Anda di halaman 1dari 5

SEDIAAN STERIL

Definisi sediaan steril


Sediaan steril adalah sedian yang selain memenuhi persyaratan fisika-kimia juga
persyaratan steril. Steril berarti bebas mikroba. Sterilisasi adalah proses untuk
mendapatkan kondisi steril. Sediaan steril secara umum adalah sediaan farmasi yang
mempunyai kekhususan sterilitas dan bebas dari mikroorganisme.
Empat kelas kebersihan pada pembuatan produk steril:
1. Kelas A. Untuk kegiatan yang berisiko tinggi, misalnya pengisian wadah tutup karet,
ampul, dan vial terbuka, penyambungan secara aseptik. Umumnya kondisi ini dicapai
dengan memasang unit aliran udara laminar (laminar air flow) dengan kecpatan 0,36-0,54
m/detik. Contoh kegiatan: pembuatan dan pengisian aseptik
2. Kelas B. Untuk pembuatan dan pengisian secara aseptik, kelas ini adalah lingkungan latar
belakang untuk zona kelas A
3. Kelas C .Untuk melakukan tahap pembuatan produk steril dengan tingkat risiko lebih
rendah.Contoh kegiatan: Pembuatan larutan
4. Kelas D. Untuk melakukan tahap pembuatan produk steril dengan tingkat risiko lebih
rendah. Contoh kegiatan: penanganan komponen setelah pencucian
Pembuatan Sediaan Steril:
Gambaran umum pembuatan sediaan steril ada 2 macam, yaitu :
1. Aseptic processing: Pada pembuatannya, setiap proses dari awal persiapan hingga sudah
dikemas selalu dilakukan secara aseptik, sehingga hasil yang diperoleh steril
2. Terminal sterilization: pada pembuatannya tidak terlalu aseptik seperti aseptic
processing, tapi di akhir proses, dilakukan sterilisasi secara menyeluruh

Cara Penggunaan Sediaan Steril:


1. Sediaan steril parenteral
Dimasukkan ke dalam tubuh dengan menggunakan alat suntik.
2. Sediaan steril untuk mata
a. Cuci tangan dengan air dan sabun
b. Kocok obat hingga tercampur merata (untuk tetes mata)
c. Tengadahkan kepala, tarik kebawah kelopak mata bawah sampai membentuk
cekungan
d. Tempatkan botol tetes mata atau salep dekat dengan mata jangan sampai
menyentuh mata, wajah atau permukaan lain
e. Arahkan mata melihat keatas
f. Teteskan tetes mata sesuai dengan aturan pakai (untuk tetes mata)
g. Oleskan salep mata di dalam cekungan mata sepanjang 1 cm atau sepanjang
cekungan mata
h. Pejamkan mata selama 1-2 menit, jangan mengkedip-kedipkan mata
i. Bersihkan kelebihan tetes atau salep yang tercecer mengenai wajah
j. Beri jarak pemakaian lebih dari satu macam tetes mata atau salep mata
Berikan jarak minimal 5 menit dengan mendahulukan pemakaian tetes mata
Baru pakailah salep mata dan beri jarak 10 menit
k. Bila memakai lensa kontak, lepas dan pasang kembali sekitar 15 menit setelah
pemakaian tetes mata atau salep mata
l. Tutup kembali tetes dan salep mata anda, jangan mencuci ujungnya.
3. Sediaan Steril Tetes Telinga
Cara penggunaan dari tetes telinga, yaitu :
1. Cuci tangan. berdiri atau duduk depan cermin
2. Buka tutup botol. Periksa ujung penetes dan pastikan tidak pecah atau patah
3. Jangan menyentuh ujung penetes dengan apapun usahakan tetap bersih
4. Posisikan kepala miring dan pegang daun telinga agar memudahkan memasukkan
sediaantetes telinga
5. Pegang obat tetes telinga dengan ujung penetes di bawah sedekat mungkin dengan
lubang telinga tetapi tidak menyentuhnya
6. Perlahan-lahan tekan botol tetes telinga sehingga jumlah tetesan yang diinginkan
dapat menetes dengan benar pada lubang telinga
7. Diamkan selama 2-3 menit
8. Bersihkan kelebihan cairan dengan tisuTutup kembali obat tetes telinga, jangan
mengusap atau mencuci ujung penutupnya
Evaluasi sediaan steril:
1. Uji pH

Cek pH larutan dengan menggunakan pH meter atau kertas indikator universal. Dengan
pH meter : Sebelum digunakan, periksa elektroda dan jembatan garam. Kalibrasi pH
meter. Pembakuan pH meter : Bilas elektroda dan sel beberapa kali dengan larutan uji
dan isi sel dengan sedikit larutan uji. Baca harga pH. Gunakan air bebas CO2 untuk
pelarutan dengan pengenceran larutan uji.
2. Uji kejernihan
Pemeriksaan dilakukan secara visual biasanya dilakukan oleh seseorang yang memeriksa
wadah bersih dari luar di bawah penerangan cahaya yang baik, terhalang terhadap
refleksi ke dalam matanya, dan berlatar belakang hitam dan putih, dengan rangkaian isi
dijalankan dengan suatu aksi memutar, harus benar-benar bebas dari partikel kecil yang
dapat dilihat dengan mata.
3. Uji keseragaman
Volume Diletakkan pada permukaan yang rata secara sejajar lalu dilihat keseragaman
volume secara visual.
4. Uji kebocoran
Tidak dilakukan untuk vial dan botol karena tutup karetnya tidak kaku
5. Uji kebocoran (2)
Letakkan ampul di dalam zat warna ( biru metilen 0,5 - 1% ) dalam ruangan vakum.
Tekanan atmosfer berikutnya kemudian menyebabkan zat warna berpenetrasi ke dalam
lubang, dapt dilihat setelah bagian luar ampul dicuci untuk membersihkan zat warnanya.
Catatan penting : jangan ditulis di proposal ujian, uji kebocoran hanya untuk ampul
6. Uji sterilitas Asas : larutan uji + media perbenihan, inkubasi pada 20 25 c.
Kekeruhan / pertumbuhan mikroorganisme ( tidak steril )
7. Uji pirogenitas
Secara biologik (Metode Seibert 1920: USP XII 1942)
Asas : Berdasarkan peningkatan suhu badan kelinci yang telah disuntikkan dengan
larutan 10 mg/Kg BB dalam vena auricularis.
Cara : - Setiap penurunan suhu dianggap nol
- Memenuhi syarat : tak seekor kelinci pun menunjukkan kenaikan suhu 0,5C
atau lebih - Jika ada kelinci dengan kenaikkan suhu 0,5C atau lebih,
lanjutkan dengan kelinci tambahan - Memenuhi syarat : tidak lebih dari 3
ekor kelinci dari 8 kelinci masing-masing menunjukkan kenaikkan suhu
0,5C atau lebih dan jumlah kenaikkan suhu maksimal 8 ekor kelinci tidak
lebih dari 3,3C

Keuntungan dan kerugian sediaan steril:


1. Keuntungan :
a. aksi obat lebih cepat
b. cocok untuk obat inaktif jika diberikan oral
c. obat yang mengiritasi bila diberikan secara oral
d. kondisi pasien (pingsan, dehidrasi) sehingga tidak memungkinkan obat diberikan
secara oral.
2. Kerugian :
a. tidak praktis
b. butuh alat khusus (untuk injeksi)
c. sakit
d. risiko, kalau alergi atau salah obat maka tidak bisa langsung dihilangkan
e. butuh personil khusus, misal di rumah sakit oleh dokter atau perawat

Alasan formulasi / tujuan sediaan steril:


1. Kadar obat sampai ke target
Jumlah obat yang sampai ke jaringan target sesuai dengan jumlah yang diinginkan untuk
terapi.
2. Parameter farmakologi
Meliputi waktu paruh, C maks., onset
3. Jaminan dosis dan kepatuhan
Terutama untuk pasien-pasien rawat jalan
4. Efek biologis
Efek biologis tidak dapat dicapai karena obat tidak bisa dipakai secara oral. Contoh:
amphoterin B (absorbsi jelek) dan insulin (rusak oleh asam lambung).
5. Altrnatif rute, jika tidak bisa lewat oral
Dikehendaki efek lokal dengan menghindari efek atau reaksi toksik sistemik
Contoh: methotreksat, penggunaan secara intratekal untuk pengobatan leukimia.
6. Kondisi pasien
Untuk pasien-pasien yang tidak sadar, tidak kooperatif, atau tidak bisa dikontrol
7. Inbalance (cairan badan dan elektrolit)
Contoh: muntahber serius, sehingga kekurangan elektrolit yang penting dan segera harus
dikembalikan efek lokal yang diinginkan. Contoh: anestesi lokal

DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV Jakarta:
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995. Farmakope Indonesia. Edisi III Jakarta:
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.
Kibbe, AH. 2000. Handbook of pharmaceutical Excipients. Third Edition. Washington D.C:
American Pharmaceutical AssociatioN.
Connors, KA. 1992. Stabilitas Kimiawi Sediaan Farmasi. Edisi Kedua. Semarang: IKIP
Semarang Press.
Lachman L, Lieberman HA, Kanig JL. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Indrustri. Edisi Ketiga.
Vol III. Diterjemahkan oleh Siti Suyatmi. Jakarta: UI Press.
Ansel HC. 1998 . Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi keempat. Diterjemahkan oleh Farida
Ibrahim. Jakarta: UI-Press.
BNF 37, 1999. Royal Pharmaceutical Society of Great Britain/British Medical Association;
Maret.
th

Trissels, LA. Handbook of Steril Injection. 11

Edition.

Turco S, King RE. 1979. Sterile Dosage Forms. Second edition. Philadelphia: Lea & Febiger.
Drug Information, 2003. American Society of Healthy System Pharmacists.

Anda mungkin juga menyukai