Anda di halaman 1dari 15

TOKSISITAS SIANIDA

pendahuluan
Keracunan akut terjadi lebih dari sejuta kasus dalam setiap tahun, meskipun hanya sedikit
yang fatal. Keracunan tidak akan menjadi fatal jika korban mendapat perawatan medis yang
cepat dan perawatan suportif yang baik. Pengelolaan yang tepat, baik dan hati-hati pada
korban yang keracunan menjadi titik penting dalam menangani korban.
Sianida (CN) dikenal sebagai senyawa racun dan mengganggu kesehatan serta mengurangi
bioavailabilitas nutrien di dalam tubuh.. Racun ini menghambat sel tubuh mendapatkan
oksigen sehingga yang paling terpengaruh adalah jantung dan otak (Utama, 2006). Kadar
sianida yang tinggi dalam darah dapat menyebabkan efek yang berbahaya, seperti jari tangan
dan kaki lemah, susah berjalan, pandangan yang buram, ketulian, dan gangguan pada kelenjar
gondok.
Kelompok CN dapat ditemukan dalam banyak senyawa, bisa dalam bentuk gas, padat
ataupun cair, bisa dalam bentuk garam, senyawa kovalen, molekular, beberapa ionik, dan
ada juga yang berbentuk polimerik. Sianida terdapat pada ketela pohon dan kacang koro.
Sianida juga sering dijumpai pada daun salam, cherry, ubi, dan keluarga kacangkacangan
lainnya seperti kacang almond. Selain dari makanan, sianida juga dapat berasal dari rokok,
bahan kimia yang digunakan pada proses pertambangan dan sumber lainnya, seperti pada sisa
pembakaran produk sintesis yang mengandung karbon dan nitrogen misalnya plastik yang
akan melepaskan sianida. Pada perokok pasif dapat ditemukan sianida sekitar 0.06 g/ml
dalam darahnya, sementara pada perokok aktif ditemukan sekitar 0.17 g/ml sianida dalam
darahnya (Utama, 2006).
Jika sianida yang masuk ke dalam tubuh masih dalam jumlah yang kecil maka sianida akan
diubah menjadi tiosianat yang lebih aman dan diekskresikan melalui urin. Selain itu, sianida
akan berikatan dengan vitamin B12. Tetapi bila jumlah sianida yang masuk ke dalam tubuh
dalam dosis yang besar, tubuh tidak akan mampu untuk mengubah sianida menjadi tiosianat
maupun mengikatnya dengan vitamin B12 (Utama, 2006).
Masuknya sianida ke dalam tubuh tidak hanya melewati saluran pencernaan tetapi dapat juga
melalui saluran pernafasan, kulit dan mata. Masuknya sianida ke dalam tubuh tidak hanya

melewati saluran pencernaan tetapi dapat juga melalui saluran pernafasan, kulit dan mata.
Senyawa sianida yang dapat menyebabkan keracunan tidak hanya sianida secara langsung
tetapi dapat pula dalam bentuk asam dan garamnya, seperti asam hidrosianik sekitar 2,500
5,000 mg.min/m3 dan sianogen klorida sekitar 11,000 mg.min/m3 (Utama, 2006).
Hidrogen sianida sangat mudah diabsorpsi oleh paru. Gejala keracunan dapat timbul dalam
hitungan detik sampai menit. Jika gas hidrogen sianida terhirup sebanyak 50 ml (pada 1.85
mmol/L) dapat berakibat fatal dalam waktu yang singkat Gejala yang paling cepat muncul
setelah keracunan sianida adalah iritasi pada lidah dan membran mukus serta suara desir
darah yang tidak teratur. Gejala yang ditimbulkan oleh zat kimia sianida ini bermacammacam, mulai dari rasa nyeri pada kepala, mual muntah, sesak nafas, dada berdebar, selalu
berkeringat sampai korban tidak sadar dan apabila tidak segera ditangani dengan baik akan
mengakibatkan kematian, tetapi gejala dan tanda awal yang terjadi setelah menghirup HCN
atau menelan garam sianida adalah kecemasan, sakit kepala, mual, bingung, vertigo,
dan hypernoea, yang diikuti dengan dyspnea, sianosis (kebiruan), hipotensi, bradikardi, dan
sinus atau aritmea AV nodus. Tanda terakhir dari toksisitas sianida meliputi hipotensi, aritmia
kompleks, gagal jantung, udem pada paru-paru dan kematian (Utama, 2006).
Melihat kasuskasus yang telah terjadi dan penjelasan mengenai bahaya sianida bagi manusia
maka besar kemungkinan seseorang mengalami keracunan sianida, untuk itulah diperlukan
tindakan untuk mengatasi keracunan sianida, yang salah satunya adalah dengan
menggunakan antidotum (Meredith, 1993). Dari literatur yang didapat, antidotum yang dapat
digunakan pada keracunan sianida adalah natrium nitrit dan juga natrium tiosulfat tetapi
selama ini berapa besar dosis efektifnya dan bagaimana cara penggunaannya belum diketahui
dengan pasti. Berdasarkan latar belakang di atas maka dipandang perlu untuk mengetahui dan
mempelajari mekanisme transport sianida dan efek sianida terhadap tubuh.

Keracunan Sianida
Bahan kimia beracun didefinisikan sebagai bahan kimia yang dalam jumlah kecil
menimbulkan keracunan pada manusia atau mahluk hidup lainnya. Umumnya zat-zat toksik
masuk lewat pernapasan atau kulit, kemudian beredar ke seluruh tubuh atau ke organ-organ
tertentu. Bahan kimia tersebut dapat langsung mengganggu organ-organ tubuh tertentu,
seperti paru-paru, hati, dan lain-lain.
Untuk menentukan klasifikasi racun berdasarkan tingkat daya racunnya ditentukan dengan
besarnya LD50 (Lethal Dose 50). LD50 adalah besarnya dosis racun yang diberikan kepada
binatang percobaan yang mengakibatkan (50%) dari binatang tersebut mati. Berdasarkan
LD50 klasifikasi racun dapat dibagi (mg/kg) sebagai berikut (ILO, 1991):

* Tingkat I

(Supertoxic)

>

* Tingkat II

(Extremely oxic)

* Tingkat III

(Highly toxic)

50

* Tingkat IV

(Moderately toxic)

50

500

* Tingkat V

(Slighly toxic)

500

5000

* Tingkat VI

(Practically non toxic)

5000

15000

Secara ringkas klasifikasi keracunan dibedakan sebagai berikut :

Menurut cara terjadinya :


a. Self poisoning
Pada keadaan ini pasien makan obat dengan dosis berlebihan tetapi dengan pengetahuan
bahwa dosis ini tidak membahayakan. Self poisoning biasanya terjadi karena kekurang hatihatian dalam penggunaan. Kasus ini bisa terjadi pada remaja yang ingin coba-coba
menggunakan obat, tanpa disadari bahwa tindakan ini dapat membahayakan dirinya.
b. Attempted poisoning
Dalam kasus ini, pasien memang ingin bunuh diri, tetapi bisa berakhir dengan kematian atau
pasien sembuh kembali karena salah tafsir dalam penggunaan dosis.

c. Accidental poisoning
Kondisi ini jelas merupakan suatu kecelakaan tanpa adanya unsur kesengajaan sama sekali.
Kasus ini banyak terjadi pada anak di bawah 5 tahun, karena kebiasaannya memasukkan
segala benda ke dalam mulut.
d. Homicidal piosoning
Keracunan ini terjadi akibat tindak kriminal yaitu seseorang dengan sengaja meracuni
seseorang.

Menurut waktu terjadinya keracunan :


1.Keracunan kronis
Diagnosis keracunan ini sulit dibuat, karena gejala timbul perlahan dan lama sesudah
pajanan. Gejala dapat timbul secara akut setelah pemajanan berkali-kali dalam dosis yang
relatif kecil.
2.Keracunan akut
Keracunan jenis ini lebih mudah dipahami, karena biasanya terjadi secara mendadak setelah
makan atau terkena sesuatu. Selain itu keracunan jenis ini biasanya terjadi pada banyak orang
(misal keracunan makanan, dapat mengenai seluruh anggota keluarga atau bahkan seluruh
warga kampung). Pada keracunan akut biasanya mempunyai gejala hampir sama dengan
sindrom penyakit, oleh karena itu harus diingat adanya kemungkinan keracunan pada sakit
mendadak.

Menurut alat tubuh yang terkena


Keracunan digolongkan menurut organ tubuh yang terkena, misal racun pada SSP, racun
jantung, racun hati, racun ginjal dan sebagainya. Suatu organ cenderung dipengaruhi oleh
banyak obat, sebaliknya jarang terdapat obat yang mempengaruhi /mengenai satu organ saja.

Senyawa Beracun Sianida


Hidrogen sianida merupakan senyawa racun yang dapat mengganggu kesehatan serta
mengurangi bioavailabilitas nutrien di dalam tubuh. Sianida sering dijumpai di dalam kacang
almond (Nio, 1989). Sianida yang berasal dari alam (amigdalin dan glikosida sinogenik
lainnya) dapat ditemukan dalam biji aprikot, singkong, dan banyak tanaman lainnya,
beberapa diantaranya dapat berguna, tergantung pada keperluan ethnobotanikal. Acetonitrile,
sebuah komponen pada perekat besi, dapat menyebabkan kematian pada anak-anak (Olson,
2007). Keracunan hidrogen sianida dapat menyebabkan kematian, dan pemaparan secara
sengaja dari sianida (termasuk garam sianida) dapat menjadi alat untuk melakukan
pembunuhan ataupun bunuh diri (Olson, 2007).
Akibat racun sianida tergantung pada jumlah paparan dan cara masuk tubuh, lewat
pernapasan atau pencernaan. Racun ini menghambat sel tubuh mendapatkan oksigen
sehingga yang paling terpengaruh adalah jantung dan otak. Paparan dalam jumlah kecil
mengakibatkan napas cepat, gelisah, pusing, lemah, sakit kepala, mual dan muntah serta
detak jantung meningkat. Paparan dalam jumlah besar menyebabkan kejang, tekanan darah
rendah, detak jantung melambat, kehilangan kesadaran, gangguan paru serta gagal napas
hingga korban meninggal (Utama, 2006).
Takaran atau dosis sianida (Olson 2007 & Meredith 1993) :
a) Dosis letal dari sianida adalah : asam hidrosianik sekitar 2,5005,000 mg.min/m3, dan
untuk sianogen klorida sekitar 11,000 mg.min/m3.
b) Terpapar hidrogen sianida meskipun dalam tingkat rendah (150-200 ppm) dapat berakibat
fatal. Tingkat udara yang diperkirakan dapat membahyakan hidup atau kesehatan adalah 50
ppm. Batasan HCN yang direkomendasikan pada daerah kerja adalah 4.7 ppm (5 mg/m3
untuk garam sianida). HCN juga dapat diabsorpsi melalui kulit.
c) Ingesti pada orang dewasa sebanyak 200 mg sodium atau potassium sianida dapat
berakibat fatal. Larutan dari garam sianida dapat diabsorpsi melalui kulit.

Masuknya Senyawa Sianida ke Tubuh


Jalur masuk sianida atau bahan kimia umumnya ke dalam tubuh berbeda menurut situasi
paparan. Metode kontak dengan racun secara umum melalui cara berikut:
a. Melalui mulut karena tertelan (ingesti).
Sebagian keracunan terjadi melalui jalur ini anak-anak sering menelan racun secara tidak
sengaja dan orang dewasa terkadang bunuh diri dengan menelan racun. Saat racun tertelan
dan mulai mencapai lambung, racun dapat melewati dinding usus dan masuk
kedalam pembuluh darah, semakin lama racun tinggal di dalam usus maka jumlah yang
masuk ke pembuluh darah juga semakin besar dan keracunan yan terjadi semakin parah
(Henry, 1997).
b. Melalui paru-paru karena terhirup melalui mulut atau hidung (inhalasi).
Racun yang berbentuk gas, uap, debu, asap atau spray dapat terhirup melalui mulut dan
hidung dan masuk ke paru-paru. Hanya partikel-partikel yang sangat kecil yang dapat
melewati paru-paru. Partikel-partikel yang lebih besar akan tertahan dimulut, tenggorokan
dan hidung dan mungkin dapat tertelan. (Henry, 1997).
c. Melalui kulit yang terkena cairan atau spray.
Orang yang bekerja dengan zatzat kimia seperti pestisida dapat teracuni jika zat kimia
tersemprot atau terciprat ke kulit mereka atau jika pakaian yang mereka pakai terkena
pestisida. Kulit merupakan barier yang melindungi tubuh dari racun, meskipun beberapa
racun dapat masuk melalui kulit (Henry, 1997).

Mekanisme dalam tubuh


Sianida bereaksi melalui hubungan dengan atom besi ferri dari sitokrom oksidase sehingga
mencegah pengambilan oksigen untuk pernafasan sel. Sianida tidak dapat disatukan langsung
dengan hemoglobin, tapi dapat disatukan oleh intermediary compound methemoglobin.

Apabila methemoglobin tidak dapat mengangkut cukup oksigen maka molekul hemoglobin
menjadi tidak berfungsi. Produksi methemoglobinemia lebih dari 50% dapat berpotensi fatal.
Methemoglobinemia yang berlebih dapat dibalikkan dengan metilen biru, terapi yang
digunakan pada methemoglobinemia, dapat menyebabkan terlepasnya kembali ion sianida
mengakibatkan keracunan sianida (Gambar 1). Sianida bergabung dengan methemoglobin
membentuk sianmethemoglobin. Sianmethemoglobin berwarna merah cerah, berlawanan
dengan methemoglobin yang berwarna coklat (Meredith, 1993).
Sianida merupakan inhibitor nonspesifik enzim, meliputi asam suksinat dehidrogenase,
superoksida dismutase, karbonat anhidrase, sitokrom oksidase, dan lain sebagainya. Oksidase
merupakan enzim yang berperan mengkatalisis Hidrogen yang ada dalam substrat dengan
hasil berupa H2O dan H2O2. Enzim ini berfungsi sebagai akseptor ion Hidrogen, banyak
terdapat dalam mioglobin, hemoglobin, dan sitokrom lain.
Enzim dehidrogenase berperan sebagai pemindah ion Hidrogen dari substrat satu ke substrat
berikutnya dalam reaksi redoks couple. Contoh lainnyanya ialah penggunaan enzim
dehidrogenase dalam pemindahan electron di membrane dalam mitokondria, siklus Kreb, dan
glikolisis fase anaerob. Enzim ini tidak menggunakan Oksigen sebagai akseptor ion
Hidrogen.
Sianida memiliki afinitas tinggi terhadap ion besi pada sitokrom oksidase, metalloenzim
respirasi oksidatif akhir pada mitokondria. Fungsinya dalam rantai transport elektron dalam
mitokondria, mengubah produk katabolisme glukosa menjadi ATP. Enzim ini merupakan
katalis utama yang berperan pada penggunaan oksigen di jaringan. Sianida menyebabkan
hipoksida seluler dengan menghambat sitokrom oksidase pada bagan sitokrom a 3 dari rantai
transport elektron. Ion hidrogen yang secara normal akan bergabung dengan oksigen pada
ujung rantai tidak lagi tergabung (incorporated). Hasilnya, selain persediaan oksigen kurang,
oksigen tidak bisa digunakan, dan molekul ATP tidak lagi dibentuk. Ion hidrogen
incorporated terakumulasi sehingga menyebabkan acidemia (Meredith, 1993). Berikut skema
pengmabilan elektron, misalnya hidrogen (electron robbing) dan kerusakan oleh radikal
bebasnya.
Sianida dapat menyebabkan sesak pada bagian dada, mekanismenya yaitu berikatan
dengan sitokrom oksidase, dan kemudian memblok penggunaan oksigen secara aerob.
Sianida yang tidak berikatan akan didetoksifikasi melalui metabolisme menjadi tiosianat yang
merupakan senyawa yang lebih nontoksik yang akan diekskresikan melalui urin (Olson,
2007). Hiperlaktamia terjadi pada keracunan sianida karena kegagalan metabolisme energi
aerob. Selama kondisi aerob, ketika rantai transport elektron berfungsi, laktat diubah menjadi

piruvat oleh laktat dehidrogenase mitokondria. Fungsi utama mitokondria adalah


memproduksi energi kimia dalam bentuk molekul ATP yang akan dipergunakan sel-sel tubuh.
Bila komponen kunci rantai respirasi dalam mitokondria hilang atau rusak maka akan terjadi
proses berkelanjutan yang tidak terkendali. Beberapa sindrom mitokondrial dapat disebabkan
oleh berbagai perubahan tingkat molekuler yang dapat berupa mutasi dan delesi dari DNA
mitokondria.
Pada proses ini, laktat menyumbangkan gugus hidrogen yang akan mereduksi nikotinamid
adenin dinukleotida (NAD) menjadi NADH. Piruvat kemudian masuk dalam siklus asam
trikarboksilat dengan menghasilkan ATP. Ketika sitokrom a 3 dalam rantai transport elektron
dihambat oleh sianida, terdapat kekurangan relatif NAD dan dominasi NADH, menunjukkan
reaksi balik, sebagai contoh : piruvat dirubah menjadi laktat (Meredith, 1993).

Antidotum Sianida
Diklasifikasikan menjadi 3 kelompok utama sesuai dengan mekanisme aksi utamanya, yaitu :
detoksifikasi dengan sulfur untuk membentuk ion tiosianat yang lebih tidak toksik,
pembentukan methemoglobin dan kombinasi langsung
a.Pembentukan methemoglobin
Methemoglobin sengaja diproduksi untuk bersaing dengan sianida di tempat ikatan pada
sistem sitokrom oksidase. Sianida mempunyai ikatan khusus dengan ion besi pada sistem
sitrokrom oksidase, sianida dalam jumlah yang cukup besar akan berikatan dengan ion besi
pada senyawa lain, seperti methemoglobin. Jika produksi methemoglobin cukup maka gejala
keracunan sianida dapat teratasi. Methemoglobinemia dapat diproduksi dengan pemberian
amil nitrit secara inhalasi dan kemudian pemberian natrium nitrit secara intravena. Kira-kira
30% methemoglobinemia dianggap optimum dan jumlahnya dijaga agar tetap di bawah 40%
senyawa lain seperti 4-DMAP dapat memproduksi methemoglobin secara lebih cepat
(Meredith, 1993).
Natrium nitrit. Merupakan obat yang paling sering digunakan untuk keracunan sianida.Nitrit
menyebabkan methemoglobin dengan sianida membentuk substansi nontoksik
sianmethemoglobin. Methemoglobin tidak mempunyai afinitas lebih tinggi pada sianida

daripada sitokrom oksidase, tetapi lebih potensial menyebabkan methemoglobin daripada


sitokrom oksidase (Meredith, 1993).
Sodium nitrit injeksi dan amil nitrit dalam bentuk ampul untuk inhalasi merupakan komponen
dari antidot sianida. Kegunaan nitrit sebagai antidot sianida bekerja dalam dua cara, yaitu :
nitrit mengoksidasi hemoglobin, yang kemudian akan mengikat sianida bebas, dan cara yang
kedua yaitu meningkatkan detoksifikasi sianida endothelial dengan menghasilkan vasodilasi.
Inhalasi dari satu ampul amil nitrit menghasilkan tingkat methemoglobin sekitar 5% (Olson,
2007).
b.

Detoksifikasi sulfur

Setelah methemoglobin dapat mengurangi gejala yang ditimbulkan pada keracunan sianida,
sianida dapat diubah menjadi tiosianat dengan menggunakan natrium tiosulfat. Pada proses
kedua membutuhkan donor sulfur agar rodanase dapat mengubah sianmethemoglobin
menjadi tiosianat karena donor sulfur endogen biasanya terbatas. Ion tiosianat kemudian
diekskresikan melalui ginjal (Meredith, 1993).
Sodium tiosulfat merupakan donor sulfur yang mengkonversi sianida menjadi bentuk yang
lebih nontoksik, tiosianat, dengan enzyme sulfurtransferase, yaitu rhodanase. Tidak seperti
nitrit, tiosianat merupakan senyawa nontoksik, dan dapat diberikan secara empiris pada
keracunan sianida. Penelitian dengan hewan uji menunjukkan kemampuan sebagai antidot
yang lebih baik bila dikombinasikan dengan hidroksokobalamin (Olson, 2007).
Rute utama detoksifikasi sianida dalam tubuh adalah mengubahnya menjadi tiosianat oleh
rhodanase, walaupun sulfurtransferase yang lain, seperti beta-merkaptopiruvat
sulfurtransferase, dapat juga digunakan. Reaksi ini memerlukan sumber sulfan sulfur, tetapi
penyedia substansi ini tebatas. Keracunan sianida merupakan proses mitokondrial dan
penyaluran intravena sulfur hanya akan masuk ke mitokondria secara perlahan. Natrium
tiosulfat diasumsikan secara intrinsik nontoksik tetapi produk detoksifikasi yang dibentuk
dari sianida, tiosianat dapat menyebabkan toksisitas pada pasien dengan kerusakan ginjal.
Pemberian natrium tiosulfat 12.5 g i.v. biasanya diberikan secara empirik jika diagnosis tidak
jelas (Meredith, 1993).
c.

Kombinasi langsung

Ada 2 macam mekanisme yang berbeda dari kombinasi langsung dengan sianida yang sering
digunakan, yaitu kombinasi dengan senyawa kobalt dan kombinasi dengan hidroksobalamin
(Meredith, 1993).
Hidroksikobalamin (vitamin B12a). Merupakan prekursor dari sianokobalamin (vitamin
B12). Penggunaan hidroksikobalamin sebagai pencegahan pada pemberian natrium
nitroprusid jangka panjang sama efektifnya untuk pengobatan pada keracunan sianida akut
selama lebih dari 40 tahun. Senyawa ini bereaksi langsung dengan sianida dan tidak bereaksi
dengan hemoglobin untuk membentuk methemoglobin (Meredith, 1993). Hidroksikobalamin
bekerja baik pada celah intravaskular maupun di dalam sel untuk menyerang sianida. Hal ini
berlawanan dengan methemoglobin yang hanya bekerja sebagai antidot pada celah vaskular.
Pemberian natrium tiosulfat meningkatkan kemampuan hidroksikobalamin untuk
mendetoksifikasi keracunan sianida (Meredith, 1993).
Sianokobalamin adalah kombinasi hidrosikobalamin dan sianida. Dosis minimal sebesar 2.5
gram pada dewasa diperlukan untuk menetralkan dosis letal sianida. Hidroksikobalamin tidak
menimbulkan komplikasi yang serius. Beberapa pasien dapat mengalami urtikaria, tapi sangat
jarang.
Dikobalt-EDTA. Bentuk garam dari kobalt bersifat efektif untuk mengikat sianida. KobaltEDTA lebih efektif sebagai antidot sianida dibandingkan dengan kombinasi nitrat-tiosulfat.
Senyawa ini mengkelat sianida menjadi kobaltisianida. Efek samping dari dikobalt-EDTA
adalah reaksi anafilaksis, yang dapat muncul sebagai urtikaria, angiodema pada wajah, leher,
dan saluran nafas, dispnea, dan hipotensi. Dikobalt-EDTA juga dapat menyebabkan hipertensi
dan dapat menyebabkan disritmia jika tidak ada sianida saat pemberian dikobalt-EDTA.
Pemberian obat ini dapat menyebabkan kematian dan toksisitas berat dari kobalt terlihat
setelah pasien sembuh dari keracunan sianida (Meredith, 1993).
Gejala-gejala Keracunan
Ketika kita kontak dengan racun, maka kita disebut terpejani racun. Efek dari suatu
pemejanan, sebagian tergantung pada berapa lama kontak dan berapa banyak racun yang
masuk dalam tubuh, sebagian lagi tergantug pada berapa banyak racun dalam tubuh yang
dapat dikeluarkan. Selama waktu tertentu pemejanan dapat terjadi hanya sekali atau beberapa
kali (Henry, 1997).
Setelah tertelan sianida, gejala yang paling cepat muncul adalah iritasi pada lidah dan
membran mukus serta suara desir darah yang tidak teratur. Gejala dan tanda awal yang terjadi

setelah menghirup HCN atau menelan garam sianida adalah kecemasan, sakit kepala, mual,
bingung, vertigo, dan hypernoea, yang diikuti dengan dyspnoea, sianosis, hipotensi,
bradikardi, dan sinus atau aritmea AV nodus (Meredith, 1993). Onset yang terjadi secara tibatiba dari efek toksik yang pendek setelah pemaparan sianida merupakan tanda awal dari
keracunan sianida. Symptomnya termasuk sakit kepala, mual, dyspnea, dan
kebingungan. Syncope, koma, respirasi agonal, dan gangguan kardiovaskular terjadi dengan
cepat setelah pemaparan yang berat (Olson, 2007).
Dalam keracunan stadium kedua, tampak kecemasan berlebihan, koma, dan terjadi konvulsi,
kejang, nafas tersengal-sengal, kolaps kardiovaskular, kulit menjadi dingin, berkeringat, dan
lembab. Nadi menjadi lemah dan lebih cepat. Tanda terakhr dari toksisitas sianida meliputi
hipotensi, aritmia kompleks, gagal jantung, udem pada paru-paru dan kematian .
Warna merah terang pada kulit atau tidak terjadinya sianosis, jarang terjadi dalam keracunan
sianida. Secara teoritis tanda ini dapat dijelaskan dengan adanya kandungan yang tinggi dari
oksihemoglobin, dalam venus return, tetapi dalam keracunan berat, gagal jantung dapat
dicegah. Kadang-kadang sianosis dapat dikenali apabila pasien memiliki bintik merah muda
terang (Meredith, 1993).
Sifat Efek Racun
Pada dasarnya hanya terdapat dua jenis sifat efek toksik zat beracun, yakni terbalikkan atau
tak terbalkkan. Ciri khas dari wujud efek toksik yang terbalikkan yaitu : (1) bila kadar racun
yang ada pada tempat aksi atau reseptor tertentu telah habis, maka reseptor tersebut akan
kembali ke kedudukan semula (2) efek toksik yang ditimbulkan akan cepat kembali normal,
dan (3) ketoksikan racun bergantung pada takaran serta kecepatan absorpsi, distribusi, dan
eliminasi racunnya. Ciri khas dari wujud efek toksik yang tak terbalikkan yaitu : (1)
kerusakan yang terjadi sifatnya menetap (2) pemejanan berikutnya dengan racun akan
menimbulkan kerusakan yang sifatnya sama sehingga memungkinkan terjadinya
penumpukan efek toksik dan (3) pemejanan dengan takaran yang sangat kecil dalam jangka
panjang akan menimbulkan efek toksik yang seefektif dengan yang ditimbulkan oleh
pemejanan racun dengan takaran besar dalam jangka pendek (Donatus, 1990).
Efek Sianida Bagi Tubuh Dan Pengobatan
Sebenarnya asam sianida yang kadang disebut asam biru. Walaupun sianida dapat mengikat
dan menginaktifkan beberapa enzim, tetapi yang mengakibatkan timbulnya kematian atau
timbulnya histotoxic anoxia adalah karena sianida mengikat bagian aktif dari enzim sitokrom

oksidase sehingga akan mengakibatkan terhentinya metabolisme sel secara aerobik. Sebagai
akibatnya hanya dalam waktu beberapa menit akan mengganggu transmisi neuronal, tetapi
kematian yang disebabkan oleh sianida jarang ditemukan pada orang-orang yang bekerja
dalam laboratorium kimia yang memiliki akses dengan potassium atau sodium sianida. Dosis
minimum yang dapat menyebabkan kematian berkisar 200 mg dari potasium atau sodum
sianida.Gas hidrogen sianida adalah berada dalam keadaan fatal secara berkala pada keadaaan
konsentrasi atmosfer 270 ppm. Sianida secara normal ditemukan dalam tekanan darah yang
rendah, yaitu 0,016 mg/L bagi yang tidak merokok dan 0,041 mg/L bagi perokok. Tes darah
untuk memeriksa kadar sianida harus dilakukan sesegera mungkin ketika tingkat sianida
meningkat atau menurun tergantung pada metode reserpasi dan atau penyimpanan dan waktu
pengumpulannya (Nita dkk, 2005)
Inhalasi
Sisa pembakaran produk sintesis yang mengandung karbon dan nitrogen seperti plastik akan
melepaskan sianida. Rokok juga mengandung sianida, pada perokok pasif dapat ditemukan
sekitar 0.06g/mL sianida dalam darahnya, sementara pada perokok aktif ditemukan sekitar
0.17 g/mL sianida dalam darahnya. Hidrogen sianida sangat mudah diabsorbsi oleh paru,
gejala keracunan dapat timbul dalam hitungan detik sampai menit. Ambang batas minimal
hydrogen sianida di udara adalah 2-10 ppm, tetapi angka ini belum dapat memastikan
konsentrasi sianida yang berbahaya bagi orang disekitarnya. Selain itu, gangguan dari sarafsaraf sensoris pernafasan juga sangat terganggu.
Mata
Paparan hidrogen sianida dapat menimbulkan iritasi pada mata dan kulit. Muncul segera
setelah paparan atau paling lambat 30 sampai 60 menit. Kebanyakan kasus disebabkan
kecelakaan pada saat bekerja sehingga cairan sianida kontak dengan kulit dan meninggalkan
luka bakar.
Saluran pencernaan
Tertelan dari hidrogen sianida sangat fatal. Karena sianida sangat mudah masuk ke dalam
saluran pencernaan. Tidak perlu melakukan atau merangsang korban untuk muntah, karena
sianida sangat cepat berdifusi dengan jaringan dalam saluran pencernaan.

cara-cara untuk memberi pertolongan pertama pada orang yang keracunan sianida:
a. Pertolongan pertama untuk korban yang menghirup atau meminum
racun sianida

Cepatlah bawa korban untuk menghirup udara bersih.

Kalau korban berada di tempat yang penuh dengan gas sianida yang juga akan
membahayakan, tetaplah di tempat Anda. Tunggu sampai ruangan sudah bebas dari gas racun
tersebut atau tunggu pertolongan tim ahli datang.

Kalau korban kesulitan bernapas atau bahkan berhenti bernapas, lakukanlah


cardiopulmonary resuscitation (CPR) sesuai dengan usia korban: bila korban masih anakanak, maka lakukanlah CPR untuk anak-anak, kalau korban adalah orang dewasa, lakukan
CPR untuk orang dewasa.

Jangan lakukan resusitasi mulut ke mulut (usaha untuk menyadarkan korban dengan
melakukan ventilasi buatan mulut ke mulut)
b. Pertolongan pertama untuk korban yang terekspos racun sianida di kulit
Jangan sampai Anda memegang kulit korban yang terkena sianida, karena rawan sekali Anda
juga terkontaminasi oleh racun sianida tersebut. Yang bisa Anda lakukan adalah hubungi tim
medis secepatnya. Hanya tim medis ahli dengan pakaian pelindung khusus yang boleh
berhubungan kontak langsung dengan si korban.
c. Pertolongan pertama untuk korban yang terekspos racun sianida di
mata

Lepaskan kaca mata atau lensa kontak yang dipakai oleh si korban

Secepatnya alirkan air bersih ke mata si korban selama 10 menit

Letakkan lensa kontak korban di plastik darurat khusus untuk dibuang oleh personel
tim medis. Jangan buang lensa kontak ini langsung di tempat sampah karena bisa
mengontaminasi orang lain.

Kacamata yang digunakan korban bisa dipakai lagi setelah kacamata dicuci dengan
sabun dan air.
d. Pengobatan yang dilakukan di rumah sakit untuk korban keracunan
sianida
Pengobatan di rumah sakit bergantung dengan seberapa parah si korban terekspos racun
sianida. Berikut adalah beberapa di antaranya:

1.

Kalau pasien benar-benar dalam keadaan tidak sadar, pengobatan yang akan
dilakukan bertujuan untuk menyelamatkan nyawa korban. Berbagai macam tindakan
kesehatan mungkin dilakukan oleh dokter untuk mengontrol keadaan si korban secara
intensif.

2.

Kalau keadaan korban tidak terlalu parah, maka korban akan diteliti secara intensif.
Biasanya, pakaian korban akan diganti karena racun sianida yang menempel pada pakaian
korban bisa jadi malah meracuni tim medis atau bahkan memperparah keracunan si korban
itu sendiri.

3.

Tim medis mungkin akan memompa perut korban bila dokter memperkirakan tubuh
korban mencerna sianida tersebut. Caranya, tabung akan diletakkan di mulut dan di perut
korban, lalu diikuti dengan mencuci perut korban untuk mengeluarkan racun sianida dari
tubuh.

4.

Cyanide Antidote Kit (CAK) atau Hydroxocobalamin (Cyanokit) bisa digunakan bila
korban terekspos oleh racun sianida dengan cukup parah. Meskipun tidak 100% berhasil, tapi
CAK dan Cyanokit dapat mencegah racun sianida meracuni korban lebih parah lagi.

5.

Kalau korban juga terekspos dengan racun karbon monoksida, maka terapi oksigen
hiperbarik akan digunakan. Terapi oksigen hiperbarik dilakukan dengan meletakkan pasien di
sebuah ruangan, dan pasien akan menghirup oksigen dalam jumlah yang banyak.

6.

Kalau dokter mendiagnosis bahwa risiko dari sianida di dalam tubuh pasien tidak
terlalu berbahaya, maka pasien akan dikontrol untuk beberapa jam. Jika korban terlihat baikbaik saja, maka ia diperbolehkan pulang ke rumah dengan syarat-syarat khusus untuk
secepatnya kembali ke dokter bila ada tanda-tanda keracunan sianida kembali muncul.

7.

Kalau korban terekspos sianida dengan cukup parah, memiliki penyakit lain, ada
tanda-tanda masalah kesehatan yang belum terdiagnosis, atau terlalu lemah untuk pulang,
maka ia akan dirawat di rumah sakit untuk pengobatan dan observasi lebih lanjut.

8.

Biasanya, korban akan direkomendasikan untuk pergi ke ahli saraf atau neuropsikiatri
(dokter spesialis pikiran, otak, dan saraf) untuk mengontrol apakah ada masalah pada otak
dan sistem saraf si korban.

Apakah keracunan sianida bisa dirawat di rumah?


Perlu diketahui bahwa keracunan sianida tidak bisa Anda tangani sendiri di rumah. Anda
harus pergi ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut. Yang bisa Anda
lakukan hanyalah memberi pertolongan pertama sambil menunggu tim medis datang
menjemput atau dalam perjalanan saat membawa korban ke rumah sakit
Jadi, bagaimana untuk mencegah agar tidak keracunan sianida?

Menerapkan childproofing (lingkungan rumah yang aman untuk anak-anak) sangat


penting, apalagi kalau rumah tersebut penuh dengan anak kecil. Hal ini semakin penting lagi
untuk diterapkan bila di dalam rumah tersebut tinggal orang yang bekerja di industri yang
menggunakan sianida.

Aturan keamanan bekerja yang ketat harus diterapkan untuk menghindari terekspos
dari racun sianida. Para pekerja harus meletakkan semua bahan-bahan kimia pada tempat
yang telah ditentukan.

Pencegahan kebakaran standar harus dianjurkan di dalam rumah, seperti memasang


pendeteksi asap rokok, menghindari penggunaan lampu halogen, dan tidak merokok di atas
tempat tidur.

Kalau Anda melihat ada tanda-tanda keinginan bunuh diri atau keinginan seseorang
meracuni orang lain, cepatlah minta bantuan dan bujuk orang tersebut untuk pergi ke ahli
untuk mendapat penanganan lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
Henry, J.A., H.M., Wiseman, 1997, Management of Poisoning : A handbook for health care
workers, World Health Organization, Geneva
Olson, K. R., 2007, Poisoning and Drug Overdose, 2nd edition, 145-147, Prentice-Hall
International Inc., USA
Nio, 1989, Zat-zat Toksik yang Secara Alamiah Ada pada Bahan Makanan Nabati, Cermin
Dunia Kedokteran,yogyakarta
Donatus, I.A., 1997, Makalah Penanganan dan Pertolongan Pertama Keracunan Bahan
Berbahaya, Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai