Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

Gangguan skizoafektif adalah kelainan mental yang rancu yang ditandai dengan adanya
gejala kombinasi antara gejala skizofrenia dan gejala gangguan afektif. Penyebab gangguan
skizoafektif tidak diketahui, tetapi empat model konseptual telah dikembangkan. Gangguan
dapat berupa tipe skizofrenia atau tipe gangguan mood. Gangguan skizoafektif mungkin
merupakan tipe psikosis ketiga yang berbeda, yang bukan merupakan gangguan skizofrenia
maupun gangguan mood. Keempat dan yang paling mungkin, bahwa gangguan skizoafektif
adalah kelompok heterogen gangguan yang menetap ketiga kemungkinan pertama.1
Pada gangguan Skizoafektif gejala klinis berupa gangguan episodik gejala gangguan
mood maupun gejala skizofreniknya menonjol dalam episode penyakit yang sama, baik
secara simultan atau secara bergantian dalam beberapa hari.2 Bila gejala skizofrenik dan
manik menonjol pada episode penyakit yang sama, gangguan disebut gangguan skizoafektif
tipe manik. Dan pada gangguan skizoafektif tipe depresif, gejala depresif yang menonjol. 2
Gejala yang khas pada pasien skizofrenik berupa waham, halusinasi, perubahan dalam
berpikir, perubahan dalam persepsi disertai dengan gejala gangguan suasana perasaan baik
itu manik maupun depresif.2,3
Kriteria diagnostik gangguan skizoafektif berdasarkan DSM-IV-TR, merupakan suatu
produk beberapa revisi yang mencoba mengklarifikasi beberapa diagnosis, dan untuk
memastikan bahwa diagnosis memenuhi kriteria baik episode manik maupun depresif dan
menentukan lama setiap episode secara tepat. Pada setiap diagnosis banding gangguan
psikotik, pemeriksaan medis lengkap harus dilakukan untuk menyingkirkan penyebab
organik. semua kondisi yang dituliskan di dalam diagnosis banding skizofrenia dan
gangguan mood perlu dipertimbangkan. Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan
skizoafektif mempunyai prognosis di pertengahan antara prognosis pasien dengan
skizofrenia dan prognosis pasien dengan gangguan mood. Sebagai suatu kelompok, pasien
dengan gangguan skizoafektif memiliki prognosis yang lebih buruk daripada pasien dengan
gangguan depresif maupun gangguan bipolar, tetapi memiliki prognosis yang lebih baik
daripada pasien dengan skizofrenia.1
BAB II
1

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Gangguan Skizoafektif mempunyai gambaran baik skizofrenia maupun gangguan afektif.
Gangguan skizoafektif memiliki gejala khas skizofrenia yang jelas dan pada saat bersamaan juga
memiliki gejala gangguan afektif yang menonjol. Gangguan skizoafektif terbagi dua yaitu, tipe
manik dan tipe depresif.1,3

2.2 Epidemiologi
Prevalensi seumur hidup gangguan skizoafektif kurang dari 1 persen, mungkin berkisar 0,5
sampai 0,8 persen. Gangguan skizoafektif tipe depresif mungkin lebih sering terjadi pada orang tua
daripada orang muda, dan tipe bipolar lebih sering pada dewasa muda daripada dewasa tua.
Prevalensi gangguan tersebut dilaporkan lebih rendah pada laki-laki daripada perempuan, terutama
perempuan menikah; usia awitan untuk perempuan lebih lanjut daripada laki-laki, seperti
skizofrenia. Laki-laki dengan gangguan skizoafektif mungkin memperlihatkan perilaku antisosial
dan mempunyai afek tumpul yang nyata atau tidak sesuai.
2.3 Etiologi
Sulit untuk menentukan penyebab penyakit yang telah berubah begitu banyak dari waktu ke
waktu. Dugaan saat ini bahwa penyebab gangguan skizoafektif mungkin mirip dengan etiologi
skizofrenia. Oleh karena itu teori etiologi mengenai gangguan skizoafektif juga mencakup kausa
genetik dan lingkungan.
Penyebab gangguan skizoafektif adalah tidak diketahui, tetapi empat model konseptual telah
diajukan. (1) Gangguan skizoafektif mungkin merupakan suatu tipe skizofrenia atau suatu tipe
gangguan mood. (2) Gangguan skizoafektif mungkin merupakan ekspresi bersama-sama dari
skizofrenia dan gangguan mood. (3) Gangguan skizoafektif mungkin merupakan suatu tipe
psikosis ketiga yang berbeda, tipe yang tidak berhubungan dengan skizofrenia maupun suatu
gangguan mood. (4) Kemungkinan terbesar adalah bahwa gangguan skizoafektif adalah kelompok
gangguan yang heterogen yang meliputi semua tiga kemungkinan pertama. Sebagian besar
penelitian telah menganggap pasien dengan gangguan skizoafektif sebagai suatu kelompok
heterogen.
Peningkatan prevalensi skizofrenia tidak ditemukan diantara sanak saudara pasien yang pasien
dengan skizoafektif, tipe bipolar; tetapi, sanak saudara pasien dengan gangguan skizoafektif, tipe
2

depresif, mungkin berada dalam resiko yang lebih tinggi menderita skizofrenia daripada suatu
gangguan mood.

2.4 Manifestasi klinis


Pada gangguan Skizoafektif gejala klinis berupa gangguan episodik gejala gangguan
mood maupun gejala skizofreniknya menonjol dalam episode penyakit yang sama, baik
secara simultan atau secara bergantian dalam beberapa hari. Bila gejala skizofrenik dan
manik menonjol pada episode penyakit yang sama, gangguan disebut gangguan skizoafektif
tipe manik. Dan pada gangguan skizoafektif tipe depresif, gejala depresif yang menonjol.2
Gejala yang khas pada pasien skizofrenik berupa waham, halusinasi, perubahan dalam
berpikir, perubahan dalam persepsi disertai dengan gejala gangguan suasana perasaan baik
itu manik maupun depresif.2,3
Gejala klinis berdasarkan pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa
(PPDGJ-III):3 Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua
gejala atau lebih bila gejala gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):
a

thought echo = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam
kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun
kualitasnya berbeda ; atau thought insertion or withdrawal = isi yang asing dan luar
masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu
dari luar dirinya (withdrawal); dan thought broadcasting= isi pikirannya tersiar
keluar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya;

delusion of control = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan


tertentu dari luar; atau delusion of passivitiy = waham tentang dirinya tidak berdaya
dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang dirinya = secara jelas
merujuk kepergerakan tubuh / anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau
penginderaan khusus). delusional perception = pengalaman indrawi yang tidak
wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau
mukjizat.

Halusinasi Auditorik: Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus


terhadap perilaku pasien, atau mendiskusikan perihal pasien pasein di antara mereka

sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara), atau jenis suara halusinasi lain yang
berasal dari salah satu bagian tubuh.
d

Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak
wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik
tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa (misalnya mampu
mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan mahluk asing dan dunia lain).

Halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh waham
yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang
jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau
apabila terjadi setiap hari selama berminggu minggu atau berbulan-bulan terus
menerus.

Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation), yang
berkibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme.

Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi tubuh tertentu


(posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor.

Gejala-gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respons
emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan
diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa
semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika.
Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu

bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik (prodromal). Harus ada suatu
perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall quality) dan
beberapa aspek perilaku pribadi (personal behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya
minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu sikap larut dalam diri sendiri (selfabsorbed attitude) dan penarikan diri secara sosial.

2.5 Diagnosis
Konsep gangguan skizoafektif melibatkan konsep diagnostik baik skizofrenia maupun
gangguan mood, beberapa evolusi dalam kriteria diagnostik untuk gangguan skizoafektif

mencerminkan perubahan yang telah terjadi di dalam kriteria diagnostik untuk kedua kondisi
lain.
Kriteria diagnostik utama untuk gangguan skizoafektif (Tabel 1) adalah bahwa pasien
telah memenuhi kriteria diagnostik untuk episode depresif berat atau episode manik yang
bersama-sama dengan ditemukannya kriteria diagnostik untuk fase aktif dari skizofrenia.
Disamping itu, pasien harus memiliki waham atau halusinasi selama sekurangnya dua
minggu tanpa adanya gejala gangguan mood yang menonjol. Gejala gangguan mood juga
harus ditemukan untuk sebagian besar periode psikotik aktif dan residual. Pada intinya,
kriteria dituliskan untuk membantu klinisi menghindari mendiagnosis suatu gangguan mood
dengan ciri psikotik sebagai suatu gangguan skizoafektif.2
Tabel 1. Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Skizoafektif (DSM-IV)
Kriteria Diagnostik Untuk Gangguan Skizoafektif
A. Periode penyakit tidak terputus berupa, pada suatu waktu.
Terdapat episode depresif mayor, episode manik, atau episode manik, atau episode campuran yang
terjadi bersamaan dengan gejala yang memenuhi kriteria A skizofrenia.
Catatan: Episode depresif berat harus termasuk kriteria A1: mood terdepresi.
B. Selama periode penyakit yang sama, terdapat waham atau halusinasi selama sekurangnya 2 minggu
tanpa adanya gejala mood yang menonjol.
C. Gejala yang memenuhi kriteria untuk episode mood timbul dalam jumlah yang bermakna
pada durasi total periode aktif dan residual penyakit.
D. Gangguan tidak disebabkan efek fisiologis langsung dari suatu zat
(misalnya, obat yang disalahgunakan, suatu medikasi) atau suatu kondisi medis umum.
Sebutkan tipe:
Tipe bipolar: jika gangguan termasuk suatu episode manik atau campuran (atau suatu manik
suatu episode campuran dan episode depresif berat)
Tipe depresif: jika gangguan hanya termasuk episode depresif berat.
Tabel dari DSM-IV, Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders. Ed. 4. Hak cipta American Psychiatric
Association. Washington. 1994.

DSM-IV juga membantu klinisi untuk menentukan apakah pasien menderita gangguan
skizoafektif, tipe bipolar, atau gangguan skizoafektif, tipe depresif. Seorang pasien
diklasifikasikan menderita tipe bipolar jika episode yang ada adalah dari tipe manik atau suatu

episode campuran dan episode depresif berat. Selain itu, pasien diklasifikasikan menderita tipe
depresif.
Pada PPDGJ-III, gangguan skizoafektif diberikan kategori yang terpisah karena cukup
sering dijumpai sehingga tidak dapat diabaikan begitu saja. Kondisi-kondisi lain dengan gejalagejala afektif saling bertumpang tindih dengan atau membentuk sebagian penyakit skizofrenik
yang sudah ada, atau di mana gejala-gejala itu berada bersama-sama atau secara bergantian
dengan gangguan-gangguan waham menetap jenis lain, diklasifikasikan dalam kategori yang
sesuai dalam F20-F29. Waham atau halusinasi yang tak serasi dengan suasana perasaan (mood)
pada gangguan afektif tidak dengan sendirinya menyokong diagnosis gangguan skizoafektif.
Tabel 2. Pedoman Diagnostik Gangguan Skizoafektif berdasarkan PPDGJ-III

Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala


definitif adanya skizofrenia dan gangguan skizofrenia dan gangguan
afektif sama-sama menonjol pada saat yang bersamaan (simultaneously),
atau dalam beberapa hari yang satu sesudah yang lain, dalam satu episode
penyakit yang sama, dan bilamana, sebagai konsekuensi dari ini, episode
penyakit tidak memenuhi kriteria baik skizofrenia maupun episode manik

atau depresif.
Tidak dapat digunakan untuk pasien yang menampilkan gejala skizofrenia

dan gangguan afektif tetapi dalam episode penyaki yang berbeda.


Bila seorang pasien skizofrenik menunjukkan gejala depresif setelah
mengalami suatu episode psikotik, diberi kode diagnosis F20.4 (Depresi
Pasca-skizofrenia). Beberapa pasien dapat mengalami episode skizoafektif
berulang, baik berjenis manik (F25.0) maupun depresif (F25.1) atau
campuran dari keduanya (F25.2). Pasien lain mengalami satu atau dua
episode manik atau depresif (F30-F33)

2.6 Diagnosis Banding


Semua kondisi yang dituliskan di dalam diagnosis banding skizofrenia dan gangguan mood
perlu dipertimbangkan di dalam diagnosis banding gangguan skizoafektif. Pasien yang diobati
dengan steroid, penyalahguna amfetamin dan phencyclidine (PCP), dan beberapa pasien dengan
epilepsi lobus temporalis secara khusus kemungkinan datang dengan gejala skizofrenik dan
6

gangguan mood yang bersama-sama. Diagnosis banding psikiatrik juga termasuk semua
kemungkinan yang biasanya dipertimbangkan untuk skizofrenia dan gangguan mood. Di dalam
praktik klinis, psikosis pada saat datang mungkin mengganggu deteksi gejala gangguan mood pada
masa tersebut atau masa lalu. Dengan demikian, klinisi boleh menunda diagnosis psikiatrik akhir
sampai gejala psikosis yang paling akut telah terkendali.2
2.7 Perjalanan dan Prognosis
Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif mempunyai prognosis di
pertengahan antara prognosis pasien dengan skizofrenia dan prognosis pasien dengan gangguan
mood. Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif memiliki prognosis yang
jauh lebih buruk daripada pasien dengan gangguan depresif, memiliki prognosis yang lebih buruk
daripada pasien dengan gangguan bipolar, dan memiliki prognosis yang lebih baik daripada pasien
dengan skizofrenia. Generalitas tersebut telah didukung oleh beberapa penelitian yang mengikuti
pasien selama dua sampai lima tahun setelah episode yang ditunjuk dan yang menilai fungsi sosial
dan pekerjaan, dan juga perjalanan gangguan itu sendiri. 4,5
Setelah 1 tahun, pasien dengan gangguan skizoafektif mempunyai hasil yang berbeda yang
bergantung apakah gejala dominannya afektif (prognosis lebih baik) atau skizofreniik (prognosis
lebih buruk). Satu studi yang mempelajari pasien yang didiagnosis gangguan skizoafektif selama 8
tahun mendapatkan hasil pasien tersebut lebih menyerupai skizofrenia daripada gangguan mood
dengan gambaran psikotik.

2.8 Tatalaksana
Farmakologi
Mood stabilizer adalah cara utama gangguan bipolar dan diharapkan dapat bermanfaat pada
pengobatan pasien dengan gangguan skizoafektif. Pada episode manik, pasien skizoafektif
sebaiknya diobati secara gresif dengan pemberian dosis mood stabilizer dalam kisaran konsentrasi
terapeutik sedang sampai tinggi di dalam darah. Ketika psien memasuki fase pemeliharaan,
pemberian dosis dapat dikurangi sampai rentang rendah sampai sedang untuk menghindari efek
7

simpang dan efek potensial terhadap organ dan memudahkan konsumsi dan kepatuhan pengobatan.
Pemantauan laboratorium terhadap konsentrasi obat dalam plasma dan penapisan periodic tiroid,
ginjal, dan fungsi hematologis harus dilakukan. Seperti pada semua kasus mania yang sulit
disembuhkan, pemakaian terapi elektrokonvulsif (ECT) harus dipertimbangkan.2
Berdasarkan definisi, banyak pasien skizoafektif menderita akibat episode depresif mayor.
Pengobatan dengan antidepresan menyerupai pengobatan depresi bipolar. Pilihan antidepresan
sebaiknya memperhatikan kegagalan atau keberhasilan antidepresan sebelumnya. Inhibitor
reuptake serotonin selektif (SSRI) sering digunakan sebagai lini pertama. Namun, pasien teragitasi
atau insomnia dapat disembuhkan dengan antidepresan trisiklik. Seperti pada semua kasus depresi,
pemakaian ECT sebaiknya dipertimbangkan. Seperti telah disinggung sebelumnya, agen
antipsikotik bermanfaat pada pengobatan gejala psikotik gangguan skizoafektif.2

Non farmakologi
Pasien dapat terbantu dengan kombinasi terapi keluarga, latihan ketrampilan social, dan
rehabilitasi kognitif. Oleh karena bidang psikiatri sulit memutuskan diagnosis dan prognosis
gangguan skizoafektif yang sebenarnya, ketidakpastian tersebut harus dijelaskan kepada
pasien. Kisaran gejala mungkin sangat luas, karena pasien mengalami keadaan psikosis dan
variasi mood yang terus berlangsung. Anggota keluarga dapat mengalami keuslitan untuk
menghadapi perubahan sifat dan kebutuhan pasien tersebut.

BAB III
KESIMPULAN
Gangguan skizoafektif merupakan suatu gangguan jiwa yang gejala skizofrenia dan
gejala afektif terjadi bersamaan dan sama-sama menonjol. Prevalensi gangguan telah dilaporkan
lebih rendah pada laki-laki dibandingkan para wanita; khususnya wanita yang menikah; usia
onset untuk wanita adalah lebih lanjut daripada usia untuk laki-laki seperti juga pada skizofrenia.
Teori etiologi mengenai gangguan skizoafektif mencakup kausa genetik dan lingkungan. Tanda
8

dan gejala klinis gangguan skizoafektif adalah termasuk semua tanda dan gejala skizofrenia,
episode manik, dan gangguan depresif. Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila
gejala2 definitif adanya skizofrenia dan gangguan afektif bersama-sama menonjol pada saat yang
bersamaan, atau dalam beberapa hari sesudah yang lain, dalam episode yang sama. Sebagian
diantara pasien gangguan skizoafektif mengalami episode skizoafektif berulang, baik yang tipe
manik, depresif atau campuran keduanya. Terapi dilakukan dengan melibatkan keluarga,
pengembangan skill sosial dan berfokus pada rehabilitasi kognitif. Pada farmakoterapi,
digunakan kombinasi anti psikotik dengan anti depresan bila memenuhi kriteria diagnostik
gangguan skizoafektif tipe depresif. Sedangkan apabila gangguan skizoafektif tipe manik terapi
kombinasi yang diberikan adalah antara anti psokotik dengan mood stabilizer. Prognosis bisa
diperkirakan dengan melihat seberapa jauh menonjolnya gejala skizofrenianya, atau gejala
gangguan afektifnya. Semakin menonjol dan persisten gejala skizofrenianya maka pronosisnya
buruk, dan sebaliknya semakin persisten gejala-gejala gangguan afektifnya, prognosis
diperkirakan akan lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Maramis, W.S. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University Presss : Surabaya.
1994.
2. Kaplan, I. H. and Sadock, J. B. Sinopsis Psikiatri Ilmu Perilaku Psikiatri Klinis, Edisi
Ketujuh. Binarupa Aksara Publisher: Jakarta.
3. Stuart, G. W. dan Sundeen, S. J. Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 3. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 1998.
9

4. Olfson, Mark. Treatment Patterns for Schizoaffective Disorder and Schizophrenia Among
Medicaid Patients. Diakses melalui: www.psychiatryonline.org/data/Journals/
5. American Psychiatric Association. Diagnosis dan Statistical Manual of Mental disorders
(DSM IV TM). American Psychological Association (APA): Washington DC. 1996.

10

Anda mungkin juga menyukai