PRESENTASI KASUS
Tanggal: 01 April 2014
Presentan: Aep Saepudin, dr
Pembimbing dan penilai : Amaylia Oehadian, dr., SpPD-KHOM
I. PENDAHULUAN
Seorang laki-laki 46 tahun yang datang ke Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Hasan
Sadikin dengan keluhan utama buang air besar hitam. Diagnosis saat masuk adalah
Gastropati erosiva berdarah dd/ Ulkus peptikum berdarah. Pada hari perawatan ke empat
dilakukan endoskopi dan tidak ditemukan adanya sumber perdarahan pada saluran cerna
bagian atas. Selama perawatan penderita didiagnosis Melena e.c perdarahan saluran makan
bagian bawah . Pada hari ke 5 perawatan penderita meninggal karena syok hemoragik yang
tidak teratasi. Kasus ini menarik karena melena yang disebabkan oleh perdarahan saluran
makan bagian bawah merupakan kasus yang jarang. Pada kasus ini akan dibahas penyebab
melena karena perdarahan saluran makan bagian bawah dan kapan diperlukan intervensi
bedah pada kasus seperti ini.
Seorang laki laki berusia 46 tahun datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) Penyakit
Dalam RS Hasan Sadikin tanggal 17-02-2014 jam 20.00 dengan keluhan utama buang air
besar hitam lengket seperti aspal sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, sebanyak 5
kali. Keluhan disertai muntah berupa sisa makanan sebanyak 3 kali. Tidak ada muntah seperti
kopi. Keluhan tidak disertai nyeri ulu hati. Tidak ada mata tampak kuning atau buang air
1
kecil seperti teh pekat. Tidak ada panas badan. Keluhan juga disertai lemah badan dan
pandangan berkunang kunang bila dari duduk ke berdiri. Buang air kecil tidak ada kelainan.
Penderita pernah mengalami buang air besar hitam seperti ini 2 minggu yang lalu sebanyak 3
kali. Keluhan disertai mual tanpa muntah. Sejak 6 bulan SMR penderita sering minum jamu
kuku bima, vit C-1000 atau ekstra joss, dalam 1 bulan terakhir penderita minum minuman
tersebut lebih sering yaitu seminggu 2-3 kali, terakhir minum pada 1 minggu sebelum bab
hitam. Tidak ada riwayat sakit liver. Tidak ada riwayat kelainan darah di keluarga. Karena
keluhannya, pasien ke RSUD Ujung Berung dan dirawat sebanyak 2 kali terakhir 2 minggu
SMRS. Pada perawatan pertama selama 1 minggu, ditransfusi sebanyak 7 kantong darah
merah, lalu pasien disarankan ke poli gastro RSHS. Namun pasien kembali berobat ke RSUD
Ujung Berung dan dirawat lagi selama 1 minggu dan ditransfusi sebanyak 8 kantong darah
merah, karena Hb masih 5 , Penderita
memiliki penyakit darah tinggi dan kencing manis tidak ada, riwayat memiliki penyakit
dengan kelainan darah di keluarga tidak ada, riwayat penyakit kuning dan orang tua dengan
sakit kuning tidak ada.
Dari pemeriksaan fisik pada saat masuk IGD didapatkan keadaan umum sakit sedang,
compos mentis, gizi cukup . Tekanan darah 90/60 mmHg, Nadi 90 x/menit regular , equal,
isi kurang , pernafasan 20 x/menit, suhu 36oC. Pada pemeriksaan kepala didapatkan
konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik, papil lidah atrofi (-), hipertrofi gusi (-). Pada
pemeriksaan leher didapatkan JVP 5+2 cm H2O, kelenjar getah bening colli tidak teraba.
Pada pemeriksaan thorak didapatkan bentuk dan gerak simetris, spider nevi (-), ginekomastia
(-), batas paru-hepar Inter Costal Space V kanan, peranjakan 2 cm. Kelenjar getah bening
axilla tidak teraba. Pemeriksaan jantung dan paru-paru dalam batas normal. Pada abdomen
didapatkan datar, lembut, hepar tidak teraba, Lien tidak teraba, ruang Traube isi, bising usus
(+) normal. Kelenjar getah bening inguinal tidak teraba. Pada pemerikasaan ekstremitas
didapatkan akral hangat, capillary refill time < 2, edema(-)/(-), spoon nail -/Pada pemeriksaan penunjang didapatkan hemoglobin 3,9 gr%, hematokrit 13 %, lekosit
4200/mm3, eritrosit 1,48 juta /mm 3, trombosit 226.000/mm3, MCV 84,5 fl, MCH 26,4 pg ,
MCHC 31,2 g/dL , basofil 0, eosinofil 1, batang 0, segmen 69, limfosit 24, monosit 6. Feses :
warna hitam, lembek, darah (-), lendir (-), nanah (-), parasit (-), eritrosit(-), leukosit 1, telur
cacing (-), Amoeba (-), FOBT (+). Urine : kuning, jernih, darah (-), BJ <1,005, pH 6,0, nitrit
(-), protein (-), glukosa (-), keton (-), bilirubin (-), eritrosit (-) , leukosit 1, epitel (-), kristal (-),
bakteri (-), silinder (-). Hasil EKG didapatkan irama sinus. Hasil rontgent pulmo dan cor
tidak terdapat kelainan, scoliosis vertebrae thoracalis ke kanan.
Pada awal masuk penderita didiagnosa Gastropati erosiva berdarah dd/ ulkus peptikum
berdarah ec NSAID dan Anemia ec. Perdarahan gastrointestinal.
Selama perawatan di IGD penderita mendapatkan tindakan pasang NGT dan bilas lambung
yang rencananya bila jernih di aff dan diberikan diet lunak 1500 kkal/hari dan mendapatkan
pengobatan infus NaCL 0,9 % 2000 cc dalam 24 jam, pantoprazole 80 mg iv bolus
dilanjutkan drip 8 mg//jam selama 72 jam (Saat ini PPI tidak ada persedian di RSHS,
sehingga keluarga disarankan untuk membeli, namun karena masalah biaya, tidak dibeli
sehingga diberikan obat berupa : ranitidin 2 x 1 ampul sebagai ganti PPI )
) , Sukralfat 4x 10 cc PO, transfusi PRC 2 u/hari, target HB > 8 gr/dl (Di IGD transfusi darah
belum diberikan, Transfusi baru dilakukan di IHC 2 labu) Rencana endoskopi (jadwal hari
Kamis tgl. 20/02/2014) , monitor tanda-tanda vital, intake dan output, rawat ruang intensif.
Dari
pemeriksaan fisik didapatkan, tekanan darah 83/61 mmHg dan Nadi 120 kali/menit, setelah
diberikan NaCl 0,9% 500 cc, tekanan darah naik menjadi 104/ 60 mmHg, nadi menjadi 100
x/ menit, respirasi 20 kali/menit, suhu afebris. Penderita mendapatkan resusitasi cairan
dengan NaCl 0,9% 1000 cc diguyur dilanjutkan dengan NaCl 1500 cc/hari. Rencana periksa
PT, APTT, Fibrinogen, D Dimer, , Hb post transfusi, Rencana endoskopi dan screening
hepatitis kronis ( anti HCV, HbsAg) , rencana rawat MIC. Pantoprazole tidak ada persediaan
(sedang diusahakan dibeli oleh keluarga) sementara penderita mendapat ranitidine 2x1 ampul
iv, Jika NGT jernih dan retensi tidak ada diet cair. Hasil visite supervisor Gastro , diberikan
terapi omeprazol 3x40 mg iv, asam tranexamat 3x1 ampul iv, besok endoskopi, pasien
dipuasakan sampai endoskopi, transfusi PRC 2 unit dengan target hb lebih atau sama dengan
8 gr/dl.
Hasil pemeriksaan laboratorium : HB 4,5 gr/dl (post transfusi PRC 2 unit) , Ht 15%, lekosit
8600/mm3, eritrosit 1,76 juta/ uL, trombosit 304.000/mm3, PT 12,1 detik, INR 1,02 detik,
APTT 22,4 detik, fibrinogen 179,3 mg/dl, D dimer kuantitatif 0.7 mg/L, Anti HCV
kromatografi non reaktif , HBsAg kromatografi non reaktif.
Hari perawatan keempat (20-02-2014)
Tidak didapatkan adanya melena. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit
sedang, kesadaran kompos mentis TD 102/60 mmHg, Nadi 82 kali/menit, Nafas 20
kali/menit, suhu afebris. Input : 990 cc/24 jam, Output: 1142 /24 jam, Balance: -152 cc/ 24
jam. Hasil pemeriksaan laboratorium: Hb 5,7 % ( post transfusi PRC 2 unit ) , Ht 18%,
lekosit 4700/mm3, eritrosit 2.17 juta u/L, trombosit 228.000/ mm 3. Jam 10.00 dilakukan
endoskopi dengan hasil : Esofago gastroduodenoskopi dalam batas normal
Diagnosis kerja : melena ec ulkus duodenum dd/ perdarahan SMBB ( diagnosa berubah
setelah endoskopi) . Terapi : Bedrest, diet lunak 1200 kkal/hari KH:L 60 : 40 protein 1,2
gr/kg BB/hari, Infus NaCl 0,9 % 2500 cc target balance 0 s/d + 500 cc, Transfusi PRC 2
unit / hari target Hb > 8 gr dl, asam traneksamat 3 x 1 amp iv.
Lapor supervisor gastro: acc rawat ruang biasa, DK/: suspek perdarahan intestinal dd/ colon,
rencana colonoscopy. Pkl. 19.00 wib pasien pindah ke ruang fresia 2.
Total transfusi yang sudah diberikan sampai hari ke empat adalah 8 labu, saat akan ke Fresia
sedang terpasang labu ke -8
Hari ke lima perawatan (21-02-2014)
Pkl. 06.45 wib, pasien mengeluhkan lemas badan, Dari pemeriksaan fisik didapatkan,
keadaan umum sakit sedang, kesadaran komposmentis , tekanan darah 90/60 mmHg, nadi
100 kali/menit, respirasi 20 kali/menit, suhu 36,1 oC. Pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan
198.000/mm3. Pkl. 09.00 wib, penderita mengalami buang air besar hitam kemerahan encer
sebanyak 1 gelas. Dari pemeriksaan fisik didapatkan, keadaan umum tampak sakit berat,
kesadaran somnolen. Tekanan darah
25
kali/menit, suhu afebris. akral dingin. Pada rectal touch didapatkan : darah kehitaman
campur kemerahan. Pada saat itu dibuat diagnosa syok hemoragik e.c perdarahan saluran
makan bagian bawah. Penderita mendapat terapi resusitasi cairan NaCl 0,9% 1500 cc+ RL
1000 cc , oksigen 4 liter/menit nasal canule, Transfusi PRC 2 unit, Pasang NGT dan kateter,
puasa, transfusi PRC 4 unit lagi (pkl.11 2 labu (+), 2 labu lagi sedang disiapkan), posisi
trendelenburg ( elevasi kaki 45 derajat), vit K 3x1 ampul IV, asam tranexamat 3x1 ampul IV,
rencana colonoscopy, monitor tanda vital, intake output dan perdarahan , rawat di MIC. Pkl.
10.30 wib. Visite supervisor gastro : suspek perdarahan dari intestinal e.c divertikel dd/
malignancy, acc rawat MIC, Pkl. 10.45: Informed consent pada keluarga pasien tentang
kondisi pasien terjadi perburukan.
Di Ruang Fresia 2, Transfusi PRC belum masuk karena masih menunggu persediaan darah
dari PMI.
Penderita pindah ke MIC Pkl. 11.00, Follow up di MIC: Kesadaran: somnolen, sakit berat,
TD 90/60 mmHg, denyut jantung 118 x/menit, R 4 x/menit , SaO2 60 %, suhu afebris, akral
dingin. Dk/ perdarahan SMBB dengan syok hipovolemik dan hipoksia ec. Syok hipovolemik.
Terapi yang diberikan : Bagging, rehidrasi koloid 500 cc + NaCl 0,9 %, transfusi PRC,
konsul bedah digestif untuk kolonoskopi cito
5
somnolen, sakit berat, tekanan darah 112/63 mmHg, respirasi 20x/menit, denyut jantung 124
x/menit, akral dingin.Terapi yang diberikan :
tekanan darah > 90/60 mmHg, transfusi PRC 2 unit + koloid 500 cc (sedang dilakukan), asam
traneksamat 3x 1 ampul, vit K 3x 1 ampul, R/ kolonoskopi CITO, Cross match darah PRC
dan FFP. Pasien dikonsulkan ke bagian Bedah Digestif pkl. 09.00. Jawaban konsul bedah
digestif pkl. 11.30 : Diagnosa perdarahan saluran cerna bagian bawah e.c susp. Divertikulum
dd/ perdarahan tumor Colon, dengan hasil pemeriksaan fisik: kesadaran somnolen, tekanan
darah 90/ 60 mmHg, nadi 104 kali/menit, respirasi 24 kali/menit, suhu afebris, konjungtiva
anemis +/+, abdomen datar, lembut, BU (+) menurun, nyeri tekan (-), defance muscular (-).
Pada rectal toucher didapatkan : sfingter kuat, mukosa licin, ampula tidak kolaps, massa (-).
ST : feses (+) bercampur darah merah kehitaman. Saran monitoring urine output, pasang cvc,
lanjutkan resusitasi target TD 90/60, transfusi s/d Hb 10 gr/dl dengan PRC+FFP. Rencana
colonoscopy jika sudah stabil. Jika pasien dalam keadaan hemodinamik yang tidak stabil
rencana laparatomi eksplorasi Cito.
somnolen ,sakit berat, tekanan darah 100/65 mmHg, denyut jantung 112 x/menit, respirasi
26 x/menit, suhu afebris, konjungtiva anemis (+)/(+), JVP 5 + 2 cmH2O, NGT bersih,
abdomen bising usus (+) normal, nyeri tekan epigastrium (-). Direncanakan laparatomi
eksplorasi CITO FU bedah Digestif CITO, Resusitasi transfusi PRC NaCl 0,9 % : RL
1 : 1, Pantoprazole 2 x 40 mg iv ( sedang mengurus Protokol terapi) , Sukralfat 4 x 10 cc.
Dilakukan pemeriksaan serial Hb, Ht,lekosit,trombosit / 4 jam. Pkl. 19.15 wib, Terpasang
CVP dan terbaca I6, Hasil laboratorium Hb 2.6 g/dL, Ht 8%, lekosit 10.400/ mm 3, eritrosit
0,98 juta/uL, trombosit 121.000 /mm3.
Pada jam 20.15 wib, penderita mengalami desaturasi, dilakukan bagging saturasi 60-80%.
Pkl. 20.35 didapatkan bradikardi diberikan SA 1 ampul IV, resusitasi,intubasi. Pkl. 21.15.
penderita dinyatakan meninggal dengan penyebab kematian: Syok hemoragik yang tidak
teratasi.
Selama di MIC penderita mendapat transfusi PRC 6 labu jam 15.00 dipesankan kembali ,
namun darah baru ada jam 22.00
III.PERMASALAHAN
1. Apa penyebab perdarahan saluran makan bagian bawah yang bermanifestasi
sebagai melena ?
2. Kapan diperlukan intervensi bedah pada kasus ini?
IV.
1.
PEMBAHASAN
Apa penyebab perdarahan saluran makan bagian bawah yang bermanifestasi
sebagai melena ?
Perdarahan saluran cerna merupakan masalah yang sering dihadapi, manifestasinya
bervariasi mulai dari perdarahan massif yang mengancam jiwa hingga perdarahan samar yang
tidak dirasakan. Pendekatan pada pasien dengan perdarahan saluran cerna adalah dengan
menentukan beratnya perdarahan dan lokasi perdarahan. Hematemesis (muntah darah segar
atau hitam) menunjukan perdarahan dari saluran bagian atas, proksimal dari ligamentum
Treitz. Melena (tinja hitam, bau khas) biasanya akibat perdarahan saluran cerna bagian atas,
meskipun demikian perdarahan dari usus halus atau kolon bagian kanan, juga dapat
menimbulkan melena.1
Hematosezia lazimnya menandakan sumber perdarahan dari kolon, meskipun perdarahan dari
saluran cerna bagian atas yang banyak juga dapat menimbulkan hematosezia atau feses warna
marun. Dalam kurun waktu dekade terakhir tampaknya pasien akibat perdarahan saluran
cerna meningkat secara signifikan. Mortalitas akibat perdarahan saluran cerna bagian bawah
adalah 3,6 %.1
Perdarahan saluran cerna bagian bawah umumnya didefinisikan sebagai perdarahan
yang berasal dari usus sebelah bawah ligamentum Treitz. Penderita dengan perdarahan
saluran cerna bagian bawah datang dengan keluhan darah segar sewaktu buang air besar.
Hampir 80% dalam keadaan akut berhenti dengan sendirinya dan tidak berpengaruh pada
tekanan darah, seperti perdarahan hemoroid, polip kolon, kanker kolon atau colitis. Hanya 15
% pasien dengan perdarahan hebat dan berkelanjutan berdampak pada tekanan darah.
Perdarahan berat biasanya berasal dari bagian proksimal dan terminal ileum . Sebanyak 11%
penderita dengan hematosezia sebenarnya berasal dari perdarahan saluran cerna bagian atas
dan 9% berasal dari usus halus.1 Walaupun jarang terjadi, perdarahan masif secara khusus
dipikirkan bila dibutuhkan transfusi darah lebih dari 3-5 unit dalam waktu 24 jam. Kejadian
perdarahan saluran cerna bagian bawah dalam setahun diperkirakan sekitar 20-30 % kasus
per 100000 populasi di Negara barat.2 Angka perawatan di rumah sakit juga meningkat lebih
dari 200 kali di antara dekade ke 3 sampai 9 yang berhubungan dengan meningkatnya
insiden divertikulosis dan keganasan.3
Karakteristik klinik perdarahan saluran cerna bagian bawah dapat berupa :
Hematosezia
Diartikan darah segar yang keluar melalui anus dan merupakan manifestasi tersering
dari perdarahan saluran cerna bagian bawah. Hematosezia lazimnya menunjukan
perdarahan kolon sebelah kiri, namun demikian perdarahan seperti ini juga dapat
berasal dari saluran cerna bagian atas, usus halus, transit darah yang cepat.1
Melena
Diartikan sebagai tinja yang berwarna hitam dengan bau yang khas. Umumnya
melena menunjukan perdarahan saluran cerna bagian atas atau usus halus, namun
demikian melena dapat juga berasal dari perdarahan kolon sebelah kanan dengan
perlambatan mobilitas. Tidak semua kotoran hitam ini melena karena bismuth, sarcol,
licorice, obat-obat yang mengandung besi (obat tambah darah) dapat menyebabkan
feses menjadi hitam. Oleh karena itu dibutuhkan test guaiac untuk menentukan
adanya hemoglobin.1
Darah samar
Timbul bilamana ada perdarahan ringan namun tidak sampai merubah warna tinja.
Perdarahan jenis ini dapat diketahui dengan test guaiac.1
Pemeriksaan Penunjang :
Kolonoskopi.
Bilamana perdarahan saluran cerna berlangsung perlahan atau sudah berhenti maka
pemeriksaan kolonoskopi merupakan prosedur diagnostik yang terpilih sebab
akurasinya
tinggi
dalam
menentukan
sumber
perdarahan
sekaligus
dapat
Mekanisme terjadinya melena yaitu karena hemoglobin di konversi menjadi hematin atau
hemokrom lainnya oleh bakteri di saluran pencernaan setelah 14 jam.1
Penyebab perdarahan saluran cerna bagian bawah dari beberapa penelitian dapat dilihat pada
tabel 1.
Tabel 1. Diagnosis akhir dari perdarahan saluran cerna bagian bawah mayor dari tujuh
penelitian.4
Diagnosis
Rata-rata (%)
Diverticulosis
20-55
33
Angiodysplasia
3-37
Cancer / polyp
8-30
19
Colitis
6-22
18
Anorectal
0-9
Lain-lain
3-14
Tidak diketahui
1-25
16
Keterangan:
Colitis: termasuk IBD, Infectious Colitis, Ischemic Colitis, Radiation Colitis, Vasculitis, Inflamasi
yang tidak diketahui penyebabnya
Lain-lain: Perdarahan post polypectomi, fistula aortocolonic, Trauma dari fecal impaksi, dan
perdarahan anostomosis.
Berdasarkan data-data , pada kasus ini , adanya perdarahan saluran cerna bagian bawah pada
usia
keganasan. Untuk inflammatory bowel disease dan neoplasma pada kasus ini kurang sesuai
karena :
10
Tidak didapatkan adanya riwayat perubahan buang air besar ( diare atau konstipasi )
sebelum terjadinya hematosezia
Prevalensi divertikula adalah sebanyak 5 % pada usia 40 tahun, 30 % pada usia 60 tahun dan
65% pada usia 80 tahun. Berdasarkan jenis kelamin, pada usia < 50 tahun lebih sering
ditemukan pada laki-laki , antara usia 50-70 tahun sedikit dominan pada wanita, sedangkan
pada usia > 70 tahun lebih sering ditemukan pada wanita.5
Kurang mengkonsumsi serat adalah penyebab yang paling mungkin dan pertama kali
dijelaskan untuk terjadinya penyakit divertikular oleh Painter dan Burkit pada akhir 1960.
Teori ini menyatakan bahwa bahwa serat adalah agen pelindung terhadap perkembangan
divertikula dan diverticulitis . Serat tidak larut menyebabkan pembentukan feses yang lebih
besar, yang mengarah ke penurunan efektivitas dalam segmentasi kolon. Hasil keseluruhan
adalah bahwa tekanan intrakolonik tetap dekat dengan kisaran normal selama peristaltik
kolon.5
Divertikula berkembang pada tempat yang lemah pada dinding kolon , tempat di mana recta
vasa menembus lapisan otot sirkular sebagai herniates divertikulum. Vasa recta berada di atas
kubah dari divertikulum dan menjadi rentan terhadap trauma. Divertikula biasanya terjadi
11
sepanjang usus besar, pendarahan divertikular cenderung terjadi pada kolon yang berdinding
tipis.6
Perdarahan divertikular adalah penyebab umum dari perdarahan saluran cerna bagian bawah .
Penderita biasanya datang dengan perdarahan yang masif yang keluar dari rektal dan tanpa
nyeri. Perdarahan divertikular dapat berhenti secara spontan pada sekitar 80 % penderita.6
Penderita dengan perdarahan divertikular biasanya timbul dengan onset mendadak dan tidak
nyeri. Kadang-kadang disertai dengan kram ringan pada perut atau dorongan untuk buang air
besar, feses biasanya berwarna merah terang, maroon atau berwarna lebih gelap dan sering
bercampur dengan bekuan gelatines.6
Pada pemeriksaan kolonoskopi, jika ditemukan stigmata perdarahan, seperti pembuluh darah
yang menonjol atau bintik-bintik pigmen terkait dengan divertikulum, terapi dapat diterapkan
secara langsung ke area ini. Sebuah studi retrospektif kecil terapi endoskopik pada 10 pasien
tidak menemukan episode perdarahan ulang menggunakan kombinasi injeksi epinefrin dan
elektrokauter therapy. Klip endoskopi ditempatkan (endoclips), fibrin sealant, dan ligasi yang
terbukti efektif dalam mengontrol perdarahan divertikular dalam tiga kasus kecil . Jika
kolonoskopi tidak tersedia atau jika gagal menemukan atau mengontrol sumber perdarahan,
maka diperlukan intervensi lebih lanjut.
upaya untuk melokalisasi sumber perdarahan dan membantu dengan terapi yang ditargetkan
oleh arteriografi atau operasi.7
Intra-arterial infus vasopresin selama arteriografi berhasil mengidentifikasi pendarahan pada
72 persen pasien dan mengendalikan perdarahan pada 90 persen pasien. Namun tingkat
perdarahan ulang 50 persen dan jarang digunakan dalam praktiknya . Terapi arteriografi
selektif dengan embolisasi adalah efektif (76-100 persen pasien sudah terkontrol
perdarahannya) dan aman (hanya kurang dari 20 persen pasien mengalami iskemia setelah
embolisasi ).8
Data-data yang mendukung dan kurang sesuai dengan kemungkinan diagnosis perdarahan
divertikular pada pasien ini adalah:
Data yang mendukung
12
Perdarahan berulang
Berdasarkan data klinis dan literatur, penyebab melena karena perdarahan saluran makan
bawah pada kasus ini yang paling mungkin adalah : perdarahan divertikular di kolon kanan ,
sehingga dapat bermanifestasi sebagai melena.
1. Kapan diperlukan intervensi bedah pada kasus ini?
Intervensi bedah jarang diperlukan pada perdarahan karena divertikel karena
perdarahan dapat berhenti sendiri pada 86 persen pasien . Untuk intervensi bedah
meliputi kebutuhan transfusi dalam jumlah besar (yaitu , lebih dari empat unit PRC
dalam waktu 24 jam ) , perdarahan berulang yang refrakter atau tidak bisa menerima
terapi , atau ketidakstabilan hemodinamik yang tidak merespon terhadap terapi medis .
Pada pasien dengan perdarahan yang tidak terkontrol yang membutuhkan pembedahan
darurat , mortalitas tinggi ( 10 sampai 20 persen ) , sering kali karena hipotensi dan
kondisi komorbid. Prosedur bedah terpilih adalah
elektif harus dipertimbangkan pada pasien dengan dua atau episode berulang perdarahan
divertikular.6
Pada kasus ini, sebaiknya pada perawatan hari pertama pasien sudah dikonsulkan ke
bagian bedah karena sebelum ke RSHS pasien sudah mendapatkan transfusi darah 15
labu . Hal ini merupakan petunjuk bahwa terjadi perdarahan saluran cerna yang masif
dan penatalaksanaan pada pasien ini dapat dikatakan tidak berhasil dan memerlukan
intervensi yang bersifat invasif baik untuk diagnostik maupun terapetik.
Tes diagnostik awal yang direkomendasikan adalah kolonoskopi , yang dilakukan
dalam waktu 12 sampai 48 jam setelah timbul gejala dan setelah persiapan yang cepat
pada usus dengan
Bagan 1. Algoritma Diagnosis dan Penatalaksanaan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Bawah. 2
Pada kasus ini pada hari perawatan ke empat terjadi syok hemoragik akibat perdarahan
saluran cerna bagian bawah yang belum diketahui sumber perdarahannya. Pada perawatan
hari pertama penderita mendapat transfusi 2 labu perhari dan tidak pernah mencapai target
Hb 8 gr/dl, dengan Hb maksimal yang tercapai 5, 7 gr/dl ( pada hari ke empat perawatan)
tetapi setelah itu Hb cenderung turun lagi. Artinya tindakan konservatif yang sudah dilakukan
sudah bisa dikatakan gagal pada hari ke dua perawatan dan memerlukan intervensi lain yang
lebih agresif baik untuk mengetahui sekaligus untuk menghentikan sumber perdarahan.
15
Ringkasan
Telah dibahas kasus perdarahan saluran cerna masif pada penderita laki-laki usia 46 tahun
yang paling mungkin disebabkan karena perdarahan divertikula di kolon kanan yang
bermanifestasi sebagai melena . Penderita meninggal pada hari ke 5 perawatan karena syok
hemoragik. Berdasarkan data kebutuhan transfusi yang sudah diterima penderita , pada hari
pertama perawatan seharusnya dilakukan tindakan diagnostik segera ( endoskopi saluran
cerna atas dan bawah) dan dikonsulkan ke bagian Bedah untuk penilaian diperlukannya
tindakan bedah untuk mengatasi perdarahan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Abdullah M. Perdarahan Saluran Cerna Bagian Bawah dan Perdarahan Samar.
Dalam : Sudoyo AW; Setyohadi B; Alwi Idrus; Simadribata M; Setiati S editor. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V. Jakarta: Interna Publisihing; 2009; 453-459.
2. Raphaeli T, Menon R. Current Treatment of Lower Gastrointestinal Hemorrhage. Clin
Colon Rectal Surg 2012;25:21927.
3. Lee J, Constantini TW, Coimbra R. Acute Lower GI Bleeding For The Acute Care
Surgeon: Current Diagnosis and Management. Scandinavian Journal of Surgery
2009 ; 98: 13542.
16
4. Elta G.H, Takami M. Approach To The Patient With Gross Gastrointestinal Bleeding.
In : Yamada T, Alpers D.H, Kaloo A.N , eds. Principles Of Clinical Gastroenterology ,
5th Edition. USA: Blackwell Publishing; 2008;122-151.
5. Murphy T, Hunt R.H, Fried M, Krubshuis JH. World Gastroenterology Organisation
Practice Guidelines : Diverticular Desease (2007). (Dikutip 10/3/2014) Di akses
melalui:http://www.worldgastroenterology.org/assets/download/en/pdf/guidelines/07_
diverticular_desease.pdf
6. Wilkins T, Baird C, Pearson A.N, Schade R.R. Diverticular Bleeding. Am Fam
Physician. 2009 ; 80: 977-83.
7. Barnert J, Messmann H. Diagnosis and Management of Lower Gastrointestinal
Bleeding. Nature Reviews: Gastroenterolgy and Hepatology 2009; 6: 637-644.
8. MacLean A. Lower Gastrointestinal Bleeding. Department of Surgery University of
Calgary.
17