Serikat, kebanyakan insulin
diformulasikan senagai U-100 (100 unit/mL), sebagaimana negara lain tersedia
dalam konsentrasi yang lain (misal U-40 = 40 U/mL.
Insulin diklasifikasikan ke dalam insulin kerja cepat dan kerja panjang. Contoh
dari insulin kerja cepat adalah insulin lispro. Insulin aspart dan

glulisin juga

merukapan analog insulin yang memiliki karakteristik seperti insulin lispro. Ketiga
insulin tersebut cocok digunakan saat waktu makan.

Kebutuhan insulin basal dapat dicukupi dengan insulin jangka panjang ( NPH
insulin, insulin glargine, insulin detemir). Kombinasi antara insulin NPH dengan
insulin kerja cepat dapat menurunkan absorbsi insulin kerja cepat.
Insulin yang diberikan secara inhalasi dengan menggunakan formulasi bubuk
insulin masih dalam tahap penelitian. Insulin inhalasi adalah insulin kerja cepat yang
mempunyai cara kerja yang sama dengan analog insulin. Insulin inhalasi sebaiknya
dikombinasikan dengan insulin kerja panjang untuk memenuhi kebutuhan insulin
basal. Atau dapat dikombinasikan dengan obat oral untuk pasien DM tipe 2. Insulin
inhalasi tersedia dalam dosis 1 dan 3 mg.
Regimen Insulin
Kebanyakan pasien membutuhkan lebih darisatu injeksi insulin harian.
Namun pemberian injeksi insulin kerja panjang lebih efektif digunakan pada
beberapa pasien. Regimen yang sering digunakan adalah kombinasi antara insulin
kerja cepat dan panjang. Pada beberapa kasus, kombinasi tersebut diberikan saat
pagi hari. Insulin kerja cepat diberikan sebelum makan siang dan sore. Kemudian
Insulin kerja panjang diberikan saat tidur (McGibbon, 2013 ; ADA, 2014, Fauci,
2008).
Management Diabetes MelitusTipe 2 (Non-insulin dependent Diabetes Melitus)
Manajemen yang penting pada penderita diabetes mellitus tipe 2 adalah
terapi diet dan meningkatkan aktivitas pasien. Obat hipoglikemi oral juga diperlukan
untuk menangani hiperglikemia.
Terapi Farmakologis Diabetes Melitus Tipe 2
1. Obat hipoglikemik oral
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan :
A. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue) : sulfonilurea dan glinid
B. Peningkat sensitivitas terhadap insulin : metformin dan tiazolidindion
C. Penghambat glukoneogenesis (metformin)
D. Penghambat absorbsi glukosa : penghambat glukosidase alfa
E. DPP-IV inhibitor
A. Pemicu sekresi insulin
1. Sulfonilurea

Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi


insulin oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien
dengan berat badan normal dan kurang.
Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai
keadaan seperti orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi
serta penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea
kerja panjang.
Sulfonilurea sampai saat ini terdapat 3 generasi :
a. Generasi I : Tolbutamid dan klorpropamid
b. Generasi II : Glibenklamid, Gliplizid, Glikazid, Glikuidon
c. Generasi III : Glimepirid
2. Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan
sulfonilurea, dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase
pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu repaglinid 9derivat
asam benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini dapat
mengatasi hiperglikemia post prandial.
B. Peningkat sensitivitas terhadap insulin
o Tiazolidindion
Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin
dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga
meningkatkan ambilan glukosa di perifer.
Tiazolidindion dikontraindikasi pada pasien dengan gagal
jantung kelas I IV karena dapat memperberat edema dan juga
gangguan faal hati.
C. Penghambat glukoneogenesis
o Metformin
Obat ini mempunyai efek utama negurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa
perifer. Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan
ginjal ( Serum kreatinin > 1,5 mg/dl) dan hati, serta pasien yang
memiliki kencenderungan hipoksemia.
D. Penghambat glukosidase alfa (Acarbose)
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorbsi glukosa di usus halus,
sehingga mempunyai edek menurunkan kadar gula darah sesudah makan.
E. DPP-IV inhibitor
Glucagon-like peptide-1 9GLP-1) merupakan suatu hormon peptida
yang dihasilkan oleh sel L di mukosa usus. GLP-1 merupakan perangsang
kuat pengelepas insulin dan sekaligus sebagai penghambat sekresi glukagon.
8

OHO yang masuk kelompok ini antara lain : Sitagliptin, Alogliptin, Saxagliptin,
dan Vildagliptin.
2. Suntikan
1. Insulin
a. Diperlukan pada keadaan :
- Penurunan berat badan yang cepat
- Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
- Ketoasidosis diabetik
- Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
- Hiperglikemia dengan asidosis laktat
- Gagal dengan OHO dosis optimal
- Stres berat ( infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
- Kehamilan dengan DM
- Gangguan faal ginjal dan hati yang berat
- Kontra indikasi dan atau alergi terhadap OHO
b. Jenis dan lama kerja insulin
- Insulin kerja cepat (Lispro, Aspart, Glulisine)
- Insulin kerja pendek (Insulin Reguler)
- Insulin kerja menengah (Insulin NPH)
- Insulin kerja panjang (Insulin Glargine)
- Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah

Saat ini tersedia berbagai insulin basal di pasar indonesia yaitu, insulin NPH
manusia (kerja menengah atau intermediate), insulin analog glargine dan detemir
(kerja panjang). Dosis awal insulin basal adalah 10 unit perhari diberikan saat
sebelum tidur. Dosis dapat dinaikan 2 unit setiap 3 hari jika sasaran glukosa darah
puasa belum tercapai.
Kadar glukosa darah puasa (mg/dl)
<70
70 130
>130
>180

Dosis insulin basal


Turunkan dosis 2 unit
Pertahankan dosis
Naikan dosis 2 unit tiap 3 hari
Naikan dosis 4 unit tiap 3 hari

Jika pemberian insulin basal dan obat oral gagal mencapai sasaran, dapat
dilakukan penambahan insulin prandial. Insulin ini dapat diberikan 1 3 kali sehari
tergantung jadwal makan dan diberikan dosis 4 unit sehari serta dapat disesuaikan.
VIII.

Komplikasi

Klasifikasi Komplikasi :

I.

Komplikasi Akut
Komplikasi akut terdiri dari :
1. Hipoglikemia
Batasan :
a. Hipoglikemia / Hipoglikemia Murni
True hypoglycemia : gejala hipoglikemia apabila glukosa darah kurang dari
60 mg/dl.
b. Reaksi Hipoglikemia
Hypoglycemic Reaction : gejala hipoglikemia apabila glukosa darah turun
mendadak, misalnya dari 400 mg/dl menjadi 150 mg/dl, meskipun glukosa
darah masih >100mg/dl.
c. Koma Hipoglikemik
Koma akibat glukosa darah turun sampai di bawah 30 mg/dl.
d. Hipoglikemia Reaktif
Reactive Hypoglycemia : gejala hipoglikemia yang terjadi 3-5 jam sesudah
makan. Biasanya pada angota keluarga DM atau orang yang memunyai
bakat DM.
Gejala :
- Lapar, gemetar
- Keringat dingin, berdebar
- Pusing, gelisah > koma
Gejala tersebut akibat dari hiperkathekolaminemia. Apabila terdapat neuropati
otonom, gejala klinik ini berkurang bahkan tidak ada (symptomless
hypoglycemia).
Diagnosis :
Diagnosis ditegakkan apabila ada gejala klinis seperti di atas dan glukosa
darah kurang dari 30-60 mg/dl tergantung pada macam hipoglikemia, maka
diagnosis hioglikemia dapat dibuat.
Penatalaksanaan :
Terapi hipoglikemia :
a. Pisang/roti/karbohidrat lain, bila gagal > nomer 2.
b. Teh gula/tetesi gula kental / madu di bawah lidah / bila gagal > nomer 3.
c. Injeksi glukosa 40% i.v. 25 ml (encerkan dua kali) > infus martos (maltosa
10%) atau glukosa 10%, bila belum sadar dapat diulang 25cc glukosa 40%
setiap jam (sampai sadar), dan dapat diulang sampai 6 kali, bila gagal >
nomer 4.
Injeksi glukosa 40% i.v. 25 ml, harap digunakan rumus 1,2,3 yaitu:
Rumus 1 : diberikan 1 flash bila kadar gula darah 60-90 mg/dl
Rumus 2 : diberikan 2 flash bila kadar gula darah 30-60 mg/dl
Rumus 3 : diberikan 3 flash bila kadar gula darah <30 mg/dl
d. Injeksi metilprednisolon 62,5-125 mg IV dan dapat diulang, serta dapat
dikombinasi dengan injeksi feniltoin 3 x 100 mg IV atau feniltoin oral dengan
dosis 3 x 100 mg sebelum makan.
10

e. Bila perlu, injeksi efedrin (bila tidak ada kontra indikasi : jantung, dan lainlain) 25-50 mg atau injeksi glukagon 1mg i.m.
2. Hiperglikemia
A. Koma Lakto-Asidosis (KLA)
Klasifikasi :
a. Koma asidosis asam laktat (KAAL) Tipe A (Primer : hipoksia)

Semua jenis shock


Decomp. Cordis

Asfiksia
Intoksikasi CO.

b. Koma asidosis asam laktat (KAAL) Tipe B


Kelainan sistemik :

DM
Neoplasia

RFT/LFT terganggu
Konvulsi

Glukosa-Alkohol

Obat :

- Biguanide
- Salisilat
- Alkohol (Metanol,Etanol)

(Sorbitol)

- Patofisiologi :
Di dalam hepar, ginjal, dan jaringan perifer terdapat reaksi
pembentukan bikarbonat dari asam laktat.
- Asam Laktat + H2O + O2
Bikarbonat
Apabila terdapat gangguan faal hepar dan atau ginjal dan
hipoksia jaringan, asam laktat tidak dapat diubah menjadi bikarbonat.
Akibatnya akan timbul hiperlaktatemia, dan menyebabkan koma laktoasidosis.
Keadaan ini akan lebih parah apabila terdapat angiopati diabetik
-

(yang menyebabkan hipoksia jaringan).


Faktor predisposisi KLA / AAL (Asidosis Asam Laktat) :
Infeksi
Shock, dan gangguan kardiovaskuler lainnya
Gangguan faal hepar dan atau ginjal
DM + Phenformin
Gangguan oksigenasi akibat dari PPOK, Mikroangiopati
Gejala Klinis :
Stupor / koma, hiperglikemia ringan. Bila dilakukan pengukuran
bikarbonat < 15 mEq/l, asam laktat >7mMol/l. Anion gap > 20 mEq (bila

kalium tidak dapat diukur).


- (K+Na)-(Cl+CO2) > 20 mEq atau (Na) (Cl+CO2) > 15 mEq
- Diagnosa :
11

Diagnosa ditegakkan apabila terjadi stupor atau koma, glukosa

darah sekitar 250 mg/dl, dan anion gap lebih dari 15-20 mEq/l.
- Penatalaksanaan :
Obat yang digunakan antara lain : Biguanide, Salisilat, Alkohol
(metanol, etanol), glukosa-alkohol (misalnya salbitol) dan lain-lain. Tetapi
dilakukan berdasarkan penyebabkan.
B. Ketoasidosis Diabetik-Koma Diabetik
- Klasifikasi :
- Keto Asidosis Diabetik (KAD) diklasifikasikan menjadi 4 :
- Stadium

- Macam,KAD

- PH darah

- Bikarbonat

- Ringan
- Sedang
- Berat
- Sangat

- KAD Ringan
- Perkoma

- 7,30-7,35
- 7,20-7,30
- 6,90-7,20
- <6,90

darah (BIK)
- 15-20 mEq/l
- 12-15 mEq/l
- 8-12 mEq/l
- <8 mEq/l

Berat

Diabetik
- Koma
Diabetik (KD)
- KD Berat

- Patogenesis :
- Melalui 2 proses yaitu :
A. Hiperglikemia

B. Hiperketogenesis

12

C. Kedua proses ini juga diikuti oleh perubahan-perubahan metabolik lain.


D. Diagnosis :
E. Kriteria diagnosis KAD adalah sebagai berikut :
a. Klinis : Poliuria, polidipsia, mual dan atau muntah, pernafasan Kussmaul
(dalam dan frekuen), lemah, dehidrasi, hipotensi sampai syok, kesadaran
terganggu sampai koma.
b. Darah : Hiperglikemia >300 mg/dl (biasanaya melebihi 500 mg/dl).
Bikarbonat <20 mEq/l (dan pH <7,35).
c. Urine : Glukosuria dan ketonuria.
F. Diagnosis Banding :
G. Diagnosis banding KAD yang perlu diperhatikan adalah (perbedaan klinis,
darah, urin) :
a. Koma hipoglikemia
b. Koma hiperosmoler nonketotik (K.Honk)
c. Koma lakto-asidosis (KLA)
H. Penatalaksanaan :
I.Protokol terapi KAD terdiri dari 2 fase yaitu : fase I (fase gawat) dan fase II
(fase rehabilitasi) dengan batas kadar glukosa darah antara kedua fase
tersebut sekitar 250 mg/dl.
J. Pedoman kebutuhan insulin :
1. Dalam Martos : insulin reguler 6-12 unit.
2. Dalam Potacol R : insulin reguler 4-8 unit.
3. Botol dibolak-balik sebelum diinfuskan.
K. Rumus menghitung :
L. Defisit Cairan = (Berat Jenis Plasma 1,025) x BB x 4 liter
M.Pedoman defisit dalam mEq Per kg BB : Rumus 6, 5, 4, 3, 2, 1
N. Na=6, K=5, Cl=4, PO4=3, BIK=2, Mg=1
O.
P. Rumus Defisit Bikarbonat : (25-Bik) = BB/5
Q. Keterangan :
R. Bik : Kadar bikarbonat penderita
S. BB : Berat Badan (kg)
T. Dosis Bik yang diberikan biasanya hanya separo dari defisit.
U. Prognosis :
V. Prognosis baiks selama terapi adekuat pada fase 1 dan 2, dan selama
tidak ada penyakit lain yang fatal (sepsis, syok septik, infark miokard akut,
trombosis, serebral, dan lain-lain.
C. Koma Hiperosmolar Non-Ketotik (K.HONK)
W.Patogenesis :

X. Faktor-faktor pencetus : thiazide, glucose drinks, infection, corticosteroid,


Beta blocker, phenytoin, cimelidine, chlorpromazide. Patofisiologi : grossy
elevated glucagon, defisiensi insulin relatif, dan sufficient insulinto inhibit
lipolysin.
Y. Diagnosis :
Z. Diagnosis klinis, dikenal dengan sebutan Tetralogi HONK : 1 Yes, 3 No yaitu :
1. Glukosa dasar >600mg/dl (Hyper Glycemia), dengan tidak ada riwayat
diabetes sebelumnya biasanya 1000 mg/dl, bikarbonat >15 mEq/l, pH darah
normal (NO Kussmaul), NO Ketonemia, glukosa darah relatif rendah bila ada
Nefropati.
2. Dehidrasi berat, hipotensi

shock, tidak ada kussmaul, terdapat gejala

Neurologi, reduksi +++, bau aseton tidak didapatkan, ketonuria tidak ada .
AA. Diagnosis pasti, dikenal dengan sebutan Pentalogi HONK. Diagnosis
ditegakkan apabila terdapat diagnosis dan osmolaritas darah > 325-350
mOSM/l.
AB. OSM darah = 2(Na+K) + glukosa mg/dl + ureum mg/dl
AC.
18
6
AD.
AE.
AF.
AG.
AH.

Diagnosis Banding :
KAD, koma lakto-asidosis.
Penatalaksanaan :
Hampir sama dengan terapi KAD : Fase I + Fase II tanpa infus bikarbonat,

tetapi diberikan :
1. NaCl 0,45%.
2. RI seperti pada terapi KAD.
3. Antibiotika menurut indikasi.
AI. Apabila plasma Na < 150 mEq/l diberi normal saline, namun apabila
plasma Na >150 mEq/l diberi hypotonic saline.
AJ. Prognosis :
AK. K.HONK mempunyai prognosis buruk, yaitu dengan mortalitas 50%.
AL.
II. Komplikasi Kronik
1. Infeksi (furunkel, karbunkel, TBC paru, UTI, mikosis)
2. Mata
- N III, N IV, N II (Neuritis Optica), dan nervi sentralis lain.
- Lensa cembung sewaktu hiperglikemia (miopia-reversible, tetapi katarak-

irreversible)
Retinopati DM = RD (Non-Proliferative Retinopathy, Maculopathy, dan
Proliferative Retinopathy)

- Glaucoma
- Perdarahan Corpus Vitreum
3. Mulut
- Ludah (kental, mulut kering = Xerostomia Diabetik)
- Gingiva (udematus, merah tua, gingivitis)
- Periodontum (rusak biasanya karena mikroangiopati periodontis DM, semuanya
menyebabkan gigi mudah goyah-lepas)
- Lidah (tebal, rugae, gangguan rasa akibat dari neuropati)
4. Jantung
- Mudah menghidap PJK atau Infark
- Silent infarction 40% (karena neuropati otonom)
- Adanya neuropati otonom menyebakan kenaikan denyut jantung per menit tidak
sesuai sewaktu latihan.
5. Tractus Urogenitalis
AM.
``Nefropati Diabetik, Sindrom Kiemmelstiel Wilson, Pielonefritis,
necrotizing papillitis, UTI, DNVD = Diabetic Neurogenic Vesical Dysfunction =
Diabetic Bladder (dapat menyebabkan retensio / inkontinensia.
AN.
``Impotensi diabetik (biasanya kadar testosteron normal, oleh karena itu
jangan diberi suntikan Testosteron).
AO.
Klasifikasi Impotensi Diabetik (Disfungsi Ereksi Diabetik = DE-D) :
a. DE-D Psikogenik (Tes Ereksi Pagi Positif)
b. DE-D Organik (Tes Ereksi Pagi Negatif)
- Apabila lama <6bulan
reversible
- 6-24 bulan
meragukan sembuh
- >2tahun
biasanya Irreversible
c. Psikogenik dan Organik (prognosis lebih parah)
- Terapi disfungsi ereksi : pada saat ini banyak dilaksanakan injeksi PGE 1 intra
cavernosa jenis sebelum coitus (efek samping : pria pisanus). Selain itu juga
dapat dipakai kapsul VIAGRA (generik : Sildenafril), yang diminum 30-60 menit
sebelum coitus.
6. Saraf
AP. Saraf Perifer (parestesia, anestesia, Gloves Neuropathy, kramp, Nocturnal
pain). Neuropathic Pain disebabkan oleh karena adanya aktivasi C-Fiber
Release of EAA (Excitory Amino Acid)

aktivasi NMDA N-Methyl-D-Aspartate

Receptors dan timbullah Neuropthic Pain Syndromes. Gabapentin (R/Neurontin)


Carbamazepine, Oxcarbazeprine, adalah obat-obat untuk Painful Diabetic
Neuropathy (PDN), karena dapat menekan proses aktivasi tersebut.
AQ. Saraf Otonom : Gastrointestinalis (Neuropati Esofagus, Gastroparese
Diabeticum, Gastro Atrophy, Diare Diabetik), Gastroparase Diabeticum dapat

menyebabkan rasa mual, perut mudah penuh. Sedang pada regio urogenital bisa
terjadi seperti : (DNVD, retensio urinae, UTI, impotensi, vulvitis). Pada kelenjar
keringat : neuropati otonom dapat menyebabkan distribusi keringat tidak merata,
ada yang kering ada yang basah.
7. Kulit
AR. Gatal, shinspot (Dermopati Diabetik), Necrobiosis Lipoidica Diabeticum,
selulitis gangren. Skinspot berupa bercak-bercak hitam di kulit daerah tulang
kering. Necrobiosis Lipodica Diabeticorum berupa luka oval, khronik, tepi
keputihan (biasanya merupakan manifestasi mikroangiopati).
AS.
IX. Sepuluh petunjuk hidup sehat :
AT. G. (Glucose)
AU.

Batasi penggunaan gula dan makanan / minuman yang terlalu manis.

Moto : Sugar is Disease. Untuk penderita DM pantang gula : harus diusahakan


regulasi DM yang baik dan berkesinambungan (usahakan selalu <7%)
1. U. (Uric Acid)
AV.
Batasi makan makanan yang mengandung banyak purin, karena dapat
menimbulkan hiperurisemia dengan efek samping antara lain : mudah timbul
agregasi trombosit. Batasi JAS-BUKET : Jeroan, Alkohol, Sarden-Burung Dara,
Unggas, kaldu, Emping, Tape.
2. L. (Lipid)
AW.
Usahakan mencapai Desirable-LIPID TRIAD (Kolesterol, Trigliserida,
Kolesterol-HDL), atau cegahlah terjadinya dislipidemia, dengan cara :
- Hindarkan makan makanan berlemak secara berlebihan. Kurangi makanan
yang mengandung TEK-KUK-CS2 (Telur, Keju-Kepiting, Udang, Kerang-Cumi,

3.
4.
5.
6.

Susu,Santan)
- Budayakan makan sayur dan buah-buahan setiap hari.
O. (Obesity)
AX.
Cegah Kegemukan (usahakan IMT <25, atau BBR <110%)
H. (Hypertension)
AY.
Cegahlah konsumsi garam yang berlebihan
C. (Cigarette)
AZ.
Stop merokok
I. (Inactivity)
BA.
Olahraga teratur, setiap hari 300Kcal, atau 2000Kcal/minggu atau jalan

setiap hari 3km.


7. S. (Stress)

BB.
Usahakan tidur nyenyak minimal 6 jam sehari untuk meredam stress
8. A. (Alcohol Abuse)
BC.
Stop minum alkohol
9. R. (Regular Check Up)
BD.
Laksanakan check up secara terat
BE.
BF.
BG.
BH.
BI.
BJ.
BK.
BL.
BM.
BN.
BO.
BP.
BQ.
BR.
BS.
BT.
BU.
BV.
BW.
BX.
BY.
BZ.
CA.
CB.
CC.
CD.
CE.
CF.
CG.
CH.
CI.
Refrensi
CJ.
1. Fauci, et al, 2008. Harrisons Principles Of Internal Medicine. 17nd Edition.
United States of America : McGraw-Hills, chapter. 338
2. Khardori, Romesh , 2014 ; Type 2 Diabetes Mellitus medication . Diperoleh 12
Agustus 2014 dari http://emedicine.medscape.com/article/117739-medication
3. McGibbon, Angela et al, 2013 ; Pharmacotherapy in Type 1 Diabetes ; Diperoleh
dari http://guidelines.diabetes.ca/Browse/Chapter12
4. Tjokroprawiro A, Setiawan PB, Santoso D, Soegiarto G, 2015, Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, Airlangga University Press, Surabaya

CL.

CK.

Anda mungkin juga menyukai