Anda di halaman 1dari 45

BAB 1

PENDAHULUAN
Kata anestesi (pembiusan), berasal dari bahasa Yunani, an yang
berarti tidak, tanpa; dan aesthetos yang berarti persepsi, kemampuan
untuk merasa. Secara umum dapat diartikan sebagai suatu tindakan
menghilangkan rasa sakit atau nyeri ketika melakukan pembedahan dan
berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.
Istilah anestesi digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes pada
tahun 1846. Anestesiologi adalah ilmu kedokteran yang pada awalnya
berprofesi untuk menghilangkan nyeri dan rumatan pasien sebelum,
selama, dan sesudah pembedahaan. Seiring dengan waktu definisi
semakin berkembang, dan terkahir ditegaskan oleh The American Board
Of Anesthesiology pada tahun 1989 mencakup semua kegiatan yang yang
meliputi hal-hal berikut
1. Menilai, merancang dan menyiapkan pasien untuk anesthesia
2. Membantu menghilangkan nyeri saat pembedahan, persalinan dan
diagnostik-terapeutik.
3. Memantau dan memperbaiki homeostasis pasien perioperatif dan
pasien dalam keadaan kritis.
4. Mendiagnosa dan mengobati sindroma nyeri
5. Mengelola dan mengajarkan Resusitasi Jantung Paru (RJP)
6. Mengevaluasi

fungsi

pernapasan

dan

mengatasi

gangguan

pernapasan.
7. Mengajarkan, memberi supervisi dan mengevaluasi penampilan
personel paramedik dalam bidang anestesia, perawatan pemapasan
dan perawatan pasien kritis.
8. Mengadakan penelitian tentang ilmu dasar dan ilmu klinik untuk
menjelaskan dan memperbaiki perawatan pasien terutama tentang
fungsi fisiologis dan respon terhadap obat. Melibatkan diri dalam
administrasi rumah sakit, pendidikan kedokteran dan fasilitas rawat
jalan yang diperlukan untuk implementasi pertanggungjawaban.
1

BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Anestesia
Anestesi inhalasi pertama digunakan di Kekaisaran Islam, yang
terdiri dari spons direndam dalam persiapan narkotika. Spons tersebut
diletakkan di atas wajah dari individu yang menjalani operasi.
Anestesi inhalasi modern yang pertama adalah karbon dioksida dan
asam nitrat. Akan tetapi, karbon dioksida tidak pernah benar-benar
digunakan secara teratur sebagai anestesi inhalansi. Sedangkan asam
nitrat lebih sering digunakan, dan masih digunakan sampai sekarang.
Keberhasilan oksida nitrat sebagai anestesi umum inhalansi pertama
kali dicatat oleh ahli kimia Inggris, Humphrey Davy, yang menerbitkan
sebuah makalah tentang subjek pada tahun 1800-an. Salah satu
pemakaian oksida nitrat pertama yang sukses adalah ekstraksi gas gigi
tanpa rasa sakit yang dilakukan oleh William Thomas Green Morton pada
tahun 1846.
Selama tahun 1800-an, ada beberapa anestesi volatil yang telah
digunakan untuk kepentingan klinis akan tetapi mengandung gas-gas
yang mudah terbakar, seperti dietil eter, cyclopropane dan divinyl eter.
Beberapa gas yang tidak mudah terbakar juga ada, seperti kloroform dan
trikloroetilen, namun gas-gas ini dihubungkan dengan kejadian keracunan
hepar (hepatotoksik) dan meracuni saraf (neurotoksik). Pada awal tahun
1930-an penelitian tentang turunan dari zat kloroform yang mengandung
halogen mengindikasikan bahwa zat yang tidak mudah terbakar dapat
dibuat dengan menggunakan bahan fluoride organik.
Kemajuan pengetahuan tentang kimia fluorin pada tahun 1940-an,
menghasilkan penggabungan molekul fluorin dengan biaya yang masih
dapat diterima. Kemajuan tentang fluorin pada awalnya didorong oleh
ketertarikan terhadap peran fluorin dalam produksi bahan bakar aviasi
beroktan tinggi dan pengayaan uranium-235.

Kemajuan-kemajuan ini merupakan hal yang sangat penting bagi


pengembangan anestesi modern saat ini. Pada masa itu, setidaknya ada
46 senyawa yang mengandung fluorin disintesis oleh dr.Earl McBee dalam
penelitian yang didukung oleh secret Manhattan project dan oleh the
mallinkrodt company. Walaupun tidak ada satupun dari zat ini yang secara
pasti teruji manfaatnya pada manusia, beberapa zat ini memiliki
kedekatan struktur dengan zat yang saat ini kita kenal dengan nama
halotan. Fluorin adalah halogen yang memiliki berat atom yang paling
rendah. Penggantian gas halogen lain pada molekuk eter dengan fluorin,
akan menghasilkan penurunan titik didih, peningkatan stabilitas, dan
secara umum, mengurangi toksisitas. Ion fluoride juga mengurangi
hidrokarbon yang mudah terbakar dari kerangka molekul eter.
Pada tahun 1951, halotan disintesis dan di uji coba secara luas
kepada hewan oleh Suckling di laboratorium ICI di Inggris. Halotan
diperkenalkan pada praktek klinik pada tahun 1956 dan secara cepat
meluas pemakaiannya, dikarenakan sifatnya yang tidak mudah terbakar
dan memeliki solubilitas yang rendah terhadap jaringan. Halotan relatif
memiliki ketajaman (pungency) yang rendah dan potensi yang tinggi,
sehingga dapat diberikan pada konsentrasi inspirasi yang tinggi untuk
menghasilkan anestesia. Halotan terbukti dapat diterima melalui jalur
inhalasi baik pada orang dewasa maupun pada ana=k-anak. Keuntungan
lain yang dimiliki halotan adalah insiden nausea dan muntah yang lebih
rendah dari gas-gas volatil pendahulunya.
Walaupun

halotan

memiliki

keuntungan-keuntungan,

namun

kekurangan tetap ada. Efek halotan yang paling dapat dipantau adalah
mensensitisasi

miokardium

terhadap

katekolamin,

dan

kemudian,

terungkap bahwa metabolit intermediet dari halotan, berperan dalam


nekrosis hepar. Hal ini menyebabkan tuntutan untuk mencari gas-gas
anestesi yang lebih baik.
Antara tahun 1959 dan 1966, Terrel dan para koleganya di ohio
medical products (sekarang baxter) mensintesis lebih dari 700 senyawa
senyawa ke 347 dan 469 secara berturut-turut adalah metil etil eter
3

enfluran dan isofluran yang di-halogenasi dengan fluorin dan clron. Uji
coba klinis dari enfluran dan isofluran dilaksanakan hampir secara paralel,
melibatkan baik relawan manusia dan studi pada pasien. Bertahun-tahun
kemudian, beberapa senyawa yang dilakukan oleh terrel diperiksa ulang.
Salah satu senyawa, yaitu senyawa ke 653, sangat sulit untuk di sintesis
karena sifatnya yang mudah meledak dan juga karena senyawa ini
tekanan yang mendekati 1 atm, sehingga tidak mungkin untuk
memberikannya

pada

pasien

dangen

alat

vaporizer

standar.

Bagaimanapun juga, senyawa ini secara utuh terhalogenisasi oleh fluoran,


sehingga dipredikis memiliki solubilitas yang rendah pada darah. Setelah
masalah sintesis dan pemberian pada pasien dapat dipecahkan, senyawa
ini kemudian diperkenalkan dengan nama desfluran, dan mulai digunakan
pada praktek klinik pada tahun 1993.
Senyawa lain yang di jelaskan pada awal tahun 1970 oleh Wallin
dan para koleganya di travenol laboratories yang sedang mengevaluasi
isopropil eter terfluorinisasi. Salah satu senyawa ini memiliki potensi
menjadi agen anestetik, yang sekarang kita kenal dengan nama
sevofluran. Seperti desfluran, senyawa ini memiliki solubilitas yang rendah
karena adanya fluoronasi dari molekul eter. Laporan menyebutkan bahwa
sevofluran melepaskan fluoride organik dan nonorganik baik pada hewan
maupun pada manusia, sehingga obat ini tidak terlalu dikembangkan dan
dipasarkan. Pada saat hak paten di pindahkan ke ohio medical products,
uji coba lebih lanjut mengungkap kerusakan yang significant oleh soda
lime, meningkatkan kewaspadaan terhadap keamanan, sehingga tidak
dilakukan evaluasi lebih lanjut.
Setelah hak paten kadaluarsa, maruishi pharmaceutical di jepang
mengambil alih uji coba dan pengembangan sevofluran, kemudian
menyebarkan pemakaiannya secara umum di jepang pada bulan juli 1990.
Karena cepatnya sevofluran diterima dan catatan keamanan yang baik di
Jepang, Abboi laboratories memulai percobaan laboratorium dan klinik
dengan sevofluran di Amerika Serikat. Setelah keamanan terjamin,

sevofluran kemudian diperkenalkan pada prakte klinik di Amerika Serikat


pada tahun 1995.
Perbedaan yang paling penting antara dua anestetik baru, yaitu
sevofluran

dan

desfluran,

dengan

isofluran,

adalah

pada

farmakokinetiknya. Keduanya memiliki solubilitas pada darah yang


rendah, sehingga meningkatkan bersihan dari tubuh dan mudahnya
mengatur kedalaman anestesi. Karakteristik dari kedua obat inilah yang
membuat mereka sesuai untuk anestesi ambulatori pada praktik anestesi
modern.
Dalam praktek anestesiogi masa kini, obat-obatan anestetik inhalasi
yang umum digunakan untuk praktek klinik ialah N2O, halotan, enfluran,
isofluran, desfluran, dan sevofluran. Obat-obatan lain sudah ditnggalkan,
karena efek sampingnya yang tidak dikehendaki, misalnya :
1. Eter: kebakaran, peledakan, sekresi bronkus berlebihan, mual
muntah, kerusakan hepar, baunya yang merangsang.
2. Kloroform: aritmia, kerusakan hepar.
3. Etil-klorida: kebakaran, peledakan, depresi jantung, indeks terapi
yang sempit, dan mudah dirusak kapur soda.
4. Triklor-etilen: dirusak kapur soda, bradi-aritmia, mutagenik.
5. Metoksifluran: toksis terhadap ginjal, kerusakan hepar dan
kebakaran.
2.2 Jenis Anestesi
Beberapa jenis anestesi yaitu:
1. Anestesi umum : hilangnya kesadaran total
Anestesi umum dilakukan dengan obat yang diberikan secara
inhalasi atau secara parenteral. Saat ini, anestesi inhalasi yang
umum digunakan untuk praktek klinik ialah N 2O, Halotan, Enfluran,
Isofluran, Desfluran dan Sevofluran. Beberapa obat ditinggalkan,
karena efek samping yang tidak dikehendaki.
2. Anestesi lokal
: hilangnya rasa pada daerah tertentu yang
diinginkan

3. Anestesi regional : hilangnya rasa pada bagian tubuh yang lebih


luas dari tubuh oleh blokade selektif pada
jaringan spinal atau saraf yang berhubungan
dengannya.
2.3 Anestesi Umum
2.3.1 Definisi
Anestesi umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara
sentral disertai hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali
(reversibel). Menurut WHO (2000), anestesi umum adalah keadaan
tidak sadar yang disertai hilangnya rasa sakit di seluruh tubuh,
melalui pemberian obat - obatan anestesi yang digunakan selama
prosedur pembedahan dan tindakan medis tertentu.
2.3.2 Tujuan
Tujuan utama anestesi yaitu menghilangkan rasa nyeri pada
waktu

pembedahan.

Keadaan

ini

dapat

dicapai

dengan

menghentikan hantaran rangsang nyeri pada salah satu titik di jalur


afferent yang berawal di ujung - ujung saraf sensorik dan berakhir di
cortex cerebri. Tujuan anestesi lainnya adalah menghilangkan
ingatan (amnesia), membuat tidur (narkosis), dan melemaskan otot
agar pembedahan berjalan lebih baik.
2.3.3Farmakologi Obat Anestesi
Anestesi umum dilakukan dengan obat yang diberikan secara
inhalasi atau secara parenteral. Pada anestesi inhalasi, obat masuk
melalui pernafasan ke paru - paru, berdifusi ke alveoli masuk ke
dalam darah dan diedarkan ke otak.
Jaringan yang mempunyai aliran darah lebih banyak dan lebih
cepat, akan lebih cepat jenuh dengan obat anestesi. Jika kadar di
otak telah mencapai tingkat yang efektif, penderita menjadi tidak
sadar, tidak merasakan nyeri, dan refleksnya menghilang. Jika dosis
ditingkatkan lagi, tahapan anestesi menjadi makin dalam dan makin
banyak penyulit yang mengikutinya.

Obat anestesi inhalasi dapat berbentuk gas dan berbentuk cair


yang mudah menguap. Difusi uap anestesi dipengaruhi oleh kadar
dalam alveoli, kelarutan dalam darah, kecepatan aliran darah melalui
paru, dan tekanan parsial dalam arteri dan vena. Gas atau uap
anestesi yang mudah larut dalam darah (eter) membutuhkan waktu
yang lama untuk induksi dan untuk sadar kembali. Ventilasi paru
mempengaruhi kecepatan masuknya gas anestesi ke dalam
peredaran

darah.

Hiperventilasi

mempercepat

masuknya

gas

anestesi ke dalam peredaran darah.


Eliminasi obat anestesi inhalasi terutama lewat paru-paru tetapi
juga ada yang mengalami metabolisme. Obat anestesi inhalasi yang
baik adalah yang paling sedikit mengalami metabolisme sebab hasil
metabolit

yang

toksik

dapat

mengganggu

hati

dan

ginjal.

Metabolisme metoksifluran mencapai 50%, halothan 10-20%, eter 23%, enfluran dan isofluran sangat minimal.
Obat anestesi inhalasi secara langsung mempengaruhi otot
polos pembuluh darah otak dan menyebabkan vasodilatasi yang
menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial. Autoregulasi otak
dihambat oleh obat-obat anestesi ini. Selain efek langsung di atas,
secara tidak langsung, setiap depresi pernafasan menyebabkan
kenaikan tekanan intrakranial karena CO 2 merupakan vasodilator
yang kuat pada otak.
Obat

anestesi

merubah

pola

nafas

yang

normal

dan

menghambat mekanisme pertukaran gas-gas. Selama anestesi


dapat terjadi tahan nafas, pola nafas tidak teratur, takipnea, atau
apnea. Bila terjadi takipnea, volume tidal menurun, ventilasi alveolar
juga menurun sehingga menyebabkan asidosis respiratorik. Pada
tahapan pembedahan (surgical plane of anesthesia), halothan,
enfluran, dan isofluran sering menimbulkan hipoventilasi.
Isofluran menurunkan

aliran

darah

koroner, menurunkan

konsumsi O2 otot jantung dan menyebabkan depresi langsung otot


jantung. Stabilitas sirkulasi selama anestesi pemberian dietil eter
7

disebabkan adanya rangsang saraf simpatis yang mempertahankan


curah jantung dan tekanan arterial pada batas-batas normal.
Sebaliknya, halothan tidak merangsang saraf simpatis sehingga
depresi kardiovaskuler tampak nyata (penurunan tekanan darah dan
curah jantung). Perubahan-perubahan aliran darah selama anestesi
dan pembedahan merupakan interaksi antara faktor-faktor curah
jantung, tahanan pembuluh darah perifer serta autoregulasi dari otak,
pembuluh koroner, dan ginjal.
Obat anestesi yang digunakan pada masa kini tidak ada yang
secara langsung bersifat toksik terhadap hati atau ginjal. Obat yang
toksik terhadap hati atau ginjal seperti kloroform (menyebabkan
nekrosis akut sel-sel hati) dan metoksifluran (menyebabkan gagal
ginjal akut) tidak dipakai lagi.
Obat anestesi yang diberikan pada penderita dengan kegagalan
sirkulasi (syok berat) atau hipoksia akan menambah turunnya aliran
darah ke ginjal, merubah tekanan darah. N 2O, halothan, enfluran,
dietil eter, dan isofluran meningkatkan tahanan pembuluh darah ginjal
sehingga perfusi ginjal menurun. Penurunan perfusi ini merangsang
sistem renin-angiotensin. Anestesi umum juga mempunyai efek
antidiuresis, yang menyebabkan penurunan volume urine sampai 6070%, tetapi osmolalitas urine meningkat karena lebih banyak
reabsorbsi air pada tubuli renalis. Efek antidiuresis ini dapat lebih
meningkat akibat trauma bedah dan penggunaan opioid, sehingga
menyebabkan oliguria dan retensi cairan pasca bedah.
Pada umumnya semua obat anestesi menghasilkan sedikit
relaksasi otot, hanya dietil eter saja yang memberikan relaksasi
sangat baik pada tahapan anestesi dimana volume ventilasi dan
tekanan darah masih normal. Halothan, enfluran, dan isofluran yang
mempunyai khasiat relaksasi sedikit, relaksasi yang baik dapat
dicapai dengan menambah obat pelumpuh otot.

2.3.4 Obat Anestesi Inhalasi


Obat anestesi inhalasi yang pertama dikenal dan digunakan
untuk membantu pembedahan ialah N2O. Kemudian menyusul, Eter,
Klorofom, Etil-klorida, Etilen, Divinil-eter, Siklo-propan, Trikloro-etilen,
Iso-propenil-vinil-eter, Propenil-metil-eter, Flouroksan, Etil-vinil-eter,
Halotan,

Metoksi-fluran,

Enfluran,

Isofluran,

Desfluran

dan

Sevofluran.
Berdasarkan kemasannya, obat anestesia umum inhalasi ada 2
macam:
1. Obat anestesia umum inhalasi yang berupa cairan yang
mudah menguap :
a. Derivat halogen hidrokarbon.
- Halothan
- Trikhloroetilen
- Khloroform
b. Derivat eter.
- Dietil eter
- Metoksifluran
- Enfluran
- Isofluran
2. Obat anestesia umum yang berupa gas
a. Nitrous oksida (N2O)
b. Siklopropan
Saat ini, anestesi inhalasi yang umum digunakan untuk praktek
klinik ialah N2O, Halotan, Enfluran, Isofluran, Desfluran dan
Sevofluran. Beberapa obat ditinggalkan, karena efek samping yang
tidak dikehendaki misalnya :
Eter: Kebakaran, peledakan, sekresi bronkus berlebihan,
mual-muntah, kerusakan hepar, baunya merangsang.
Klorofom: Aritmia, kerusakan hepar.
Etil-Klorida: Kebakaran, peledakan, depresi jantung,indeks
terapi sempit, dirusak kapur soda.
Triklor-etilen: Dirusak kapur soda, bradi-aritmia,mutagenik.
Metoksifluran: Toksis terhadap ginjal, kerusakan hepar dan
kebakaran.
Mekanisme kerja obat anastesi inhalasi sangat rumit dan tidak
seluruhnya diketahui dalam farmakologi modern. Pemberian anestesi
9

inhalasi melalui pernapasan menuju organ sasaran yang jauh


merupakan suatu hal yang unik dalam dunia anestesiologi.
Ambilan alveolus gas atau uap anestesi inhalasi ditentukan oleh
sifat fisiknya:
1. Ambilan oleh paru.
2. Difusi gas dari paru ke darah.
3. Distribusi oleh darah ke otak dan organ lainnya.
Hiperventilasi

akan

menaikkan

ambilan

alveolus

dan

hipoventilasi akan menurunkan ambilan alveolus. Kelarutan zat


inhalasi dalam darah adalah faktor utama yang penting dalam
menentukan kecepatan induksi dan pemulihannya. Induksi dan
pemulihan berlangsung cepat pada zat yang tidak larut dan lambat
pada yang larut.
Kadar alveolus minimal (KAM) atau MAC (minimum alveolar
concentration) ialah kadar minimal zat tersebut dalam alveolus pada
tekanan satu atmosfir yang diperlukan untuk mencegah gerakan
pada 50% pasien yang dilakukan insisi standar. Pada umumnya
immobilisasi tercapai pada 95% pasien, jika kadarnya dinaikkan
diatas 30% nilai KAM. Dalam keadaan seimbang, tekanan parseil zat
anestesi dalam alveoli sama dengan tekanan zat dalam darah dan
otak tempat kerja obat.
Konsentrasi

uap

anestesi

dalam

alveoli

selama

induksi

ditentukan oleh:
1. Konsentrasi Inspirasi
Teoritis kalau saturasi uap anestetik di dalam jaringan sudah
penuh, maka ambilan paru berhenti dan konsentrasi uap
inspirasi sama dengan alveoli. Hal ini dalam praktek tak
pernah terjadi. Induksi makin cepat kalau konsentrasi makin
tinggi, asalkan tak terjadi depresi napas atau kejang laring.
Induksi makin cepat juga disertai oleh N2O (efek gas kedua).
2. Ventilasi Alveolar
Ventilasi alveolar meningkat, konsentrasi alveolar makin
tinggi dan sebaliknya.
3. Koefisien Darah/Gas
10

Makin tinggi ankatannya, makin cepat larut dalam darah,


makin rendah konsentrasi dalam alveoli dan sebaliknya.
4. Curah Jantung atau Aliran Darah Paru
Makin tinggi curah jantung, makin cepat uap diambil darah.
5. Hubungan Ventilasi-Perfusi
Gangguan hubungan ini memperlambat ambilan gas
anestetik.
Jumlah uap dalam mesin anestesi bukan merupakan gambaran
yang sebenarnya, karena sebagian uap tersebut hilang dalam tabung
sirkuit anestesi atau ke atmosfer sekitar sebelum mencapai
pernapasan.
Konsentrasi zat anestesi yang tinggi, ventilasi alveolus yang
meningkat, serta koefisien partisi darah/gas dan koefisien partisi
darah/jaringan

yang

rendah

dari

suatu

zat

anestesi,

akan

menyebabkan peningkatan tekanan parsial zat anestesi dalam


alveolus, darah dan jaringan. Otak merupakan organ yang banyak
mendapat aliran darah, sehingga tekanan parsial zat anestesi di
dalam otak akan cepat meningkat dan pasien cepat kehilangan
kesadaran. Hal tersebut di atas dapat berfungsi dengan baik, apabila
fungsi paru-paru baik. Fungsi paru-paru dapat diketahui antara lain
dengan mengukur volume paru-paru. Dalam klinis, pengukuran yang
sering dilakukan dan berguna adalah kapasitas vital, kapasitas paru
total, kapasitas residu fungsional, dan volume residual. Nilai normal
volume tersebut bisa berbeda-beda, tergantung oleh

umur, tinggi

badan, berat badan, jenis kelamin, posisi dan fisik seseorang. Lakilaki dewasa muda (kira-kira 4,6 L) mempunyai kapasitas vital lebih
besar dibandingkan dengan wanita dewasa muda (kira-kira 3,1 L),
orang tinggi biasanya mempunyai kapasitas vital yang lebih besar
dibandingkan

dengan

orang

pendek,

seorang

atlet

terlatih

mempunyai kapasitas vital yang lebih besar daripada orang biasa,


pada obesitas terjadi penurunan kapasitas vital, kapasitas residu
fungsional, dan kapasitas paru total. Penderita penyakit paru-paru,
volume-volume tersebut dapat menurun maupun meningkat.
11

Sebagian besar gas anestetik dikeluarkan lagi oleh badan lewat


paru. Sebagian lagi dimetabolisir oleh hepar dengan sistem oksidasi
sitokrom P450. Sisa metabolisme yang larut dalam air dikeluarkan
melalui ginjal.
2.3.4.1 Halotan
Halotan (floutan) bukan turunan eter, melainkan turunan etan.
Cairan tidak berwarna, baunya yang enak dan tak merangsang jalan
napas, maka sering digunakan sebagai induksi anestesi kombinasi
dengan N2O. Halotan harus disimpan dalam botol gelap (coklat tua)
supaya tidak dirusak oleh cahaya dan diawetkan oleh timol 0,01%.
Efek Farmakologi
a. Terhadap susunan saraf pusat
Halotan menimbulkan depresi pada sistem saraf pusat
di semua komponen otak. Depresi di pusat kesadaran akan
menimbulkan efek hipnotik, depresi pada pusat sensorik
menimbulkan khasiat analgesia dan depresi pada pusat
motorik akan menimbulkan relaksasi otot. Tingkat depresinya
tergantung dari dosis yang diberikan.
Terhadap pembuluh darah otak, halotan menyebabkan
vasodilatasi, sehingga aliran darah otak meningkat, yang
sulit dikendalikan dengan teknik hiperventilasi, dan hal ini
menyebabkan tekanan intrakranial meningkat, dan oleh
karena itu tidak dipilih untuk anestesi pada kraniotomi.
b. Terhadap sistem kardiovaskuler
Halotan menimbulkan depresi langsung pada S-A
Node dan otot jantung, relaksasi otot polos dan inhibisi
baroreseptor. Keadaan ini akan menyebabkan hipotensi
yang derajatnya tergantung dari dosis dan adanya interaksi
dengan obat lain, misalnya dengan tubokurarin.
Gangguan irama jantung sering kali terjadi, seperti
bradikardi, ekstrasistol ventrikel, takikatrdi ventrikel, bahkan
12

bisa terjadi fibrilasi ventrikel. Hal ini disebabkan karena


peningkatan eksitagen maupun eksogen serta adanya
retensi CO2.
Kombinasi dengan adrenalin sering menyebabkan
disritmia, sehingga penggunaan adrenalin harus di batasi.
Adrenalin

dianjurkan

dengan

pengenceran

1:200,000

(5ug/ml) dan maksimal penggunaannya 2ug/kg.


Batas keamanan

halotan

terhadap

kardiovaskuler

sangat sempit, maksudnya, konsentrasi obat untuk mencapai


efek farmakologi yang diharapkan sangat dekat dengan efek
depresinya.
c. Terhadap sistem respirasi
Pada konsentrasi tinggi, halotan akan menimbulkan
depresi pusat nafas, sehingga pola nafas menjadi cepat dan
dangkal, volume tidal dan volume nafas semenit menurun
dan menyebabkan dilatasi bronkus.
d. Terhadap ginjal
Halotan pada dosis lazim secara langsung akan
menurunkan

aliran

darah

ke

ginjal

dan

laju

filtrasi

glomerulus, tetapi efek ini hanya bersifat sementara dan


tidak mempengaruhi autoregulasi aliran darah ginjal. Hasil
metabolitnya terutama bromidnya akan diekskresikan melalui
ginjal

dan

ekskresinya

apabila

terdapat

gangguan

fungsi

ginjal,

akan

terhambat

sehingga

akan

terjadi

akumulasi.
e. Terhadap otot rangka
Halotan akan berpotensiasi dengan obat pelumpuh otot
golongan non depolarisasi, sehingga pada pemakaian
kombinasi kedua obat ini, perlu dilakukan modifikasi dosis.
Pada saat persalinan normal, begitu juga pada seksio
sesaria. Pada bedah sesar, halotan dibatasi maksimal 1vol
%, karena relaksasi uterus akan menimbulkan perdarahan.
13

f. Terhadap hati
Pada konsentrasi 1,5 vol%, halotan akan menurunkan
aliran darah pada lobulus sentral hati sampai 25-30%.
Faktor-faktor

yang

lain

disamping

halotan

yang

ikut

berpengaruh terhadap aliran darah, antara lain aktivitas


sistem saraf simpatis, tindakan pembedahan, hipoksia,
hiperkarbia dan refleks splangnik. Penurunan aliran darah
pada lobulus sentral ini menimbulkan nekrosis sel pada
sentral hati yang diduga sebagai penyebab dari hepatitis
post-halothane. Kejadian ini akan lebih bermanifes, apabila
diberikan halotan berulang dalam waktu yang relatif singkat.
Kira-kira 20% halotan dimetabolisir terutama di hepar
secara oksidasif menjadi komponen bromin, klorin, dan asam
trikloro asetat. Secara reduktif menjadi komponen flourida
dan

produk

non-volatil

yang

dikeluarkan

lewat

urin.

Metabolisme reduktif ini menyebabkan hepar kerja keras,


sehingga

merupakan

indikasi

kontra

pada

penderita

gangguan hepar, pernah dapat halotan dalam waktu kurang


tiga bulan atau pada pasien kegemukan.
Kejadian

hepatitis

post-halotane,

pertama

kali

dilaporkan di USA pada tahun 1958, selanjutnya pada tahun


1966 diadakan penelitian besar-besaran untuk membuktikan
laporan tersebut. Dilakukan evaluasi pada 850.000 kasus
pasien yang diberikan anestesi halotan. Ternyata penelitian
ini menyangkal anggapan bahwa halotan menimbulkan
nekrosis

sel

hati.

Selanjutnya

beberapa

percobaan

laboratorium juga gagal membuktikan efek toksik langsung


halotan pada hepar. Jadi sikap yang disepakati pada saat ini
adalah bahwa mungkin saja terjadi nekrosis sel hati setelah
anestesia dengan halotan, tetapi mekanismenya masih
belum jelas.
g. Terhadap suhu tubuh
14

Induksi dengan halotan akan segera menurunkan suhu


sentral tubuh sebesar 1 derajat celcius, tetapi akan
meningkatkan suhu permukaan tubuh akibat redistribusi
panas tubuh ke permukaan. Selanjutnya pada periode
pemeliharaan anestesia, suhu permukaan pun akan turun
akibat dilatasi pembuluh darah sehingga terjadi pelepasan
panas tubuh.
h. Terhadap metabolisme glukosa
Halotan menghambat pelepasan insulin, meninggikan
kadar gula darah.
Penggunaan Klinik
Halotan digunakan terutama sebagai komponen
hipnotik dalam pemeliharaan anestesia umum. Disamping efek
hipnotik, halotan juga mempunyai efek analgetik ringan dan
relaksasi otot ringan. Pada bayi dan anak-anak yang tidak
kooperatif, halotan digunakan untuk induksi bersama-sama
dengan N2O secara inhalasi.
Untuk mengubah cairan halotan menjadi uap, diperlukan
alat penguap (vaporizer) khusus halotan, misalnya fluotec,
halomix, copper kettle, dragger dan lain-lainnya.

Dosis
1. Untuk induksi, konsentrasi yang diberikan pada udara
inspirasi adalah 2,0-3,0% bersama-sama N 2O. Selain untuk
induksi dapat juga untuk laringoskopi intubasi, asalkan
anestesinya cukup dalam, stabil dan sebelum tindakan
diberikan analgesi semprot lidokain 4% atau 10% disekitar
faring

laring.

Setelah

beberapa

menit lidokain

kerja,

umumnya laringoskopi intubasi dapat dikerjakan dengan


mudah, karena relaksasi otot cukup baik.

15

2. Untuk

pemeliharaan

dengan

pola

nafas

spontan,

konsentrasinya berkisar anatara 1,0-2,5%, sedangkan untuk


nafas kendali, berkisar antara 0,5-1,0%.
Kontra indikasi
Penggunaan halotan tidak dianjurkan pada pasien:
1. Menderita gangguan fungsi hati dan gangguan irama
jantung.
2. Operasi kraniotomi.
Keuntungan Dan Kelemahan
1. Keuntungannya adalah induksi cepat dan lancar, tidak intattif
terhadap mukosa jalan nafas, pemulihannya relatif cepat,
tidak menimbulkan mual muntah dan tidak meledak atau
cepat terbakar.
2. Kelemahannya adalah batas keamanannya sempit (mudah
terjadi kelebihan dosis), analgesia dan relaksasinya kurang
sehingga harus dikombinasikan dengan obat lain. Selain itu
juga menimbulkan hipotensi, gangguan irama jantung dan
hepatotoksik, serta menimbulkan menggigil pasca anestesia.
2.3.4.2 Enfluran
Enfluran (entran, aliran) merupakan obat anestesi inhalasi
halogenasi eter, dikemas dalam bentuk cair, tidak berwarna, tidak
iritatif, berbau agak harum, tidak eksplosif, lebih stabil dibandingkan
dengan halotan dan induksinya lebih cepat dibandingkan dengan
halotan. Pertama kali diperkenalkan oleh Dobkin dkk pada tahun
1968 dan cepat populer setelah ada kecurigaan gangguan fungsi
hepar pada penggunaan ulang halotan.
Biotransformasi
Hanya sekitar 2-8% dari dosis yang diberikan mengalami
metabolisme di hati, sebagian besar keluar secara utuh lewat
respirasi. Rendahnya daya larut dalam lemak menyebabkan
pemulihannya sangat cepat asal pasien tidak mengalami
depresi nafas. Produk metabolit enfluran berupa fluorida
organik dan anorganik.
16

Efek Farmakologi
a. Terhadap susunan saraf pusat
Pada dosis tinggi menimbulkan twitching (tonik-klonik)
pada otot muka dan anggota gerak. Hal ini terutama dapat
terjadi bila pasien mengalami hipokapnea. Kejadian ini bisa
dihindari dengan mengurangi dosis obat dan mencegah
terjadinya

hipokapnea.

pemakaiannya

pada

Obat

pasien

ini

yang

tidak

dianjurkan

mempunyai

riwayat

epilepsi walaupun pada penelitian terbukti bahwa enfluran


tidak menimbulkan bangkitan epilepsi.
Walaupun menimbulkan vasodilatasi serebral, tetapi
pada

dosis

kecil

dapat

dipergunakan

untuk

operasi

intrakranial karena tidak menimbulkan peningkatan tekanan


intrakranial.
b. Terhadap sistem kardiovaskuler
Secara

kualitatif

efeknya

sama

dengan

halotan.

Walaupun enfluran meningkatkan kepekaan otot jantung


terhadap katekolamin, tetapi pemakaian adrenalin sangat
jarang menimbulkan disritmia. Kombinasi dengan adrenalin 3
kali lebih aman dibanding halotan. Enfluran menghambat
pelepasan

katekolamin

sehingga

konsentrasinya

pada

plasma rendah, pada saat anestesia dengan enfluran.


c. Terhadap sistem respirasi
Menimbulkan depresi respirasi sesuai dengan dosis
yang diberikan. Volume tidal berkurang tetapi frekuensi nafas
hampir tidak berubah. Tidak menimbulkan iritasi pada
mukosa

jalan

nafas

sehingga

komplikasi

batuk,

laringospasme dan peningkatan sekresi kelenjar jalan nafas


tidak terjadi.
d. Terhadap ginjal
Enfluran menurunkan aliran darah ginjal, menurunkan
laju filtrasi glomerolus dan akhirnya menurunkan diuresis.
Pemecahan

enfluran
17

menghasilkan

metabolit

fluorida

anorganik, tetapi konsentrasi dalam plasma tidak pernah


menccapai konsentrasi yang nefrotoksik. Walaupun demikian
harus berhati-hati menggunakan enfluran pada pasien yang
mempunyai gangguan fungsi ginjal.
e. Terhadap otot rangka
Menurunkan tonus otot rangka melalui mekanisme
depresi pusat motorik pada serebrum, sehingga dengan
demikian berpotensisasi dengan obat pelumpuh otot non
depolarisasi. Walaupun demikian, masih diperlukan obat
pelumpuh otot untuk mendapatkan keadaan relaksasi otot
yang optimal terutama pada operasai laparotomi.
f. Terhadap hati
Dilaporkan bahwa terjadi gangguan fungsi hati yang
ringan setelah pemakaian enfluran yang sifatnya reversibel.
g. Terhadap uterus
Menimbulkan depresi tonus otot uterus, namun respon
uterus terhadap oksitosin tetap baik selama dosis enfluran
rendah.
Penggunaan Klinik
Sama seperti halotan, enfluran digunakan terutama
sebagai komponen hipnotik dalam pemeliharaan anestesi
umum. Disamping efek hipnotik, juga mempunyai efek analgetik
ringan dan relaksasi otot ringan. Pada bayi dan anak-anak yang
tidak kooperatif, sangat baik digunakan untuk induksi bersamasama dengan N2O.
Untuk mengubah cairan enfluran menjadi uap,
diperlukan alat penguap (vaporizer) khusus enfluran.
Dosis
1. Untuk induksi, konsentrasi yang diberikan pada udara
inspirasi adalah 2-3% bersama-sama dengan N 2O.

18

2. Untuk

pemeliharaan

dengan

pola

nafas

spontan,

konsentrasinya berkisar antara 1-2,5%, sedangkan untuk


nafas kendali berkisar antara 0,5-1%.
Kontra indikasi
Hati-hati pada gangguan fungsi ginjal. Akhir-akhir ini
penggunaan enfluran relatif jarang karena efeknya terhadap
ginjal dan hati tersebut, seperti telah diuraikan di atas.
Keuntungan Dan Kelemahan
1. Keuntungannya adalah induksi cepat dan lancar, tidak iritatif
terhadap mukosa jalan nafas, pemulihannya lebih cepat dari
halotan, tidak menimbulkan mual muntah, dan tidak
menimbulkan menggigil serta tidak mudah meledak atau
terbakar.
2. Kelemahannya adalah batas keamanan sempit (mudah
terjadi kelebihan dosis), analgesia dan relaksasinya kurang,
sehingga harus dikombinasikan dengan obat lain dan bisa
menimbulkan hipotensi.
2.3.4.3 Isofluran
Isofluran (foran, aeran) merupakan halogenasi eter, dikemas
dalam

bentuk

cairan,

tidak

berwarna,

tidak

eksplosif,

tidak

mengandung zat pengawet, dan relatif tidak ralut dalam darah tapi
cukup iritatif terhadap jalan nafas sehingga pada saat induksi inhalasi
sering menimbulkan batuk dan tahanan nafas. Proses induksi dan
pemulihannya relatif cepat dibandingkan dengan obat-obat anestesi
inhalasi yang ada pada saat ini tapi masih lebih lambat dibandingkan
dengan sevofluran.
Biotransformasi
Hampir seluruhnya dikeluarkan melalui udara ekspirasi,
hanya 0,2% dimetabolisme di dalam tubuh. Konsentrasi
metabolitnya sangat rendah, tidak cukup untuk menimbulkan
gangguan fungsi ginjal.
Efek Farmakologi
19

a. Terhadap susunan saraf pusat


Efek depresinya terhadap SSP sesuai dengan dosis
yang diberikan. Isofluran tidak menimbulkan kelainan EEG
seperti yang ditimbulkan oleh enfluran. Pada dosis anestesi
tidak menimbulkan vasodilatasi dan perubahan sirkulasi
serebrum serta mekanisme autoregulasi aliran darah otak
tetap stabil. Kelebihan lain yang dimiliki oleh isofluran adalah
penurunan

konsumsi oksigen otak. Sehingga dengan

demikian isofluran merupakan obat pilihan untuk anestesi


pada kraniotomi, karena tidak berpengaruh pada tekanan
intrakranial, mempunyai efek proteksi serebral dan efek
metaboliknya yang menguntungkan pada tekhnik hipotensi
kendali.
b. Terhadap sistem kardiovaskuler
Efek depresinya pada otot jantung dan pembuluh darah
lebih ringan dibanding dengan obat anestesi volatil yang lain.
Tekanan darah dan denyut nadi relatif stabil selama anestesi.
Dengan demikian isofluran merupakan obat pilihan untuk
obat

anestesi

pasien

yang

menderita

kelainan

kardiovaskuler.

c. Terhadap sistem respirasi


Seperti halnya obat anestesi inhalasi yang lain, isofluran
juga menimbulkan depresi pernafasan yang derajatnya
sebanding dengan dosis yang diberikan.
d. Terhadap ginjal
Pada dosis anestesi, isofluran menurunkan aliran darah
ginjal dan laju fitrasi glomerulus sehingga produksi urin
berkurang, akan tetapi masih dalam batas normal.
e. Terhadap otot rangka

20

Menurunkan tonus otot rangka melalui mekanisme


depresi pusat motorik pada serebrum, sehingga dengan
demikian berpotensiasi dengan obat pelumpuh otot non
depolarisasi. Walaupun demikian, masih diperlukan obat
pelumpuh otot untuk mendapatkan keadaan relaksasi otot
yang optimal terutama pada operasi laparatomi.
f. Terhadap hati
Isofluran tidak menimbulkan perubahan fungsi hati.
Sampai saat ini belum ada laporan hasil penelitian yang
menyatakan bahwa isofluran hepatotoksik.
Penggunaan Klinik
Sama seperti halotan dan enfluren, isofluran digunakan
terutama sebagai komponen hipnotik dalam pemeliharaan
anestesi umum. Disamping efek hipnotik, juga mempunyai efek
analgetik ringan dan relaksasi ringan.
Untuk mengubah cairan isofluran menjadi uap, diperlukan
alat penguap (vaporizer) khusus isofluran.
Dosis
1. Untuk induksi, konsentrasi yang diberikan pada udara
inspirasi adalah 2-3% bersama-sama dengan N 2O.
2. Untuk

pemeliharaan

dengan

pola

nafas

spontan

konsentrasinya berkisar antara 1-2,5%, sedangkan untuk


nafas kendali berkisar antara 0,5-1%.
Kontra indikasi
Tidak ada kontra indikasi yang unik. Hati-hati pada
hipovolemik berat.

Keuntungan Dan Kelemahan


1. Keuntungannya adalah induksi cepat dan lancar, tidak iritatif
terhadap mukosa jalan nafas, pemulihannya lebih cepat dari
halotan, tidak menimbulkan mual muntah, dan tidak
menimbulkan menggigil serta tidak mudah meledak atau
21

terbakar. Penilaian terhadap pemakaian isofluran saat ini


adalah bahwa isofluran tidak menimbulkan guncangan
terhadap fungsi kardiovskuler, tidak megubah sensitivitas
otot jantung terhadap katekolamin, sangat sedikit yang
mengalami pemecahan dalam tubuh dan tidak menimbulkan
efek eksitasi SSP.
2. Kelemahannya adalah batas keamanan sempit (mudah
terjadi kelebihan dosis), analgesia dan relaksasinya kurang,
sehingga harus dikombinasikan dengan obat lain.
2.3.4.4 Desfluran
Desfluran (suprane) merupakan halogenasi eter yang rumus
bangun dan efek klinisnya mirip isofluran. Desfluran sangat mudah
menguap dibandingkan anestetik volatil lain, sehingga perlu
menggunakan vaporizer khusus (TEC-6). Titik didihnya mendekati
suhu ruangan (23.5oC). Potensinya rendah (MAC 6.0%).
Biotransformasi
Hampir seluruhnya dikeluarkan melalui udara ekspirasi,
hanya <0,1% dimetabolisme oleh tubuh.
Efek Farmakologis
Efek klinisnya hampir sama dengan isofluran. Hanya
efeknya terhadap respirasi dapat menimbulkan rangsangan
jalan nafas sehingga tidak dapat digunakan untuk induksi.
Bersifat simpatomimetik sehingga mengakibatkan takikardi,
akan tetapi tidak bermakna dalam meningkatkan tekanan
darah. Efek terhadap hepar dan ginjal sama dengan sevofluran.
Penggunaan Klinik
Sama seperti agen volatil lainnya, desfluran digunakan
terutama sebagai komponen hipnotik dalam pemeliharaan
anestesia umum. Disamping efek hipnotik, desfluran juga
mempunyai efek analgetik yang ringan dan relaksasi otot
ringan.

22

Dosis
1. Untuk induksi, disesuaikan dengan kebutuhan
2. Untuk pemeliharaan tergantung dengan racikan obat yang
lain dan disesuaikan dengan kebutuhan.
Kontra indikasi
Hati-hati pada pasien yang sensitif terhadap drug induced
hyperthermia, hipovolemik berat dan hipertensi intrakranial.
Keuntungan Dan Kelemahan
1. Keuntungannya hampir sama dengan isofluran.
2. Kelemahannya adalah batas keamanannya sempit (mudah
terjadi kelebihan dosis), analgesia dan relaksasinya kurang
sehingga harus dikombinasikan dengan obat lain.
2.3.4.5 Sevofluran
Sevofluran (Ultane) merupakan halogenasi eter, dikemas dalam
bentuk cairan, tidak berwarna, tidak eksplosif, tidak berbau, stabil di
tempat biasa (tidak perlu tempat gelap), dan tidak terlihat adanya
degradasi sevofluran dengan asam kuat atau panas. Obat ini tidak
bersifat iritatif terhadap jalan nafas sehingga baik untuk induksi
inhalasi.
Proses induksi dan pemulihannya paling cepat dibandingkan
dengan obat-obat anestesi inhalasi yang ada pada saat ini.
Sevofluran dapat dirusak oleh kapur soda tetapi belum ada laporan
yang membahayakan.
Biotransformasi
Hampir seluruhnya dikeluarkan untuk melalui udara
ekspirasi, hanya sebagian kecil 2-3% dimetabolisme dalam
tubuh. Konsentrasi metabolitnya sangat rendah, tidak cukup
untuk menimbulkan gangguan fungsi ginjal.
Eliminasi
Eliminasi

sevofluran

oleh

paru-paru

kurang

cepat

dibanding desfluran, tetapi masih lebih cepat dibanding


isofluran,

enfluran,

dan

23

halotan.

Sevofluran

mengalami

metabolisme

di

hati

(defluoronisasi)

kurang

dari

5%,

membentuk senyawa fluorine, kemudian oleh enzim glucuronyl


transferase diubah menjadi fluoride inorganik dan fluoride
organik (hexafluoro isopropanol), dan dapat dideteksi dalam
darah serta urin. Hexafluoro isopropanol akan terkonjugasi
menjadi produk tidak aktif, kemudian diekskresikan lewat urin.
Tidak ada pengaruh nyata pada fungsi ginjal dan tidak bersifat
nefrotoksik.
Efek Farmakologi
a. Terhadap susunan saraf pusat
Efek depresinya pada SSP hampir sama dengan
isofluran. Aliran darah otak sedikit meningkat sehingga
sedikit meningkatkan tekanan intrakranial. Laju metabolisme
otak menurun cukup bermakna sama dengan isofluran. Tidak
pernah dilaporkan kejadian kejang akibat sevofluran.
b. Terhadap sistem kardiovaskuler
Sevofluran relatif stabil dan tidak menimbulkan aritmia.
Nilai ambang aritmogenik epinefrin terhadap sevofluran
terletak antara isofluran dan enfluran.
Tahanan vaskuler dan curah jantung sedikit menurun,
sehingga tekanan darah sedikit menurun. Pada 1,2-2 MAC
sevofluran

menyebabkan

penurunan

tahanan

vaskuler

sistemik kira-kira 20% dan tekanan darah arteri kira-kira


20%-40%.

Curah

jantung

akan

menurun

20%

pada

pemakaian sevofluran lebih dari 2 MAC. Dibandingkan


dengan

isofluran,

sevofluran

menyebabkan

penurunan

tekanan darah lebih sedikit.


Sevofluran tidak atau sedikit meyebabkan perubahan
pada aliran darah koroner. Dilatasi arteri koroner yang terjadi
akibat sevofluran lebih kecil dibanding isofluran dan tidak
menimbulkan efek coronary steal, sehingga sevofluran aman
dipakai untuk penderita penyakit jantung koroner atau yang
mempunyai resiko penyakit jantung iskemik, tetapi penelitian
24

pada orang tua di atas 60 tahun, disebutkan bahwa


sebaiknya

berhati-hati

dlaam

memberikan

sevofluran

konsentrasi tinggi (8%) pada penderita hipertensi dan riwayat


penyakit jantung koroner dan iskemik.
Sevofluran menyebabkan penurunan laju jantung.
Mekanisme ini belum jelas, kemungkinan disebabkan oleh
karena

penurunan aktifitas simpatis tanpa perubahan

aktifitas parasimpatis. Penelitian-penelitian menyebutkan


bahwa penurunan laju jantung tidak sampai menyebabkan
bradikardi, tetapi kejadian bradikardi pernah dilaporkan pada
bayi.
c. Terhadap sistem respirasi
Seperti halnya dengan obat anestesi inhalasi yang lain
sevofluran juga menimbulkan depresi pernapasan yang
derajatnya sebanding dengan dosis yang diberikan sehingga
volume tidal akan menurun, tapi frekuensi nafas sedikit
meningkat.

Pada

manusia,

1,1

MAC

sevofluran

menyebabkan tingkat depresi pernafasan hampir sama


dengan halotan dan pada 1,4 MAC tingkat depresinya lebih
dalam daripada halotan. Sevofluran menyebabkan relaksasi
otot polos bronkus, tetapi tidak sebaik halotan.
d. Terhadap hepar dan ginjal
Tidak ada laporan tentang hepatotoksisitas klinis pada
manusia setelah penggunaan sevofluran oleh lebih dari dua
juta orang sejak tahun 1988. Sevofluran menurunkan aliran
darah ke hepar paling kecil dibandingkan dengan enfluran
dan halotan.
Ada beberapa bukti, sevofluran menurunkan aliran
darah ke ginjal dan meningkatkan konsentrasi fluoride
plasma, tetapi tidak ada bukti hal ini menyebabkan gangguan
fungsi ginjal pada manusia.
e. Terhadap otot rangka
25

Efeknya terhadap otot rangka lebih lemah dibandingkan


dengan isofluran. Relaksasi otot dapat terjadi pada anestesi
yang cukup dalam dengan sevofluran. Proses induksi,
laringoskopi dan intubasi dapat dikerjakan tanpa bantuan
obat pelemas otot.
f. Terhadap uterus
Kontraksi uterus spontan dapat dipertahankan dengan
baik dan kehilangan darah minimal. Tidak terjadi efek buruk
pada bayi dan ibu. Penelitian Sharma dkk, menunjukkan
bahwa efek terhadap bayi, perubahan hemodinamik ibu dan
efek samping pasca bedah adalah sebanding antara
sevofluran dan isofluran.
Penggunaan Klinik
Sama seperti agen volatil lainnya, sevofluran digunakan
terutama sebagai komponen hipnotik dalam pemeliharaan
anestesia umum. Disamping efek hipnotik, juga mempunyai
efek analgetik ringan dan relaksasi otot ringan. Pada bayi dan
anak-anak yang tidak kooperatif, sangat baik digunakan untuk
induksi.
Untuk

mengubah

cairan

sevofluran

menjadi

uap,

diperlukan alat penguap (vaporizer) khusus sevofluran.


Dosis
1. Untuk induksi, konsentrasi yang diberikan pada udara
inspirasi adalah 3,0-5,0% bersama-sama dengan N 2O.
2. Untuk

pemeliharaan

dengan

pola

nafas

spontan,

konsentrasinya berkisar antara 2,0-3,0%, sedangkan untuk


nafas kendali berkisar antara 0,5-1%.
Kontra indikasi
Hati-hati pada pasien yang sensitif terhadap drug induced
hyperthermia, hipovolemik berat dan hipertensi intrakranial.
Keuntungan Dan Kelemahan

26

1. Keuntungannya adalah induksi cepat dan lancar, tidak iritatif


terhadap mukosa jalan nafas, pemulihannya paling cepat
dibandingkan dengan agen volatil lain.
2. Kelemahannya adalah batas keamanan sempit (mudah
terjadi kelebihan dosis), analgesia dan relaksasinya kurang
sehingga harus dikombinasikan dengan obat lain.
2.3.4.6 N2O
Nitrous oksida ditemukan oleh Priestley pada tahun 1772,
kemudian pada tahun 1779, oleh Humphrey Davy menyatakan
bahwa N2O mempunyai efek anestesia. Pada tahun 1844 Cotton dan
Wells mempergunakannya dalam praktik klinik. Nitrous oksida lebih
populer dengan nama gas gelak. N 2O adalah satu-satunya gas
inorganik yang masih dipakai dalam praktek anestesia.
N2O adalah anestesi lemah dan harus diberikan dengan
konsentrasi besar (lebih dari 65%) agar efektif. Paling sedikit 20%
atau 30% oksigen harus diberikan sebagai campuran, karena
konsentrasi N2O lebih besar dari 70-80% dapat menyebabkan
hipoksia. N2O tidak dapat menghasilkan anestesia yang adekuat
kecuali dikombinasikan dengan zat anestesi yang lain, meskipun
demikian, karakteristik tertentu membuatnya menjadi zat anestesi
yang menarik, yaitu koefisien partisi darah / gas yang rendah, efek
analgesi pada konsentrasi subanestetik, kecilnya efek kardiovaskuler
yang bermakna klinis, toksisitasnya minimal dan tidak mengiritasi
jalan napas sehingga ditoleransi baik untuk induksi dengan masker.
Efek anestesi N2O dan zat anestesi lain bersifat additif,
sehingga pemberian N2O dapat secara substansial mengurangi
jumlah zat anestesi lain yang seharusnya digunakan. Pemberian N 2O
akan menyebabkan peningkatan konsentrasi alveolar dari zat
anestesi lain dengan cepat, oleh karana sifat efek gas kedua dan
efek konsentrasi dari N2O. Efek konsentrasi terjadi saat gas
diberikan dengan konsentrasi tinggi. Semakin tinggi konsentrasi gas
diinhalasi, maka semakin cepat peningkatan tekanan arterial gas
tersebut. Seorang pasien menerima 70-75% N 2O akan menyerap
27

sampai 1.000 ml/menit N2O saat fase awal induksi. Pemindahan


volume N2O dari paru ke darah, menyebabkan aliran gas segar
seperti disedot masuk dari mesin anestesi ke dalam paru-paru,
sehingga meningkatkan laju gas lain. Pasien menerima hanya 1025% N2O, pengambilan N2O oleh darah hanya 150 ml/menit, hal ini
tidak menghasilkan perubahan yang signifikan pada laju penyerapan
agen/gas lain. Efek gas kedua terjadi saat agen inhalasi kedua
diberikan

bersama

dengan

N2O.

efek

ini

berkaitan

dengan

pengambilan N2O yang cepat, sekitar 1.000 ml/menit saat induksi


anestesi. Pengambilan cepat volume N 2O yang besar, menimbulkan
suatu keadaan vakum di alveolus, sehingga memaksa lebih banyak
gas segar (N2O bersama dengan agen inhalasi lain) masuk ke dalam
paru-paru.
MAC bangun N2O adalah 65% diatas konsentrasi tersebut
pasien tidak sadar atau lupa terhadap tindakan pembedahan.
Analgesia yang dihasilakan oleh 50% N 2O kira-kira sama dengan 10
mg morfin.
Kemasan Dan Sifat Fisik
N2O dibuat dengan cara mereaksikan besi (Fe) dengan
asam nitrat, terbentuk nitrit oksida (NO), kemudian bereaksi
kemablidngan besi sehingga terbentuk N 2O. Secara komersial,
N2O dihasilkan dari pemanasan kristal amonium nitrat pada
suhu 240oC dan akan terurai menjadi N 2O dan H2O, dimana gas
yang dihasilkan ditampung, dipurifikasi dan dekompresi ke
dalam silinder metal warna biru pada tekanan 51 atm.
N2O merupakan gas yang tidak bewarna, berbau harum
manis, tidak bersifat iritasi, tidak mudah terbakar dan tidak
mudah meledak tetapi membantu proses kebakaran akibat gas
lain meskipun tidak ada oksigen. N2O mempunyai berat molekul
44, titik didih 89oC dan umumnya disimpan dalam bentuk cair
serta tekanan kritis 71,7 atm, suhu kritis 36,5 oC, berat jenis 1,5
(udara 1).
28

N2O tidak bereaksi dengan soda lime, obat anestesi lain


dan bagian metal peralatan tetapi bisa meresap dan berdifusi
melalui peralatan dari karet. Kelarutan N 2O 15 kali lebih larut
dibandingkan dengan oksigen, mempunyai koefisien partisi
darah / gas 0,47 dan koefisen partisi darah / otak 1,0.
Absorpsi, Distribusi Dan Eliminasi
Absorbsi dan eliminasi nitrous oksida relatif lebih cepat
dibandingkan dengan obat anestesi inhalasi lainnya, hal ini
terutama disebabkan oleh koefisien partisi gas darah yang
rendah dari N2O. total ambilan N2O oleh tubuh manusia diteliti
oleh Severinghause. Pada menit pertama, N 2O (75%) dengan
cepat akan diabsorbsi kira-kira 1.000 ml/menit. Setelah 5 menit,
tingkat absorbsi turun menjadi 600 ml/menit, setelah 10 menit
turun menjadi 350 ml/menit dan setelah 50 menit tingkat
absorbsinya kira-kira 100 ml/menit, kemudian pelan-pelan
menurun dan akhirnya mencapi nol. Konsentrasi N 2O yang
diabsorbsi tergantung antara lain oleh konsentrasi inspirasi gas,
ventilasi alveolar dan ambilan oleh sirkulasi, seperti koefisien
partisi darah/gas dan aliran darah (curah jantung).
N2O akan didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh.
Konsentrasi di jaringan adalah berbanding lurus dengan perfusi
per unit volume dari jaringan, lamanya paparan dan koefisien
partisi darah / jaringan zat tersebut. Jaringan dengan aliran
darah besar/banyak seperti otak, jantung, hati dan ginjal akan
menerima N2O lebih banyak sehingga akan menyerap volume
gas yang lebih besar. Jaringan lain dengan suplai darah sedikit
seperti jaringan lemak dan otot menyerap hanya sedikit N 2O,
ambilan dan penyerapan yang cepat menyebabkan tidak
terdapatnya simpanan N2O dalam jaringan tersebut sehingga
tidak menghalangi pulihnya pasien saat pemberian N 2O
dihentikan.

29

N2O tidak atau sedikit mengalami biotransformasi dalam


tubuh,

namun

telah

ditemukan

bakteri

anaerob

yang

memetabolisir N2O dan menghasilkan radikal-radikal bebas


meskipun tidak terdapat bukti bahwa radikal-radikal bebas
tersebut menimbulkan kerusakan organ yang spesifik. N 2O
dieliminasi melalui paru-paru dan sebagian kecil diekskresikan
lewat kulit.
Pada saat N2O dihentikan pemberiannya, N2O berdifusi
keluar dari darah dan masuk ke alveoli secepat difusinya ke
dalam darah saat induksi. Jika pasien dibiarkan menghirup
udara atmosfir saja pada saat tersebut akan mengalami
hipoksia difusi. Selama beberapa menit pertama pasien
menghirup udara atmosfir, sejumlah besar volume N 2O berdifusi
melalui darah ke dalam paru-paru dan dikeluarkan lewat paruparu. Kira-kira sebanyak 1500 ml N 2O dikeluarkan pada menit
pertama oleh pasien yang menerima N 2O : O2 dengan rasio
75% : 25%. Jumlah tersebut menurun menjadi 1.200 ml pada
menit ke dua dan 1.000 ml pada menit ke tiga. Difusi N 2O yang
cepat dan dalam jumlah besar ke dalam alveoli akan
menyebabkan pengenceran dan mendesak O2 keluar dari
alveoli.,

sehingga

mudah

terjadi

hipoksia

dan

juga

menyebabkan terjadinya pemindahan volume CO 2 yang lebih


besar dari darah, sehinga akan menurunkan tekanan CO 2
dalam darah dan akan memperberat hipoksia. Efek hipoksia
difusi dapat dicegah dengan pemberian 100% O 2 selama
minimal 3-5 menit pada akhir operasi.
Efek Farmakologi
a. Terhadap susunan saraf pusat
Berkhasiat analgesia dan tidak mempunyai khasiat
hipnotik.

Khasiat

analgesianya

relatif

lemah

akibat

kombinasinya dengan oksigen. Pada konsentrasi 25% N 2O


menyebabkan

sedasi
30

ringan.

Peningkatan

konsentrasi

menyebabkan penurunan sensasi perasaan khusus seperti


ketajaman, penglihatan, pendengaran, rasa, bau dan diikuti
penurunan
temperatur,

respon
tekanan

sensasi
dan

somatik
nyeri.

seperti

sentuhan,

Penurunan

perasaan

membuat agen ini cocok untuk induksi sebelum pemberian


agen lain yang lebih iritatif. N2O menghasilkan analgesi
sesuai besarrnya dosis. N2O 50% efek analgesinya sama
dengan morfin 10 mg. Bukti menunjukkan bahwa N2O
memiliki efek agonis pada reseptor opioid atau mengaktifkan
sistem opioid endogen. Area pusat muntah pada medula
tidak dipengaruhi oleh N2O kecuali jika terdapat hipoksia.
Nitrous oksida tidak mengikuti klasifikasi stadium
anestesi dari guedel dalam kombinasinya dengan oksigen
dan sangat tidak mungkin mencoba memakai nitrous oksigen
tanpa oksigen hanya karena ingin tahu gambaran stadium
anestesi dari guedel. Efeknya terhadap tekanan intrakranial
sangat kecil bila dibandingkan dengan obat anestesi yang
lain.
Dalam

konsentrasi

menyebabkan

amnesia,

lebih

dari

walaupun

penelitian yang lebih lanjut.


Terhadap susunan saraf

60%,
masih

otonom,

N 2O

dapat

diperlukan

nitrous

oksida

merangsang reseptor alfa saraf simpatis, tetapi tahanan


perifer pembuluh darah tidak mengalami perubahan.
b. Terhadap sistem kardiovaskuler
Depresi ringan kontraktilitas miokard terjadi pada rasio
N2O : O2 = 80% : 20%. N2O tidak menyebabkan perubahan
laju jantung dan curah jantung secara langsung. Tekanan
darah tetap stabil dengan sedikit penurunan yang tidak
bermakna.
c. Terhadap sistem respirasi
Pengaruh terhadap sistem pernapasan minimal. N 2O
tidak mengiritasi epitel paru sehingga dapat diberikan pada
31

pasien dengan asma tanpa meningkatkan resiko terjadinya


spasme

bronkus.

pernapasan

Perubahan

(menjadi

lebih

laju

lambat

dan
dan

kedalaman
dalam)

lebih

disebabkan karena efek sedasi dan hilangnya ketegangan.


d. Terhadap sistem gastrointestinal
N2O tidak mempengaruhi tonus dan motilitas saluran
cerna. Distensi dapat terjadi akibat masuknya N 2O ke dalam
lumen usus. Pada gangguan fungsi hepar, N 2O tetap dapat
digunakan.
e. Terhadap ginjal
N2O tidak mempunyai pengaruh yang signifikan pada
ginjal maupun pada komposisi urin.
f. Terhadap otot rangka
N2O tidak menyebabkan relaksasi otot rangka. Karena
tonus

otot

tetap

tidak

berubah

sehingga

dalam

penggunaannya mutlak memerlukan obat pelumpuh otot.


g. Terhadap uterus dan kehamilan
Kontraksi uterus tidak terpengaruh baik pada kekuatan
maupun frekuensinya. N2O melewati barrier plasenta dengan
mudah masuk ke dalam sirkulasi fetus yang

dapat

mengakibatkan konsentrasi O2 di darah fetus turun dengan


drastis bila kurang dari 20% O 2 diberikan bersama dengan
N2O.

kehamilan

bukan

merupakan

kontra

indikasi

penggunaan N2O O2 sebagai sedasi inhalasi.


h. Terhadap sistem hematopoietik
Dilaporkan pada pemakaian jangka panjang secara
terus menerus lebih dari 24 jam bisa menimbulkan depresi
pada fungsi hemato-poietik. Anemia megaloblastik sebagai
salah satu efek samping pada pemakaian nitrous oksida
jangka lama.
Penggunaan Klinik

32

Dalam praktik anestesia, N2O digunakan sebagai obat


dasar dari anestesia umum inhalasi dan selalu dikombinasikan
dengan oksigen dengan perbandingan N 2O : O2 = 70 : 30
(untuk pasien normal), 60 : 40 (untuk pasien yang memerlukan
tunjangan oksigen yang lebih banyak), atau 50 : 50 (untuk
pasien yan beresiko tinggi). Oleh karena N 2O hanya bersifat
analgesia

lemah,

maka

dalam

penggunaannya

selalu

dikombinasikan degnan obat lain yang berkhasiat sesuai


dengan target trias anestesia yang ingin dicapai.
Efek samping
Walaupun nitrous oksida dikatakan sebagai obat anestetik
non toksik dan mempunyai pengaruh yang sangat minimal
pada sistem organ seperti tersebut di atas, kadang-kadang
terjadi juga efek samping seperti berikut:
1. Nitrous oksida akan meningkatkan efek depresi nafas dari
obat tiopenton terutama setelah diberikan premedikasi
narkotik.
2. Kehilangan

pendengaran

pasca

anestesia,

hal

ini

disebabkan adanya perbedaan solubilitas antara N 2O dan


N2 sehingga terjadi perubahan tekanan pada rongga telinga
tengah.
3. Pemanjangan proses pemulihan anestesia akibat difusinya
ke rongga tubuh seperti pneumotorak.
4. Pemakaian jangka panjang menimbulkan depresi sumsum
tulang sehingga menyebabkan anemia aplastik.
5. Mempunyai efek teratogenik pada embrio terutama pada
umur 8 hari 6 minggu, yang dianggap periode kritis.
6. Hipoksia difusi pasca anestesia. Hal ini terjadi sebagai
akibat dari sifat difusinya yang luas sehingga proses
evaluasinya

terlambat.

Oleh

karena

itu

anestesia, oksigenasinya harus diperhatikan.


Kecelakaan dalam penggunaan N2O
33

pada

akhir

Kecelakaan dalam praktik anestesia mempergunakan N 2O


sering kali terjadi. Hal ini disebabkan oleh faktor alat atau mesin
anestesia yang digunakan dan faktor manusianya akibat
kelalaian. Seperti telah diuraikan di atas, pemakaian N 2O harus
selalu diberikan bersama-sama dengan oksigen. Kecelakaan
bisa terjadi pada saat induksi, pada saat pemeliharaan atau
pada saat akhir anestesia. Pada saat induksi, petugas
anestesia ingin memberikan oksigen, tetapi yang dialirkan
justru N2O. pada saat pemeliharaan, persediaan oksigen habis
dan petugas tidak waspada. Pada saat akhir anestesia,
petugas anestesia bermaksud memberikan oksigen, tetapi yang
dialirkan ternyata N2O.
Untuk

megurangi

resiko

kecelakaan

dalam

penggunaan N2O, dilakukan modifikasi dan penyempurnaan


sarana sistem perpipaan gas di rumah sakit dan mesin
anestesia. Kemasan tabung gas diberi tanda / warna / label
tertentu, sistem perpipaan dilengkapi dengan alat pengaman
dan mesin anestesia dibuat sedemikian rupa sehingga tanpa
aliran oksigen, gas N2O tidak bisa mengalir.

2.3.4.7 Perbedaan Anestetik Inhalasi


Anesetetik
inhlasi
Berat
molekul
Titik didih
(oC)
Tekanan uap
(mmHg
20oC)

Nitrous
Oksida

Halotan

Enfluran

Isofluran

Desfluran

Sevofluran

44

197

184

184

168

200

-68

50-50,2

56,6

48,5

22,8-23,5

58,5

5200

243-244

172-174,5

238-240

669-673

160-170

Bau

Manis

Organik

Eter

Eter

Eter

Eter

Turunan eter

Bukan

Bukan

Ya

Ya

Ya

Ya

Pengawet

Perlu

Koef. Partisi
darah/gas

0,47

2,4

1,9

1,4

0,42

0,65

34

Dengan
kapur soda
40oC
MAC 37oC
usia 30-55
tahun
(tekanan 760
mmHg)

Stabil

Tidak

Stabil

Stabil

Stabil

Tidak

104-105

0,75

1,63-1,70

1,15-1,20

6,0-6,6

1,80-2,0

Tabel 2.1 Perbandingan sifat fisik dan kimia anestetik inhalasi


Anestetik
inhalasi
CO

Nitrous
Oksida
0

Halotan

Enfluran

-*

--*

Isofluran/
Desfluran
0

HR

++*

BP

-*

--*

--*

--

Kontraktilitas

-*

---*

--*

--*

--

SVR

--

PVR

TIK

++

++

CBF

++

Kejang
Aliran Darah
Hepar
RR

--

--

++

++

VT

PaCO2

++

Sevofluran
0

*=Dose Dependent; 0=No Change; -=Decrease; +=Increase


CO=cardiac output; HR=heart rate; BP=blood preasure; SVR=systemic vasculer
resistence; PVR=pulmonary vasculer resistance; TIK=tekanan intrakranial;
CBF=cerebral blood flow; RR=respiratory rate; VT=volume tidal

Tabel 2.2 Farmakologi klinik anestetik inhalasi


2.3.5 Obat Anestesi Intravena
Obat-obat anestesia intravena adalah obat anestesia yang
diberikan melalui jalur intravena, baik obat yang berkhasiat hipnotik
atau analgetik maupun pelumpuh otot. Anestesi intravena selain
untuk induksi juga dapat digunakan untuk rumatan anestesi,
tambahan pada analgesi regional atau untuk membantu prosedur
diagnostik misalnya thiopental, ketamin, propofol dan fentanil.
1. Thiopental
35

Thiopental (pentothal, thiopentone) dikemas dalam bentuk


tepung atau bubuk berwarna kuning, bersifat higroskopis, berbau
belerang, biasanya dalam ampul 500 mg atau 1000 mg. Larutan ini
tidak

boleh disimpan. Thiopental hanya boleh digunakan untuk

intravena dengan dosis 3 7 mg/kg dan disuntikkan perlahan-lahan


dihabiskan dalam 30 60 detik.
Larutan ini sangat alkalis dengan pH 10 11, sehingga
suntikan keluar vena akan menimbulkan nyeri hebat apalagi masuk
ke arteri akan menyebabkan vasokonstriksi dan nekrosis jaringan
sekitar.
Bergantung dosis dan kecepatan suntikan thiopental akan
menyebabkan pasien berada dalam keadaan sedasi, hipnosis,
anestesia atau depresi napas. Thiopental menurunkan aliran darah
ke otak, tekanan likuor, tekanan intrakranial dan diduga dapat
melindungi otak akibat kekurangan O 2. Dosis rendah bersifat antianalgesi.
Thiopental di dalam darah 70% diikat oleh albumin, sisanya
30% dalam bentuk bebas, sehingga pada pasien dengan albumin
rendah dosis harus dikurangi.

Sifat anestesi thiopentone :


Hipnotik kuat
Induksi cepat, lancar dan tidak diikuti oleh eksitasi
Pola respirasi tenang dan bisa hipoventilasi
Tidak punya khasiat analgetik
Tidak menimbulkan relaksasi otot
Pemulihan cepat, tetapi masih ada rasa ngantuk
Efek samping mual dan muntah jarang dijumpai
Indikasi pemakaian thiopentone :
Induksi anestesia
Obat tambahan pada analgesia regional
Anti kejang
Anestesia tunggal misalnya pada tidakan reposisi
Hipnotik pada pasien di ruang terapi intensif
Dosis dan cara pemakaian :
Untuk induksi, dibuat larutan dalam akuades atau NaCl
0,9% dengan konsentrasi 2,5% atau 5%. Dosis untuk induksi
adalah 4-5 mg/kgBB diberikan IV perlahan. Pada anak,
orangtua dan pasien malnutrisi, dilakukan modifikasi dosis.
36

Bila terjadi ekstravasasi akan terjadi nyeri akibat iritasi


jaringan dan selanjutnya timbul nekrosis jaringan di tempat
suntikan. Penanggulangannya adalah segera suntikan obat
anestesia lokal isobarik atau hipobarik ke dalam jaringan yang
mengalami ekstravasasi.
2. Propofol
Propofol (diprivan, recofol, safol) dikemas dalam cairan emulsi
lemak berwarna putih susu bersifat isotonik, berisi 20 ml/ampul
dengan kepekatan 1% (1 ml = 10 mg), tidak larut dalam air dan
bersifat asam. Suntikan intravena sering menyebabkan nyeri,
sehingga beberapa detik sebelumnya dapat diberikan lidokain 1 2
mg/kg intravena. Khasiatnya hipnotik murni, tidak mempunyai efek
analgetik maupun relaksasi otot.
Dosis bolus untuk induksi 2 2.5 mg/kg, dosis rumatan untuk
anestesi intravena total 4 12 mg/kg/jam dan dosis sedasi untuk
perawatan intensif 0.2 mg/kg. Pengenceran propofol hanya boleh
dengan dekstros 5%. Pada manula dosis harus dikurangi, pada
anak <3 tahun dan pada wanita hamil tidak dianjurkan. Pemulihan
kesadaran berlangsung cepat, pasien akan bangun setelah 4-5
menit tanpa disertai efek samping seperti : mual, muntah, sakit
kepala dan lainnya.
3. Ketamin
Ketamin (ketalar) kurang digemari untuk induksi anestesi,
karena sering menimbulkan takikardi, hipertensi, hipersalivasi, nyeri
kepala,

pasca

anestesia

dapat

menimbulkan

mual-muntah,

pandangan kabur dan mimpi buruk.


Dosis bolus untuk induksi intravena ialah dalam bentuk larutan
1% 1 2 mg/kgBB pelan-pelan dan untuk intramuskular 5 10 mg.
Ketamin dikemas dalam cairan bening, bersifat agak asam dan
sensitif terhadap cahaya dan udara maka disimpan dalam vial
berwarna cokelat. Kepekatan 1% (1 ml = 10 mg), 5% (1 ml = 50
mg) dan 10% (1 ml = 100 mg).
4. Opioid
Opioid (morfin, petidin, fentanil, sufentanil) untuk induksi
diberikan dosis tinggi. Opioid tidak mengganggu kardiovaskular,
37

sehingga banyak digunakan untuk induksi pasien dengan kelainan


jantung. Fentanil mempunyai potensi 1000 kali lebih kuat
dibandingkan dibanding petidin dan 50-100 kali lebih kuat dari
morfin. Mulai kerjanya cepat dan masa kerjanya pendek. Untuk
anestesia opioid digunakan fentanil dosis analgesia, 1-2 g/kgBB
diberikan intramuskuler. Untuk induksi anestesia 2-20 g/kgBB
intravena. Untuk suplemen analgesia 1-2 g/kgBB diberikan
intravena.

2.3.6 Obat Pelumpuh Otot


Relaksasi otot lurik dapat dicapai dengan mendalamkan
anestesi umum inhalasi, melakukan blokade saraf regional dan
memberikan pelumpuh otot. Pendalaman anestesi berisiko depresi
nafas dan depresi jantung, blokade saraf terbatas penggunaannya.
Sebelum dikenal obat penawar pelumpuh otot, penggunaan
pelumpuh

otot

sangat

terbatas.

Sejak

ditemukan

penawar

pelumpuh otot dan penawar opioid, maka penggunaan pelumpuh


otot dan opioid hampir rutin. Anestesi tidak perlu dalam, hanya
sekedar supaya tidak sadar, analgesi dapat diberikan opioid dosis
tinggi dan otot lurik dapat relaksasi akibat pemberian pelumpuh
otot. Ketiga kombinasi ini dikenal sebagai trias anestesi the triad
of anesthesia dan ada yang memasukkan ventilasi kendali.
Relaksasi otot rangka merupakan salah satu dari the triad of
anesthesia yang harus dipenuhi pada operasi-operasi besar seperti
misalnya laparotomi, torakotomi, dan operasi yang memerlukan
nafas kendali.
Setiap serabut saraf motorik mensarafi beberapa serabut otot
lurik dan Transmisi rangsangan saraf ke otot melalui neuromuscular junction atau neuro transmitter acetilkolin. Pelumpuh otot
disebut juga sebagai obat blokade neuro-muskular.

38

Akibat rangsang terjadi depolarisasi pada terminal saraf.


Influks

ion

kalsium

memicu

keluarnya

asetil-kolin

sebagai

transmitter saraf. Asetilkolin saraf akan menyebrang dan melekat


pada reseptor nikotinik-kolinergik di otot. Kalau jumlahnya cukup
banyak, maka akan terjadi depolarisasi dan lorong ion terbuka, ion
natrium dan kalsium masuk dan ion kalium keluar, terjadilah
kontraksi otot. Asetilkolin cepat dihidrolisa oleh asetilkolin-esterase
(kolin-esterase khusus atau murni) menjadi asetil dan kolin,
sehingga lorong tertutup kembali terjadilah repolarisasi.
Mekanisme hambatan (blok) saraf otot akan terjadi pada
hubungan saraf otot melalui mekanisme sebagai berikut :
1. Hambatan penggabungan asetilkolin dengan reseptor di
membrane ujung motor atau otot, antara lain akibat
pengaruh obat tubekurarin, pankuronium, alkuronium, dan
atrakurium. Hambatan (blok) ini sering disebut hambatan
kompetisi atau hambatan non depolarisasi.
2. Hambatan penurunan kepekaan membrane ujung motor atau
otot, hal ini terjadi akibat pemberian obat pelumpuh otot
golongan depolarisasi misalnya suksinilkolin. Hambatan ini
sering disebut hambatan (blok) depolarisasi.
3. Hambatan pelepasan asetilkolin pada ujung saraf motoris,
antar lain disebabkan oleh karena pengaruh obat analgesic
local, toksin botulismus, antibiotic golongan aminoglikosida,

keadaan hipokalsemi dan hipermagnesemia.


Pelumpuh otot depolarisasi
Pelumpuh otot depolarisasi (nonkompetitif, leptokurare)
bekerjanya seperti asetilkolin, tetapi di celah saraf otot tak
dirusak oleh kolinesterase, sehingga cukup lama berada di
celah sinaptik, sehingga terjadilah depolarisasi ditandai oleh
fasikulasi yang disusul relaksasi otot lurik. Termasuk
golongan pelumpuh otot depolarisasi ialah suksinil-kolin
(diasetil-kolin) dan dekametonium.
Di dalam vena suksinil-kolin dimetabolisir oleh kolinesterase-plasma, pseudo-kolin-esterase, menjadi suksinil39

monokolin.

Obat

anti

dikontraindikasikan,

kolinesterase

karena

(prostigmin)

menghambat

kerja

pseudokolinesterase.
Dampak samping suksinil ialah:
1. Nyeri otot pasca pemberian
Nyeri otot dapat dikurangi dengan memberikan pelumpuh
otot nondepolarisasi dosis kecil sebelumnya. Mialgia
terjadi sampai 90%, selain itu dapat terjadi mioglobinuria.
2. Peningkatan tekanan intraokular
Akibat kontraksi otot mata eksternal dan dapat dicegah
seperti nyeri otot.
Peningkatan tekanan intrakranial
Peningkatan tekanan intragastrik
Peningkatan kadar kalium plasma
Aritmia jantung
Berupa bradikardi atau ventricular premature beat
7. Salivasi
Akibat efek muskarinik
8. Alergi, anafilaksis
Akibat efek muskarinik
3.
4.
5.
6.

Penggunaannya:
1. Untuk fasilitas intubasi pipa endotrakeal
2. Relaksasi otot pada reposisi fraktur tertutup atau
dislokasi sendi.
3. Menghilangkan spasme laring
4. Relaksasi lapangan operasi terutama pada operasi yang
berlangsung singkat.
Penggunaan harus hati-hati pada pasien yang menderita
gangguan fungsi hati, luka bakar, dan hiperkalemi.

Pelumpuh otot nondepolarisasi


Pelumpuh otot nondepolarisasi (inhibitor kompetitif,
takikurare) berikatan dengan reseptor nikotinik-kolinergik,
tetapi tak menyebabkan depolarisasi, hanya menghalangi
asetil-kolin menempatinya, sehingga asetilkolin tak dapat
bekerja.
Penggunaannya :
1. Untuk fasilitas intubasi pipa endotrakeal
2. Membuat relaksasi lapangan operasi
3. Menghilangkan spasme laring dan reflex jalan nafas
40

4. Memudahkan nafas kendali


5. Mencegah fasikulasi otot akibat suksinilkolin
Berdasarkan susunan molekul, maka pelumpuh otot
nondepolarisasi digolongkan menjadi :
1. Bensiliso-kuinolinum:

d-tubokurarin,

atrakurium, doksakurium, mivakurium


2. Steroid: pankuronium,
vekuronium,

metokurin,
pipekuronium,

ropakuronium, rokuronium
3. Eter-fenolik: gallanin
4. Nortoksiferin: alkuronium
Penggunaan obat golongan non depolarisasi harus hati

hati pada pasien dengan miastenia gravis.


Pilihan pelumpuh otot
1. Gangguan faal ginjal : atrakurium, vekuronium
2. Gangguan faal hati: atrakurium
3. Myasthenia gravis: 1/10 atrakurium
4. Bedah singkat: atrakurium, rokuronium, mivakuronium
5. Kasus obstetri : semua dapat digunakan, kecuali gallanin
Tanda-tanda kekurangan pelumpuh otot :
Cegukan (hiccup)
Dinding perut kaku
Ada tahanan pada inflasi paru
Penawar pelumpuh otot
Penawar pelumpuh otot atau antikolinesterase bekerja
pada sambungan sarfa-otot mencegah asetilkolin-esterase
bekerja, sehingga asetilkolin dapat bekerja. Antikolinesterase
yang paling sering digunakan ialah neostigmin (prostigmin),
piridostigmin dan edrophonium. Physostigmine (eserin)
hanya untuk penggunaan per-oral.
Dosis neostigmin 0,04-0,08 mg/kg, piridostigmin 0,1-0,4
mg/kg, edrophonium 0,5-1 mg/kg dan physostigmin 0,010,03 mg/kg. Penawar pelumpuh otot bersifat muskarinik
menyebabkan hipersalivasi, berkeringat, bradikardia, kejang
bronkus, hipermotilitas usus dan pandangan kabur, sehingga
pemberiannya harus disertai oleh obat vagolitik seperti
atropin dosis 0,01-0,02 mg/kg atau glikopirolat 0,005-0,01
mg/kg sampai 0,2-0,3 mg pada dewasa.

41

2.4

Stadium Anestesi
Untuk melakukan anestesi inhalasi dengan aman perlu untuk
mengetahui kedalaman anestesi. Salah satu penyebab kematian
selama anestesi adalah terlalu dalamnya anestesi yang dilakukan.
Kedalaman anestesi ini dibagi dalam 4 tahap (stadium atau
stage) :
Tahap 1 (analgesia)

: dimulai dari saat induksi sampai hilangnya


kesadaran.

Tahap 2 (eksitasi): dimulai dari hilangnya kesadaran sampai nafas


menjadi teratur (otomatik). Pasien sering
meronta-ronta, menahan nafas, batuk, dan
muntah.
Tahap 3 (pembedahan) : dimulai saat pernafasan mulai teratur,
dibagi:
Plane 1 : nafas teratur, nafas dada dan nafas perut sama
besarnya dan fase geraknya bersamaan. Gerak
bola mata mulai lambat sampai akhirnya diam.
Pupil masih kecil seperti semula.
Plane 2: nafas teratur, nafas dada dan nafas perut mulai
berkurang besarnya tetapi fase geraknya masih
bersamaan. Pupil mulai membesar (midriasis) dan
refleks cahaya masih ada meskipun mungkin
menjadi lambat.
Plane 3: gerak nafas dada yang makin kecil dan fase
geraknya tertinggal di belakang nafas perut (seesaw respiration). Pupil midriasis, refleks cahaya
negatif.
Plane 4: gerak nafas perut saja, tak teratur (gasping)
bahkan terhenti (apnea).
Tahap 4 (paralisis) : kelumpuhan total otot diafragma, nafas
berhenti, pupil dilatasi maksimal, penderita di
ambang kematian.
42

Sampai tahap 3 plane 2, efek depresi otot jantung tak


nampak jelas karena eter merangsang saraf simpatis serta sekresi
adrenalin-nor adrenalin. Pada stadium dalam, terjadi depresi nafas
dan depresi otot jantung.
Pada tahap 3 plane 3 ini telah terjadi depresi nafas dan
sirkulasi yang cukup berbahaya, sehingga plane 3 hanya boleh
untuk waktu singkat saja. Cara lain yang lebih aman adalah dengan
menggunakan obat pelumpuh otot disertai nafas buatan.
Pembedahan dilakukan pada tahap (stadium) 3:

Plane 1, untuk pembedahan di tangan, kaki, dan permukaan

tubuh.
Plane 2, untuk pembedahan rongga perut bagian bawah, SC,

hernia, usus buntu.


Plane 3, untuk pembedahan rongga perut bagian atas dan
lainnya yang memerlukan relaksasi otot sebaik-baiknya, tetapi
tahap ini sangat berbahaya karena pada tahap ini sudah mulai
terjasi depresi nafas dan sirkulasi. Bila diperlukan relaksasi
untuk pembedahan perut bagian atas maka ditambahkan obat
pelumpuh otot curarine atau derivatnya.

BAB 3
RANGKUMAN
Anestesi umum adalah keadaan tidak sadar yang disertai hilangnya
rasa sakit di seluruh tubuh, melalui pemberian obat-obatan anestesi yang
digunakan selama prosedur pembedahan dan tindakan medis tertentu.
43

Tujuan utama anestesi yaitu menghilangkan rasa nyeri pada waktu


pembedahan. Tujuan anestesi yang lain adalah menghilangkan ingatan
(amnesia), membuat tidur (narkosis), dan melemaskan otot agar
pembedahan berjalan lebih baik.
Anestesi umum dilakukan dengan obat yang diberikan secara
inhalasi maupun secara parenteral. Obat anestesi inhalasi yang umum
digunakan untuk praktek klinik saat ini ialah N 2O, Halotan, Enfluran,
Isofluran, Desfluran dan Sevofluran. Pada umumnya obat-obat anestesi
inhalasi hanya memberi sedikit efek relaksasi otot, sehingga untuk
mencapai relaksasi yang baik dilakukan dengan menambah obat
pelumpuh otot.
Obat pelumpuh otot yang digunakan adalah golongan depolarisasi
(suksinil-kolin
nondepolarisasi

(diasetil-kolin),

dekametonium)

(Bensiliso-kuinolinum

maupun

golongan

d-tubokurarin,

metokurin,

atrakurium, doksakurium, mivakurium; Steroid : pankuronium, vekuronium,


pipekuronium,

ropakuronium,

rokuronium;

Eter-fenolik

gallanin;

Nortoksiferin : alkuronium).
Anestesi intravena selain untuk induksi juga dapat digunakan untuk
rumatan anestesi, tambahan pada analgesi regional atau untuk membantu
prosedur diagnostik. Obat-obat tersebut antara lain tiopental, ketamin,
propofol, dan opioid. Kedalaman atau stadium anestesi dibagi dalam 4
tahap yaitu tahap 1 (analgesi), tahap 2 (eksitasi), tahap 3 (pembedahan),
dan tahap 4 (paralisis).

DAFTAR PUSTAKA

Latief, Said A. Petunjuk Praktis Anestesiologi: edisi kedua. Bagian


Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2001.
44

Wahjoeningsih,

Sri.

Panduan

Kepaniteraan

Klinik.

Block

Course

Anesthesia and Analgesia Bagian/SMF Anestesiologi dan Reanimasi


FK Unair/RSU dr. Sutomo.
Wirjoatmodjo, Karjadi. Anestesiologi dan Reanimasi Modul Dasar untuk
Pendidikan S1 Kedokteran. 1999/2000. Jakarta: Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

45

Anda mungkin juga menyukai