Anda di halaman 1dari 40

Laporan Kasus

Rheumatic Heart Disease (RHD)

Oleh:
Roza Edlabora
H1AP12001

Pembimbing:
Dr. Sri Hastuti, Sp.JP

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT DAERAH DR. M. YUNUS
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2016

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul Rheumatic Heart Disease
(RHD). Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada dr. Sri Hastuti. Sp. JP selaku pembimbing yang telah membantu
penyelesaian laporan kasus ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman, dan semua
pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan laporan kasus ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan masih terdapat
kekurangan, oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang
bersifat membangun.

Bengkulu, September 2016

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman Judul...........................................................................................................1

Kata Pengantar......................................................................................................... 2
Daftar Isi.................................................................................................................. 3
BAB I
Pendahuluan..................................................................................................4
BAB II
Laporan Kasus...............................................................................................5
BAB III
Pembahasan.......................................................................................... 24
BAB IV
Kesimpulan..................................................................................................38
Daftar Pustaka.........................................................................................................40

BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit jantung reumatik (PJR) merupakan penyakit yang ditandai kerusakan


dari katup jantung akibat serangan berulang dari demam reumatik akut. Katup-katup
jantung tersebut rusak karena proses perjalanan penyakit yang dimulai dengan infeksi
tenggorokan yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus hemoliticus tipe A yang
menyebabkan demam reumatik. Pasien dengan demam reumatik akut dapat
mengalami kelainan pada jantung mulai dari insufisiensi katup, gagal jantung,
perikarditis bahkan kematian, terutama apabila tidak didiagnosa dan diberikan tata
laksana dengan cepat. Adanya malfungsi katup dapat menimbulkan kegagalan pompa
baik oleh kelebihan beban tekanan (obstruksi pada pengaliran keluar dari pompa
ruang, seperti stenosis katup aortik atau stenosis pulmonal), atau dengan kelebihan
beban volume yang menunjukan peningkatan volume darah ke ventrikel kiri,
sehingga sebagai produk akhir dari malfungsi katup akibat penyakit jantung reumatik
1
adalah gagal jantung kongestif

Gagal jantung kongestif merupakan sindroma klinis kelainan fungsi jantung


sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan. Di Indonesia berdasarkan data dari RS Jantung Harapan Kita,
peningkatan kasus penyakit jantung rematik dimulai pada 1997 dengan 248 kasus,
kemudian melaju dengan cepat hingga mencapai puncak pada tahun 2000 dengan 532
kasus. Dengan data perkembangan seperti ini, penyakit jantung kongestif oleh
kelainan katup yang disebabkan penyakit reumatik akan menyebabkan permasalahan
yang signifikan bagi masyarakat global dan bukan tidak mungkin dalam kurun
beberapa tahun kedepan angka statistik ini akan bergerak naik jika praktisi medis
khususnya tidak segera memperhatikan faktor risiko utama yang menjadi awal mula
penyakit ini. Dengan demikian perlu adanya penanganan dari segala aspek baik
secara biomedik maupun biopsikososial.

BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 ANAMNESIS
2.1.1 IDENTIFIKASI

Nama

: Nn. A

Umur

: 16 tahun

Jenis kelamin

: Perempuan

Alamat

: Desa Tj. Agung, Kec. Ulu Musi, Sumatera


Selatan

Status

: Belum Menikah

Pekerjaan

: Pelajar

Agama

: Islam

Nomor RM

: 72 69 03

Masuk RS

: 14 September 2016

Ruang Rawat

: Intensive Cardio Care Unit (ICCU) RSUD


Dr. M. Yunus Bengkulu

2.1.2 DATA SUBJEKTIF


a. Keluhan utama
Sesak bertambah hebat sejak 2 hari sebelum masuk Rumah Sakit.
b. Keluhan tambahan
Pasien juga mengeluhkan batuk kering dan nyeri dada tembus ke punggung
seolah-olah ditusuk benda tajam sejak 1 Minggu SMRS.
c. Riwayat perjalanan penyakit
Sejak 2 bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh demam tinggi
disertai nyeri menelan, selain itu pasien juga mengeluhkan batuk tidak
berdahak dan sesak. Sesak dipengaruhi oleh aktivitas misalnya setelah
berjalan beberapa meter dan sesak tidak dipengaruhi cuaca maupun debu.
Pasien juga mengeluhkan adanya nyeri di persendian seperti pergelangan
tangan, siku, paha, lutut dan sendi jari kaki serta jari tangan. BAB dan BAK
5

tidak ada keluhan. Pasien telah mendapatkan pengobatan sebelumnya dari


RSUD Kepahiang dan dirawat selama 3 hari kemudian dilanjutkan dengan
rawat jalan.
Sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, sesak yang dialami
pasien semakin bertambah berat, sesak semakin bertambah setelah melakukan
aktifitas yang tidak terlalu berat seperti keluar dari toilet dan berjalan
beberapa meter. Pasien juga sering mengeluhkan terbangun pada malam hari
karena sesak dan batuk. Sesak berkurang saat pasien duduk dan lebih nyaman
tidur dengan 2 bantal. Pasien juga mengeluhkan berdebar-debar, berkeringat
banyak dan kadang-kadang mengeluhkan nyeri dada seperti ditusuk, demam,
mual dan muntah tidak ada, BAK dan BAB biasa, tidak ada keluhan . Pasien
dibawa berobat ke RSUD Kepahiang kemudian dirujuk ke Rumah Sakit
Daerah Dr. M. Yunus Bengkulu.
Sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, sesak bertambah hebat,
pasien semakin sering terbangun pada malam hari karena sesak. Sesak
semakin memberat saat pasien batuk dan setelah berjalan dari toilet. Pasien
mengeluhkan batuk kering dan nyeri dada kiri tembus hingga ke punggung
seolah-olah ditusuk pisau, berkeringat berlebihan, jantung berdebar-debar,
demam tidak ada, mual dan muntah tidak ada. Selain itu pasien juga
mengeluhkan mudah merasa lelah meskipun dengan aktifitas yang ringan.
d. Riwayat penyakit dahulu:

Riwayat tekanan darah tinggi disangkal.

Riwayat nyeri tenggorokan disertai demam tinggi 2 bulan yang lalu.


Riwayat sakit kencing manis disangkal.
Riwayat sakit ginjal disangkal.
Riwayat sakit kuning disangkal.
Riwayat pernah berobat ke Poli Jantung saat pasien berusia 11 tahun karena

keluhan berdebar-debar.
Riwayat gigi berlubang dan riwayat demam tinggi usia <10 tahun
Riwayat penyakit paru seperti asma disangkal
Riwayat konsumsi obat TB disangkal
6

Riwayat rutin konsumsi obat jantung disangkal

e. Riwayat penyakit keluarga


Riwayat penyakit dengan gejala yang sama

di dalam keluarga

disangkal, riwayat kencing manis dan tekanan darah tinggi disangkal.


f. Riwayat kebiasaan
Riwayat merokok disangkal.
Riwayat mengkonsumsi minuman beralkohol disangkal.
g. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien merupakan pelajar SMA yang tinggal di Pesantren, pasien
belum menikah dan belum memiliki anak.
2.2 PEMERIKSAAN FISIK
2.2.1 STATUS PRAESENS
Keadaan umum

: tampak sakit sedang

Kesadaran

: kompos mentis

Gizi

: cukup

Dehidrasi

: (-)

Tekanan darah

: 100/60 mmHg

Nadi

: 121x/menit, reguler, isi tegangan cukup, pulsus


defisit (-)

Pernafasan

: 40x/menit, abdominal-thorakal, reguler, menggunakan


otot bantu napas (-)

Suhu

: 36,5 o C

Tinggi Badan

: 158cm

Berat Badan

: 45 Kg

IMT

: 45
(1,58)2
: 45

(2,49)
: 18,025 ( Berat Badan Kurang)
2.2.2 STATUS GENERALIS
Kulit

: warna kulit sawo matang, turgor kembali cepat, ikterus pada kulit(-),
sianosis (-), scar (-), keringat (++), pucat pada telapak tangan dan kaki
(+), pertumbuhan rambut normal, ruam kemerahan (-).

Kepala

: bentuk oval, simetris, ekspresi sakit sedang, dan deformasi (-).

Mata

: eksophtalmus dan endopthalmus (-), edema palpebra (-),


Konjungtiva palpebra pucat (+), sklera ikterik (-/-, pupil isokor,
reflek cahaya normal, pergerakan mata ke segala arah baik.

Hidung

: septum dan tulang-tulang dalam perabaan baik, tidak ditemukan


penyumbatan maupun perdarahan, pernapasan cuping hidung (-).

Telinga

: discharge (-)

Mulut

: tonsil tidak ada pembesaran (T1-T1), pucat pada lidah (-), atrofi papil
(-), gusi berdarah (-), stomatitis (-), bau pernapasan khas (-).

Leher

: pembesaran kelenjar tiroid tidak ada, JVP (5+3) mmH 0


kaku kuduk (-), pembesaran KGB (-).

Thorax:
a. Paru-paru
I : Statis,dinamis simetris dextra = sinistra, retraksi sela iga dan
supraklavikula (-), penggunaan otot bantu napas (-).
P : Stem fremitus dextra = sinistra, ekspansi dinding dada dextra sinistra
simetris
P : Sonor kedua lapangan paru
A: Vesikuler (+) /(+), ronkhi basah halus (+)/(+) di basal paru,
wheezing (-)/(-).

b. Jantung
I : Ictus cordis terlihat di sekitar ICS VI linea aksilaris anterior
P : Ictus codis teraba pada ICS VI linea axilaris anterior sinistra, thrill(+),
kuat angkat.
P : Batas jantung atas ICS II
Batas jantung kanan linea sternalis dextra
Batas jantung kiri ICS VI linea axillaris anterior sinistra
A : BJ 1 dan 2 sulit dinilai, murmur sistolik (+) di katup mitral
penjalaran ke lateral axilla anterior, murmur diastolik (+) di katup aorta,
gallop (-).
Abdomen :
I : datar, bekas luka (-)
P : Lemas, nyeri tekan (+) di epigastrium, hepar tidak teraba, lien tidak
teraba, turgor kulit normal.
P : timpani di semua regio abdomen, Shiftting Dullness (-)
A : BU (+) normal
Ekstremitas atas : nyeri sendi (+), edema (-), jaringan parut (-), pigmentasi
normal, akral hangat, turgor kembali cepat, clubbing finger (-),
CRT< 2 detik.
Ekstremitas bawah: nyeri sendi (+), edema pretibial (-/-), jaringan parut (-),
pigmentasi normal, akral hangat, clubbing finger (-), turgor
kembali cepat.

2.3 PEMERIKSAAN PENUNJANG


2.3.1 PEMERIKSAAN LABORATORIUM
a. Laboratorium (14/09/2016)
Hb

: 9.0 g/dl (N :12-14 g/dl)

Hematokrit

: 27 vol % (N :40-46%)
9

Leukosit

: 12.400/mm (N :5000-10000/ul)

LED

: 123 mm/jam (N < 10 mm/jam)

Trombosit

: 425.000/mm (N:200.000-500.000/ul)

GDS

: 88 (N :70-120 g/dl)

CRP

: (+) N(-)

ASTO

: (-) N(-)

Ureum

: 27 mg/dL (N: 20-40 mg/dL)

Creatinin

: 0,6 mg/dL (N: 0,51,2 mg/dL)

2.3.2 PEMERIKSAAN EKG

Irama
Frekuensi
Gel P

PR Interval
Axis
QRS Kompleks

: sinus takikardi
: 1500/12 = 125 x/ menit, reguler
: normal lebar 0,08 detik ( N= 0,08-0,11) ; tinggi 0,04
detik (N<2,5 mm)
: 0,20 secon
: Lead I (+7) , aVF (+1), normoaksis
: 0,12 detik
10

Gel Q patologis
: tidak ada
QT Interval
: 0,32 secon
ST Segmen
: ST elevasi dan ST depresi tidak ada
Gel T Inverted
: tidak ada
LV strain pada V1 dan V 5, nilai s pada V1 +V5 >35 mm

Interpretasi :
Irama sinus takikardi, HR 125x /menit, normoaksis, gelombang Q
patologis tidak ada dan Gel T inverted tidak ada, ST depresi dan ST elevasi tidak
ada. LV strain pada V1 dan V 5, nilai s pada V1 +V5 >35 mm

11

18/09/2016

17/09/2016

15/09/2016

16/09/2016

15/09/2016

12

2.3.3 ECHOCARDIOGRAFI (14 /09/2016)

Deskripsi
Dimensi ruang jantung : LV dilatasi
LVH
: Fungsi sistolik LV global : rendah EF: 31 %
Kontraktilitas RV
: baik
K Aorta
: Ao 3 kuspis, AR severe, AS(-)
K Mitral
: MR severe, Ms moderate, MVA 2.0 cm2, MVG
19 mmHg LVESD = 52 mm, LVEDD = 61mm
K Pulmonal
: normal
K Trikuspid
: TR Mild
Doppler
: E/A : fusi DT: m/sec
Ao Vmax
: 1,8 m/s
Konklusi
Congestive Heart Failure f.c NYHA III e.c Multivalve Moderate - Severe Insufisiency
Because of RHD (Rheumatoid Heart Disease)

13

2.5 RESUME
Nn. N 16 tahun masuk Rumah Sakit 14 September 2016 dengan keluhan utama
sesak bertambah hebat sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Dari anamnesis
didapatkan 2 bulan yang lalu pasien mengeluh demam tinggi disertai nyeri saat
menelan, selain itu pasien juga mengeluhkan batuk tidak berdahak dan sesak. Sesak
dipengaruhi oleh aktivitas misalnya setelah berjalan beberapa meter dan sesak tidak
dipengaruhi cuaca maupun debu. Sesak terasa berkurang jika berada dalam posisi
duduk, Pasien juga mengeluhkan adanya nyeri di persendian seperti pergelangan
tangan, siku, paha, lutut dan sendi jari kaki dan jari tangan. BAB dan BAK tidak ada
keluhan. Pasien telah mendapatkan pengobatan dari RSUD Kepahiang dan dirawat
selama 3 hari, kemudian dilanjutkan dengan rawat jalan. Satu minggu sebelum masuk
rumah sakit, sesak yang dialami pasien semakin bertambah berat, sesak bertambah
setelah melakukan aktifitas yang tidak terlalu berat seperti keluar dari toilet dan
berjalan beberapa meter. Pasien lebih sering terbangun pada malam hari karena sesak
dan batuk. Sesak berkurang saat pasien duduk dan lebih nyaman tidur dengan dua
bantal. Pasien juga mengeluhkan berdebar-debar, berkeringat banyak,kadang- kadang
nyeri dada tembus ke punggung , demam tidak ada, mual ada, muntah tidak ada,
BAK dan BAB biasa, tidak ada keluhan. Pasien berobat di RSUD Kepahiang
kemudian dirujuk ke Rumah Sakit M. Yunus Bengkulu.
Sekitar 2 hari sebelum masuk rumah sakit, sesak bertambah hebat, semakin
sering terbangun pada malam hari karena sesak. Sesak timbul tiba-tiba walaupun
pasien sedang istirahat, dan semakin memberat saat pasien batuk dan setelah berjalan
dari toilet. Pasien juga mengeluhkan munculnya batuk kering dan nyeri dada kiri
tembus hingga ke punggung seolah-olah ditusuk pisau, berkeringat berlebihan,
jantung berdebar-debar, demam tidak ada, muntah tidak ada dan lemas (+) dan pasie
cepat merasa lelah.
Riwayat penyakit dahulu didapatkan riwayat demam tinggi nyeri sendi
berpindah, dan adanya riwayat nyeri tenggorokan dan pernah berobat ke poli jantung
saat pasien berusia 11 tahun.

14

Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,


kesadaran composmentis, gizi kurang,konjungtifa anemis, dehidrasi tidak ada,
tekanan darah 100/60 mmHg, nadi 121 kali per menit, reguler, isi dan tegangan
cukup, pernafasan 40 kali per menit, thoraco-abdominal, regular. Suhu 36,5o C, JVP
(5+3) cmH2O dan ronkhi basah halus (+) pada kedua basal paru.
Pada pemeriksaan jantung ictus cordis terlihat pada ICS VI dan teraba di linea
axilaris anterior sinistra setinggi ICS VI. Thrill teraba, kuat angkat. Batas atas ICS II,
batas kanan linea sternalis dextra, batas kiri linea axilaris anterior sinistra setinggi
ICS VI, HR 121 x/ menit, reguler. Murmur (+) sistolik di katup mitral, gallop (-),
bunyi jantung I dan II sulit dinilai. Dari pemeriksaan Hb: 9.0 g/dl, Hematokrit : 27 %,
Leukosit: 12.400/mm , LED:123, Trombosit : 425.000/mm , GDS : 88, CRP (+),
ASTO (-)

Ureum : 27 mg/dl,

Creatinin : 0,6 mg/dL. Dari pemeriksaan EKG

diperoleh irama sinus takikardi, didapatkan LV strain, tidak ditemukan ST depresi, ST


elevasi dan Q patologis. Pada pemeriksaan Echocardiografi tanggal 14 September
2016 di dapatkan LV dilatasi, Mitral Regurgitation Severe, Aorta Regurgitation
severe, dan Mitral Stenosis moderate dengan kesimpulan Congestive Heart Failure
NYHA fc III e.c Multivalve Moderate- Severe Insufisiency Because of RHD
(Rheumatoid Heart Disease)+ anemia
2.6 MASALAH
Congestive Heart Failure NYHA fc III e.c Multivalve Moderate- Severe

Insufisiency + anemia
Rheumatic Heart Disease (RHD)

2.7 ANALISIS MASALAH


15

2.7.1 Congestive Heart Failure NYHA fc III e.c Multivalve Moderate- Severe
Insufisiency + anemia
Pasien merupakan pasien rujukan dari Rumah Sakit Umum Kepahiang.
Sejak 2 hari SMRS Pasien berobat ke Poli Penyakit Dalam RSUD Kepahiang
dengan keluhan sesak napas dan berdebar-debar yang terus menerus. Pasien
mengeluhkan sesak napas dan sering terbangun pada malam hari karena sesak.,
sesak bertambah setelah beraktifitas ringan misalnya berjalan menuju toilet,
pasien juga mengeluhkan batuk kering, nyeri dada dan jantung berdebar-debar.
Batuk semakin membuat pasien bertambah sesak, pasien juga sering
mengeluhkan cepat merasa kelelahan setelah beraktifitas. Pasien juga mengaku
menggunakan 2 bantal saat tidur.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan nadi >100 kali / menit (takikardi),
peningkatan JPV, batas kiri jantung melebar dan adanya ronkhi basah halus di
kedua basal paru dan auskultasi terdengar mur-mur jantung. Pasien belum pernah
melakukan Rontgen Thoraks, hasil pemeriksaan EKG ditemukan adanya LV
strain pada V5 dan V6 dengan interpretasi LVH, hasil pemeriksaan lab Hb = 9,0
mg/dl, keadaan ini menunjukan anemia. Dari ECHO didapatkan mur-mur
jantung. Berdasarkan hasil anamnesis pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang maka diagnosis mengarah ke gagal jantung.
Gagal jantung adalah kumpulan gejala yang kompleks dengan gejala
gagal jantung. Gejala khas gagal jantung adalah sesak napas saat aktifitas atau
istirahat, kelelahan dan edema tungkai. Tanda khas gagal jantung adalah
takikardi, ronki paru, efusi pleura, peningkatan JVP, edema perifer,
hepatomegali. Tanda objektif gangguan struktur atau fungsional jantung saat
istirahat adalah kardiomegali, suara jantung ke tiga, murmur jantung,
abnormalitas ECHO, serta kenaikan Konsentrasi peptide natriuretik2.
Gagal jantung dapat mempengaruhi jantung kiri, jantung kanan tau
keduanya. Manifestasi tersering dari gagal jantung kiri adalah dyspnea yaitu rasa
perasaam kehabisan napas, hal ini terutama disebabkan oleh penurunan
16

compliance paru akibat edema dan kongesti paru dan peningkatan aktifitas
reseptor regang otonom paru. Dyspnea paling jelas pada saat beraktifitas
(Dyspnea deffort). Sesak napas juga dirasakan pada saat berbaring (ortopnea),
hal ini karena meningkatnya jumlah darah vena kembali ke thoraks dari
ekstremitas bawah3. Pasien mengeluhkan sesak bertambah jika setelah
melakukan aktifitas ringan maka pasien dapat dikategorikan pada gagal jantung
NYHA fc III.
Anemia dapat merupakan komplikasi dari gagal jantung. Mekanisme
anemia pada gagal jantung meliputi disfungsi sum-sum tulang karena penurunan
dari curah jantung dan aktifitas sitokin. Aktifitas sitokin TNF dapat
menyebabkan depresi susm-sum tulang , insensitifitas terhadap eritropoietin dan
mengganggu pelepasan dan penggunaan zat besi ditubuh3.
Rencana diagnostik:

EKG
Rontgen Thorax
Echocardiografi
Pemeriksaan laboratorium (Hb,Ht,leukosit,Trombosit, ureum, creatinin, LFG,
Glukosa, SGOT, SPGT, Urine Rutin, Na, K)

Rencana Terapi

Bed rest
O2 3L/Menit
Balance cairan
Pantau BB
furosemid 1 x20 mg
candesartan 1 x 4 mg
bisoprolol 1 x 1,25 mg
spironolakton 1x 12,5 m

2.7.2 Rheumatic Heart Disease (RHD)


Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang maka diagnosis pasien mengarah pada rheumatic heart disease.
RHD adalah peradangan jantung dan proses pembentukan scar pada katup

17

jantung akibat reaksi autoimun sebagai respon dari infeksi Streptococcus beta
hemolyticus Grup A. Pada stadium akut akan terjadi pankarditis yaitu
inflamasi pada miokardium, endokardium dan epikardium, sedangkan pada
stadium kronik akan menyebabkan fibrosis katup jantung dan akhirnya
menyebabkan insufisiensi dan/atau stenosis katup3. Penegakan diagnosa untuk
penyakit jantung rheumatic ditegakkan dengan criteria jones modifikasi tahun
2015, yaitu :
Tabel 1 Kriteria Jones 2015 menurut AHA (American Heart Asosiacion) 2015

18

Gambar 1 Strategi diagnosis untuk Acute Rheumatic Fever5


Dari

hasil auskultasi pemeriksaan fisik didapatkan adanya bising

jantung pada katup mitral dan aorta, sedangkan dari pemeriksaan


Ekokardiografi didapatkan adanya

MR severe, Aorta Severe dan Mitral

Stenosis Moderate, pemeriksaan laboratorium didapatkan ASTO (-), hal ini


menunjukkan bahwa demam rheumatic yang dialami oleh pasien telah
berulang atau terjadi >2 bulan yang lalu, karena ASTO meningkat pada
minggu 2-3 pasca infeksi streptoccus, pada pemeriksaan laboratorium lain
didapatkan adanya leukositosis dan peningkatan LED

dengan demikian

pasien telah dapat dinyatakan memenuhi criteria jones untuk kesimpulan


diagnosis RHD.
RHD berkaitan dengan demam rematik. Demam rematik merupakan
late inflammatory, komplikasi non supurative dari faringitis akibat infeksi
streptococcus grup A. Demam rematik merupakan hasil dari respon imun
humoral dan celluler-mediated yang muncul 1-3 minggu setelah infeksi
Streptococcal Pharyngitis. Protein Streptococcus akan dikenali oleh sistem
imun, khususnya bakteri M Protein, human cardiac antigen (HCA) seperti
19

myosin, dan endothelium valvular. Antibodi antimiosin mengenali laminin,


yang merupakan matriks ekstraseluler alpha-helix coiled protein yang
merupakan penyusun struktur membran basement katup3.
Rencana diagnostik:

EKG
Echocardiography
CMR (Cardiac Magnetic Resonance) /MSCT (Multi-slice Computed

Tomograpy)
Radionuclide Angiography
ASTO
CRP
LED
Rencana Terapi

Ceftriaxone inj 1x 2 gr
Metil prednisolone 4 x 10 mg inj

Mitral valve repair operation of choice

2.8 DIAGNOSIS SEMENTARA


Congestive Heart Failure NYHA fc III e.c Multivalve Moderate- Severe
Insufisiency + anemia

2.9. FOLLOW UP
Tanggal
S
O: Keadaan umum

15 September 2016
Sesak, nyeri di ulu hati, batuk, nyeri sendi, berdebar-debar
Tampak sakit sedang

Kesadaran

Compos mentis

Tekanan darah

100/70 mmHg

Nadi

117 x/menit reguler, isi dan tegangan kurang, pulsus defisit(-)

Pernapasan

36 x/ menit

20

Temperatur

36,8 0C

keadaan spesifik
Kepala
Leher

Conjungtiva palpebra pucat (-)/(-), Sklera ikterik (-)/(-)

Thorax:

JVP (5+3) cmH2O, Pembesaran KGB (-)

Jantung
HR 112 x/ menit,reguler. murmur (+) sistolik grade 4/6 di katup
Paru

mitral penjalaran ke lateral, gallop (-), thrill (+)


Vesikuler normal, ronkhi basah halus pada kedua basal paru,

Abdomen

wheezing (-)
datar, lemas, nyeri tekan (+) epigastium, hepar tak teraba, lien

Ekstremitas

tak teraba ,bising usus (+) normal

Edema pretibia (-)


CHF NYHA III ec. Mitral regurgitation /Mitral stenosis + Aorta

Regurgitation ec RHD
- Istirahat

Tanggal
S
O: Keadaan umum

O2 3 liter/mnt

IVFD BDconneta

Injeksi furosemid 1 x 20 mg (IV)

Lansoprazol 1x 30 mg

Prednisone 4 x10 mg

Ramipril 1 x 5 mg

Bisoprolol 1 x1,25 mg

Ceftriaxone 2 x 1 gram

ISDN 1 x 5 mg

16 September 2016
Sesak napas (-), nyeri sendi, batuk
Tampak sakit sedang

Kesadaran

Compos mentis

Tekanan darah

120/70 mmHg

Nadi

100x/menit reguler, isi dan tegangan kurang, pulsus defisit (-)

Pernapasan

22 x/ menit

Temperatur

36,6 C

Keadaan spesifik
Kepala

Conjungtiva palpebra pucat (-), Sklera ikterik (-/-)

Leher

JVP (5+3) cmH2O, Pembesaran KGB (-)

21

Thorax:
Jantung

HR 100 x/ menit ireguler. murmur (+) sistolik grade 4/6 di


katup mitral penjalaran ke lateral, gallop(-), thrill (+)

Paru

Vesikuler normal, ronkhi basah halus pada kedua basal paru,


wheezing (-)/(-)

Abdomen

datar, lemas, nyeri tekan (+) epigastium, hepar tak teraba, lien
tak teraba, bising usus (+) normal.

Ekstremitas

Edema pretibia (-)

CHF NYHA III ec. Mitral regurgitation /Mitral stenosis + Aorta

Regurgitation ec RHD
- Istirahat

Tanggal
S
O: Keadaan umum

IVFD BDconneta

Injeksi furosemid 1 x 20 mg (IV)

Lansoprazol 1x 30 mg

Prednisone 4 x10 mg

Ramipril 1 x 5 mg

Bisoprolol 1 x 2,5 mg

Ceftriaxone 2 x 1 gram

17 September 2016
Sesak (-), batuk berkurang, nyeri sendi
Tampak sakit sedang

Kesadaran

Compos mentis

Tekanan darah

110/70 mmHg

Nadi

95 x/menit irreguler, isi dan tegangan kurang, pulsus defisit (+)

Pernapasan

30 x/ menit

Temperatur

36,5 C

Keadaan spesifik
Kepala

Conjungtiva palpebra pucat (-)/(-), Sklera ikterik(-/-)

Leher

JVP (5+2) cmH2O, Pembesaran KGB (-)

Thorax:
Jantung

HR 95 x/ menit ireguler. murmur (+) sistolik di katup mitral


penjalaran ke lateral, gallop(-), thrill (+)

Paru

Vesikuler normal, ronkhi basah halus pada kedua basal paru,


wheezing (-)/(-)

22

Abdomen

datar, lemas, nyeri tekan (-) epigastrium hepar tak teraba, lien
tak teraba, bising usus (+) normal.

Ekstremitas

Edema pretibia (-)


CHF NYHA III ec. Mitral regurgitation /Mitral stenosis + Aorta

Regurgitation ec RHD
- Istirahat
-

IVFD BDconneta

Prednisone 3 x10 mg

Ramipril 1 x 5 mg

Bisoprolol 1 x 2,5 mg

Ceftriaxone 2 x 1 gram

Asam folat 3 x 1 tab

Ranitidin 2 x 1 tab

BAB III
Pembahasan
3.1 Gagal Jantung
3.1.1 Definisi dan Diagnosis
Gagal jantung adalah kumpulan gejala yang kompleks dimana seorang
pasien harus memiliki tampilan berupa: Gejala gagal jantung (nafas pendek yang
tipikal saat istrahat atau saat melakukan aktifitas disertai / tidak kelelahan);
tanda retensi cairan (kongesti paru atau edema pergelangan kaki); adanya bukti
2
objektif dari gangguan struktur atau fungsi jantung saat istraha t .

23

Klasifikasi Gagal Jantung berdasarkan kapasitas fungsional (NYHA) ialah:


-

Kelas I
Tidak terdapat batasan dalam melakukan aktifitas fisik. Aktifitas fisik sehari-hari
tidak menimbulkan kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.

-Kelas II

Terdapat batasan aktifitas ringan. Tidak terdapat keluhan saat istrahat, namun
aktifitas fisik sehari-hari menimbulkan kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.
-

Kelas III
Terdapat batasan aktifitas bermakna. Tidak terdapat keluhan saat istrahat, tetapi
aktfitas fisik ringan menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak.

Kelas IV
Tidak dapat melakukan aktifitasfisik tanpa keluhan. Terdapat gejala saat istrahat.
Keluhan meningkat saat melakukan aktifitas.
Diagnosis gagal jantung atau disfungsi ventrikel dapat ditegakkan melalui
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang. Uji diagnostik biasanya
paling sensitif pada pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi rendah.
Ekokardiografi merupakan metode yang paling berguna untuk evaluasi disfungsi
sistolik dan diastolik2.

24

Gambar 2 Algoritma diagnostik gagal jantung. Disadur dari ESC Guidelines


for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2012 4
Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan elektrokardiogram harus dikerjakan

pada semua pasien

diduga gagal jantung. Abnormalitas EKG sering dijumpai pada gagal jantung.
Abnormalitas EKG memiliki nilai prediktif yang kecil dalam mendiagnosis gagal
jantung, jika EKG normal, diagnosis gagal jantung khususnya dengan disfungsi
sistolik sangat kecil < 10 persen2.
Pada keadaan gagal jantung dapat muncul abnormalitas EKG yang umum
dijumpai antara lain sinus takikardi, sinus bradikardi, atrial takikardi /flutter/
fibrillation, aritmia ventrikel, iskemia, gelombang Q, hipertropfi ventrikel kiri, blok
atrioventrikuler, mikrovoltase, durasi QRS> 0,12 detik2.
Tabel 2 Abnormalitas elektrokardiografi yang dijumpai pada gagal jantung

25

Abnormalitas
Sinus takikardia

Sinus Bradikardia

Atrial takikardia
/
futer / fbrilasi

Aritmia ventrikel

Iskemia / Infark

Gelombang Q

Hipertrofi
ventrikel
Kiri
Blok Atrioventrikular

Mikrovoltase

Penyebab

Implikasi Klinis

Gagal
jantung
dekompensasi,
anemia,
demam,
hipertroidisme
Obat penyekat ,
anti
aritmia,
hipotiroidisme,
sindroma sinus
sakit
Hipertiroidisme,
infeksi,
gagal
jantung
dekompensasi, infark
miokard
Iskemia,
infark, kardiomiopati,
miokardits,
hipokalemia,
hipomagnesemi
a, overdosis
digitalis
Penyakit
jantung
Koroner

Penilaian klinis Pemeriksaan


laboratorium

Infark, kardiomiopati
hipertrofi, LBBB, preexitasi
Hipertensi,
penyakit
katup aorta,
kardiomiopati
Infark
miokard,
Intoksikasi
obat,
miokarditis,
sarkoidosis,
Penyakit
Lym
Obesitas,
emfisema,
efusi
perikard,
Disinkroniamiloidosis
elektrik
dan mekanik

Ekokardiografi, angiografii
koroner

Evaluasi terapi obat Pemeriksaan


laboratorium

Perlambat konduksi AV,


konversi medik, elektroversi, ablasi
kateter, antikoagulasi

Pemeriksaan laboratorium, tes latihan


beban,
pemeriksaan perfusi,
angiografi koroner, ICD

Ekokardiografi, troponin,
Angiografiikoroner,
Revaskularisasi

Ekokardiografi, Doppler

Evaluasi
penggunaan obat,
pacu jantung, penyakit sistemik

Ekokardiograf,
Toraks

rontgen

Durasi QRS >


Ekokardiograf, CRT-P, CRT-D
0,12 detik dengan
morfologi LBBB
LBBB = Lef Bundle Branch Block; ICD = Implantable Cardioverter
Defbrillator
CRT-P = Cardiac Resynchronizaton Therapy-PACEImaker; CRT-D = Cardiac
Resynchronizaton Therapy-Defbrillator

Foto Thoraks
Merupakan komponen penting dalam diagnosis gagal jantung. Rontgen toraks
dapat

mendeteksi

kardiomegali,

kongesti

paru,

efusi

pleura

dan dapat

26

mendeteksi penyakit atau infeksi

paru

yang

menyebabkan atau memperberat

sesak nafas.Kardiomegali dapat tidak ditemukan pada gagal jantung akut dan kronis2.
Tabel 3 Abnormalitas fototoraks yang umum ditemukan pada gagal jantung
Abnormalitas
Kardiomegali

Hipertrofi ventrikel

Tampak paru normal


Kongesti vena paru

Penyebab
Dilatasi ventrikel kiri,
ventrikel kanan, atria,
efusi perikard
Hipertensi,
stenosis
aorta,
kardiomiopati
hipertrofi
Bukan kongesti paru
Peningkatan tekanan
pengisian
ventrikel kiri

Edema intersital
Disa
dari
Guideli
for the
diagno
and
treatm
of
acand
chronic
failure
4
2008

Efusi pleura

Implikasi klinis

Labor

Ekokardiografi, doppler

Nilai ulang diagnosis


Mendukung diagnosis
gagal jantung kiri

Peningkatan tekanan Mendukung


diagnosis pengisian
gagal jantung kiri ventrikel kiri
Gagal jantung dengan
peningkatan tekanan
pengisian jika efusi
bilateral
Infeksi paru, pasca
bedah/ keganasan

Pikirkan
kardiak
banyak)

Garis Kerley B

Peningkatan
limfatik

Mitral
stenosis/gagal
jantung kronik

Area paru hiperlusen

Emboli
paru
emfsema

Infeksi paru

Pneumonia sekunder
akibat
kongesti paru

Tatalaksana
kedua
penyakit:
gagal
jantung
dan
infeksi paru

Infltrat paru

Penyakit sistemik

Pemeriksaan
diagnostik lanjutan

tekanan

Peme
an

Ekokardiograf, doppler

atau

etologi
(jika

nonefusi

dur
ESC
nes
sis
ent

Pemeriksaan
Spirometri,
ekokardiografi

heart

CT,

riksa
atoriu

m
Pemeriksaan laboratorium rutin pada pasien diduga gagal jantung adalah
darah perifer lengkap (hemo-globin, leukosit, trombosit), elektrolit, kreatinin, laju
filtrasi glomerulus (GFR), glukosa, tes fungsi hati dan urinalisis. Pemeriksaan
tambahan lain dipertimbangkan sesuai tampilan klinis. Gangguan hematologis atau
elektrolit yang bermakna jarang dijumpai pada pasien dengan gejala ringan sampai

27

sedang yang belum diterapi, meskipun anemia ringan, hiponatremia, hiperkalemia


dan penurunan fungsi ginjal sering dijumpai terutama pada pasien dengan terapi
menggunakan diuretik dan/atau ACEI (Angiotensin Converting Enzime Inhibitor),
ARB (Angiotensin Reseptor Blocker) dan antagonis aldosteron2.
Tabel 4 Abnormalitas pemeriksaan laboratorium yang sering dijumpai pada
gagal jantung
Abnormalitas
Peningkatan
kreatinin serum
(> 150 mol/L)

Anemia (Hb < 13


gr/dL pada laki-laki,
< 12 gr/dL pada
perempuan)

Hiponatremia
135 mmol/L)

(<

Penyebab
Implikasi klinis
Penyakit ginjal, ACEI, Hitung GFR, ARB,
pertimbangkan antagonis aldosteron
mengurangi dosis
ACEI/ARB/antagonis
aldosteron,
periksa kadar kalium dan
BUN
Gagal jantung kronik, Telusuri penyebab,
gagal ginjal, hemodilusi, pertimbangkan
terapi kehilangan
zat
besi
ataupenggunaan
zat
besi terganggu, penyakit
kronik
Gagal jantung kronik
Petimbangkan restriksi cairan,
kurangi dosis diuretic,
hemodilusi, pelepasan
ultrafiltrasi, antagonis
AVP (argine Vasopressin)
vasopressin
Diuretik

Hipernatremia
(>
150 mmol/L)
Hipokalemia (< 3,5
mmol/L)

Hiperglikemia, dehidrasi

Hiperkalemia (> 5,5


mmol/L)

Gagal ginjal, suplemen


kalium, penyekat sistem
renin-angiotensinaldosteron

Hiperglikemia
(>
200 mg/dL)
Hiperurisemia
(>
500 mol/L)
BNP < 100 pg/mL,
NT proBNP < 400
pg/mL

Diabetes,
resistensi
terapi insulin
Terapi diuretik , gout,
keganasan
Tekanan
dinding
ventrikel normal

BNP > 400 pg/mL,


NT proBNP > 2000
pg/mL

Tekanan
dinding
ventrikel meningkat

Diuretik,
hiperaldosteronisme
sekunder

Nilai asupan
cairan,
telusuri penyebab
Risiko
aritmia,
pertimbangkan
suplemen
kalium,
ACEI/ARB,
antagonis aldosteron
Stop obat-obat hemat
kalium
(ACEI/ARB,antagonis
aldosterone ), nilai fungsi
ginjal dan pH, risiko
bradikardia
Evaluasi hidrasi,
intoleransi glukosa
Allopurinol,
kurangi
dosis diuretik
Evaluasi ulang diagnosis,
bukan gagal jantung jika
terapi tidak berhasil
Sangat mungkin gagal
jantung

28

Kadar
albumin tinggi (> 45
g/L)

Dehidrasi, mieloma

rehidrasi

Kadar
albumin rendah (<
30 g/L)

Nutrisi buruk, kehilangan


melalui ginjal

Cari penyebab albumin

Peningkatan
transaminase

Disfungsi hati, gagal Cari penyebab, kongesti


jantung
kanan, liver,
pertimbangkan toksisitas obat
kembali
terapi
Nekrosis miosit, iskemia Evaluasi pola
berkepanjangan, gagal peningkatan
jantung
berat, (peningkatan ringan
miokarditis,
sepsis, sering terjadi pada gagal
Hiper / hipotroidisme, Terapi
abnormalitas
amiodaron
tiroid

Peningkatan
troponin

Tes troid abnormal

Urinalisis

Proteinuria,
glikosuria,
kemungkinan bakteriuria

Singkirkan

INR > 2,5

Overdosis antkoagulan,
dosis kongesti hati
nilai fungsi hati

Evaluasi
antkoagulan,

CRP >
10mg/l,
lekositosis
Neutroflik

Infeksi, infamasi

infeksi

Cari penyebab

Disadur dari ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acand chronic heart
4
failure 2008

Troponin I atau T
Pemeriksaan troponin dilakukan pada penderita gagal jantung jika gambaran
klinisnya disertai dugaan sindroma koroner akut. Peningkatan ringan kadar troponin
kardiak sering pada gagal jantung berat atau selama episode dekompensasi gagal
jantung pada penderita tanpa iskemia miokard2.
Ekokardiografi
Istilah ekokardiograf digunakan untuk semua teknik pencitraan ultrasound
jantung termasuk pulsed and continuous wave Doppler, colour Doppler dan tissue
Doppler imaging (TDI). Konfirmasi diagnosis

gagal jantung dan/atau disfungsi


29

jantung dengan pemeriksaan ekokardiografi

adalah keharusan

dan

dilakukan

secepatnya pada pasien dengan dugaan gagal jantung. Pengukuran fungsi ventrikel
untuk membedakan antara pasien disfungsi sistolik dengan pasien dengan fungsi
sistolik normal adalah fraksi ejeksi ventrikel kiri (normal > 45 - 50%)2.

Tabel 5 Abnormalitas ekokardiografi yang sering dijumpai pada gagal jantung


Pengukuran
Fraksi
ejeksi
ventrikel kiri
Fungsi ventrikel
kiri, global dan fokal

Abnormalitas
Menurun (< 40 %)

Implikasi klinis
Disfungsi sistolik

Akinesis, hipokinesis,
diskinesis

Diameter
akhir
diastolik
(End-diastolik
diameter = EDD)
Diameter
akhir
sistolik
(End-systolic
diameter = ESD)
Fractonal shortening
Ukuran atrium kiri

Meningkat (> 55 mm)

Infark/iskemia miokard,
kardiomiopati,
miokardits
Volume berlebih, sangat
mungkin gagal jantung

Ketebalan
kiri

ventrikel

Struktur dan fungsi


katup

Profil aliran
diastolik mitral
Kecepatan
puncak regurgitasi
trikuspid
Perikardium

Aortc
outlow velocity
time integral
Vena cava inferior

Meningkat (> 45 mm)

Volume berlebih, sangat


mungkin disfungsi
sistolik

Menurun (< 25%)


Meningkat (> 40 mm)

Disfungsi sistolik
Peningkatan tekanan
pengisian, disfungsi
katup mitral, fibrilasi
atrial
Hipertrofi (> 11-12 mm)
Hipertensi, stenosis
aorta,
kardiomiopati hipertrofi
Stenosis atau
Mungkin penyebab
regurgitasi katup
primer atau sebagai
(terutama stenosis aorta komplikasi gagal
dan insufsiensi mitral)
jantung, nilai
gradien dan fraksi regurgitan, nilai konsekuensi
hemodinamik, pertimbangkan operasi
Abnormalitas pola
Menunjukkan
disfungsi pengisian diastolik dini
diastolik
dan lanjut
dankemungkinan
Meningkat (> 3 m/detk)
Peningkatan
tekanan sistolik ventrikel kanan, curiga
hipertensi pulmonal
Efusi, hemoperikardium,
Pertimbangkan
penebalan
tamponade
jantung, perikardium
uremia,
Menurun (< 15 cm)
Isi sekuncup
rendah atau berkurang

Dilatasi, Retrograde flow Peningkatan


tekanan atrium kanan,disfungsi ventrikel kanan
Kongesti hepatik
Disadur dari ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart
4
failure 2008

30

Gambar 3 morfologi katup jantung pada valvulitis rheumatic menurut AHA 2015.

3.1.2 Tata Laksana Farmakologi

31

Gambar 4 Strategi Pengobatan pada pasien gagal jantung kronik simptomatik (NYHA
fc II-IV)2.

Angiotensin-Converting-Enzyme Inhibitor (ACEI)


Kecuali kontraindikasi, ACEI harus diberikan pada semua pasien gagal
jantung simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri 40 %. ACEI memperbaiki
32

fungsi ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi perawatan rumah sakit karena
perburukan gagal jantung, dan meningkatkan angka kelangsungan hidup (kelas
rekomendasi I, tingkatan bukti A). ACEI kadang-kadang menyebabkan perburukan
fungsi ginjal, hiperkalemia, hipotensi simtomatik, batuk dan angioedema (jarang),
oleh sebab itu ACEI hanya diberikan pada pasien dengan fungsi ginjal adekuat dan
kadar kalium normal2.
Indikasi pemberian ACEI adalah :
-

Fraksi ejeksi ventrikel kiri 40 %, dengan atau tanpa gejala

Kontraindikasi pemberian ACEI adalah :


-

Riwayat angioedema

Stenosis renal bilateral

Kadar kalium serum > 5,0 mmol/L

Serum kreatinin > 2,5 mg/dL

Stenosis aorta berat

Penyekat
Kecuali kontraindikasi, penyekat harus diberikan
pasien gagal jantung simptomatik dan

pada semua

fraksi ejeksi ventrikel kiri 40 %.

Penyekat memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi


perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung, dan meningkatkan
kelangsungan hidup2.
Indikasi pemberian penyekat adalah:
-

Fraksi ejeksi ventrikel kiri 40 %

Gejala ringan sampai berat (kelas fungsional II - IV NYHA)

ACEI / ARB (dan antagonis aldosteron jika indikasi) sudah


diberikan

Pasien stabil secara klinis (tidak ada

perubahan dosis diuretik,

tidak ada kebutuhan inotropik i.v. dan tidak ada tanda retensi
cairan berat2.

33

Kontraindikasi pemberian penyekat adalah :


-

Asma

Blok AV (atrioventrikular) derajat 2 dan 3, sindroma sinus sakit (tanpa


pacu jantung permanen), sinus bradikardia (nadi < 50 x/menit)

Efek tidak menguntungkan yang dapat timbul akibat pemberian penyekat adalah :
-

Hipotensi simtomatik

Perburukan gagal jantung

Bradikardia

Antagonis Aldosteron
Kecuali kontraindikasi, penambahan obat antagonis aldosteron dosis kecil
harus dipertimbangkan pada semua pasien dengan fraksi ejeksi 35 % dan gagal
jantung simtomatik berat (kelas fungsional III - IV NYHA) tanpa hiperkalemia dan
gangguan fungsi ginjal berat. Antagonis aldosteron mengurangi perawatan rumah
sakit karena perburukan gagal jantung dan meningkatkan kelangsungan hidup
Indikasi pemberian antagonis aldosteron adalah :
-

Fraksi ejeksi ventrikel kiri 40 %

Gejala sedang sampai berat (kelas fungsional III- IV NYHA)

Dosis optimal penyekat dan

ACEI atau ARB (tetapi tidak ACEI

dan ARB)
Angiotensin Receptor Blockers (ARB)
Kecuali kontraindikasi, ARB direkomendasikan pada pasien gagal jantung
dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri 40 % yang tetap simtomatik walaupun sudah
diberikan ACEI dan penyekat dosis optimal, kecuali juga mendapat antagonis
aldosteron. Terapi dengan ARB memperbaiki fungsi ventrikel dan

kualitas

hidup, mengurangi angka perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung
ARB direkomedasikan sebagai alternatif pada pasien intoleran ACEI. Pada
pasien ini, ARB mengurangi angka kematian karena penyebab kardiovaskular2.

34

Indikasi pemberian ARB adalah :


-

Fraksi ejeksi ventrikel kiri 40 %


Sebagai pilihan alternatif pada pasien dengan gejala ringan
sampai berat (kelas fungsional II - IV NYHA) yang intoleran AC.

Diuretik
Diuretik direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan tanda klinis atau
gejala kongesti. Tujuan dari pemberian diuretik adalah untuk mencapai status
Diuretik
Diuretik Loop
Furosemi

Dosis awal (mg)

Dosis harian (mg)

20 40

40 240

de

0.5 1.0

15

Bumetani
Tiazide
Hidrochlortiazi

5 10
25

10 20
12.5 100

de Metolazone

2.5

2.5 10

Indapamide
Diuretik hemat kalium 2.5
Spironolakton
(+ACEI/ARB) 12.5 - 25
(- ACEI/ARB) 50

2.5 5
(+ACEI/ARB) 50
(- ACEI/ARB) 100 200

euvolemia (kering dan hangat) dengan dosis yang serendah mungkin, yaitu harus
diatur sesuai kebutuhan pasien, untuk menghindari dehidrasi atau resisten.
Tabel 5 Dosis diuretik yang biasa digunakan pada pasien gagal jantung

3.3 3 Gagal Jantung Kongestif dan Penyakit Jantung Rematik


Penyakit jantung rematik adalah gejala sisa dari demam rematik dan
merupakan jenis penyakit jantung didapat yang paling banyak dijumpai pada populasi
anak-anak dan dewasa muda. Puncak insiden demam rematik terdapat pada kelompok
usia 5-15 tahun; penyakit ini jarang dijumpai pada anak dibawah usia 4 tahun dan

35

penduduk di atas 50 tahun

Di negara-negara maju, disfungsi ventrikel merupakan

penyebab mayor dari kasus ini. Penyakit katup degeneratif, kardiomiopati idiopatik,
dan kardiomiopati alkoholik juga merupakan penyebab terjadinya gagal jantung
kongestif.
Infeksi dimulai dengan ikatan permukaan bakteri dengan reseptor spesifik sel
host dan melibatkan proses spesifik seperti perlekatan, kolonisasi dan invasi. Ikatan
permukaan bakteri dengan reseptor host merupakan kejadian yang paling penting
dalam kolonisasi dan dimulai oleh fibronektin dan oleh Streptococcal FibronectinBinding-Protein6.

Gambar 4 Patogenesis Demam Rematik Dan Penyakit Jantung Rematik

36

a. Insufisiensi Aorta
Penutupan katup aorta tidak sempurna
kiri selama diastol

aliran darah kembali ke ventrikel

overload cairan di Ventrikel Kiri

cairan di atrium kiri

overload

edema pulmonal

b. Insufisiensi Mitral
Ejeksi sroke volume ke dalam left atriun
penurunan afterload dari ventrikel kiri

Peningkatan preload dan


LV dan LA dilatasi

stroke

volume total meningkat


c. Stenosis Mitral
Abnormalitas katup, fibrosis, kalsifikasi katup mitral
katup mitral

penyempitan pada

obtruksi aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri

volume dan tekanan atrium kiri meningkat

dilatasi atrium

Kelainan katup mitral merupakan kasus yang tersering ditemukan pada


RHD dengan persentase lebih dari 90 % kasus. Kelainan katup mitral ini
biasanya banyak ditemukan pada anak dan remaja. Stenosis mitral merupakan
kelainan katup yang sering terjadi pada dewasa akibat penyakit jantung katup
kronik. Komplikasi mitral stenosis yang tersering adalah atrial fibrilaton.
Kelainan katup aorta adalah kasus kedua terbanyak setela katup mitral,
biasanya kelainan katup aorta selalu bersamaan dengan kelainan katup mitral.
Sedangkan kelainan katup tricuspid atau pulmonal sangat jarang terjadi.

37

BAB IV
Kesimpulan
Gagal jantung merupakan sindroma klinis (sekumpulan tanda dan gejala),
yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung, dimana jantung tidak
sanggup memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolik jaringan. Gagal
jantung ditandai oleh sesak (dyspnea deffort, orthopnea, paroxysmal nocturnal
dypsnea, cheyne-stokes respiration) dan fatigue (saat istirahat atau saat aktivitas).
Keluhan sesak disertai edema dapat berasal dari organ paru, jantung, ginjal,
serta dari hati. Dari anamesis didapatkan sesak yang dipengaruhi aktivitas merupakan
khas sesak yang disebabkan oleh organ jantung. Kemudian dilanjutkan dengan
dilakukannya pemeriksan fisik serta pemeriksaan penunjang sehingga dapat
dipastikan sesak pada penderita bukan berasal dari organ paru, ginjal atau pun hati.
Ditinjau dari sudut klinis secara simtomatologis di kenal gambaran klinis
berupa gagal jantung kiri dengan gejala badan lemah, cepat lelah, berdebar, sesak
napas dan batuk. serta tanda objektif berupa takhikardia, dyspnea (dyspnea deffort,
orthopnea, paroxysmal nocturnal dypsnea, cheyne-stokes respiration), ronkhi basah
halus di basal paru, bunyi jantung III, dan pembesaran jantung. Gagal jantung kanan
dengan gejala edema tumit dan tungkai bawah, hepatomegali, acites, bendungan vena
jugularis dan Gagal jantung kongestif merupakan gabungan dari kedua bentuk klinik
gagal jantung kiri dan kanan.
Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik ditemukan dyspnea deffort,
orthopnea, paroxysmal nocturnal dypsnea, ronkhi basah halus di kedua basal paru,
hepatomegali, takhikardia, gejala edema tungkai bawah, bendungan vena jugularis
sehingga memenuhi gejala gagal jantung kongesti.

38

Berdasarkan kriteria Framingham

minimal satu

kriteria mayor dan dua

kriteria minor yaitu: Kriteria mayor berupa paroksisimal nocturnal dispneu, distensi
vena leher, ronki paru, kardiomegali, edema paru akut, Gallop S 3, peninggian
tekanan vena jugularis, Refluks hepatojugular. Dan kriteria minor berupa edema
ekstremitas, batuk malam hari dispnea deffort, hepatomegali, Efusi pleura,
penurunan kapasitas vital, takikardi ( >120 x/menit)
Pada pasien ini didapatkan empat kriteria mayor. Pertama terdapatnya
paroksismal nokturnal dispneu dari hasil anamnesis. Kedua, dari hasil pemeriksaan
fisik perkusi jantung, didapatkan adanya pembesaran jantung. Batas jantung kanan
terdapat pada linea sternalis dextra, batas kiri pada linea axillaris anterior sinistra ICS
VI, dan batas atas pada ICS II. Hal yang sama juga didapatkan dari hasil rontgen yang
menyatakan bahwa pada pasien terdapat kardiomegali. Ketiga terdapat peninggian
tekanan vena jugularis yaitu (5+2) cmH2O, keempat didapatkan ronki basah halus
pada kedua basal paru.
Sedangkan untuk kriteria minor didapatkan dispnea deffort yang didapatkan
dari hasil anamnesis pasien mengeluh sesak sehabis beraktifitas. Ketiga didapatkan
hepatomegali dari pemeriksaan fisik yaitu 3 jari di bawah arcus costae. Oleh karena
itu pada pasien ini kami simpulkan diagnosis fungsionalnya adalah Congestive Heart
Failure (CHF).
Diagnosis anatomi ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik terdapat
pembesaran dari jantung dan dikonfirmasi dengan ro thorax dengan kesan
kardiomegali.
Etiologi dari penyakit gagal jantung dapat berupa penyakit jantung bawaan,
penyakit jantung rematik, penyakit jantung hipertensi, penyakit jantung koroner,
penyakit jantung anemik, penyakit jantung tiroid, cardiomiopati, cor pulmonale serta
kehamilan. Penyakit gagal jantung yang terjadi pada usia < 50 tahun, terbanyak
adalah disebabkan oleh penyakit jantung reumatik dan penyakit jantung tiroid.
Untuk menentukan kemampuan pompa jantung diperlukan untuk melihat
ejaksi fraksi dari jantung yang ditegakkan dengan echochardiography serta gejala

39

klinis, sedangkan untuk memperkuat diagnosa RHD maka direncanakan untuk


dilakukan pemeriksaan ASTO, Rheumatoid Faktor dan C-reactive protein (CRP)

DAFTAR PUSTAKA
1. Branch, William T., R. Wayna Alexande, Robert C. Schlant, and J. Wilis Hurst
(2000). Cardiology in Primary Care. Singapore : McGraw Hill.
2. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovascular Indonesia (2015). Pedoman
st

Tata Laksana Gagal Jantung. 1

edition.Centra Communication.

http://www.inaheart.org/upload/file/Pedoman_Tatalaksana_Gagal
Jantung_2015.pdf. [accessed 2th September 2016]
3. Burke PA (2015) Pathology of Rheumatic Heart Disease. University of
Maryland School of Medicine.
http://www. emedicine.medscape.com/article/1962779-author
4. Dickstein K, Cohen-Solal A, Filippatos G, et al (2008). ESC
Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic
heart failure. Eur Heart J 29:2388442.
5. Gewitz MH, Baltimore RS, Tani LY, et al. Revision of the Jones Criteria for
Diagnosis of Acut Rematic Fever in the era Doppler echocardiography:
ascientific state-ment from AHA.circulation.2015;131(20): 1806-1818
6. Afif A. (2008) Demam Rematik dan Penyakit Jantung Rematik. Permasalahan
Indonesia. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

40

Anda mungkin juga menyukai