Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Kode Etik bagi profesi Notaris sangat diperlukan untuk menjaga kualitas
pelayanan hukum kepada masyarakat oleh karena hal tersebut, Ikatan Notaris Indonesia
(INI) sebagai satu-satunya organisasi protesi yang diakui kebenarannya sesuai dengan
UU Jabatan Notaris No.30 Tahun 2004, menetapkan Kode Etik bagi para anggotanya.
Jabatan notaris adalah merupakan jabatan kepercayaan. Undang-undang telah
memberi kewenangan kepada para Notaris yang begitu besar untuk membuat alat bukti
yang otentik, karenanya ketentuan-ketentuan dalam UU Jabatan Notaris begitu ketatnya
dan penuh dengan sanksi, baik sanksi administrasi maupun sanksi pidana tanpa
mengurangi kemungkinan diterapkannya sanksi pemberhentian sementara sampai ke
pemecatan.
Kode etik notaris sendiri sebagai suatu ketentuan yang mengatur tingkah laku
notaris dalam melaksanakan jabatannya, juga mengatur hubungan sesama rekan notaris.
pada Pada hakekatnya Kode Etik Notaris merupakan penjabaran lebih lanjut dari apa
yang diatur dalam Undang Undang Jabatan Notaris. Dalam kehidupan bermasyarakat
diperlukan suatu profesi dimana seseorang dapat menyelesaikan masalah-masalah hukurn
yang dihadapinya yaitu salah satunya dengan menghadap kepada seorang Netarts.
Notaris adalah suatu protesi kepercayaan dan berlainan dengan profesi pengacara,
dimana Notaris dalam menjalankan jabatannya tidak memihak. Oleh karena itu dalam
jabatannya kepada yang bersangkutan dipercaya untuk rnernbuat alat bukti yang
mempunyai kekuatan otentik. Dengan demikian, peraturan atau undang-undang yang
mengatur tentang jabatan Notaris telah dibuat sedemikian ketatnya sehingga dapat
menjamin tentang otentisitasme akta-akta yang dibuat dihadapannya. Untuk menjaga
kualitas pelayanan kepada masyarakat, maka Asosiasi Profesi Notaris seperti lkatan
Notaris Indonesia membuat Kode Etik yang berlaku terhadap para anggotanya.
B.
RUMUSAN MASALAH
1. posisi kasus pelanggaran kode etik notaris berdasarkan surat Putusan Majelis
Pemeriksa Wilayah Notaris Jawa Barat No.129/MPW-JABAR/2007
2. bagaimana Alur Pengawasan Pelanggaran Jabatan dan Kode Etik Notaris
3. tinjauan yuridis Terhadap Pelanggaran yang Dilakukan oleh Notaris
Terlapor
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Untuk mengetahui posisi kasus pelanggaran kode etik notaris berdasarkan
surat Putusan Majelis Pemeriksa Wilayah Notaris Jawa Barat No.129/MPWJABAR/2007
2. Untuk mengetahui alur pengawasan terhadap pelanggaran jabatan dan kode
etik notaris
3. Untuk mengetahui Tinjauan yuridis terhadap pelanggaran yang dilakukan
oleh notaris terlapor.
D. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis maupun
secara praktis, yaitu :
1. Secara Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan masukan
untuk penambahan ilmu pengetahuan dibidang Ilmu Hukum pada umunya, ilmu hukum
dibidang kenotariatan pada khususnya yaitu mengenai Tinjauan Yuridis Pelanggaran
Kode Etik Notaris Berdasarkan Surat Putusan Majelis Pemeriksa Wilayah Notaris Jawa
Barat No.129/Mpw-Jabar/2007.
2. Secara Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan penambah wawasan
bagi pembaca dan rekan mahasiswa yang mempunyai minat dalam bidang dunia profesi
Kenotariatan.
BAB II
LANDASAN TEORI
1. RUANG LINGKUP
Landasan filosofis dibentuknya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang
Jabatan Notaris adalah terwujudnya jaminan kepastian hukum, ketertiban dan
perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Melalui akta yang
dibuatnya, Notaris harus dapat memberikan kepastian hukum kepada masyarakat
pengguna jasa Notaris. Akta yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris dapat menjadi bukti
otentik dalam memberikan perlindungan hukum kepada para pihak manapun yang
berkepentingan terhadap akta tersebut mengenai kepastian peristiwa atau perbuatan
hukum itu dilakukan.
Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat Akta Otentik dan
kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang. Tempat kedudukan
Notaris adalah daerah Kabupaten atau Kota. Wilayah Jabatan Notaris adalah meliputi
seluruh wilayah Propinsi dari tempat kedudukannya.
Notaris berwenang mengeluarkan berbagai perbuatan, perjanjian dan penetapan
yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau lebih yang berkepentingan dikehendaki
untuk dinyatakan dalam suatu Akta Otentik. Notaris juga ditugaskan untuk melakukan
pendaftaran dan mensahkan surat-surat/akta-akta yang dibuat 10 dibawah tangan. Notaris
juga dapat memberikan nasihat hukum dan penjelasan mengenai Undang-Undang kepada
pihak-pihak yang bersangkutan.
Dalam rangka pengawasan terhadap Notaris, sebagaimana diatur dalam Pasal 67
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, bahwa pengawasan atas
Notaris dilakukan oleh Menteri dengan membentuk Majelis Pengawas Notaris. Majelis
Pengawas Notaris anggotanya berjumlah 9 (sembilan) orang yang terdiri dari unsur
pemerintah, organisasi Notaris dan ahli/akademisi dengan anggota masing-masing
sebanyak 3 (tiga) orang. Dalam rangka melakukan tugas pengawasan, Menteri
membentuk Majelis Pengawas Notaris ditingkat Pusat, Propinsi dan tingkat Kabupaten/
Kota. Selama ini telah dilakukan pembentukan Majelis Pengawas Pusat Notaris, Majelis
Pengawas Wilayah Notaris di setiap Propinsi dan sebagian telah dibentuk Majelis
Pengawas Daerah Notaris di setiap Kabupaten/ Kota. Kendala utama Pengawasan
terhadap Notaris adalah belum terbentuknya seluruh Majelis Pengawas Daerah sebagai
ujung tombak pengawasan dan juga dari beberapa unsur selaku Anggota Majelis tidak
besedia menjadi anggota Majelis Pengawas Daerah.
dan tidak memihak, tidak mengacu pamrih, rasionalitas dalam arti mengacu pada
kebenaran obyektif, spesifitas fungsional serta solidaritas antar sesama rekan seprofesi.
Notaris merupakan profesi yang menjalankan sebagai kekuasaan Negara dibidang
hukum privat dan mempunyai peran penting dalam membuat akta otentik yang
mempunyai kekuatan pembuktian sempurna dan oleh karena jabatan Notaris merupakan
jabatan kepercayaan, maka seorang Notaris harus mempunyai perilaku yang baik1 .
Perilaku Notaris yang baik dapat diperoleh dengan berlandaskan pada Kode Etik Notaris.
Dengan demikian maka Kode Etik Notaris mengatur mengenai hal-hal yang harus ditaati
oleh seorang Notaris dalam menjalankan jabatannya dan juga di luar menjalankan
jabatannya.
menjaga
kehormatan
dan
keluruhan
martabat
jabatan
Notaris,
a. Kewajiban
Pasal 3 Kode Etik Notaris mengatur mengenai kewajiban Notaris, seorang Notaris
mempunyai kewajiban sebagai berikut :
1.
Seorang Notaris harus mempunyai moral, akhlak serta kepribadian yang baik,
karena Notaris menjalankan sebagai kekuasaan Negara di bidang Hukum Privat,
merupakan jabatan kepercayaan dan jabatan terhormat.
2.
3.
4.
Bertindak jujur, mandiri, tidak berpihak, penuh rasa tanggung jawab berdasarkan
perundang-undangan dan isi sumpah jabatan Notaris. Maksudnya Jujur terhadap
diri sendiri, terhadap klien dan terhadap profesi. Mandiri dalam arti dapat
menyelenggarakan kantor sendiri, tidak tergantung pada orang atau pihak lain
serta
tidak
menggunakan
jasa
pihak
lain
yang
dapat
mengganggu
7. Memberikan jasa pembuatan akta dan jasa kenotarisan lainnya untuk masyarakat
yang tidak mampu tanpa memungut honorarium. Hal tersebut merupakan salah
satu bentuk kepedulian (rasa sosial) Notaris terhadap lingkungannya dan
merupakan bentuk pengabdian Notaris terhadap masyarakat, bangsa dan Negara.
8. Menetapkan satu kantor di tempat kedudukan dan kantor tersebut merupakan
satu-satunya kantor bagi Notaris yang bersangkutan dalam melaksanakan tugas
jabatan sehari-hari. Notaris tidak boleh membuka kantor cabang, kantor tersebut
b. Larangan
Pasal 4 Kode Etik Notaris mengatur mengenai larangan, larangan
tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut :
1. Mempunyai lebih dari 1 (satu) kantor, baik kantor cabang maupun kantor
perwakilan. Larangan ini diatur pula dalam Pasal 19 UUJN sehingga pasal ini
dapat diartikan pula sebagai penjabaran UUJN dan mempunyai satu kantor harus
diartikan termasuk kantor PPAT
2.
3. Melakukan publikasi atau promosi diri, baik sendiri maupun secara bersamasama dengan mencantumkan nama dan jabatannya, menggunakan sarana media
cetak dan atau elektronik dcalam bentuk iklan, ucapan selamat, ucapan bela
sungkkawa, ucapan terima kasih, kegiatan pemasaran, kegiatan sponsor baik
dalam bidang social, keagamaan maupun olah raga. Larangan ini merupakan
konsekuensi logis dari kedudukan Notaris sebagai Pejabat Umum dan bukan
7. Berusaha atau berupaya dengan jalan apapun agar seseorang berpindah dari
Notaris lain kepadanya, baik upaya itu ditujukan langsung kepada klien yang
bersangkutan maupun melalui perantara orang lain. Berperilaku baik dan
menjaga hubungan baik dengan sesama rekan diwujudkan antara lain dengan
tidak melakukan upaya baik langsung maupun tidak langsung mengambil klien
rekan.
8. Melakukan pemaksaan kepada klien dengan cara menahan dokumen-dokumen
yang telah diserahkan atau melakukan tekanan psikologis dengan maksud agar
klien tersebut tetap membuat akta padanya. Pada dasarnya setiap pembuatan akta
harus dilakukan dengan tanpa adanya paksaan dari siapapun termasuk Notaris.
Kebebasan membuat akta merupakan hak dari klien itu.
9. Melakukan usaha-usaha baik langsug maupun tidak langsung yang menjurus ke
arah timbulnya persaingan yang tidak sehat dengan sesama rekan Notaris.
Persaingan yang tidak sehat merupakan pelanggaran terhadap Kode Etik sehingga
upaya yang dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung harus
dianggap sebagai pelanggaran Kode Etik
10. Menetapkan honorarium yang harus dibayar oleh klien dengan jumlah lebih
rendah dari honorarium yang telah ditetapkan Perkumpulan. Penetapan honor
yang lebih rendah dianggap telah melakukan persaingan yang tidak sehat yang
dilakukan melalui penetapan honor.
11. Memperkejakan dengan sengaja orang yang masih berstatus karyawan kantor
Notaris lain tanpa persetujuan terlebih dahulu dari Notaris yang bersangkutan.
Mengambil karyawan rekan Notaris dianggap sebagai tindakan tidak terpuji yang
dapat mengganggu jalannya kantor Rekan Notaris.
12. Menjelekkan dan/atau mempersalahkan rekan Notaris atau akta yang dibuat
olehnya. Dalam hal seorang Notaris menghadapi atau menemukan suatu akta
yang dibuat oleh rekan sejawat yang ternyata didalamnya terdapat kesalahankesalahan yang serius dan/atau membahayakan klien, maka Notaris tersebut
wajib memberitahukan kepada rekan sejawat yang bersangkutan atas kesalahan
yang dibuatnya dengan cara yang tidak bersifat menggurui, melainkan untuk
mencegah timbulnya hal-hal yang tidak diinginkan terhadap klien yang
bersangkutan ataupun rekan sejawat tersebut.
13. Membentuk kelompok sesama rekan sejawat yang bersifat eksklusif dengan
tujuan untuk melayani kepentingan suatu instansi atau lembaga, apalagi menutup
kemungkinan
bagi
Notaris
lain
untuk
berpartisipasi.
Notaris
wajib
c. Pengecualian
Pasal 5 Kode Etik Notaris mengatur mengenai hal-hal yang merupakan
pengecualian, sehingga tidak termasuk pelanggaran, hal tersebut meliputi :
10
11
BAB III
PEMBAHASAN
: Ana Mardiana
Pekerjaan
: Wiraswasta
Alamat
Notaris Terlapor
Notaris Diastuti, S.H., Notaris di Kota Bandung
Alamat Kantor Jl. Sadakeling No.9 di Bandung
Dalam laporannya, Pelapor yang bernama Ana Mardiana dengan pekerjaan
wiraswasta dan beralamat di Jalan Kaca Piring Nomor 92/122 Bandung ini adalah
seorang direktur dari Perseroan Terbatas bernama PT Inovasi Cipta Kreasi. Dalam
mengembangkan dan melaksanakan usahanya, Pelapor melakukan pinjaman
tambahan modal pada seorang pihak yang dikenal sebagai Koesmajadi.
Peminjaman uang ini dilakukan sebanyak beberapa kali dengan rincian sebagai
berikut:
-
12
setuju
untuk
13
Menyatakan bahwa isi dan akta no 53 adalah tidak benar atau palsu
14
15
pelanggaran yang berkaitan dengan jabatan dan kode etiknya (yang bersifat
berkaitan dengan jabatannya) alur yang terjadi adalah sebagai berikut:
a. masyarakat dapat melaporkan pelanggaran jabatan dan kode etik
langsung kepada Majelis Pengawas Daerah yang dibentuk dimasingmasing Kabupaten atau Kota5.
b. Pelanggaran ini dapat pula diketahui melalui Dewan Kehormatan
Perkumpulan atau berdasarkan pemeriksaan Protokol Notaris yang
dilakukan secara berkala.
c. Kemudian Majelis Pengawas Daerah akan menyelenggarakan sidang
untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran kode etik Notaris atau
pelanggaran pelaksanaan jabatan Notaris
d. Majelis Pengawas Daerah kemudian wajib untuk memberikan berita
acara pemeriksaan tersebut kepada Majelis Pengawas Wilayah
setempat6 karena yang berwenang untuk mengambil keputusan
terhadap laporan tentang Notaris yang melakukan pelanggaran kode
1
Lihat Pasal 1 angka 6 Undang-undang RI Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
Lihat Pasal 69 Undang-undang RI Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
3
Lihat pasal 72 Undang-undang RI Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
4
Lihat Pasal 76 Undang-undang RI Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
5
Lihat Pasal 71 huruf e Undang-undang RI Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
6
Lihat pasal 71 huruf b Undang-undang RI Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
2
16
pengawas
Wilayah
kemudian
berwenang
untuk
Lihat pasal 78 ayat (1) Undang-undang RI Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
17
tidak mempunyai
18
19
20
Dalam hal ini yang akan digunakan adalah lex superiori derogat lex inferiori
dimana peraturan yang lebih tinggi mengesampingkan peraturan yang lebih
rendah. Sehingga Majelis Pengawas tidak dapat menjadi pelapor tindak pidana
kepada penyidik dan penyelidik ataupun jaksa sebagai sebuah badan hukum.
Alternatif yang dapat dilakukan adalah pihak yang merasa dirugikan oleh tindak
pidana yang dilakukan oleh Notaris tersebut melaporkannya langsung kepada
kepolisian.
Menurut Peraturan Menteri ini, yang memegang prinsip bahwa MPN
memiliki kewenangan untuk melaporkan tindak pidana yang dilakukan notaris
kepada pihak berwenang, apabila ditemukan unsur tindak pidana maka Ikatan
Notaris Indonesia dan kepolisisan membuat nota kesepahaman tentang
pemanggilan notaris ke kepolisian. Pemanggilan notaris harus dilakukan tertulis
dan ditandatangani penyidik. Surat panggilan harus mencantumkan dengan jelas
status sang notaris, alasan pemanggilan, dan polisi harus tepat waktu. Pada
hakekatnya, notaris harus hadir memenuhi panggilan yang sah. Tetapi jika notaris
yang bersangkutan berhalangan dan tidak bisa hadir, polisi bisa datang ke kantor
notaris bersangkutan.Nota kesepahaman ini memperkuat aturan pemanggilan
notaris dalam Pasal 6 UU No 30 Tahun 2004 yang menentukan, jika polisi hendak
memanggil notaris atau mengambil minuta akta harus mendapat persetujuan dari
MPN Daerah11.
3. TINJAUAN
YURIDIS
TERHADAP
PELANGGARAN
YANG
11
21
tindakan pelanggaran jabatan dan kode etik Notaris yang terdapat dalam pasalpasal berikut:
a. Pasal 4 ayat (2) UU No 30 tahun 2004, tentang Sumpah Jabatan
Sebagai profesi yang memenuhi kebutuhan masyarakat serta bertanggung
jawab dalam jasa pelayanannya, profesi Notaris memiliki sumpah jabatan yang
harus dipegang teguh. Sumpah atau janji ini wajib diucapkan oleh Notaris
menurut agamanya yang dilakukan didepan Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
Sumpah atau janji tersebut diatur dalam pasal 4 ayat (2) UU No 30 Tahun 2004
sebagaimana kutipannya sebagai berikut:
Saya bersumpah/berjanji: bahwa saya akan patuh dan setia kepada
Negara Republik Indonesia, Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang tentang Jabatan Notaris serta
peraturan perundang-undangan lainnya. bahwa saya akan menjalankan jabatan
saya dengan amanah, jujur, saksama, mandiri, dan tidak berpihak. bahwa saya
akan menjaga sikap, tingkah laku saya, dan akan menjalankan kewajiban saya
sesuai dengan kode etik profesi, kehormatan, martabat, dan tanggung jawab saya
sebagai Notaris. bahwa saya akan merahasiakan isi akta dan keterangan yang
diperoleh dalam pelaksanaan jabatan saya. bahwa saya untuk dapat diangkat
dalam jabatan ini, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan nama
atau dalih apa pun, tidak pernah dan tidak akan memberikan atau menjanjikan
sesuatu kepada siapa pun.12
Jika sumpah ini diuraikan terdapat beberapa hal yang yang wajib
dilakukan oleh seorang Notaris sesuai dengan janjinya, yaitu:
1) Patuh dan Setia kepada Negara Republik Indonesia, Pancasila dan
UUD 1945, Undang-undang tentang Notaris, dan peraturan
lainnya.
2) Menjalankan jabatan sebagai Notaris dengan amanah, jujur,
saksama, mandiri, dan tidak berpihak.
3) Menjaga sikap dan tingkah laku.
12
Lihat Pasal 4 ayat (2) Undang-undang RI Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
22
Lihat pasal 16 ayat (1) huruf a Undang-undang RI Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris
23
menjaga kepentingan pihak yang terkait, karena pelapor tidak mengetahui blanko
tersebut akan digunakan untuk apa. Baru pada kemudian harilah pelapor
mengetahui bahwa telah terjadi perikatan perjanjian Jual beli antara Pelapor
dengan pihak Koesmajadi berdasarkan blanko tersebut. Padahal pelapor tidak
mengetahui tentang perikatan ini.
Sedangkan isi dari pasal 16 ayat (1) huruf l adalah sebagai berikut:
Membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling
sedikit 2 (dua) orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh
penghadap, saksi, dan Notaris.14
Dalam kasus posisi telah jelas bahwa notaris pelapor tidak melakukan
kewajibannya untuk membacakan akta dengan patut dihadapan penghadap.
Namun tidak jelas dalam sidang pemeriksaan apakah terdapat saksi dalam
penandatangan akta tersebut.
c. Pasal 44 ayat (1) UU No 30 Tahun 2004
Berikut kutipan isi dari pasal 44 ayat (1):
Segera setelah akta dibacakan, akta tersebut ditandatangani oleh setiap
penghadap, saksi, dan Notaris, kecuali apabila ada penghadap yang tidak dapat
membubuhkan tanda tangan dengan menyebutkan alasannya.15
Sesuai dengan kasus posisi diatas, Notaris Terlapor tidak melakukan
pembacaan secara patut kepada para penghadap sehingga Notaris Terlapor
dianggap telah melakukan pelanggaran terhadap pasal ini.
d. Pasal 3 dan 4 Kode Etik Notaris
Kedudukan kode etik bagi notaris adalah penting karena notaris
merupakan suatu profesi yang butuh diatur dengan suatu kode etik. Terutama
karena notaris adalah pekerjaan yang berpusat pada legalisasi terutama terkait
pada status kebendaan, harta, bahkan hak dan kewajiban dari klien yang
menggunakan jasa notaris. Karena itu agar tidak terjadi ketidakadilan yang
mungking dapat diakibatkan dari pemberian status-status tersebut seperti
14
Lihat Pasal 16 ayat (1) huruf l Undang-undang RI Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
Lihat pasal 44 ayat (1) Undang-undang RI Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
15
24
mengacaukan ketertiban umum dan hak-hak pribadi masyarakat, maka kode etik
ini menjadi sangat penting.16
Menurut Pasal 1 angka 2 Kode Etik Notaris, yang dimaksud dengan kode
etik Notaris adalah sebagai berikut:
seluruh kaidah moral yang ditentukan oleh Perkumpulan lkatan Notaris
Indonesia yang selanjutnya akan disebut "Perkumpulan" berdasarkan keputusan
Kongres Perkumpulan dan/atau yang ditentukan oleh dan diatur dalam peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang hal itu dan yang berlaku bagi serta
wajib ditaati oleh setiap dan semua anggota Perkumpulan dan semua orang yang
menjalankan tugas jabatan sebagai Notaris, termasuk didalamnya pars Pejabat
Sementara Notaris, Notaris Pengganti dan Notaris Pengganti Khusus.17
Kode etik ini dikeluarkan oleh ikatan profesi Notaris yang ada di
Indonesia yaitu Ikatan Notaris Indonesia yang ditetapkan pada tanggal 27 Januari
2005. Kode etik notaris ini mencakup Ketentuan Umum, Ruang Lingkup,
Kewajiban,
Larangan,
pengecualian,
Sanksi,
Tata
cara
Penegakkannya,
16
Munir Fuady, 2005, Profesi Mulia (Etika Profesi Hukum bagi Hakim, Jaksa, Advokat, Notaris,
Kurator, dan Pengurus), Bandung, PT Citra Aditya Bakti, hlm. 133
17
Lihat Pasal 1 angka 2 Kode Etik Notaris Ikatan Notaris Indonesia
18
Lihat pasal 3 Kode Etik Notaris Ikatan Notaris Indonesia
25
honorarium.
8) Menetapkan satu kantor di tempat kedudukan dan kantor tersebut
merupakan satu-satunya kantor bagi Notaris yang bersangkutan
dalam melaksanakan tugas jabatan sehari-hari.
9) Memasang 1 (satu) buah papan nama di depan / di lingkungan
kantornya dengan pilihan ukuran yaitu 100 cm x 40 cm, 150 cm x
60 cm atau 200 cm x 80 cm, yang memuat :
a. Nama lengkap dan gelar yang sah;
b. Tanggal dan nomor Surat Keputusan pengangkatan yang
terakhir sebagai Notaris.
c. Tempat kedudukan;
d. Alamat kantor dan nomor telepon/fax. Dasar papan nama
berwarna putih dengan huruf berwarna hitam dan tulisan di
papan nama harus ielas dan mudah dibaca. Kecuali di
lingkungan
kantor
tersebut
tidak
dimungkinkan
untuk
26
jabatan
Notaris
terutama
dalam
pembuatan,
27
19
20
28
huruf i; Pasal 16 ayat (1) huruf k; Pasal 41; Pasal 44; Pasal 48; Pasal 49; Pasal 50;
Pasal 51, atau;Pasal 52.
Pasal berikutnya adalah pasal 85 yang menyebutkan sanksi-sanksi berupa:
a. Teguran lisan
b. Teguran tertulis
c. Pemberhentian sementara
d. Pemberhentian dengan hormat; atau
e. Pemberhentian dengan tidak hormat
Sanksi tersebut berlaku bagi pelanggaran-pelanggaran ketentuan dalam
GGGGGpasal-pasal berikut: Pasal 7; Pasal 16 ayat (1) huruf a; Pasal 16 ayat (1)
huruf b; Pasal 16 ayat (1) huruf c; Pasal 16 ayat (1) huruf d; Pasal 16 ayat (1)
huruf e; Pasal 16 ayat (1) huruf f; Pasal 16 ayat (1) huruf g; Pasal 16 ayat (1)
huruf h; Pasal 16 ayat (1) huruf i; Pasal 16 ayat (1) huruf j; Pasal 16 ayat (1) huruf
k; Pasal 17; Pasal 20; Pasal 27; Pasal 32; Pasal 37; Pasal 54; Pasal 58; Pasal 59;
dan/atau Pasal 6321.
Dalam Kode Etik Notaris juga diatur tentang sanksi yang dapat dijatuhkan
apabila terjadi pelanggaran terhadap kode etik yang telah diatur. Sanksi tersebut
diatur dalam pasal 6 ayat (1) BAB IV tentang Sanksi, berikut kutipannya;
Sanksi yang dikenakan terhadap anggota yang melakukan pelanggaran
Kode Etik dapat berupa
a. Teguran;
b. Peringatan;
c. Schorsing (pemecatan sementara) dari keanggotaan Perkumpulan;
d. Onzetting (pemecatan) dari keanggotaan Perkumpulan;
e. Pemberhentian
dengan
tidak
hormat
dari
keanggotaan
Perkumpulan.22
Sanksi tersebut berlaku bagi setiap anggota Ikatan Notaris Indonesia yang
melanggar kode etik disesuaikan dengan kuantitas dan kualitas pelanggarannya.23
21
29
Dalam kasus pelanggaran jabatan dan kode etik diatas, Notaris Terlapor
melanggar pasal 16 ayat (1) huruf a yang sanksinya diatur dalam pasal 85 diatas
dan pasal 44 yang sanksinya diatur dalam pasal 84. Sehingga mengakibatkan akta
yang diperkarakan (akta No. 53) tentang perjanjian jual beli antara Pelapor dengan
pihak Koesmajadi menjadi batal demi hukum dan turun derajat menjadi akta
bawah tangan. Dalam hal ini, apabila Pelapor menyatakan tidak sepakat dengan
isi perjanjian, maka akta perjanjian tersebut tidak perlu dilanjutkan kecuali bagi
pihak Koesmajadi untuk memperkarakan dengan dalih wanprestasi. Kemudian
Notaris Terlapor juga dapat dikenai sanksi sebagaimana yang diatur dalam pasal
85.
Dalam hal memberikan atau menjatuhkan sanksi-sanksi diatas dapat
dilakukan oleh:
a. Majelis Pengawas Wilayah, yaitu dalam pasal 73 ayat (1) huruf e
berwenang untuk memberikan sanksi berupa sanksi teguran lisan
ataupun tertulis. Selanjutnya dalam huruf f dapat mengusulkan
pemberian sanksi kepada Majelis Pengawas Pusat
b. Majelis Pengawas Pusat, yaitu dalam pasal 77 huruf c berwenang
untuk menjatuhkan sanksi pemberhentian sementara dan pada huruf d
mengusulkan sanksi kepada Menteri.
c. Menteri Hukum dan HAM; melakukan sanksi pemberhentian tidak
hormat.
Dalam UU No. 30 Tahun 2004 tidak menyebutkan adanya penerapan
sanksi pemidanaan tetapi tindakan hukum terhadap pelanggaran yang dilakukan
oleh Notaris apabila mengandung suatu undur tindak pidana seperti pemalsuan
atas kesengajaan/kelalaian dalam pembuatan surat/akta otentik yang keterangan
isinya palsu maka setelah dijatuhi sanksi administratif/kode etik profesi jabatan
notaris dan sanksi keperdataan kemudian dapat ditarik dan dikualifikasikan
sebagai suatu tindak pidana yang dilakukan oleh Notaris yang menerangkan
adanya bukti keterlibatan secara sengaja melakukan kejahatan pemalsuan akta
otentik.
30
BAB IV
PENUTUP
31
sementara. Sanksi tersebut telah benar dan sesuai dengan yang diatur
dalam peraturan perundang-undangan.
32