Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Anemia merupakan salah satu komplikasi paling sering terkait dengan kehamilan.
Anemia adalah penurunan kapasitas darah membawa oksigen dan ditandai dengan penurunan
konsentrasi hemoglobin. Salah satu perubahan yang paling signifikan adalah ekspansi volume
darah dengan peningkatan volume plasma yang tidak proporsional, sehingga biasanya terjadi
penurunan hematokrit.1, 2
Anemia yang sering ditemukan dalam kehamilan adalah anemia defisiensi besi dan
anemia megaloblastik. Anemia defisiensi besi terjadi karena kurangnya zat besi dalam makanan
untuk memenuhi kebutuhan zat besi ibu yang hamil, kebutuhan zat besi untuk janin dan plasenta,
dan pendarahan post partum. Karena itu, cadangan zat besi yang dibutuhkan ibu hamil minimal
lebih dari 500 mg. Perubahan diet dengan konsumsi makanan yang kaya zat besi dan
penambahan suplemen zat besi dianjurkan pada ibu hamil. Anemia megaloblastik terjadi karena
kerusakan sintesis DNA yang disebabkan oleh defisiensi asam folat atau vitamin B12. 3, 4, 5
Pada kehamilan kebutuhan oksigen lebih tinggi sehingga memicu peningkatan produksi
eritropoietin. Akibatnya, volume plasma bertambah dan sel darah merah (eritrosit) meningkat.
Namun, peningkatan volum plasma terjadi dalam proporsi yang lebih besar jika dibandingkan
dengan peningkatan eritrosit sehingga terjadi penurunan konsentrasi hemoglobin (Hb) akibat
hemodilusi. 6
Ekspansi volume plasma merupakan penyebab anemia fisiologik pada kehamilan.
Volume plasma yang terekspansi menurunkan hematokrit (Ht), konsentrasi hemoglobin darah
(Hb), dan hitung eritrosit, tetapi tidak menurunkan jumlah absolut. Hb atau eritrosit dalam
sirkulasi. Mekanisme yang mendasari perubahan ini belum jelas. Ada spekulasi bahwa anemia
fisiologik dalam kehamilan bertujuan menurunkan viskositas darah maternal sehingga
meningkatkan perfusi plasental dan membantu penghantaran oksigen serta nutrisi ke janin.6

Ekspansi volume plasma mulai pada minggu ke-6 kehamilan dan mencapai maksimum pada
minggu ke-24 kehamilan, tetapi dapat terus meningkat sampai minggu ke-37. Pada titik
puncaknya, volume plasma sekitar 40% lebih tinggi pada ibu hamil dibandingkan perempuan
yang tidak hamil. Penurunan hematokrit, konsentrasi hemoglobin, dan hitung eritrosit biasanya
tampak pada minggu ke-7 sampai ke-8 kehamilan dan terus menurun sampai minggu ke-16
sampai ke-22 ketika titik keseimbangan tercapai.6
Suatu penelitian memperlihatkan perubahan konsentrasi Hb sesuai dengan bertambahnya
usia kehamilan. Pada trimester pertama, konsentrasi Hb tampak menurun, kecuali pada
perempuan yang telah memiliki kadar Hb rendah (< 11,5 g/dL). Konsentrasi paling rendah
didapatkan pada trimester kedua, yaitu pada usia kehamilan sekitar 30 minggu. Pada trimester
ketiga terjadi sedikit peningkatan Hb, kecuali pada perempuan yang sudah memiliki kadar Hb
tinggi (>14,6 g/dL) pada pemeriksaan pertama.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Anemia secara praktis didefinisikan sebagai kadar Ht, konsentrasi Hb, atau hitung
eritrosit di bawah batas normal. Namun, nilai normal yang akurat untuk ibu hamil sulit
dipastikan karena ketiga parameter laboratorium tersebut bervariasi selama periode
kehamilan. Umumnya ibu hamil dianggap anemik jika kadar hemoglobin di bawah 11 g/dL
atau hematokrit kurang dari 33%. Namun, CDC membuat nilai batas khusus berdasarkan

trimester kehamilan dan status merokok (Tabel 1). Dalam praktik rutin, konsentrasi Hb
kurang dari 11 g/dL pada akhir trimester pertama dan <10 g/dL pada trimester kedua dan
ketiga diusulkan menjadi batas bawah untuk mencari penyebab anemia dalam kehamilan.
Nilai-nilai ini kurang lebih sama nilai Hb terendah pada ibu-ibu hamil yang mendapat
suplementasi besi, yaitu 11,0 g/dL pada trimester pertama dan 10,5 g/dL pada trimester kedua
dan ketiga.6
Tabel 1 nilai batas untuk anemia pada perempuan
Status

Hemoglobin (g/dL)

Hematokrit (%)

12,0

36

11,0
10,5
11,0

33
32
33

Kehamilan
Tidak hamil
Hamil
Trimester 1
Trimester 2
Trimester 3
Rokok per hari
Status
Kehamilan
Tidak hamil
Hamil
Trimester 1
Trimester 2
Trimester 3

10-20 batang
Hb (g/dL)
Hematokrit (%)

21-40 batang
Hb (g/dL)
Hematokrit (%)

12,3

37

12,5

37,5

11,3
10,8
11,3

34
33
34

11,5
11,0
11,5

34,5
33,5
34,5

B. Epidemiologi
Sebagian besar perempuan mengalami anemia selama kehamilan, baik di negara maju
maupun negara berkembang. World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa 3575% ibu hamil di negara berkembang dan 18% ibu hamil di negara maju mengalami anemia.
Namun, banyak di antara mereka yang telah menderita anemia pada saat konsepsi, dengan
perkiraan prevalensi sebesar 43% pada perempuan yang tidak hamil di negara berkembang
dan 12% di negara yang lebih maju. Di Indonesia angka anemia menunjukkan nilai yang
cukup tinggi yaitu 63,5%.6
C. Patofisiologi

Kehamilan berhubungan dengan perubahan fisiologis yang berakibat pada peningkatan


volume cairan dan sel darah merah serta penurunan konsentrasi protein pengikat zat gizi
dalam sirkulasi darah, termasuk penurunan zat gizi mikro. Peningkatan produksi sel darah
merah ini terjadi sesuai dengan proses perkembangan dan pertumbuhan masa janin yang
ditandai dengan pertumbuhan tubuh yang cepat dan penyempurnaan susunan organ tubuh.
Adanya kenaikan volume darah pada saat kehamilan akan meningkatkan kebutuhan zat besi.
Pada trimester pertama kehamilan, zat besi yang dibutuhkan sedikit karena peningkatan
produksi eritropoetin sedikit, oleh karena tidak terjadi menstruasi dan pertumbuhan janin
masih lambat. Sedangkan pada awal trimester kedua pertumbuhan janin sangat cepat dan
janin bergerak aktif, yaitu menghisap dan menelan air ketuban sehingga lebih banyak
kebutuhan oksigen yang diperlukan. Akibatnya, kebutuhan zat besi semakin meningkat untuk
mengimbangi peningkatan produksi eritrosit dan karena itu rentan untuk terjadinya anemia
terutama anemia defisiensi besi.3
Konsentrasi hemoglobin normal pada wanita hamil berbeda pada wanita yang tidak
hamil. Hal ini disebabkan karena pada kehamilan terjadi proses hemodilusi atau pengenceran
darah, yaitu terjadi peningkatan volume plasma dalam proporsi yang lebih besar jika
dibandingkan dengan peningkatan eritrosit. Dalam hal ini, oleh karena peningkatan oksigen
dan perubahan sirkulasi yang meningkat terhadap plasenta dan janin, serta kebutuhan suplai
darah untuk pembesaran uterus, terjadi peningkatan volume darah yaitu peningkatan volume
plasma dan sel darah merah. Namun, peningkatan volume plasma ini terjadi dalam proporsi
yang lebih besar yaitu sekitar tiga kali lipat jika dibandingkan dengan peningkatan eritrosit
sehingga terjadi penurunan konsentrasi hemoglobin akibat hemodilusi. Hemodilusi berfungsi
agar suplai darah untuk pembesaran uterus terpenuhi, melindungi ibu dan janin dari efek
negatif penurunan venous return saat posisi terlentang, dan melindungi ibu dari efek negatif
kehilangan darah saat proses melahirkan.7, 8, 9
Hemodilusi dianggap sebagai penyesuaian diri yang fisiologis dalam kehamilan dan
bermanfaat pada wanita untuk meringankan beban jantung yang harus bekerja lebih berat
semasa hamil karena sebagai akibat hipervolemi cardiac output meningkat. Kerja jantung
akan lebih ringan apabila viskositas darah rendah dan resistensi perifer berkurang sehingga
tekanan darah tidak meningkat. Secara fisiologis, hemodilusi ini membantu si ibu
mempertahankan sirkulasi normal dengan mengurangi beban jantung.7, 8, 9

Ekspansi volume plasma dimulai pada minggu ke-6 kehamilan dan mencapai maksimum
pada minggu ke-24 kehamilan, namun dapat terus meningkat sampai minggu ke-37. Volume
plasma meningkat sebesar 45-65 % dimulai pada trimester II kehamilan dan mencapai
maksimum pada bulan ke-9 yaitu meningkat sekitar 1000 ml, menurun sedikit menjelang
aterm serta kembali normal dalam tiga bulan setelah partus. Stimulasi yang meningkatkan
volume plasma seperti laktogen plasenta yang menyebabkan peningkatan sekresi aldosteron. 7,
8

Volume plasma yang bertambah banyak ini menurunkan hematokrit, konsentrasi


hemoglobin darah, dan hitung eritrosit, tetapi tidak menurunkan jumlah absolut Hb atau
eritrosit dalam sirkulasi. Penurunan hematokrit, konsentrasi hemoglobin, dan hitung eritrosit
biasanya tampak pada minggu ke-7 sampai ke-8 kehamilan dan terus menurun sampai
minggu ke-16 hingga ke-22 ketika titik keseimbangan tercapai. Oleh sebab itu, apabila
ekspansi volume plasma yang terus-menerus tidak diimbangi dengan peningkatan produksi
eritropoetin sehingga menurunkan kadar Hct, konsentrasi Hb, atau hitung eritrosit di bawah
batas normal, timbullah anemia.9
D. Etiologi
Penyebab anemia tersering adalah defisiensi zat-zat nutrisi. Seringkali defisiensinya
bersifat multipel dengan manifestasi klinik yang disertai infeksi, gizi buruk, atau kelainan
herediter seperti hemoglobinopati. Namun, penyebab mendasar anemia nutrisional meliputi
asupan yang tidak cukup, absorbsi yang tidak adekuat, bertambahnya zat gizi yang hilang,
kebutuhan yang berlebihan, dan kurangnya utilisasi nutrisi hemopoietik.5
Sekitar 75% anemia dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi besi yang
memperlihatkan gambaran eritrosit mikrositik hipokrom pada apusan darah tepi. Penyebab
tersering kedua adalah anemia megaloblastik yang dapat disebabkan oleh defisiensi asam
folat dan defisiensi vitamin B12. Penyebab anemia lainnya yang jarang ditemui antara lain
adalah hemoglobinopati, proses inflamasi, toksisitas zat kimia, dan keganasan.5
E. Gejala Klinis
Gejala klinis dari anemia bervariasi bergantung pada tingkat anemia yang diderita.
Berdasarkan gejala klinisnya anemia dapat dibagi menjadi anemia ringan, sedang dan berat.
Tanda dan gejala klinisnya adalah : 3, 10, 11
a) Anemia ringan

: adanya pucat, lelah, anoreksia, lemah, lesu, dan sesak.


5

b) Anemia sedang

: adanya lemah dan lesu, palpitasi, sesak, edema kaki, dan tanda

malnutrisi seperti anoreksia, depresi mental, glossitis, ginggivitis, emesis atau diare.
c) Anemia berat : adanya gejala klinis seperti anemia sedang dan ditambah dengan tanda
seperti demam, luka memar, stomatitis, koilonikia, pika, gastritis, termogenesis yang
terganggu, penyakit kuning, rambut halus dan rapuh, hepatomegali dan splenomegali bisa
membawa seorang dokter untuk mempertimbangkan kasus anemia yang lebih berat.
F. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis anemia dalam kehamilan dibutuhkan anamnesis yang akan
diperoleh keluhan berupa pucat, lelah, anoreksia, lemah, lesu, sesak, berdebar-debar, muntahmuntah, diare. Selain itu dari pemeriksaan fisis dapat ditemukan edema kaki, tanda
malnutrisi seperti anoreksia, depresi mental, glossitis, ginggivitis, stomatitis, koilonikia, pika,
gastritis, termogenesis yang terganggu, penyakit kuning, hepatomegali dan splenomegali
sesuai dengan derajat anemia yang diderita. 3, 10, 11
Pemeriksaan penunjang dan pengawasannya dapat dilakukan dengan alat sahli. Hasil
pemeriksaan Hb dengan sahli dapat digolongkan sebagai berikut:
a) Anemia ringan : Hb 10 11 gr%
b) Anemia sedang : Hb 7 10 gr%
c) Anemia berat

: Hb < 7 gr%

Pada pemeriksaan laboratorium berupa indeks sel darah merah membantu menentukan
ada tidaknya kelainan abnormal pada sel darah merah seperti defisiensi zat besi (MCV yang
rendah) atau makrositosis (MCV yang tinggi). Pemeriksaan hemoglobin atau hematokrit

Kriteria anemia menurut CDC (Centers for Disease Control)

Reticulocyte
harus diulang saat trimester ketiga (lebih kurang
28 sampaicount
32 minggu) dan lebih sering jika

diindikasikan. Ras tertentu harus mempunyai tes skrining untuk kondisi tertentu seperti pada
pasien kulit hitam harus menjalani tes Sickledex atau elektroforesis hemoglobin untuk
Meningkat

Normal atau menurun

melihat sickle cell trait disease dan menentukan defisiensi glucose 6-phosphate

3, 10
Makrositik,
MCV>100,
dehydrogenase.
AnemiaAnemia
Mikrositik,
MCV <80,
Pertimbangkan
:
Pertimbangkan
:
Pertimbangkan
:
1. Kehilangan darah akut.
1. Defisiensi As.Folat
2. Terapi zat besi yang baru.1. Defisiensi zat besi. Cek ferritin, TIBC dan plasma iron level.
2. Defisiensi vit.
2. Hemoglobinopati.
CekB12
hemoglobin dan elektroforesis.
3. Anemia Hemolitik.
Cek serum folat dan B12 level. Pertimbangkan malabsorbsi, gangguan makan dan ekstrim diet se
Cek apusan darah tepi dan tingkat heptaglobin.

Anemia Normositik, MCV 80-100


Pertimbangkan:
1. Defisiensi zat besi ringan
2. Anemia disebabkan penyakit kronik. Cek fungsi tes renal, hepatik dan tiroid.

Gambar 2 : Algoritma untuk diagnosis anemia berdasarkan hasil darah laboratorium (Dikutip dari kepustakaan 4).

G. Beberapa Jenis Anemia


Anemia Defisiensi Besi
Anemia dalam kehamilan yang paling sering ditemukan adalah anemia akibat kekurangan
zat besi. Kekurangan ini dapat disebabkan oleh : 3, 10, 11
a. Kurangnya intake unsur zat besi dalam makanan.
b. Gangguan absorpsi zat besi : muntah dalam kehamilan mengganggu absorpsi,
peningkatan pH asam lambung, kekurangan vitamin C, gastrektomi dan kolitis kronik,
atau dikonsumsi bersama kandungan fosfat (sayuran), tanin (teh dan kopi), polyphenol
(coklat, teh, dan kopi), dan kalsium (susu dan produk susu).
c. Kebutuhan besi yang meningkat
d.
Banyaknya zat besi keluar dari tubuh : perdarahan
Keperluan zat besi bertambah selama kehamilan, seiring dengan bertambahnya usia
kehamilan. Peningkatan penggunaan zat besi yang diabsorpsi di dalam tubuh meningkat dari
0.8mg/hari di awal kehamilan hingga 7.5mg/hari pada trimester akhir. Zat besi rata-rata yang

dibutuhkan untuk wanita hamil adalah 800 mg, 300 mg adalah untuk janin dan plasenta, dan 500
mg ditambahkan untuk hemoglobin ibu. Hampir 200 mg zat besi hilang saat perdarahan
persalinan dan post partum. Jadi, penyimpanan minimal zat besi di dalam tubuh wanita hamil
adalah lebih dari 500 mg di awal kehamilan. Apabila zat besi tidak ditambahkan dalam
kehamilan maka akan mudah terjadi anemia defisiensi zat besi terutama pada kehamilan kembar,
multipara, kehamilan yang sering dalam jangka waktu yang singkat dan pada vegetarian. Di
daerah tropis, zat besi banyak keluar melalui keringat dan kulit. Suplemen zat besi setiap hari
yang dianjurkan untuk ibu hamil tidak sama untuk beberapa negara. 3, 10, 11
Penegakan diagnosis anemia defisiensi besi yang berat tidak sulit karena ditandai ciri-ciri
yang khas bagi defisiensi besi. Menggunakan pemeriksaan apusan darah tepi dapat ditemukan
mikrositosis dan hipokromasia. Anemia yang ringan tidak selalu menunjukkan ciri-ciri khas
tersebut, bahkan banyak yang bersifat normositik dan normokrom. Hal itu disebabkan karena
defisiensi besi dapat berdampingan dengan defisiensi asam folat. Sifat lain yang khas bagi
defisiensi besi adalah kadar zat besi serum rendah, ferritin yang rendah, daya ikat zat besi serum
tinggi, protoporfirin eritrosit tinggi, reseptor transferin yang meningkat, dan tidak ditemukan
hemosiderin dalam sumsum tulang. Apabila pada pemeriksaan kehamilan hanya hemoglobin
yang diperiksa dan ditemukan Hb < 10gr/dL maka wanita tersebut dapat dianggap menderita
anemia defisiensi besi, baik yang murni maupun yang dimorfis, karena anemia tersering dalam
kehamilan adalah anemia defisiensi besi. 3, 10, 11

Gambar 3. Diagnosis anemia defisiensi besi

Terapi zat besi oral telah terbukti efektif dalam menanggulangi anemia defisiensi besi
pada banyak kasus. Pemberian suplementasi besi setiap hari pada ibu hamil sampai minggu ke-

28 kehamilan pada ibu hamil yang belum mendapat zat besi dan nonanemik (Hb <11g/dl dan
ferritin > 20 g/l) menurunkan prevalensi anemia dan bayi berat lahir rendah.6
Menurut Depkes RI (1999), tablet zat besi diberikan pada ibu hamil sesuai dengan dosis
dan cara yang ditentukan yaitu: 12
Dosis Pencegahan
Diberikan pada kelompok sasaran tanpa pemeriksaan Hb. Dosisnya yaitu 1 tablet (60 mg
besi elemental dan 0,25 mg asam folat) berturut-turut selama minimal 90 hari masa kehamilan
mulai pemberian pada waktu pertama kali ibu memeriksa kehamilannya. Obat yang sering
digunakan adalah tablet Fe sulfat, furamat, atau glukonat secara oral dengan dosis 1x200mg. 12
Dosis Pengobatan
Diberikan pada sasaran (Hb < ambang batas) yaitu bila kadar Hb < 11gr% pemberian
menjadi 3 tablet sehari selama 90 hari kehamilannya.12
Pada beberapa orang, pemberian tablet zat besi dapat menimbulkan gejala-gejala seperti
mual, nyeri di daerah lambung, kadang terjadi diare dan sulit buang air besar, serta pusing. Selain
itu, setelah mengonsumsi tablet tersebut tinja dapat berwarna hitam, namun hal ini tidak
membahayakan. Frekuensi efek samping tablet zat besi ini bergantung pada dosis zat besi dalam
tablet tersebut, bukan pada bentuk campurannya. Semakin tinggi dosis yang diberikan maka
kemungkinan efek samping akan semakin besar. Tablet zat besi yang diminum saat perut dalam
keadaan terisi akan mengurangi efek samping yang ditimbulkan namun hal ini juga menurunkan
tingkat penyerapannya.12
Terapi parenteral zat besi diberikan hanya apabila terdapat kontraindikasi dengan terapi
oral. Zat besi parenteral diberikan dalam bentuk ferri secara intramuskular, dapat disuntikkan
dekstran besi, Imferon, atau sorbitol besi. Hasilnya akan lebih cepat tercapai dan penderita hanya
merasa nyeri pada tempat suntikan. Akhir-akhir ini, Imferon banyak pula diberikan dengan infus
dengan dosis total antara 1000-2000 mg unsur zat besi sekaligus dengan hasil yang sangat
memuaskan.6, 8
Walaupun zat besi intravena dengan infus kadang-kadang menimbulkan efek samping,
namun apabila ada indikasi yang tepat maka cara ini dapat dilakukan. Efek sampingnya lebih
kurang dibandingkan dengan transfusi darah. Darah secukupnya harus tersedia selama persalinan
yang harus segera diberikan apabila terjadi perdarahan yang lebih dari biasanya, walaupun tidak
lebih dari 1000 ml. Makanan kaya zat besi yang dianjurkan untuk ibu hamil yaitu seperti daging
9

sapi (besi dalam hemoglobin dan mioglobin), daging ayam dan ikan (besi dalam mioglobin),
sayuran hijau dan kacang-kacangan (kaya zat besi dan asam folat). 6, 13
Protokol Iron Dextran
Indikasi :
Pengobatan anemia defisiensi besi pada pasien yang tidak dapat mengabsorbsi zat
besi secara oral.
Kontraindikasi :
1. Hipersensitif pada iron dextran complex
2. Digunakan secara hati-hati pada penderita dengan asma, gangguan hepar,
dan arthritis rheumatoid.
Dosis :
Tes Dosis :
1. 0,5 mL i.v/i.m untuk permulaan terapi
2. Untuk i.v dosis, dilusi 25mg/0,5 mL dalam 50 mL isotonic saline solution
dan infus sekitar 15 menit.
3. Sediakan epinephrine di samping penderita. Observasi penderita selama 30
menit untuk melihat ada tidaknya reaksi anafilaktik.
Dosis (mL) :
1. 0,0476 x berat badan (kg) x (14,8 observasi Hgb) + (1mL/5kg hingga
maksimum 14mL untuk penyimpanan zat besi)
2. Dosis maksimum i.v = 3000mg (60 mL)
3. Dilusi jumlah dosis di dalam 250 - 1000mL isotonic saline solution.
Volume yang sering digunakan 500mL
4. Konsentrasi maksimum = 50 mg/mL
5. Infus selama 1-6 jam (kecepatan tidak lebih dari 50mg/min). Batas waktu
infus yang sering digunakan sekitar 2-3 jam. Observasi pasien untuk
25mL yang pertama untuk mengobservasi ada tidaknya reaksi alergik.
Jangan menambah iron dextran pada total nutrisi parenteral.
Efek samping:
1. Kardiovaskular : flushing, hipotensi, kolaps kardiovaskular (<1%)
2. Sistem saraf pusat : pusing, demam, nyeri kepala (>10%), menggigil(<1%)
3. Dermatologik : urtikaria, flebitis (<1%), kelainan pewarnaan pada kulit
(hipopigmentasi, hiperpigmentasi).
4. Gastrointestinal : nausea, muntah, perubahan warna pada urin (1-10%)
5. Respiratorik : diaphoresis (>10%).
Catatan : diaphoresis, urtikaria, demam, menggigil, dan pusing mungkin timbul
24-48 jam pertama setelah diberikan i.v dan 3-4 hari setelah i.m. Reaksi
10

anafilaktik terjadi dalam menit-menit pertama setelah disuntik.


Observasi : Tekanan darah setiap 5 menit selama tes dosis. Lihat reaksi alergik
dan efek samping 3-4 hari pertama. Cek hemoglobin dan retikulosit.
Gambar 4 : Tabel di atas menunjukkan cara pemberian preparat besi pada wanita hamil beserta efek sampingnya 4

Anemia Megaloblastik
Anemia megaloblastik dalam kehamilan disebabkan karena defisiensi asam folat
(pterolyglutamic acid) dan jarang sekali oleh karena defisiensi vitamin B12 (cyanocobalamin).
Asam folat merupakan vitamin larut air yang bersumber dari daging, hati, kacang-kacangan, dan
sayuran hijau. Penyimpanan asam folat pada tubuh yaitu di hepar. Berbeda dari negara-negara
Eropa dan Amerika Serikat, frekuensi anemia megaloblastik dalam kehamilan cukup tinggi di
Asia. Hal ini erat hubungannya dengan defisiensi gizi di negara yang berkembang. Anemia
megaloblastik sering ditemukan pada multipara yang berusia lebih dari 30 tahun atau individu
dengan diet tidak adekuat (intake asam folat yang kurang). Faktor lain yang menyebabkan
terjadinya anemia megaloblastik adalah pasien yang mempunyai riwayat penyakit seperti
preeklampsia, eklampsia, sickle cell anemia, dan pasien yang masih dalam pengobatan epilepsi
(primidone atau fenitoin).3, 7, 14
Asam folat diperlukan untuk sintesis DNA di dalam tubuh dan karena itu diperlukan
kebutuhan asam folat maksimum saat jaringan janin dibentuk. Defisiensi asam folat terjadi
disebabkan oleh : 13
a) Intake yang kurang : diet yang kurang asam folat, muntah dalam kehamilan
b) Penggunaan asam folat meningkat : kebutuhan saat hamil bertambah, kecepatan pertumbuhan
janin, plasenta dan jaringan uterus.
Turunnya kadar hemoglobin tidak terjadi sampai habisnya simpanan folat yaitu sekitar 90 hari.
Gejala klinis termasuk lesu, anoreksia, depresi mental, glossitis, ginggivitis, emesis atau diare
biasa terjadi.3
Diagnosis anemia megaloblastik ditegakkan apabila ditemukan megaloblas atau
promegaloblas dalam darah atau sumsum tulang. Sifat khas anemia megaloblastik dari apusan
darah tepi adalah makrositik dan hiperkrom yang tidak selalu dijumpai kecuali apabila
anemianya sudah berat. Perubahan-perubahan dalam leukopoesis seperti hipersegmentasi
granulosit dan polimorfonuklear merupakan petunjuk bagi defisiensi asam folat. Defisiensi asam

11

folat sering berdampingan dengan defisiensi zat besi dalam kehamilan. Standar baku emas untuk
penegakan diagnosis anemia megaloblastik adalah dengan pemeriksaan kadar serum folat
absorption test dan clearance test asam folat.4, 6, 7
Pengobatan untuk anemia megaloblastik dalam kehamilan sebaiknya diberikan terapi oral
asam folat bersama-sama dengan zat besi. Tablet asam folat diberikan dalam dosis 1-5 mg/hari
pada anemia ringan dan sedang dan dapat mencapai 10 mg/hari pada anemia berat. Anemia
megaloblastik jarang disebabkan oleh defisiensi vitamin B12. Apabila anemia megaloblastik
disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 maka dapat diberikan secara parentral 1000g/minggu
selama 6 minggu atau sampai kadar hemoglobin kembali normal. Oleh karena anemia
megaloblastik dalam kehamilan pada umumnya berat maka transfusi darah kadang-kadang
diperlukan pada kehamilan yang masih preterm atau apabila pengobatan dengan berbagai obat
penambah darah biasa tidak berhasil. 6, 14
H. Komplikasi
Anemia dalam kehamilan memberi pengaruh kurang baik bagi ibu, baik dalam
kehamilan, persalinan maupun dalam nifas dan masa selanjutnya. Berbagai penyulit dapat timbul
akibat anemia seperti berikut : 3
1) Pengaruh Anemia terhadap Kehamilan
a) Abortus (keguguran)
b) Persalinan prematur
c) Gangguan pertumbuhan janin
d) Ancaman dekompensasi kordis (Hb < 6 gr%)
e) Mudah terjadi infeksi
f) Hyperemesis gravidarum
g) Perdarahan sebelum persalinan
h) Ketuban pecah dini.
2) Pengaruh Anemia terhadap Persalinan
a) Gangguan his
b) Kala II dapat berlangsung lama dan partus lama
c) Kala uri dapat diikuti retensio plasenta dan kelemahan his.
3) Pengaruh Anemia pada saat Nifas

12

a) Terjadi subinvolusi uteri yang menimbulkan perdarahan post partum


b) Memudahkan infeksi puerpuerium
c) Pengeluaran ASI berkurang
d) Terjadinya dekompensasi kordis.
4) Pengaruh Anemia terhadap Janin
a) Kematian janin dalam kandungan
b) Berat bayi lahir rendah
c) Kelahiran dengan anemia
d) Cacat bawaan
e) Mudah terinfeksi hingga kematian perinatal
f) Inteligensi yang rendah.

I.

Prognosis
Prognosis anemia defisiensi besi dalam kehamilan pada umumnya baik bagi ibu dan
anak. Persalinan dapat berlangsung seperti biasa tanpa pendarahan banyak atau adanya
komplikasi lain. Anemia berat meningkatkan morbiditas dan mortalitas wanita hamil. Walaupun
bayi yang dilahirkan dari ibu yang menderita anemia defisiensi besi tidak menunjukkan
hemoglobin (Hb) yang rendah, namun cadangan zat besinya kurang sehingga baru beberapa
bulan kemudian akan tampak sebagai anemia infantum. 6, 7, 14
Anemia megaloblastik dalam kehamilan mempunyai prognosis cukup baik tanpa
adanya infeksi sistemik, preeklampsi atau eklampsi. Pengobatan dengan asam folat hampir
selalu berhasil. Apabila penderita mencapai masa nifas dengan selamat dengan atau tanpa
pengobatan maka anemianya akan sembuh dan tidak akan timbul lagi. Hal ini disebabkan
karena dengan lahirnya anak, kebutuhan asam folat jauh berkurang. Anemia megaloblastik
berat dalam kehamilan yang tidak diobati mempunyai prognosis buruk.3,6,7

13

Daftar Pustaka
1) Sifakis S, Pharmakides G, Anemia in Pregnancy, Departement of Obstetrics and
Gynecology University of Heraklion, Crete, Greece. 2000. Available at:
http://www.researchgate.net/profile/Stavros_Sifakis/publication/12500357_Anemia_in_p
regnancy/links/02e7e52e380e796a47000000.pdf tanggal 5 November 2016.
2) Cunningham F.G., Kenneth J.L., et al. Anemia in Pregnancy Williams Manual of
Obstetrics, 23rd edition. Mc Graw Hill. United States. 2010. P. 1138-44
3) Pernoll M.L. Medical and surgical complications during pregnancy: Hematologic
th
disorders. In : Benson & Pernolls handbook of obstetrics & gynecology. 10 edition.
New York : McGraw-Hill Medical Publishing Division. 2001. P. 435-8
4) Weiner C.P, Oh C. Coagulation and hematological disorders of pregnancy. In : Reece
rd
E.A, Hobbins J.C, Gant N.F, eds. Clinical obstetrics, the fetus & mother. 3 edition.
Massachusetts : Blackwell Publishing. 2007. P. 849-51
5) Cunningham F.G, Hauth J.C, Bloom S.L, Leveno K.J et al. Hematological disorders. In :
nd
William obstetrics. 22 edition. New York : Mc-Graw Hill Medical Publishing Division.
2005. P. 1143, 1145, 1148
6) Prawirohardjo, Sarwono. Kelainan Hematologik. Ilmu Kebidanan. 4 th edition. Jakarta: PT
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2014. P 774-80
7) Hudono S.T. Penyakit darah. Dalam : Wiknjosastro H, Saifuddin A.B, Rachimhadhi T,
eds. Ilmu kebidanan. 3rd edition. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,
2006. P. 448, 450-7.
8) Pitkin J, Peattie A.B, Magowan B.A. Anemia in pregnancy. In : Obstetrics and
st
gynaecology, an illustrated colour text. 1 edition. London: Churchill Livingstone, 2003.
P. 32-3
9) Sinurat TS. Anemia dalam kehamilan. 2012. Available from: URL:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21579/5/Chapter%20I.pdf. Tanggal 29
Oktober 2016.
10) Sutkin G, Isada N.B, Stewart M, Powell S. Hematologic complications. In: Evans A.T,
th
Seigafuse S, Shaw R. et al, eds. Manual of obstetrics. 7 edition. Texas: Lippincott
Williams & Wilkins, 2007. P. 328, 330-1.
11) Szymanski L.M, Mumuney A.A. Hematologic disorders of pregnancy. In: Fortner K.B,
Szymanski L.M, Fox H.E, Wallach E.E et al, eds. The Johns Hopkins manual of
rd
gynecology and obstetrics. 3 edition. Maryland: Lippincott Williams & Wilkins, 2007.
P. 216

12) Anonim. Suplementasi zat besi. c2011.[online]. [1 Novemmber 2016]. Available


from:http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34941/4/Chapter%20II.pdf
13) Fairley DH. Diseases in pregnancy. In: Lecture notes obstetrics and gynaecology. 2nd ed.
Oxford: Blackwell Publishing, 2004. P. 140-2.
14) Samuels P. Hematologic complications of pregnancy. In Gabbe S.G, Niebyl J.R, Simpson
th
J.L et al, eds. Obstetrics normal and problem pregnancies. 5 edition. Tennessee : Mosby
Elsevier, 2007. P. 1050, 1052

Anda mungkin juga menyukai